Keyboard Gaming Corsair K100 Unggulkan Optical Switch dan Kenop Multifungsi yang Programmable

Diluncurkan pada tahun 2018, Razer Huntsman boleh dibilang belum punya pesaing di ranah keyboard gaming. Alasannya simpel: switch yang digunakannya sangatlah unik, bukan mechanical melainkan optical switch yang menjanjikan responsivitas sekaligus ketahanan yang lebih baik.

Namun status eksklusif itu berhenti hari ini, sebab Corsair baru saja mengumumkan keyboard anyar yang juga mengunggulkan optical switch hasil rancangan mereka sendiri. Pemakaian switch baru ini menarik karena Corsair selama ini memang merupakan satu dari segelintir produsen periferal yang setia dengan Cherry MX.

Dinamai Corsair K100, jelas sekali kastanya ada di atas K95 (yang sendirinya sudah masuk kategori premium). Optical switch-nya sendiri Corsair juluki dengan istilah OPX, dan switch ini memiliki sifat yang linear dengan aktuasi hanya 1 mm. Ini berarti masing-masing tombolnya hanya perlu ditekan sedikit saja supaya input-nya terbaca. Meski begitu, key travel hingga sedalam 3,2 mm mengindikasikan bahwa ia masih nyaman dipakai mengetik.

Janji performa yang lebih responsif itu semakin disempurnakan lebih lanjut oleh polling rate 4.000 Hz, alias empat kali lebih cepat daripada biasanya. Soal ketahanan, Corsair mengklaim optical switch-nya bisa tahan sampai 150 juta klik. Sebagai perbandingan, Razer mengklaim optical switch buatan mereka tahan sampai 100 juta klik.

Seandainya konsumen tetap tidak bisa move on dari mechanical switch, K100 juga ditawarkan dalam varian dengan switch Cherry MX Speed yang juga bersifat linear. Namun variasi switch baru sebagian dari cerita utuh seputar K100.

Juga unik dari keyboard ini adalah kehadiran satu kenop ekstra di sisi kiri atas. Fungsinya banyak sekali, dan semua pada dasarnya tergantung bagaimana masing-masing pengguna memprogramnya. Konsepnya kurang lebih sama seperti yang ditawarkan oleh keyboard Logitech Craft yang ditujukan buat kreator konten.

Seperti halnya K95, K100 juga dilengkapi enam tombol macro di sisi kiri, dan rangkanya juga terbuat dari bahan aluminium yang kokoh. Deretan tombol multimedia beserta kenop untuk mengatur volume di ujung kanan atas yang sudah menjadi ciri khas Corsair selama ini tetap dipertahankan pada K100.

Tanpa perlu terkejut, keyboard gaming sepremium K100 ini tentu juga hadir bersama wrist rest yang bisa dilepas-pasang secara magnetis. Semua ini tentu tidak murah; konsumen yang tertarik sudah bisa meminangnya sekarang juga dengan harga $230.

Sumber: Corsair.

SteelSeries Perkenalkan Arctis 9, Headset Nirkabel untuk PC dan PS5

SteelSeries memperkenalkan headset gaming nirkabel baru, yaitu Arctis 9. Headset ini kompatibel dengan PC dan PlayStatoin 4. SteelSeries juga menjamin bahwa headset tersebut akan bisa digunakan pada PlayStation 5. Dilengkapi dengan konektivias Bluetooth dan 2,4GHz, Anda akan bisa menghubungkan Arctis 9 ke smartphone dan PS4/PC Anda. Ya, Arctis 9 memang memiliki desain dan fitur yang hampir sama dengan SteelSeries Artics 9X. Hanya saja, Arctis 9X ditujukan untuk pemilik Xbox One.

Arctis 9 memiliki baterai yang bisa digunakan hingga 20 jam. Pada ear cup sebelah kanan, Anda akan menemukan port Micro USB untuk mengisi baterai dari headset tersebut. Di sini, juga terdapat 3,5mm jack yang bisa Anda gunakan untuk menghubungkan Arctis 9 dengan kabel jika Anda mau.

Kebanyakan tombol pada Arctic 9 terdapat di ear cup sebelah kanan. Di sini, terdapat tombol untuk menyalakan headset, tombol untuk mematikan mikrofon, dan juga volume dial utama, yang berfungsi untuk menyesuaikan volume audio di game dan chat secara bersamaan.

SteelSeries Arctis 9
SteelSeries Arctis 9.

Sementara pada ear cup sebelah kiri, terdapat volume dial untuk menyesuaikan volume dari audio game dan chat secara terpisah. Di sini, Anda juga dapat menemukan mikrofon yang dapat ditarik. Ketika Anda menekan tombol mute, lampu indikator pada mikrofon akan menyala. Dengan begitu, Anda tidak perlu bingung apakah mikrofon headset dalam keadaan menyala atau mati. SteelSeries Arctis 9 dihargai US$200 atau sekitar Rp2,9 juta.

Baik Sony maupun Microsoft mengungkap bahwa mereka akan meluncurkan konsol next-gen mereka pada November 2020. Jadi, tidak heran jika perusahaan pembuat aksesori gaming berlomba-lomba untuk memperkenalkan headset baru yang kompatibel dengan konsol tersebut. Sama seperti Turtle Beach, SteelSeries biasanya meluncurkan headset yang berbeda untuk PS5 dan Xbox Series X. Namun, juga ada merek headset lain yang lebih memliih untuk menyediakan satu headset untuk kedua konsol next-gen itu.

Di tengah pandemi, semakin banyak orang yang menghabiskan waktu untuk bermain game. Hal ini mendorong mereka untuk membeli perangkat gaming. Menurut laporan Newzoo, Gen X pun ternyata menunjukkan ketertarikan untuk membeli aksesori gaming.

Sumber: The Verge, Engadget

Mouse Gaming HP Omen Vector Wireless Unggulkan Baterai yang Awet Sekaligus Charging yang Sangat Cepat

Dalam konteks mouse wireless dengan baterai yang rechargeable, tipe konektor kabel yang digunakan mungkin bukanlah sebuah faktor yang diprioritaskan oleh konsumen. Kalau memang sudah USB-C, ya syukurlah. Kalau belum dan masih micro USB, ya sudah tidak masalah, toh perangkatnya juga tidak perlu di-charge setiap hari.

