Apa Itu Credibook, Credimart dan Credistore? UMKM yang Ingin Go Digital Wajib Tahu!

UMKM adalah unit usaha yang memiliki kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. Tak heran, banyak aplikasi digital yang hadir untuk mempermudah perkembangan UMKM di era digital. Beberapa di antaranya adalah Credibook, Credimart dan Credistore. Sudahkah Anda tahu apa itu Credibook, Credimart dan Credistore, serta solusi yang diberikan?

Pada artikel ini, Anda akan diajak untuk mengenal tiga aplikasi dari Credibook yang hadir untuk mempermudah UMKM dalam banyak hal. Mulai dari pembukuan hingga membuat toko online. Sudah penasaran? Mari simak informasinya di bawah ini.

Apa Itu Credibook, Credimart dan Credistore?

Credibook, Credimart dan Credistore adalah tiga aplikasi keluaran Credibook yang khusus dihadirkan untuk para UMKM. Credibook adalah aplikasi pertama keluaran startup Indonesia yang fokus membantu UMKM Indonesia beradaptasi dengan teknologi.

Kemudian, pada tahun 2021, aplikasi Credimart dan Credistore hadir mengiringi perjalanan Credibook. Meski memiliki tujuan yang sama, ketiga aplikasi ini menawarkan solusi yang berbeda. Berikut ini adalah informasi dari masing-masing aplikasi tersebut.

Credibook

Credibook adalah aplikasi pembukuan usaha digital yang dihadirkan untuk memudahkan UMKM bertransisi dari pembukuan konvensional. Credibook memiliki empat fitur andalan, yakni fitur catatan keuangan, catatan utang piutang, kelola produk, dan pembayaran transaksi usaha.

Fitur catatan keuangan adalah fitur yang dapat digunakan untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan usaha. Selain pengeluaran dan pemasukan, Anda juga bisa mencatat utang dan piutang melalui fitur catatan utang piutang. 

Selanjutnya, fitur kelola produk dapat Anda gunakan untuk mencatat semua produk yang Anda miliki berikut dengan jumlah stok, harga jual, dan harga beli. Dengan begitu, perhitungan stok dan keuntungan dapat secara otomatis Anda peroleh ketika mencatat adanya pembelian.

Terakhir, fitur pembayaran transaksi usaha memungkinkan Anda untuk menerima pembayaran secara digital dengan mengirimkan link pembayaran dari Credibook ke pelanggan.

Credimart

Credimart merupakan platform yang dapat memudahkan Anda sebagai UMKM dalam memperoleh barang usaha lebih mudah. Anda tidak perlu bepergian keluar rumah untuk mencari supplier, berbelanja, dan membawa barang belanjaan Anda sendiri. Credimart hadir menjadi penghubung warung-warung kecil dengan supplier di sekitarnya.

Sebagai pemilik warung, Anda bisa berbelanja grosir kebutuhan warung lebih mudah tanpa bepergian. Sedangkan para supplier bisa dengan mudah mendapatkan pelanggan melalui Credimart.

Credistore

Selain Credibook dan Credimart, aplikasi Credistore juga dihadirkan untuk membantu UMKM go digital. Credistore adalah aplikasi untuk membuat dan mengelola toko online secara gratis.

Di Credistore, Anda bisa membuat toko online untuk kemudian link-nya Anda bagikan ke seluruh platform yang Anda gunakan, seperti media sosial. Nantinya pelanggan dapat mengakses dan melakukan pembelian melalui link tersebut.

Selanjutnya, Anda dapat memproses dan mengelola pesanan, memantau penjualan, dan menerima pendapatan dari satu dashboard yang sama.

Nah, itu dia informasi mengenai apa itu Credibook, Credimart dan Credistore. Bagi Anda yang baru mulai untuk go digital, ketiga aplikasi tersebut bisa menjadi awalan yang baik. Anda bisa mengelola keuangan, memperoleh stok barang, dan mengelola toko online dengan mudah bersama tiga aplikasi di atas.

Kailoka, Brand Kerajinan Kayu Lokal yang Terus Semangat Berinovasi di Tengah Kompetisi

Meski saat ini tengah ramai serangan brand luar ke dalam negeri, namun brand lokal masih mempertahankan eksistensinya dan terus berusaha mencuri hati masyarakat. Salah satu brand lokal yang semakin eksis, terutama di era digital seperti sekarang, adalah Kailoka.

