JBL Quantum 350 Wireless Ramaikan Pasar Headset Gaming Nirkabel Terjangkau

Razer Barracuda X yang dirilis pada bulan Juli lalu pada dasarnya membuktikan bahwa headset gaming nirkabel tidak selamanya harus mahal. Kalau brand sekelas Razer saja bisa menawarkan headset wireless dengan harga sekompetitif $100, brand lain pun semestinya juga bisa.

Tanpa perlu berlama-lama, JBL pun langsung merespon. Headset gaming nirkabel terbarunya, JBL Quantum 350 Wireless, juga dihargai $100, paling terjangkau di antara lineup headset nirkabel JBL

Dari segi estetika, desain Quantum 350 tergolong sangat simpel, terutama jika dibandingkan dengan Quantum 600 atau Quantum 800, yang masing-masing memang dibanderol jauh lebih mahal. Kalau Anda mencari pencahayaan RGB, maka Quantum 350 bukan untuk Anda.

Di angka 252 gram, bobot Quantum 350 termasuk sangat ringan. Pada masing-masing earcup-nya, pengguna dapat menjumpai bantalan memory foam yang dibungkus oleh kulit sintetis. Seperti kebanyakan headset gaming, Quantum 350 mengandalkan sepasang driver dengan diameter 40 mm. Pengguna juga dapat mengutak-atik output suaranya lebih lanjut menggunakan software JBL QuantumEngine.

Di sisi input, Quantum 350 mengandalkan sebuah boom mic yang dapat dilepas-pasang. Sertifikasi resmi dari Discord mengindikasikan bahwa kinerja mikrofonnya cukup bisa diandalkan. Untuk mute atau unmute, pengguna bisa langsung memanfaatkan tombol di earcup sebelah kirinya, persis di depan kenop untuk mengatur volume.

Menggunakan dongle USB standar 2,4 GHz, Quantum 350 dipastikan sepenuhnya kompatibel dengan PC, PS4, PS5, maupun Nintendo Switch. Dalam posisi baterai terisi penuh, ia sanggup beroperasi selama 22 jam pemakaian.

Sesuai standar 2021, port charging-nya sudah menggunakan USB-C, dan ia pun turut mendukung teknologi pengisian cepat (5 menit untuk 1 jam pemakaian). Selagi dicas, Quantum 350 juga tetap dapat digunakan seperti biasa.

Seperti yang sudah disebutkan, JBL Quantum 350 Wireless akan dijual dengan banderol resmi $100, atau kurang lebih sekitar 1,4 jutaan rupiah. Sayang sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaannya di Indonesia. Sebagai perbandingan, Razer Barracuda X saat ini sudah bisa dibeli dengan harga Rp1.699.000.

Sumber: Harman.

Panasonic SoundSlayer WIGSS Adalah Wearable Speaker untuk Gamer yang Benci Headset

Juli lalu, Sony meluncurkan speaker unik yang dapat dikenakan seperti kalung. Sony melihat form factor semacam itu sebagai alternatif yang lebih nyaman dari TWS untuk WFH. Lain halnya buat Panasonic. Bagi mereka, bentuk speaker wearable seperti ini juga cocok untuk mendampingi sesi gaming.

Ketimbang sekadar berteori, Panasonic ingin langsung membuktikannya lewat perangkat bernama SoundSlayer Wearable Immersive Gaming Speaker System. Namanya tentu terlalu panjang untuk disebut berulang kali, jadi lebih baik kita singkat saja menjadi SoundSlayer WIGSS. Supaya lebih tepat sasaran, Panasonic mengumumkannya bertepatan dengan perhelatan ajang Gamescom 2021.

Untuk ukuran periferal gaming, desain SoundSlayer WIGSS terbilang cukup simpel. Sebagian besar sisi atasnya dihuni oleh grille speaker, sementara sisi bawahnya mengemas empat tonjolan berlapis karet yang akan bersandar langsung pada pundak dan dada pengguna. Bobotnya berada di kisaran 244 gram.

Desain seperti ini memungkinkan perangkat untuk menyalurkan suara langsung ke arah telinga. Lalu karena tidak ada satu pun bagian dari perangkat yang menjepit kepala ataupun menyumbat telinga, pengguna semestinya bakal tetap merasa nyaman meski sudah mengenakannya selama berjam-jam. Buat yang benci menggunakan headset, perangkat semacam ini semestinya cocok buat Anda.