Singkat cerita, sebagian besar konsumen mouse wireless mungkin menganggap USB-C hanya sebagai bonus. Namun nyatanya ada juga mouse wireless yang menjadikan USB-C sebagai nilai jual utamanya. Salah satunya adalah mouse gaming wireless terbaru dari HP berikut ini, Omen Vector Wireless.

Pada mouse ini, USB-C punya andil besar dalam mewujudkan kecepatan pengisian daya yang melebihi rata-rata. Secepat apa memangnya? Well, charging selama 30 detik saja disebut sudah cukup untuk memberi daya yang setara dengan 1 jam pemakaian. Ya, setengah menit untuk satu jam, bukan salah ketik.

Kalau dibiarkan sampai 15 menit, maka daya yang terisi cukup untuk penggunaan selama 30 jam. Untuk mengisi sampai penuh, Vector Wireless hanya butuh total 90 menit, dan dalam kondisi terisi penuh, baterainya mampu bertahan sampai 180 jam nonstop.

Jadi tanpa menyoroti kecepatan pengisiannya pun, daya tahan baterai mouse ini sudah tergolong mengesankan. Sebagai perbandingan, Logitech G703 yang dihargai sama persis cuma bisa tahan sampai 60 jam per charge.

Selagi di-charge dalam waktu yang sangat singkat itu, Vector Wireless masih bisa digunakan seperti biasa. Malahan, kalau menggunakan kabel USB-C bawaannya, HP mengklaim polling rate-nya bisa ditekan sampai serendah 1 milidetik.

Sensor yang dipakai sendiri adalah sensor PixArt PAW3335 dengan sensitivitas maksimum 16.000 DPI dan tracking speed 400 IPS. Di balik tombol kiri dan kanannya yang cekung, ada switch Omron dengan ketahanan hingga 50 juta klik. Di atas kertas, performanya boleh dibilang sudah cukup mumpuni untuk kelas mouse gaming.

Saat ini, HP Omen Vector Wireless sudah dipasarkan seharga $100 di Amerika Serikat. Semoga saja HP bisa membawanya ke Indonesia dengan cepat.

Sumber: The Verge.

Glorious Model O Wireless Diklaim Punya Click Latency Paling Rendah di Antara Mouse Gaming Lain

Saat mencari referensi di internet mengenai mouse gaming berbobot ringan terbaik yang ada di pasaran saat ini, nama Glorious Model O mungkin adalah salah satu yang paling sering disebut. Selain memang performanya terbukti bagus, mouse ambidextrous dengan desain honeycomb alias bolong-bolong ini juga luar biasa ringan di angka 67 gram.

Kalau ternyata masih kurang ringan, ada Glorious Model O- dengan bobot 59 gram dan dimensi yang lebih kecil. Sayang keduanya masih mengandalkan kabel, tidak seperti penawaran serupa dari Razer yang punya versi standar, versi mini, sekaligus versi wireless.

Well, Glorious tahu ada demand yang lumayan terhadap mouse gaming wireless yang enteng, dan itulah mengapa mereka sudah menyiapkan Model O Wireless. Sesuai namanya, ini merupakan versi nirkabel dari Model O standar. Di angka 69 gram, bobotnya memang tidak identik dengan versi standarnya, akan tetapi masih lebih ringan ketimbang Razer Viper Ultimate yang sama-sama wireless.

Glorious Model O Wireless

Wujudnya boleh sama, akan tetapi jeroan Model O Wireless rupanya cukup berbeda. Sensor yang digunakan bukan lagi sensor Pixart 3360 dengan sensitivitas maksimum 12.000 DPI, melainkan sensor baru yang sensitivitasnya bisa mencapai angka 19.000 DPI, serta menawarkan kecepatan tracking 400 IPS.

Sebagai perbandingan, Razer Viper Ultimate mengusung sensor Focus+ dengan sensitivitas 20.000 DPI dan tracking speed 650 IPS. Namun Model O Wireless rupanya masih punya satu senjata tambahan: click latency-nya diklaim cuma 2,08 milidetik, alias paling rendah dibandingkan mouse gaming lain kalau berdasarkan hasil pengujian Glorious sendiri – dan yang bisa kita buktikan sendiri nantinya menggunakan Nvidia Reflex.

Tanpa harus terkejut, pencahayaan RGB di bagian samping mouse dan scroll wheel tetap dipertahankan oleh Model O Wireless. Namun kalau lampu warna-warni ini dimatikan, perangkat diklaim bisa beroperasi sampai 71 jam nonstop sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Rencananya, Glorious Model O Wireless akan dipasarkan mulai 23 September seharga $80. Selisihnya cukup jauh jika dibandingkan dengan Razer Viper Ultimate yang dibanderol $130.

Sumber: PC Gamer.

Lenovo Indonesia Luncurkan Seri Laptop dan Pre-Built Desktop Legion Terbaru

Setelah memperkenalkan seri Legion 5 dan IdeaPad Gaming, kini Lenovo Indonesia kembali memperkenalkan lini laptop performa tinggi terbaru mereka. Laptop tersebut adalah Lenovo Legion 7i, Lenovo Y740 Si, dan Lenovo 5 Pi. Selain itu, mereka juga memperkenalkan 2 pre-built desktop yaitu Legion Tower 5, 5i, dan 7i, serta IdeaCentre Gaming 5 dan 5i.

Masih seperti seri Legion 5 dan IdeaPad Gaming, penambahan kode huruf “i” menandakan prosesor Intel yang digunakan dalam laptop-laptop tersebut. Legion 7i merupakan laptop gaming premium yang ditawarkan untuk para avid gamers. Dengan harga mulai dari Rp29.999.000, Legion 7i menggunakan CPU Intel Core i7 generasi ke-10 H-Series, GPU GeForce RTX 2070 SUPER Max-Q Design, layar IPS 15 inci, Full-HD, 144Hz dengan display color accurate 85,6 AAR.