Kailoka merupakan brand kerajinan kayu lokal yang banyak terbantu oleh adanya digitalisasi. Harizal, selaku Founder Kailoka, membagikan pengalaman berharganya dalam membangun Kailoka sebagai salah satu brand lokal yang bertahan dan berkembang di era internet.

Sebuah Solusi Pemanfaatan Kayu Sisa Furniture

Harizal merupakan seorang desainer interior sekaligus founder Kailoka. Dalam kesehariannya sebagai desainer interior, Harizal bercerita bahwa ia sering menemukan kayu-kayu sisa olahan furniture yang terbuang begitu saja.

Dari situlah ide untuk membuat bisnis yang memanfaatkan kayu muncul dan terbentuklah Kailoka yang namanya merupakan gabungan antara bahasa sunda dan sansekerta, Kai dan Loka.

“Kailoka adalah brand yang terdiri dari dua kata, bahasa sunda dan sansekerta, dimana Kai adalah Kayu dan Loka adalah tempat. Hal ini menggambarkan Kailoka adalah ide yang muncul karena profesi saya sebagai desain interior yang menemukan sering kali bahan kayu sisa olahan furniture yang terbuang,” kata Harizal.

Memulai dengan Segmen Market Luar Negeri

Tahun 2018 merupakan tahun yang mengawali perjalanan Kailoka dengan produk jam tangan ukir berbahan kayu. Meski kesulitan menarik minat market dalam negeri, namun dengan produk tersebut, Kailoka berhasil masuk ke pameran di Manila Fame.

“Kailoka dimulai 2018, dan mulai dengan produk jam tangan yang diukir, walaupun segmen market di indonesia masih kurang namun produk tersebut sempat membawa kailoka pameran di manila fame,” ujar Harizal.

Sumber: kailoka.com

Kemudian, di tahun 2019, Kailoka mulai berinovasi dengan merilis model-model baru yang menyesuaikan dengan target market dalam negeri.

Berhasil Bertahan dari Tekanan Ekonomi saat Pandemi

Jika membahas mengenai perjalanan bisnis di beberapa tahun terakhir ini, fenomena pandemi tidak bisa luput untuk dibicarakan. Banyak bisnis yang tersendat dari segi penjualan selama masa pandemi. Namun, untuk Kailoka, Harizal mengakui tidak mengalami hambatan dalam penjualan selama masa pandemi, melainkan proses produksi yang terganggu.

“Pandemi tidak mengganggu penjualan, namun mengganggu produksi kami dimana pekerja yang memproduksi mengalami tekanan ekonomi yang cukup kuat, sehingga mekanisme pembayaran yang sebelum pandemi digunakan tidak dapat digunakan lagi. Alhasil, produksi tersendat.”

Meski akhirnya sempat vakum pada 2020 akibat pandemi, Kailoka kini bisa kembali bangkit dan bertahan hingga sekarang. Di tahun 2021, proses produksi Kailoka kembali aktif dan penjualan mulai kembali berjalan lancar karena banyaknya fasilitas pameran dari pemerintah.

Tidak Menyerah dalam Menyuguhkan Produk Unik

Selain pandemi, tantangan lainnya yang dihadapi Kailoka menurut Harizal adalah menyuguhkan produk yang tidak hanya disukai, tapi juga unik dengan proses produksi yang mudah.

Sumber: kailoka.com

Tapi, meskipun hal itu merupakan tantangan tersendiri bagi Kailoka, namun Kailoka selalu berhasil untuk terus berinovasi menciptakan produk unik dan memenuhi keinginan pasar. Sehingga, Kailoka tetap ada sampai sekarang di tengah kompetisi era digital dengan brand luar dan brand lokal lainnya.

“Kami tetap ada sampai sekarang di tengah – tengah kompetisi yang ada karena kailoka menanamkan semangat untuk tidak menyerah dan terus berinovasi untuk unik dan menenuhi kebutuhan atau keinginan pasar,” kata Harizal. 

Internet Berperan Besar dalam Setiap Proses

Berbicara mengenai peran internet bagi Kailoka, Harizal mengatakan bahwa internet memiliki peran sangat besar bagi Kailoka. Tidak hanya dari segi pemasaran, internet juga turut andil dalam proses pencarian ide dan proses produksi.