Di dalamnya, pengguna bisa menemukan empat buah full-range driver dengan dukungan suara surround, lengkap beserta sepasang mikrofon berteknologi noise dan echo-cancelling. Karakter suara yang dihasilkan dapat diubah-ubah berdasarkan tiga mode yang berbeda: RPG, FPS, dan Voice.

Sesuai namanya, mode RPG dirancang untuk mengoptimalkan audio saat sedang bermain game di genre ini. Prioritas mode RPG adalah memberikan kesan yang lebih nyata dan lebih intens. Mode FPS di sisi lain bakal menyajikan penempatan suara yang akurat, membantu pemain mendeteksi lokasi musuh dengan memperhatikan asal derap langkah kaki maupun bunyi tembakan.

Sementara itu, mode Voice tentunya ideal untuk game yang mempunyai banyak dialog lisan. Panasonic juga tidak lupa menyematkan mode Music dan Cinema, sehingga perangkat tetap bisa jadi pilihan untuk menikmati konten yang bukan game.

Satu hal yang paling membedakan speaker wearable milik Sony dan Panasonic ini adalah konektivitasnya. SoundSlayer WIGSS bukan perangkat nirkabel. Ia perlu dihubungkan via kabel, baik itu kabel audio standar 3,5 mm maupun kabel USB-A.

Panasonic SoundSlayer WIGSS (SC-GN01) sejauh ini belum punya banderol harga resmi, akan tetapi pemasarannya sudah dijadwalkan berlangsung mulai Oktober 2021.

Sumber: Panasonic.

Logitech G335 Adalah Headset Gaming Ringkas dengan Harga Relatif Terjangkau

Logitech meluncurkan headset gaming baru, yaitu Logitech G335. Sepintas namanya memang terdengar mirip seperti earphone Logitech G333, akan tetapi ia sebenarnya mengusung desain yang nyaris identik dengan Logitech G733.

Awalnya saya sempat mengira G335 sebagai versi wired dari G733 (yang memang cuma tersedia dalam varian wireless). Namun ternyata ada sejumlah perbedaan lain di samping tipe konektivitasnya itu. Dari segi ukuran misalnya, G335 sedikit lebih kecil daripada G733. Bobotnya juga lebih ringan di angka 240 gram, dan Logitech tidak segan menyebutnya sebagai salah satu headset gaming paling ringan yang tersedia di pasaran.

G335 hadir dalam tiga kombinasi warna yang tampak ekspresif: hitam, putih-biru, dan mint-ungu. Karet headband-nya yang elastis dapat disesuaikan tingkat kelonggarannya, sama seperti G733. Bantalan telinganya sedikit lebih tipis daripada milik G733, tapi sama-sama dilapisi bahan kain yang breathable.

Berbeda dari G733 yang mengemas detachable mic, mikrofon milik G335 tidak dapat dilepas-pasang, tapi bisa di-mute dengan mudah dengan cara dilipat ke atas. Secara teknis, G335 dibekali sepasang driver neodymium berdiameter 40 mm, dengan respon frekuensi 20-20.000 Hz. Pada earcup sebelah kiri, tepatnya di sisi belakang, pengguna bisa menemukan kenop kecil untuk mengatur volume.

Headset ini mengandalkan sambungan kabel 3,5 mm, jadi ia dipastikan kompatibel dengan perangkat apapun yang memiliki colokan audio standar tersebut. Untuk pengguna PC yang memiliki input audio dan mikrofon terpisah, Logitech turut menyertakan aksesori PC splitter pada paket penjualannya.

Di Amerika Serikat, Logitech berencana menjual G335 dengan harga $70. Mereka juga akan menjual strap headband-nya secara terpisah bagi yang ingin mengganti strap bawaannya. Ada delapan pilihan warna strap yang tersedia, masing-masing seharga $10. Kalau melihat selisih harganya yang cukup lumayan dibanding G733 ($130), sudah sewajarnya konsumen mengekspektasikan kinerja yang berbeda dari G335.

Sumber: Logitech.

SteelSeries Prime Adalah Seri Periferal Gaming Baru untuk Kalangan Gamer Kompetitif dan Atlet Esport

Setelah meluncurkan mouse untuk banyak kalangan gamer sekaligus, SteelSeries kini ganti menyasar kalangan gamer kompetitif sekaligus atlet esport. Mereka mengumumkan SteelSeries Prime, seri periferal gaming baru yang sepenuhnya ditujukan untuk membantu penggunanya memenangkan pertandingan.