Sumber: StraitsTimes
Sumber: StraitsTimes

Legion Y740Si bisa dibilang sebagai laptop ultrabook karena memiliki desain tipis, namun tetap powerful. Lenovo Legion Y740Si ditenagai oleh prosesor mobile hingga Intel Core i9 generasi ke-10 H-Series. Y740Si memiliki layar panel IPS sebesar 15 inci dengan resolusi 4K, dan memiliki VESA DisplayHDR400, Dolby Vision, dan 100 persen RGB color gamut. Dijual seharga Rp36.999.000, penjualan Legion Y740Si disertai dengan Lenovo Legion BoostStation yang bisa dilengkapi dengan GPU maupun SSD eksternal.

Selanjutnya Legion 5Pi merupakan laptop gaming yang didesain untuk menyeimbangkan antara style dengan performa. Untuk mencapai level performa tersebut, laptop ini dilengkapi dengan Intel Core generasi ke-10 H-Series dan RTX 2060. Dibanderol seharga Rp27.999.000, Legion 5Pi memiliki layar 15 inci dengan 100% sRGB color-accurate.

Lini produk berikutnya yang dirilis oleh Lenovo adalah pre-built desktop Legion Tower 5, 5i, dan 7i. Seri Legion Tower ini dibuat untuk avid gamer yang membutuhkan battle station dengan performa tinggi. Maka dari itu Legion Tower 5 dan 5i menggunakan Intel Core i7 dan GeForce RTX 2070, dan dibanderol dengan harga mulai dari Rp24.999.000, Sementara itu Legion Tower 7i menggunakan Intel Core i9 dan RTX 2080 SUPER dan dibanderol mulai dari Rp40.999.000.

Sumber: geekculture
Sumber: geekculture

Terakhir, yaitu IdeaCentre Gaming 5 dan 5i, merupakan pre-built desktop dengan banderol harga yang lebih ekonomis, yaitu mulai dari Rp13.249.000. Namun, IdeaCentre Gaming 5 dan 5i tetap ditenagai oleh CPU dan GPU yang cukup tangguh, yaitu Intel Core i7 atau AMD Ryzen 7, dengan GPU GeForce RTX 2060.

Selain spesifikasinya yang cukup tangguh, jajaran laptop tersebut juga sudah dilengkapi dengan beberapa fitur khas laptop gaming Lenovo terbaru. Beberapa fitur tersebut yaitu TrueStrike Keyboard (yang memang terbukti nyaman digunakan) pada Legion 7i dan Legion 5Pi. Selain itu ada juga teknologi ColdFront 2.0 yang tersedia untuk laptop Lenovo Legion 7i dan Legion 5Pi, serta seri desktop Legion Tower.

Logitech Luncurkan G733 Gaming Headset Beserta Seri G Color Collection yang Menyegarkan

Memang ada banyak faktor dalam memilih gaming gear. Menurut beberapa sosok esports Indonesia, yang sempat membahas ini bersama tim redaksi Hybrid, teknologi dan kenyamanan mungkin adalah dua terpenting di dalam sebuah gaming gear. Namun selain dua hal tersebut, bentuk dan tampilan sepertinya juga jadi hal lain yang tak kalah penting.

Melihat adanya kebutuhan akan gaming gear yang tampil gaya, Logitech mencoba menjawab hal tersebut lewat koleksi baru yang disebut sebagai Logitech G Color Collection. Koleksi ini menampilkan G733 Lightspeed Wireless Gaming Headset sebagai daya tarik utama, yang dilengkapi dengan G203 dan G305 Gaming Mice, serta G915 TKL Gaming Keyboard.

Selain G733 Lightspeed Wireless Gaming headset, produk lain yang masuk dalam lini tersebut mungkin bukan yang terbaru. Tapi dengan polesan warna baru yang mencolok, beberapa seri lama tersebut seakan menjadi segar kembali. Mengutip rilis dari blog Logitech, ada 4 pilihan warna dalam Logitech G Color Collection, White, Blue, Lilac Purple, dan Black. Bukan cuma warna yang menjadi daya tarik utama dari koleksi ini, kustomisasi juga menjadi hal lain yang ditonjolkan, terutama untuk headset G733.

Selain warna koleksi ini yang cerah dan mencolok, G733 dalam Logitech G Color Collection juga dapat dikustomisasi, sehingga Anda bisa tampil beda, terutama bagi para game streamer yang ingin tampil mencolok di hadapan para penonton. Bagian yang bisa dikustomisasi termasuk head band straps, dan juga mic covers.

Pada versi Logitech G Color Collection, Anda bisa mengganti warna head band dari headset G733. Jadi, walaupun Anda menggunakan headset berwarna hitam, tali head band masih bisa dikustomisasi dengan warna lain. Head band straps untuk G733 hadir dengan 5 pilihan warna dan pola, yaitu Black Glitch, Purple Glitch, Lime Glitch, Mint Glitch, dan Orange Vector.

Sumber: Logitech Official
Sumber: Logitech Official

Mic cover juga jadi gimmick penampilan lain yang tak kalah menarik, dan tentunya mencolok. Headset, baik gaming atau tidak, biasanya hanya menggunakan busa berbentuk bulat hitam untuk menyaring suara di bagian mic. Logitech G Color Collection, menghadirkan koleksi mic cover tambahan yang penampilannya mungkin bisa membuat orang yang melihatnya jadi tergelitik. Mic cover Logitech G Color Collection tak cuma punya variasi warna, tapi juga variasi bentuk, mulai dari gestur jempol ‘like’, bintang, kumis, hati, sampai bibir bergincu.

Mengutip Kompas.com, G733 Lightspeed akan dibanderol seharga 2,4 juta rupiah, dan akan tersedia mulai 7 September 2020 mendatang di Indonesia. Bagi Anda yang merasa bosan dengan peripheral yang warnanya begitu-gitu saja, G733 Lightspeed, dan seri Logitech G Color Collection mungkin bisa masuk ke dalam daftar belanja Anda nantinya.