Dengan perkembangan internet yang cukup pesat belakangan ini, tak heran internet berperan besar dalam setiap proses perkembangan Kailoka. Kemajuan internet juga menghasilkan semakin banyaknya platform digital yang membantu bisnis berbagai skala berkembang.

Sumber: kailoka.com

Namun, bukan berarti sebuah bisnis harus menggunakan semua platform digital yang tersedia.  Penggunaannya tentu tetap memperhatikan kebutuhan bisnis atau brand itu sendiri agar tetap efektif.

Untuk Kailoka, platform digital yang paling berperan besar adalah website Kailoka sendiri. Website toko online merupakan platform digital yang dipilih oleh Kailoka yang menggunakan sistem checkout melalui WhatsApp alih-alih melalui website e-commerce.

Rencana Merambah Pasar secara Online dan Offline

Adanya digitalisasi memungkinkan banyak bisnis dapat merambah pasar yang lebih luas secara mudah. Hal itu juga merupakan rencana Kailoka ke depannya. Dengan semakin mudahnya akses masyarakat karena digitalisasi, maka semakin mudah juga bagi Kailoka untuk menjangkau target market lebih luas.

“Pasti (mau merambah pasar lebih luas). Bahkan bukan hanya pada proses pemasaran, Kailoka sedang mempersiakan produk jam kayu yang dikombinasikan dengan teknologi digital,” terang Harizal.

Selain merambah pasar secara online, Kailoka kini juga mulai mengembangkan toko secara offline. Saat ini, kailoka telah mendapatkan fasilitas untuk display produk di Galeri Patrakomala Dekranasda Bandung, tepatnya di Jalan Jakarta nomor 34 kota Bandung.

Tidak hanya itu, Kailoka juga membuka kesempatan untuk rekan-rekan dan keluarga yang ingin turut berpartisipasi dalam produksi proyek dengan mekanisme bagi hasil sebagai salah satu cara mengembangkan Kailoka.

Dengan strategi dan rencana yang sudah disiapkan, Harizal berharap ia dapat membawa Kailoka menjadi brand kerajinan kayu Indonesia yang dikenal luas.

Hambatan Terbesar Bukan Teknologi, Melainkan Kemauan

Bagi beberapa bisnis, umumnya bisnis yang sebelumnya offline based, teknologi terkadang menjadi hambatan. Tapi, bagi Harizal, teknologi sebenarnya bukanlah hambatan. Hambatan terbesar menurutnya adalah kemauan dan keberanian.

“Teknologi bukan hambatan, karena hambatan terbesar adalah kemauan dan keberanian. Apapun teknologi yang kita manfaatkan, maka penguasaan kita kepada teknologi tersebut yang menentukan kita berhasil atau tidak,” ujar Harizal.

Tanpa adanya kemauan dan keberanian yang besar, maka tidak hanya teknologi, apapun itu bisa menjadi hambatan. Sebaliknya, jika semua diawali dengan tekad yang bulat, maka tidak akan ada hambatan yang berarti, termasuk teknologi.

Banyak sekali yang dapat dipetik dari pengalaman yang dibagikan oleh Harizal dalam membangun Kailoka.

Mulai dari munculnya ide bisnis dari lingkungan sekitar, pemanfaatan teknologi yang maksimal namun tetap sesuai kebutuhan, kiat go digital, hingga kisah Kailoka yang terus bertahan di tengah kompetisi bisnis yang semakin sengit.

Karena nyatanya, membangun dan mempertahankan bisnis di era digital seperti sekarang tidaklah sulit asalkan diawali dengan kemauan dan keberanian yang besar, serta diiringi semangat untuk terus berinovasi.

Kreator Wiralagabae Berkarya Sambil Mengurangi Limbah Lewat Konten dan Bisnis Upcycle

Mendaur ulang barang atau limbah tidak terpakai menjadi sesuatu yang bernilai jual adalah salah satu solusi untuk menyelamatkan lingkungan. Upcycle adalah proses kreatif mengubah barang tidak terpakai menjadi sebuah barang yang memiliki nilai seni dan berguna. Saat ini sudah banyak sekali yang menekuni hobi upcycle. Salah satunya adalah Wira.