Lini Prime sejauh ini terdiri dari tiga mouse dan satu headset. Mouse yang pertama adalah Prime, yang mengemas sensor TrueMove Pro dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS. Bobotnya ringan, cuma 69 gram tanpa mengadopsi desain honeycomb alias bolong-bolong seperti kebanyakan mouse gaming di rentang berat seperti ini.

SteelSeries Prime / SteelSeries

Prime pada dasarnya merupakan pilihan yang tepat untuk para pemain FPS yang tidak mau neko-neko, bahkan pencahayaan RGB-nya cuma ada di bagian scroll wheel saja. Prime benar-benar dirancang untuk dibawa dari turnamen ke turnamen; kabelnya bisa dilepas-pasang, dan permukaan bawahnya turut dilengkapi tombol untuk mengatur DPI sekaligus polling rate secara langsung tanpa bantuan software.

Mouse yang kedua, Prime+, identik tapi dengan satu pengecualian: ia satu sensor ekstra yang bertugas untuk mendeteksi lift-off (momen ketika mouse terangkat dan sedang tidak menempel pada permukaan). Berkat sensor tambahan ini, pengguna Prime+ bisa mengatur jarak lift-off antara 0,5 mm sampai 2 mm demi meningkatkan akurasinya lebih jauh lagi.

SteelSeries Prime+ / SteelSeries

Guna memudahkan kustomisasi DPI, polling rate, maupun lift-off distance secara langsung di perangkat (lagi-lagi tanpa mengandalkan software), SteelSeries turut menanamkan layar OLED mini di bagian bawah Prime+. Semua tambahan itu rupanya tidak membuat Prime+ kelewat gemuk dan jadi kurang lincah, sebab bobotnya tercatat cuma 71 gram.

Ketiga, ada Prime Wireless yang lagi-lagi identik seperti Prime, tapi tentu saja tanpa kabel dan dengan konektivitas nirkabel yang diklaim sangat minim latensi. Dalam sekali pengisian, baterainya diyakini bisa bertahan sampai 100 jam pemakaian. Bobot Prime Wireless ada di angka 80 gram, cukup ringan untuk ukuran mouse wireless.

SteelSeries Prime Wireless / SteelSeries

Namun satu kesamaan paling istimewa yang dimiliki ketiga mouse ini mungkin adalah switch yang tertanam di kedua tombol utamanya. SteelSeries menjuluki switch-nya dengan istilah Prestige OM, namun pada dasarnya ini merupakan switch berjenis optical, dengan cara kerja yang cukup mirip seperti yang sudah Razer gunakan selama dua tahun terakhir ini.

Dibandingkan mechanical switch, optical switch umumnya menjanjikan kinerja yang lebih responsif sekaligus ketahanan fisik yang lebih baik. Untuk Prestige OM, SteelSeries menjanjikan klik kiri dan kanan yang bakal tetap konsisten dari awal sampai 100 juta kali klik. Kalau Anda masih penasaran dengan cara kerja optical switch, berikut adalah penjelasan mengenai Prestige OM dari SteelSeries sendiri:

Secara fisik, trio mouse Prime ini mengadopsi prinsip ergonomis hasil konsultasi SteelSeries bersama sejumlah atlet esport profesional. Pada bagian kaki-kaki alias mouse feet-nya, tampak lubang kecil yang sepertinya dirancang agar mudah dilepas (dan dipasang lagi) dengan cara dicungkil begitu saja — sangat memudahkan seandainya mouse perlu dibongkar, untuk dibersihkan misalnya. Khusus pada Prime Wireless, mouse feet-nya sudah menggunakan bahan PTFE murni.

Tanpa harus menunggu lama, ketiga mouse ini sudah langsung dipasarkan sekarang juga. Di Amerika Serikat, Prime dijual seharga $60, Prime+ seharga $80, dan Prime Wireless seharga $130.

SteelSeries Arctis Prime

SteelSeries Arctis Prime / SteelSeries

Untuk headset-nya, yakni Arctis Prime, SteelSeries kembali menerapkan filosofi tidak neko-neko. Konstruksinya terbuat dari perpaduan bahan aluminium dan baja, sehingga perangkat bakal terasa kokoh tapi juga ringan. SteelSeries memilih material kulit sintetis untuk melapisi bantalan telinganya dengan alasan untuk membantu memantapkan isolasi suara.