Mengintip Gaming Gear Pilihan 3 Sosok Esports Indonesia

Beberapa waktu lalu saya sempat membahas soal tips aim dalam bermain game FPS di PC. Pada artikel tersebut, saya membahas berbagai macam hal, mulai dari Grip Style, Aim Style, melatih Muscle Memory agar lebih mudah mendapat momen Clutch, sampai cara memilih Mouse yang tepat.

Memang, dalam gaming kompetitif, memaksimalkan performa menjadi teramat penting. Bagaimanapun, hanya yang terbaik yang bisa mendapat gelar juara, hadiah turnamen yang jumlahnya bisa mencapai angka miliaran rupiah. Jika fisik sudah terlatih, kemampuan bermain sudah prima, juga sudah kuat menghadapi tekanan mental, lalu hal apalagi yang harus dikejar?

Melengkapi permainan dengan gaming gear yang tepat bisa membantu Anda meraih performa bermain yang maksimal. Saya juga sempat membahas soal bagaimana dampak penggunaan gaming gear terhadap performa pemain esports. Kali ini, mencoba melihat lebih dekat, mari kita intip apa gaming gear yang digunakan sosok esports Indonesia, beserta alasannya.

Antonius Willson (Son) – CS:GO/VALORANT Shoutcaster

Sumber: Dokumentasi Pribadi Antonius Wilson
Sumber: Dokumentasi Pribadi Antonius Willson

Walau lebih dikenal sebagai seorang shoutcaster untuk game FPS seperti CS:GO, VALORANT, ataupun PUBG Mobile, namun saya merasa perlu untuk menyertakan sosok yang satu ini ke dalam daftar. Salah satunya karena Willson atau Wooswa juga merupakan pemain game FPS yang cukup kompetitif. Pada zaman CS:GO, ia sempat mencapai Rank Supreme Master First Class (SMFC) satu Rank di bawah The Global Elite, rank tertinggi di CS:GO. Pada VALORANT, ia juga sudah mencapai Rank yang Diamond 1 saat saya hubungi sore, 13 Agustus 2020, tadi. Maka dari itu, tidak heran jika ia jadi picky dalam memilih gaming gear. Berikut jajaran perlengkapan yang ia gunakan.

Perlengkapan Utama

  • Mouse – G Wolves Skoll – DPI 800
  • Mousepad – Steelseries QCK+ NIP Special Edition – Cloth Surface
  • Keyboard – Leopold FC900R – Red Switch
  • Monitor – Viewsonic XG2705 – 144Hz
  • Headphone – Sennheiser HD6XX

Aksesori Tambahan

  • Microphone – Antlion Modmic
  • Palmrest – CoolerMaster

Saat ditanyakan apa saja alasan ia memilih masing-masing perlengkapan tersebut, Willson menjelaskan dengan cukup terperinci soal apa saja yang jadi preferensinya.

Pertama soal Mouse. Ia mengatakan bahwa alasan utamanya memilih G Wolves Skoll adalah karena bobot, tipe sensor, serta tipe switch tombol klik. “Gue memilih G Wolves Skoll karena gue suka Mouse dengan bobot yang ringan. Selain itu gue juga suka Mouse dengan sensor serta tombol klik yang akurat. Penting banget pakai mouse dengan tipe sensor optik, jangan yang laser. Kenapa? Supaya ketika lu melakukan gerakan besar tiba-tiba, sensor Mouse masih bisa mendeteksi gerakan tersebut.” Willson memperjelas.

Soal DPI, Willson mengatakan bahwa Ia sendiri menemukannya dengan cara mencoba-coba. “Gue sih enggak pakai hitungan atau apapun itu ya. Pakai DPI 800 juga nggak pakai ‘rocket-science’. Jadi gue coba-coba atur, sampai ketemu yang pas. Kebetulan ternyata angkanya di-800. Pada Mouse sebelum-sebelumnya gue juga selalu pakai DPI 800.”

Jika mengutip laman prosettings.net, G Wolves Skoll memiliki bobot 66 gram saja. Bobot tersebut tergolong sangat ringan, karena Mouse pada umumnya berbobot di antara 80-100 gram. Sensor Mouse ini menggunakan sensor optical PMW-3360, sensor yang juga digunakan oleh Mouse dari brand gaming populer seperti Zowie, Razer ataupun Logitech. G Wolves Skoll menggunakan Omron Switch sebagai tombol klik, yang juga merupakan salah satu tombol Mouse yang paling populer.

Berlanjut ke Keyboard, Willson berpendapat bahwa apapun mereknya tidak jadi masalah untuk urusan gaming. “Apapun Keyboard-nya yang penting menggunakan Red Switch!” tulis Willson menyatakan pendapatnya.

Sumber:
Leopold FC900R | Sumber: mykeyboard.eu

Setelahnya, ia lalu menjelaskan secara lebih lanjut. “Kenapa Leopold? Karena kebetulan gue suka sama model Leopold yang ini, karena tombol Keycaps-nya warna hitam. Soal Red Switch, ini karena gue merasa jari gue jadi pegal-pegal jika bermain dalam durasi yang panjang dengan menggunakan Blue Swtich. Selain itu, karena Red Switch punya kemampuan input tombol yang lebih mudah dibanding Blue Switch, maka tindakan di dalam game FPS seperti Strafing jadi lebih mudah.

Berlanjut ke audio, Willson terbilang punya preferensi yang cukup berbeda dibanding kebanyakan gamers. Alih-alih menggunakan Headset Gaming, Willson justru menggunakan Headphone Sennheiser seri HD6, yang dilengkapi dengan Microphone Antlion Modmic.

“Soalnya gue suka mendengarkan lagu, dan risih kalau pakai headset gaming yang cenderung tidak nyaman, juga terlalu berkilau karena RGB. Jadinya, beli Headphone musik deh… Sebenarnya headphone ini kurang oke untuk gaming, karena sifatnya yang open-back. Jadi kalau misalnya sedang berisik, suaranya di sekitar jadi masuk. Tapi kalau memang daerah tempat lu main cenderung sepi, headset ini sih pewe banget. Saking enak dan nyaman, gue kadang sampai lupa kalau gue pakai. Soal mikrofon, nothing special sih, ini pelengkap aja, karena Sennheiser enggak punya microphone built-in.” Ucapnya.