Wira Laga Bachtiar, pemilik akun Instagram Wiralagabae, merupakan seorang content creator dengan jenis konten pembuatan barang-barang upcycle. Tidak hanya membuat konten terkait upcycle, Wira kini juga mulai menekuni bisnis penjualan barang-barang hasil upcycle karya dirinya dengan bantuan digitalisasi.

Bagaimana kisah Wira hingga berhasil menghasilkan uang dan menjadi kreator sukses dari hobi upcycle? Berikut informasi yang dibagikan oleh Wira untuk Anda.

Bermula dari Hobi yang Dijadikan Konten

Bagi kebanyakan orang, barang-barang seperti botol bekas, gelas minuman plastik bekas, atau karet tutup galon tidaklah lebih dari sebuah sampah. Namun, bagi Wira, barang-barang tersebut adalah barang-barang yang menuntunnya hingga ke titik dimana ia berada sekarang.

Mulanya, ia tidak lebih dari hanya sekedar mencoba untuk membuat sesuatu yang berbeda dari barang-barang tak terpakai di sekitarnya. Hingga akhirnya percobaan tersebut menjadi sebuah hobi.

“Awal mula saya hanya mencoba-coba membuat sesuatu yang berbeda dari barang yang tidak terpakai di sekitar kita. Contohnya seperti membuat paperbag (dari) botol atau barang-barang lainnya yang kita anggap itu adalah sampah. Dan saya berfikir bahwa sampah ini bisa dikelola atau dikreasikan dengan model dan bentuk lainnya sehingga mempunyai nilai yang lebih dari sebelumnya,” ujar Wira.

Tidak hanya sampai di situ, kemudian Wira mulai membuat konten tentang hobinya tersebut sekitar dua tahun yang lalu. Ternyata, Wira mendapatkan respon positif dari pengguna media sosial yang menikmati kontennya. Dari situlah kemudian Wira fokus menekuni pembuatan konten dan bisnis barang-barang hasil upcycle-nya.

“Ketika saya membuat konten tentang up cycle itu banyak sekali komen positif dari para Netizen sampai sampai mereka ada yang mau membeli hasil karya up cycle saya. Dari sini saya berfikir ulang kenapa nggak saya bisniskan saja kenapa saya tidak membuat barang2 limited dari hasil upcycle,” lanjutnya.

Mengeksplor Internet untuk Mendapatkan Inspirasi

Inspirasi atau ide sangatlah penting bagi seorang content creator, termasuk Wira. Menurut Wira, era digital seperti saat ini sangat memudahkan ia dalam mencari inspirasi untuk konten-konten upcycle-nya. Banyak sekali platform yang bisa ia akses untuk mendapatkan inspirasi, mulai dari media sosial hingga platform search engine seperti YouTube dan Google. Hingga kemudian terciptalah barang-barang unik bernilai jual yang ia jadikan konten di media sosialnya.

“Dunia digital itu sangat mudah untuk diakses. Contohnya, saya mendapatkan inspirasi seperti di Pinterest, YouTube, Google, Facebook atau bahkan informasi-informasi dari sosial media lainnya. Inspirasi-inspirasi yang saya dapat dari beberapa sumber itu kemudian saya rangkum, lalu saya ubah sedikit menyesuaikan dengan barang yang akan saya upcycle, dan hasilnya akan menjadi barang-barang unik seperti yang sudah saya post di beberapa sosial media saya.”

Sangat Terbantu dengan Digitalisasi

Digitalisasi memang sangat memudahkan banyak orang, terutama para kreator dan pemilik bisnis. Wira juga mengaku bahwa digitalisasi berperan besar dalam karir dan bisnisnya. Menurutnya, digitalisasi sangat membantunya dalam menjangkau pasar yang lebih luas dengan konten-konten yang ia buat.

Bahkan, ketika pandemi, alih-alih semakin menurun, bisnis upcycle-nya justru mengalami perkembangan. Ia berpendapat bahwa hal itu dikarenakan meningkatkannya jumlah pengguna media sosial ketika pandemi.

“Justru pandemi yang kita alami kemarin itu membuat bisnis upcycle semakin berkembang karena rata rata orang di Indonesia ketika pandemi mereka banyak meluangkan waktu untuk di rumah. Nah, pada saat mereka di rumah, mereka itu sering ber-sosial media, sering membuka aplikasi sosial media yang di mana kesempatan kita sebagai kreator upcycle itu lebih banyak atau luas untuk di-notice oleh viewer,” kata Wira.