Driver yang tertanam mempunyai diameter 40 mm dan rentang frekuensi 10-40.000 Hz. Pada earcup sebelah kirinya, terdapat mikrofon yang retractable, yang mudah ditarik keluar atau didorong masuk saat sedang tidak digunakan. Masih di sisi kiri, terdapat pula kenop untuk mengatur volume sekaligus tombol mute/unmute. Kabelnya sendiri dapat dilepas-pasang sehingga perangkat lebih mudah dibawa-bawa.

Di AS, SteelSeries Arctis Prime saat ini sudah dapat dibeli seharga $100.

Sumber: SteelSeries.

SteelSeries Rival 5 Diciptakan untuk Memenuhi Kebutuhan Banyak Tipe Gamer Sekaligus

Produsen periferal gaming umumnya mendiversifikasi mouse besutannya sesuai target pasar yang dituju. Ada mouse yang ditargetkan untuk pemain game FPS, ada yang untuk pemain MOBA, dan ada pula yang untuk penggemar MMORPG, yang umumnya membutuhkan lebih banyak tombol daripada biasanya. Namun sesekali, ada pula mouse yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan banyak tipe gamer sekaligus.

Salah satu contoh terbarunya adalah SteelSeries Rival 5. Diklaim sebagai mouse yang paling serba bisa, Rival 5 hadir mengusung 9 tombol yang dapat diprogram, jumlah yang menurut SteelSeries paling ideal untuk menghadirkan keseimbangan antara performa dan kenyamanan.

Bentuknya mengingatkan saya pada SteelSeries Rival 600, akan tetapi dengan desain yang lebih simetris dan bobot yang lebih ringan di angka 85 gram. Rival 5 tidak bisa dikategorikan ambidextrous, sebab semua tombol ekstranya diposisikan di sisi kiri, sehingga ia akan lebih pas digenggam menggunakan tangan kanan.

Secara total, tombol ekstranya di samping kiri itu ada lima. Jadi selain dua tombol forward dan back seperti pada umumnya, Rival 5 juga mengemas satu tombol memanjang yang dapat ditekan ke atas atau ke bawah — merangkap fungsi sebagai dua tombol sekaligus — plus sebuah tombol berwarna abu-abu yang diposisikan di ujung depan.

Semua itu tentu dapat diprogram sesuai keperluan, demikian pula kedua tombol utamanya, tombol DPI, dan scroll wheel yang dapat diklik. Kombinasi ini menurut SteelSeries dapat memenuhi kebutuhan pengguna untuk genre game yang berbeda-beda, mulai dari FPS (CS:GO), battle royale (Fortnite), MOBA (League of Legends), sampai MMO (World of Warcraft).

Dari sisi performa, pengguna bakal mendapatkan pengalaman yang serupa seperti Aerox 3 Wireless, sebab memang sensornya digunakan sama persis, yakni sensor optik TrueMove Air yang menawarkan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS. Juga identik adalah switch kedua tombol utamanya, yang diklaim tahan sampai 80 juta klik, plus tahan air dan debu dengan sertifikasi IP54.

Semuanya tidak akan lengkap tanpa pencahayaan RGB yang memiliki 10 customizable zone. Di Amerika Serikat, SteelSeries Rival 5 saat ini sudah dijual seharga $60.

Sumber: SteelSeries.

Razer Orochi V2 Adalah Mouse Nirkabel Dambaan Para Pengguna Laptop Gaming

Razer punya mouse gaming baru. Namanya Orochi V2, dan ia ditujukan bagi para pengguna laptop gaming yang mengutamakan konektivitas nirkabel sekaligus daya tahan baterai yang luar biasa awet.

Orochi V2 tidak mempunyai colokan kabel sama sekali. Pengguna bebas menyambungkannya ke laptop via koneksi Bluetooth atau HyperSpeed 2.4 GHz (USB). Masing-masing tentu punya kelebihan dan kekurangannya sendiri; Bluetooth lebih hemat daya tapi latensinya tinggi, sedangkan HyperSpeed diklaim bebas lag tapi mengonsumsi daya sekitar dua kali lebih banyak.

Berhubung ia tidak punya colokan kabel, otomatis ia harus mengandalkan baterai yang dapat dilepas-pasang. Yang cukup unik adalah, slot baterainya ada dua macam, satu untuk baterai AA, satu untuk baterai AAA. Kendati demikian, yang bisa dipakai cuma salah satu saja. Ini berarti Anda bebas memilih antara daya baterai yang lebih awet (AA), atau bobot keseluruhan yang lebih enteng (AAA).