Sumber: head-fi.org
Sennheiser HD6XX | Sumber: head-fi.org

Terakhir Willson juga menjelaskan soal preferensinya terhadap monitor, mousepad, dan juga aksesori tambahan berupa palm rest. Untuk 3 perlengkapan itu, Willson terbilang tidak terlalu muluk muluk. “Soal monitor, yang penting 144Hz brok!” ucapnya. Lanjut ke mousepad, ia mengutamakan yang punya permukaan halus dan bertipe control. “SteelSeries QCK+ terbilang sebagai gaming gear paling lama yang enggak pernah gue ganti, pokoknya NIP for live brok!” Terakhir soal palm rest, ia mengatakan bahwa aksesori itu lebih untuk kepentingan bekerja. “Karena gue juga kerja menggunakan PC, jadi fungsi palm rest adalah agar gue enggak pegal ketika kerja.”

Rizky Varizh – ThePrime Esports Dota 2 Player

Sumber: ThePrime Esports
Varizh (kiri pojok, pemain Dota 2 profesional untuk tim ThePrime Esports) | Sumber: ThePrime Esports

Setelah kita melihat perlengkapan dari seorang pemain game FPS, mari kita sedikit menyebrang ke genre MOBA. Sebagai narasumber, ada Rizky Varizh, pemain role Support dari tim ThePrime Esports, yang baru saja kembali lagi ke dalam skena Dota 2 baru-baru ini. Varizh sudah punya pengalaman yang cukup lama malang melintang di skena Dota 2 Indonesia. Jika mengutip laman Liquidpedia, dia sudah bermain Dota 2 secara kompetitif sejak tahun 2016 lalu. Pertama kali bermain Dota 2 bersama tim RRQ, ia sempat berpindah ke BOOM ID pada tahun 2017, sampai akhirnya bertahan bersama ThePrime Esports sejak 2018, meski mengalami banyak pasang surut.

Berikut daftar gaming gear yang digunakan oleh Rizky Varizh.

Perlengkapan Utama

  • Mouse – SteelSeries Rival 110 – DPI 1000
  • Mousepad – Steelseries QcK Hard Pad – Hard Surface
  • Keyboard – SteelSeries Apex M500
  • Monitor – Viewsonic XG2401
  • Headset – SteelSeries Arctis Pro

Varizh terbilang punya preferensi gaming gear yang tidak terlalu neko-neko. Menurutnya faktor terpenting di dalam sebuah gaming gear adalah kenyamanan. Hal ini ia jelaskan pada saat menjawab soal alasan menggunakan SteelSeries Rival 110. “Soalnya gue latihan Dota bisa mencapai belasan game. Jadi, kalau pakai mouse yang bentuknya kurang nyaman di tangan atau terlalu besar, itu pasti bisa membuat tangan jadi pegal-pegal. Jadi, kenapa SteelSeries Rival 110 ini gue pilih, karena dia punya bentuk dan bobot yang pas buat tangan gue.” Varizh menjelaskan

SteelSeries Rival 110 | Sumber: Steelseries Official
SteelSeries Rival 110 | Sumber: Steelseries Official

Pendapat Varizh soal DPI mouse yang sebenarnya menarik, juga jadi satu faktor besar yang membedakan antara pemain MOBA dan FPS. Kalau Wilson mengatakan bahwa ia lebih mementingkan tingkat akurasi dalam menggunakan mouse, Varizh lebih mengutamakan pergerakan kursor cepat dengan DPI 1000. “Gue cenderung merasa kesulitan di dalam game kalau menggunakan sensitivity mouse yang kecil. Makanya gue pakai DPI 1000, dan mousepad SteelSeries QcK Hard Pad. Karena, selain sensitivity yang kecil, gue juga akan kesulitan bermain jika mouse gue berat saat digeser.” Varizh menjelaskan lebih lanjut soal alasan pemilihan DPI dan mousepad.

Sumber: SteelSeries Official
SteelSeries Arctis Pro. Sumber: SteelSeries Official

Melanjutkan pembahasan soal kenyamanan dalam memilih gaming gear, Varizh juga menyatakan jawaban yang sama atas alasannya memilih SteelSeries Arctis Pro sebagai headset andalannya. “Gue pernah coba menggunakan Headset lain, dan kuping gue jadi sakit kalau bermain dalam durasi sangat lama. Makanya gue menggunakan SteelSeries Arctis Pro, karena feel-nya enak, enggak sakit di kuping, sehingga cocok dengan durasi latihan Dota gue yang memang lama. Ditambah, suaranya juga mantap.” kata Varizh.

Soal keyboard, Varizh juga terbilang berbeda haluan dengan Willson. Soal brand mungkin tidak masalah, namun ia menggunakan Blue Switch, yang terbilang hampir beda 180 derajat dengan Red Switch. Red Switch yang sifatnya linear, cenderung lebih ringan ketika ditekan. Sementara Blue Switch yang sifatnya tactile serta clicky, cenderung lebih berat ketika ditekan. Saya sempat mengutip flow-chart karakteristik switch mechanical keyboards dari GamingGem dalam artikel pembahasan saya soal gaming gear dan pemain esports. Jika Anda masih penasaran, Anda bisa melihatnya sendiri di artikel tersebut.

Soal SteelSeries Apex M500 versi Blue Switch yang dipilih Varizh, ia mengatakan bahwa ia butuh keyboard yang responsif. “Contohnya ketika main Invoker. Hero tersebut butuh menekan banyak tuts keyboard dengan cepat, dan kalau pakai keyboard lain, beberapa input kadang tidak masuk walau sudah ditekan.” perjelas Varizh. Memang responsif tidak selalu berarti cepat merespon. Blue Switch yang sifatnya tactile dan clicky juga bisa dibilang sebagai responsif, karena memberi efek suara untuk setiap tuts keyboard yang ditekan.