Menggunakan satu baterai AA, Orochi V2 dapat beroperasi hingga 950 jam pemakaian dalam mode Bluetooth. Kalau menggunakan koneksi HyperSpeed, daya tahan baterainya diperkirakan berada di kisaran 425 jam. Lalu kalau yang digunakan adalah baterai AAA, daya tahannya diestimasikan berkurang menjadi sekitar sepertiganya. Semua ini tidak akan bisa terwujud seandainya Orochi V2 punya pencahayaan RGB.

Tanpa baterai, bobot Orochi V2 diklaim tidak sampai 60 gram. Bentuknya yang nyaris ambidextrous cocok untuk semua jenis grip; entah itu claw grip, palm grip, maupun fingertip grip. Orochi V2 menggunakan mechanical switch generasi kedua yang diklaim lebih tahan lama (sampai 60 juta klik). Total ada enam tombol yang semuanya bisa diprogram lewat software Razer Synapse.

Terkait performanya, Orochi V2 mengandalkan sensor dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS. Razer pun tak lupa menyematkan mouse feet berbahan PTFE murni agar pergerakannya bisa semakin mulus lagi.

Di Indonesia, Razer Orochi V2 kabarnya akan segera dipasarkan dengan harga resmi Rp1.099.000. Selain warna hitam, ia juga hadir dalam varian warna putih.

Sumber: Razer.

Bang & Olufsen Luncurkan Gaming Headset Pertamanya, Harganya Setara Xbox Series X

Apa jadinya ketika brand audiophile sekelas Bang & Olufsen memberanikan diri untuk terjun ke ranah gaming headset? Jawabannya adalah sebuah headset nirkabel bernama Beoplay Portal. Ya, ini merupakan gaming headset perdana B&O sejak perusahaan tersebut didirikan oleh Camillo Bang dan Svend Olufsen di tahun 1925.

Kalau saya tidak bilang, saya yakin Anda tidak akan menyangka bahwa perangkat ini merupakan sebuah headset yang ditujukan untuk kalangan gamer. Desainnya sama sekali tidak ada kesan gaming-nya, dan sepintas memang langsung kelihatan sama mewahnya seperti deretan headphone lain besutan B&O.

Mulai dari konstruksi berbahan aluminium sampai kulit domba asli yang membalut bantalan memory foam-nya, hampir semua bagian dari perangkat ini tampak sekaligus terkesan premium. Di saat yang sama, B&O juga tetap memperhatikan faktor kenyamanan; bagian headband-nya dilapisi kain yang terbuat dari serat bambu, dan bobot keseluruhan perangkat juga tidak lebih dari 282 gram — termasuk ringan untuk ukuran gaming headset.

Beoplay Portal dikembangkan sebagai bagian dari program “Designed for Xbox”. Itu berarti ia harus bisa disambungkan ke console Xbox secara seamless menggunakan protokol Xbox Wireless (2,4 GHz). Kalau punya adaptor Xbox Wireless, headset ini juga dapat dihubungkan secara nirkabel ke PC.

Alternatifnya, Beoplay Portal juga menawarkan konektivitas Bluetooth 5.1, lengkap dengan dukungan codec aptX Adaptive. Koneksi via kabel pun juga didukung, baik menggunakan kabel audio 3,5 mm maupun kabel USB-C. Kalau disambungkan ke PC via USB-C, otomatis baterainya juga akan terisi.

Di balik masing-masing earcup-nya, bernaung dynamic driver dengan diameter sebesar 40 mm. Headset ini juga mengunggulkan teknologi active noise cancellation (ANC) yang bersifat adaptif, tidak ketinggalan juga dukungan Dolby Atmos demi menyajikan efek suara surround secara virtual. Untuk mengoperasikan headset ini, pengguna bisa memanfaatkan perpaduan panel sentuh di sisi luar earcup beserta sejumlah tombol dan tuas.

Satu hal yang cukup unik dari Beoplay Portal adalah fitur bernama Own Voice, yang menurut B&O memungkinkan pengguna untuk mendengar suaranya sendiri dengan jelas ketika sedang berbicara. Yang mungkin terkesan agak aneh adalah fakta bahwa headset ini mengandalkan mikrofon beam-forming yang terintegrasi ketimbang boom mic.

Dalam sekali pengecasan, baterai Beoplay Portal diperkirakan bisa bertahan selama 12 jam pemakaian kalau terhubung via Xbox Wireless dan ANC-nya menyala terus. Kalau cuma terhubung via Bluetooth, daya tahan baterainya bisa dilipatgandakan menjadi 24 jam, setara dengan yang ditawarkan kebanyakan headphone noise-cancelling — kecuali bikinan B&O yang berada di kelas tersendiri soal ini.

Di Amerika Serikat, Beoplay Portal rencananya akan dijual dengan harga $499 — ya, harga yang sama persis seperti banderol Xbox Series X itu sendiri. Gaming headset mungkin tidak seharusnya semahal ini. Namun dengan desain semewah ini, ditambah lagi konektivitas Bluetooth, mungkin Beoplay Portal lebih pantas dikelompokkan sebagai headphone noise-cancelling berkonektivitas wireless yang kebetulan juga sangat kapabel untuk keperluan gaming.

Sumber: What Hi-Fi.

Corsair K65 RGB Mini Kian Panaskan Persaingan Keyboard Gaming dengan Layout 60%

Persaingan brandbrand gaming mainstream di ranah mechanical keyboard berukuran ringkas terus memanas. Razer boleh dibilang mengawalinya di pertengahan tahun 2020 lewat Huntsman Mini — sebenarnya ada brand lain seperti Glorious yang lebih dulu meluncurkan mechanical keyboard dengan layout 60%, akan tetapi pengaruhnya jelas belum bisa menandingi brand sekelas Razer.

Setelahnya, HyperX menyusul dengan Alloy Origins 60 di awal 2021, dan sekarang giliran Corsair yang unjuk gigi — berapa lama lagi sebelum Logitech dan SteelSeries ikut menyusul? Satu hal yang membuat saya agak bingung adalah namanya: Corsair K65 RGB Mini. Awalnya saya mengira keyboard ini mengemas layout 65% yang dilengkapi arrow key, namun ternyata ia mengusung layout 60%.

Alasannya mungkin karena Corsair sudah punya keyboard lain bernama K60, yang ternyata memakai layout full-size standar 104 tombol. Well, setidaknya masih ada embel-embel “Mini” pada namanya.

Premis yang ditawarkan keyboard ini tentu adalah terkait desainnya yang compact sekaligus portable. Tanpa function row, nav cluster, dan arrow key, dimensinya jelas jauh lebih mungil ketimbang keyboard tenkeyless (TKL) sekalipun. Namun seperti halnya keyboard 60% lain yang dijual di pasaran, semua tombol-tombol yang hilang itu tetap bisa diakses dengan mengandalkan kombinasi tombol Fn.

Mengikuti tren, keycap yang digunakan pun terbuat dari bahan PBT double-shot. Di baliknya, ada pilihan switch Cherry MX Red, Silent Red, atau Speed Silver. Anehnya, Corsair sama sekali tidak menjual varian yang menggunakan optical switch seperti yang mereka tawarkan pada K100. Sebagai konteks, Razer Huntsman Mini malah hadir membawa optical switch saja, tanpa ada pilihan yang mengemas mechanical switch standar.

Secara estetika, K65 RGB Mini tampak jauh lebih simpel daripada keyboardkeyboard lain yang pernah Corsair buat. Desain case-nya juga tidak floating seperti biasanya, sehingga bagian switch-nya tidak langsung kelihatan begitu saja. Bagian belakangnya tidak dilengkapi adjustable feet, akan tetapi dari samping ia sudah kelihatan cukup miring untuk menyuguhkan posisi mengetik yang nyaman.

Di Amerika Serikat, Corsair saat ini sudah memasarkan K65 RGB Mini dengan harga $110, atau kurang lebih sekitar 1,6 jutaan rupiah. Lagi-lagi sebagai perbandingan, Razer Huntsman Mini punya banderol resmi di Indonesia sebesar Rp1.949.000 untuk versi clicky-nya, atau Rp2.099.000 untuk versi linearnya.

Sumber: Globe Newswire.

Makin Serius di Segmen Gaming, HP Akuisisi HyperX Senilai $425 Juta

Seberapa serius HP menghadapi persaingan pasar di industri gaming? Cukup serius untuk mengakuisisi HyperX dari Kingston dengan mahar sebesar $425 juta.