Terakhir soal monitor, ia menggunakan ViewSonic XG2401 dengan ukuran 24 inci dan refresh-rate 144Hz. Sepertinya hampir tidak ada perdebatan dalam urusan refresh-rate monitor untuk gaming kompetitif. Pokoknya, 144Hz adalah standar minimal. Varizh juga memberikan pendapatnya, yang menurut saya jadi sudut pandang baru soal kegunaan 144Hz dalam dunia kompetitif MOBA.

“Gue sendiri nggak menggunakan fitur tambahan apa-apa sih di dalam monitor, tapi yang pasti gue butuh animasi gerakan yang halus. Itu jadi alasan kenapa harus pakai monitor 144Hz, karena lagi-lagi, gue latihan Dota enggak sebentar. Gue merasa, layar 60Hz itu membuat animasi gerakan jadi terlihat lebih kasar, dan efeknya adalah mata gue jadi lebih cepat lelah. Sementara 144Hz cenderung lebih halus, yang membuat mata gue jadi enggak cepat lelah walaupun bermain dalam durasi yang sangat lama.” Varizh menjelaskan soal alasannya menggunakan layar 144Hz untuk bermain MOBA.

Gary Dastin (BlazeKing) – BOOM Esports VALORANT Player

Sumber: BOOM Esports
BlazeKing (Kanan bawah) pemain VALORANT profesional dari tim BOOM Esports. Sumber: BOOM Esports

Sosok pemain esports ini terbilang baru mulai naik daun belakangan, setelah dia bersama tim bernama BoysWithLove, mengacak-acak skena VALORANT Indonesia. Berkat permainan apik yang ditunjukkan lewat beberapa turnamen, akhirnya Gary dan kawan-kawan direkrut oleh BOOM Esports. Padahal, Gary Dastin atau BlazeKing, sebenarnya sudah cukup lama malang melintang di dunia kompetitif FPS. Pada masanya, dia memulai karir di skena CS:GO sebagai In-Game Leader tim XCN.

Dengan pengalaman bermain yang cukup lama, mari kita intip, apa saja gaming gear yang ia gunakan, demi tetap prima di dunia kompetitif game FPS.

Perlengkapan Utama

  • Mouse – Zowie EC1-A – DPI 800
  • Mousepad – Logitech G640 – Speed – Cloth Surface
  • Keyboard – Ducky 2 Special Edition Full Size – Red Switch
  • Monitor – Zowie XL2546 – 240Hz
  • Headset – Logitech G Pro X – Closed Back On Ear

Hampir mirip seperti Willson, Gary juga terbilang agak picky dalam memilih peralatan tempur. Dia memiliki suatu preferensi khusus terhadap masing-masing gaming gear yang ia gunakan. Mulai dari mouse, Gary mengakui bahwa memilih Zowie EC1-A karena ukuran serta bentuk mouse yang pas dengan bentuk tangannya. Mengutip laman resmi Zowie, seri EC1-A memang dirancang menggunakan ergonomic design yang dikhususkan untuk pemain dengan tangan kanan sebagai tangan utama.

Sumber: Zowie Official
Beda ukuran Zowie EC1-A (L) dengan EC2-A (M) | Sumber: Zowie Official

Mouse dengan ergonomic design dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan posisi tangan kanan ketika menggenggam mouse. Umumnya mouse dengan rancangan ergonomic design akan sedikit lebih tinggi di bagian kiri mouse, dengan bagian kanan yang lebih rendah, dan berbentuk seperti huruf “C”, agar sesuai dengan posisi tangan saat menggenggam mouse. Seri EC hadir dengan dua ukuran, EC1-A yang digunakan Gary berukuran L, dengan ukuran sekitar 3 – 8 milimeter lebih besar dibanding EC2-A yang berukuran M.

Berlanjut ke mousepad, Gary menggunakan Logitech G640. Mousepad tersebut memiliki tekstur cloth surface, yang menurut ulasan dari prosettings.net dikategorikan sebagai tipe medium – fast Mousepad. Ini menjadi cukup menarik, karena Gary menggunakan sensitivity rendah, 800 DPI. Namun alih-alih menggunakan mousepad tipe control, ia malah memilih G640 yang cenderung ke arah tipe speed. “Menurut gue sih tidak ada pengaruh yang terlalu signifikan antara tingkat sensitivity dengan tipe mousepad (control atau speed). Satu hal yang pasti, gue memilih mousepad ini karena ukurannya yang besar, sehingga cocok dengan gaya main gue yang menggunakan sensitivity rendah.” ucap Gary BlazeKing menjelaskan soal pemilihan mousepad miliknya.

Berlanjut ke keyboard, Gary menggunakan Ducky One 2 Mini special edition yang berkolaborasi dengan HyperX. Seperti namanya, keyboard tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil tanpa tombol numpad, dan F1 – F12; yang disebut juga sebagai keyboard 60%.

Soal pemilihan keyboard Gary mengaku tidak memiliki preferensi spesial. “Keyboard memang lebih ke preferensi personal sebetulnya. Kalau gue memilih Red Switch karena gue merasa tuts-nya paling enak untuk ditekan.” ucap Gary. HyperX x Ducky One 2 Mini Special Edition ini memang tidak menggunakan switch CherryMX. Ia menggunakan switch buatan HyperX. Mengutip salah satu reviewer, switch ini dikatakan lebih halus dibandingkan Red Switch buatan pabrikan lain. Mungkin itu jadi alasan kenapa Gary menganggap tuts keyboard miliknya jadi enak untuk ditekan.

Berlanjut ke monitor, pemain FPS kompetitif sepertinya memang sangat terobsesi dengan tingkat refresh-rate… Haha. “refresh-rate is everything brooo!” jawab Gary yang menggunakan monitor Zowie XL2546 berukuran 25 inch dengan refresh-rate 240Hz. Ini cukup wajar, karena dalam dunia kompetitif game FPS, beda 1 milidetik bisa berarti kekalahan. Lalu apa bedanya antara monitor dengan refresh-rate 144Hz dengan 240Hz?