HyperX, buat yang tidak tahu, memulai debutnya di ranah periferal gaming dengan meluncurkan headset bernama Cloud di tahun 2014. Portofolio produknya sekarang tentu sudah meluas hingga meliputi keyboard, mouse, mousepad, mikrofon USB, sampai aksesori untuk console.

Produk HyperX yang paling laris adalah lini headset-nya, tapi pernyataan ini bisa jadi sedikit bias karena saya sendiri merupakan pengguna headset HyperX Cloud Alpha. Yang terbaru, HyperX meluncurkan keyboard 60% pertamanya pada bulan Januari kemarin.

Meski populer di segmen periferal, produk pertama HyperX sebenarnya adalah sebuah RAM DDR1 yang diluncurkan di tahun 2001. Nah, yang dibeli oleh HP di sini rupanya cuma portofolio periferal gaming HyperX saja, sedangkan produk-produk RAM, SSD maupun memory card HyperX masih akan menjadi milik Kingston ke depannya.

Sejauh ini belum ada informasi apakah ke depannya HP bakal terus menggunakan branding HyperX, sebab HP sudah punya brand gaming sendiri bernama Omen sejak tahun 2016 lalu. Di bawah branding Omen, HP sebenarnya juga sudah meluncurkan sejumlah periferal gaming, akan tetapi variasinya kalah jauh jika dibandingkan dengan katalog lengkap HyperX, yang bahkan turut mencakup aksesori seperti keycap.

Kalau melihat prospek industri periferal gaming ke depannya, ketertarikan HP terhadap portofolio HyperX jadi terdengar sangat masuk akal. Di siaran persnya, HP mengutip data prospektus yang menunjukkan bahwa nilai pasar periferal secara global bakal mencapai angka $12,2 miliar di tahun 2024.

Proses akuisisi HP terhadap HyperX ini diperkirakan bakal selesai pada kuartal kedua tahun ini.

Sumber: HP.

Jajaran Komponen PC Edisi Khusus ASUS X GUNDAM Series Akan Segera Hadir di Indonesia

Ada orang yang hobi PC building, ada juga yang hobi merakit Gunpla. Dalam beberapa kesempatan, ada juga yang mencoba menggabungkan keduanya, dan apabila Anda termasuk sebagai salah satunya, ASUS Indonesia punya penawaran yang menarik buat Anda.

Mereka baru saja mengumumkan kehadiran jajaran komponen PC edisi khusus ASUS X Gundam Series di tanah air. Seri terbatas yang sudah hadir lebih dulu di Tiongkok pada tahun 2020 kemarin ini nantinya bakal tersedia dalam dua versi: White Version (Gundam Edition) yang terinspirasi oleh RX-78-2 Gundam, dan Red Version (Zaku II Edition) yang terinspirasi oleh MS-06S Char’s Zaku II.

Beberapa komponen PC edisi khusus ASUS X GUNDAM Series yang akan diluncurkan meliputi kartu grafis, motherboard, AIO cooler, PSU, casing, monitor, sampai periferal seperti headset, keyboard, mouse, serta mousepad. Komponen PC edisi khusus ini akan dijual secara terpisah maupun dalam satu set PC siap rakit yang tentunya hanya akan dijual dalam jumlah terbatas.

ASUS X GUNDAM Series / ASUS Indonesia

ASUS Indonesia akan membagi peluncuran ini dalam dua sesi penjualan. Sesi pertama akan dimulai pada bulan Maret, disusul oleh sesi kedua di bulan April. Pada setiap sesi, ASUS akan meluncurkan beberapa jajaran produk komponen PC yang dapat dipesan secara eksklusif melalui ASUS Official Store, serta beberapa mitra resmi yang sudah ditunjuk.

Supaya lebih menarik lagi, ASUS Indonesia juga telah menyiapkan bundel promo action figure Gundam sebagai merchandise pembelian komponen PC edisi khusus ASUS X GUNDAM Series dengan syarat dan ketentuan berlaku. Pembahasan lengkap dari setiap seri yang akan diluncurkan akan diumumkan dalam beberapa waktu mendatang.

ASUS berharap bahwa dengan hadirnya ASUS X GUNDAM Series di Indonesia, mereka dapat memenuhi kebutuhan para penggemar Gundam, khususnya kalangan PC builder enthusiast yang mengedepankan komponen PC dengan inovasi terbaik serta tampil dalam balutan desain yang futuristis.