Sayangnya Gary sendiri sepertinya cukup sulit menjelaskan secara detail apa bedanya, “jelas beda kalau lu udah merasakan sih.” Ucap Gary saat ditanya beda antar keduanya. Mungkin untuk membuktikan beda fungsi 144Hz dengan 240Hz, kita bisa bandingkan refresh rate monitor dengan profesi Willson dan Gary. Willson yang mengutamakan 144Hz berakhir menjadi Shoutcaster game FPS, sementara Gary yang mengutamakan 240Hz berakhir menjadi player esports FPS. Jadi, jangan ikuti Willson kalau Anda ingin menjadi seorang player esports ya… Haha.

https://www.teckknow.com/wp-content/uploads/2018/09/Zowie-XL2546-18.jpg
Zowie XL2546 | Sumber: teckknow.com

Selain itu, Gary juga menambahkan kehadiran fitur DyAC Technology sangat membantu dirinya dalam dunia FPS kompetitif. Jika Anda penasaran dengan teknologi tersebut, Anda bisa menghampiri artikel review monitor BenQ Zowie XL2746s yang ditulis oleh rekan saya, Dimas Galih.

Terakhir soal headset Gary menjelaskan bahwa alasannya memilih Logitech Pro X karena headset itu bisa terbilang adalah yang terbaik untuk gaming hingga saat ini. Menurut dirinya, dalam headset, yang terpenting adalah bisa membedakan suara kanan dengan kiri.

https://www.cnet.com/news/logitech-g-pro-x-gaming-headset-goes-wireless-for-200/
Logitech G Pro X | Sumber: cnet.com

Memang dalam game FPS, kemampuan headset membedakan suara kiri dan kanan menjadi sangat penting, agar pemain dapat menebak kedatangan lawan. Apakah datang dari kiri, kanan, kiri depan atau belakang, kanan depan atau belakangan? Sebuah headset untuk gaming kompetitif harus bisa membedakan suara di semua bagian tersebut.

Bersifat closed back, dengan USB external sound card, mungkin jadi alasan kenapa Logitech Pro X jadi cocok untuk pemain esports seperti Gary. Tipe closed-back membuat suara jadi kedap dan lebih fokus, sementara USB external sound card bisa membantu headset membedakan arah datangnya suara secara lebih detail.

Bagaimana? Apakah pembahasan ini sudah cukup membantu Anda dalam memilih gaming gear yang tepat? Pada akhirnya, jika kebutuhannya untuk menjadi seorang player esports, saya cukup setuju dengan apa yang dikatakan Varizh. Selain berkualitas baik, gaming gear juga harus nyaman digunakan dalam durasi yang sangat lama. Bagaimanapun, Anda tidak bisa menjadi player esports jika cuma berlatih satu jam setiap harinya bukan?

SteelSeries GameSense kini Hadir Untuk League of Legends

Ketika bicara soal Gaming Gear, ada banyak faktor yang menentukan bagus atau tidaknya suatu produk. Bagus pun selalu relatif bagi masing-masing pembeli, ada yang menganggap Gaming Gear bagus kalau nyaman digunakan, ada yang menganggap Gaming Gear bagus kalau punya performa tinggi, atau ada juga yang menganggap Gaming Gear bagus kalau punya gimmick seru yang menyenangkan.

Produsen peripheral gaming asal Swedia, SteelSeries, mungkin bisa dibilang jadi salah brand yang cukup cekatan melengkapi aspek-aspek tersebut. Dari sisi gimmick seru yang menyenangkan, baru-baru ini, produsen peripheral gaming yang berdiri sejak 2001 tersebut, mengumumkan kehadiran fitur GameSense untuk League of Legends.

Sumber: SteelSeries
Sumber: SteelSeries

Fitur GameSense bisa dibilang sebagai salah satu fitur gimmick andalan milik SteelSeries. Fitur ini memungkinkan lampu RGB pada peripheral SteelSeries merespon mengikuti keadaan game yang sedang Anda mainkan. Untuk League of Legends, lampu RGB akan menjadi indikator atas kejadian yang sedang terjadi di dalam game.

Fitur GameSense dapat menjadi indikator terhadap informasi yang paling umum di dalam game League of Legends, seperti jumlah Gold, HP, Mana. Tidak berhenti sampai situ, GameSense ternyata juga bisa mendeteksi kejadian-kejadian spesifik di dalam game informasi hidup/mati Baron dan Dragon, ataupun durasi buff Baron.

Selain League of Legends, fitur GameSense saat ini sudah mendukung beberapa game terpopuler, seperti CS:GO, ataupun Dota 2. Tak hanya itu, fitur ini juga mendukung salah satu aplikasi komunikasi suara khas gamers, Discord.

Sumber: SteelSeries
Sumber: SteelSeries

Melihat bagaimana cara GameSense bekerja, sepertinya ini akan menjadi menarik, mungkin terutama bagi Anda yang merupakan seorang Game Streamer. Mungkin Anda bisa setup satu kamera khusus menyorot Keyboard, untuk menampilkan indikator dalam game tersaji lewat lampu RGB peripheral merek SteelSeries yang Anda miliki.

Untuk kompetitif? Mungkin akan agak sulit. Saya sendiri memang belum mencobanya. Tapi dalam bayangan saya, sepertinya agak tidak mungkin melihat indikator apapun itu ke arah Keyboard atau Mouse ketika sedang dalam kemelut pertarungan MOBA, atau sedang berusaha mengamankan momen Clutch 1 vs 5 dalam game FPS.

Logitech G923 Siap Sajikan Pengalaman Sim Racing yang Lebih Realistis dari Sebelumnya

Penggemar sejati game balap tentu paham mengapa gamepad saja tidak cukup untuk memenuhi hasrat kebut-kebutan virtual mereka. Dalam menekuni hobi sim racing, mereka biasanya memulai dengan membeli racing wheel beserta pedalnya, dan sering kali pilihannya jatuh pada bikinan Logitech (atau Thrustmaster).

Logitech sendiri baru saja meluncurkan racing wheel dan pedal baru, yakni G923. Secara fisik, bagian setir maupun pedalnya kelihatan identik dengan Logitech G29 maupun G920 dari beberapa tahun sebelumnya. Tentu saja G923 hadir dalam dua versi yang berbeda; satu untuk Xbox, satu untuk PlayStation, tapi keduanya sama-sama bisa digunakan di PC.

Yang baru dari G923 justru tersembunyi di dalam, yakni sistem force feedback generasi anyar yang Logitech juluki dengan istilah “TrueForce”. Secara garis besar, TrueForce dirancang untuk menyajikan sensasi yang lebih realistis sekaligus pengalaman keseluruhan yang lebih immersive.

Dibandingkan dengan sistem generasi sebelumnya, yang Logitech bilang tidak bisa berbuat banyak karena harus terbatasi oleh kapabilitas USB generasi lawas beserta prosesor single-core, TrueForce membawa banyak perubahan. Yang paling utama adalah kemampuannya untuk mengakses langsung physics engine sekaligus audio engine milik masing-masing game balap, melakukan kalkulasi secara real-time hingga sebanyak 4.000 kali per detik, sebelum akhirnya diterjemahkan menjadi feedback yang realistis.

Singkat cerita, G923 bukan sekadar bergetar atau diam begitu saja. Dari getaran halus yang ditimbulkan oleh mesin, sampai sensasi ban mobil yang kehilangan cengkeramannya, semuanya bisa dirasakan oleh para pengguna G923. Logitech bahkan tidak segan menyamakan perpindahan dari teknologi force feedback lama ke TrueForce seperti beralih dari TV lawas ke TV beresolusi HD.

Berhubung TrueForce berhubungan langsung dengan engine game, itu berarti setiap game harus di-update terlebih dulu oleh masing-masing pengembangnya agar kompatibel. Sejauh ini, game yang sudah siap memanfaatkan TrueForce adalah GRID, Assetto Corsa Competizione, dan Gran Turismo Sport. Judul lain seperti iRacing, F1 2020, dan Dirt Rally 2.0 baru akan menyusul pada bulan September.

Di Amerika Serikat, Logitech G923 saat ini telah dipasarkan seharga $400, cukup terjangkau bila dibandingkan dengan racing wheel bikinan brand seperti Fanatec atau AccuForce.

Sumber: Logitech dan The Verge.

Herman Miller Luncurkan Kursi Gaming Perdananya Hasil Kolaborasi Bersama Logitech

Februari lalu, produsen kursi kantor premium Herman Miller mengumumkan bahwa mereka siap menekuni bidang gaming bersama Logitech. Buah kolaborasi mereka tersebut akhirnya sudah bisa dinikmati oleh gamer berkantong tebal. Perkenalkan Herman Miller Embody Gaming Chair.

Di saat mayoritas kursi gaming terlihat seperti jok mobil di film Fast & Furious, kursi gaming perdana Herman Miller ini mungkin terlihat sedikit membosankan. Untungnya tema hitam-biru yang biasa kita jumpai pada produk-produk Logitech G ikut hadir di sini, dan itu setidaknya bisa memperkuat auranya sebagai sebuah produk untuk pasar gaming.

Herman Miller sejak awal memang sudah bilang bahwa fokus utama mereka adalah aspek kenyamanan dan bukan estetika belaka. Ketimbang merancang kursi baru dari nol, Herman Miller memilih untuk memakai salah satu kursi populernya sebagai basis, dan untuk produk debutannya, pilihan mereka jatuh pada Herman Miller Embody.

Dari sudut pandang teknis, sejatinya tidak banyak perbedaan antara Embody Gaming dan Embody versi biasa. Satu-satunya perbedaan paling signifikan kalau menyangkut aspek ergonomi justru tersembunyi di balik kulit luarnya: busa bantalan yang terbentuk dari empat lapisan yang berbeda, salah satunya partikel berisi tembaga untuk mengurangi panas. Busa pendingin ini diletakkan di bagian dudukan sekaligus sandaran, memastikan pemain tetap merasa sejuk selama bermain.

Selebihnya, kursi ini menyimpan segala keunggulan Embody biasa. Fitur-fitur standar yang umum kita jumpai pada kursi premium tentu tersedia, mulai dari fitur reclining sampai sandaran lengan yang bisa diatur tinggi-rendahnya. Andai pengguna tidak terbiasa menumpukan lengannya, turunkan saja arm rest-nya sampai hampir rata dengan dudukan.

Singkat cerita, Embody versi biasa sudah terbukti sangat unggul soal kenyamanan sekaligus dipercaya mampu menyempurnakan postur duduk para penggunanya, dan sebelum dimodifikasi dengan embel-embel gaming pun kursi ini sudah cukup populer di kalangan gamer kalau berdasarkan riset yang dilakukan Herman Miller sendiri. Itulah mengapa evolusi yang ditawarkan Embody Gaming tergolong minimal.

Kenyamanan jelas merupakan topik yang sangat subjektif dan sulit untuk diukur. Kendati demikian, kiprah Herman Miller selama lebih dari satu abad di industri furnitur kantor dan fokus mereka terhadap riset-riset ilmiah selama mengembangkan produk semestinya bisa menjadi jaminan atas kualitas dari kursi berharga mahal ini.

Semahal apa memangnya? $1.495, dan itu tentu saja harga sebelum masuk ke pasar Indonesia. Saya tidak tahu apakah Rifyo, dealer resmi Herman Miller di tanah air, bakal memasukkan produk ini atau tidak. Satu hal yang pasti, harganya bakal jauh lebih mahal. Sebagai referensi, Embody versi biasa mereka jual di sini seharga Rp 35 jutaan.

Namun kursi baru satu bagian dari penawaran lengkap Herman Miller di ranah gaming. Mereka turut memperkenalkan produk lain berupa meja dan monitor arm. Bukan cuma satu meja, melainkan tiga sekaligus, yaitu Motia, Ratio, dan Nevi Gaming Desks. Harganya sudah pasti tidak kalah mahal: Motia dibanderol $1.295, sedangkan monitor arm-nya yang bernama Ollin dihargai $295, setara harga monitor gaming mainstream.

Sumber: Engadget dan Herman Miller.