Prospek Bisnis Menjanjikan di Masa Depan

Bisnis upcycle memang masih terdengar asing di telinga banyak orang. Meski begitu, bukan berarti bisnis ini tidak memiliki prospek. Menurut Wira, prospek bisnis upcycle di Indonesia sangatlah menjanjikan.

“Untuk prospek bisnis upcycle sebenarnya sangat menjanjikan untuk di kemudian hari karena selain mengurangi limbah atau sampah, barang-barang yang dihasilkan dari upcycle itu tergolong unik dan pasarnya sudah ada baik dalam negeri maupun luar negeri.”

Jadi, selain mengurangi limbah, Anda juga bisa menghasilkan uang karena semakin banyaknya minat masyarakat terhadap produk-produk hasil upcycle seperti yang dibuat oleh Wira.

Selalu Update Tren adalah Kunci Bertahan

Siapapun bisa untuk mulai menekuni konten dan bisnis upcycle. Meski sering mengalami kendala, terutama perihal pesanan barang yang terbatas, namun Wira tetap mendukung dan memberikan pesan untuk siapapun itu yang ingin menggeluti bidang yang sama dengannya.

“Tips untuk pemula yang baru ingin menggeluti dunia upcycle, sering-seringlah mencari informasi dan tren-tren saat ini. Dengan begitu, kita bisa menyesuaikan hasil upcycle dengan model-model yang tidak ketinggalan jaman.”

Bermimpi untuk Memiliki Brand Sendiri

Setiap bisnis tentu memiliki harapan dan rencana ke depannya. Ketika berbicara hal tersebut, Wira mengungkapkan bahwa ia saat ini masih ingin menggeluti pembuatan konten dan bisnis upcycle-nya. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa ia ingin untuk memiliki brand sendiri suatu saat dengan tema yang masih berhubungan dengan upcycle.

Dengan eksplorasi tanpa batas di era digital seperti saat ini, Wiralagabae berhasil menarik minat banyak orang lewat konten upcycle yang ia buat sejak dua tahun lalu.

Selain berkarya, Wira juga turut andil dalam mengurangi limbah sampah dan mengedukasi masyarakat bahwa sampah bisa diubah menjadi barang bernilai jual. Tertarik mengikuti jejak Wira?

Mengenal Avana, Social Commerce yang Bantu Pelaku Usaha Go Digital

Di tengah persaingan pasar yang ketat saat ini, pelaku usaha berlomba-lomba melancarkan strateginya, guna semakin dekat dengan konsumen. Seiring dengan kondisi tersebut, hadir platform-platform social commerce  dengan misi digitalisasi sebagai solusi.

Avana merupakan salah satu platform social commerce di Indonesia yang memiliki tujuan mendukung dan membantu para pelaku usaha, termasuk UMKM, dalam mengoptimalkan pemasaran dan penjualan secara online, melalui media sosial dan website.

Umumnya, media sosial digunakan sebagai media pemasaran untuk meningkatkan tingkat konversi dan penjualan di e-commerce. Namun, dengan social commerce, pelaku usaha dapat mengoptimalkan pemasaran sekaligus penjualannya di satu sistem yang saling terintegerasi.

Avana sendiri dapat membantu pelaku usaha mengoptimalkan pemasaran dan penjualannya melalui Facebook, Instagram, WhatsApp, Line, Telegram, serta situs web toko online pribadi milik pelaku usaha.

Hingga kini, platform social commerce satu ini mengaku telah membantu lebih dari ratusan ribu pelaku usaha, yang ingin mengoptimalkan brand dan meningkatkan kemampuan berbisnis secara online.

Solusi Digitalisasi yang Ditawarkan Avana

Permasalahan yang kerap dihadapi oleh pelaku usaha saat melakukan digitalisasi atau membuka toko online di media sosial dan situs web cukup beragam.

Mulai dari kesulitan mengunggah foto dengan kualitas tinggi, berinteraksi dengan pelanggan, membalas pesan pelanggan satu per satu, serta mengkonfirmasi pembayaran dan follow up status pembelian.

Solusi yang ditawarkan social commerce Avana yakni dengan menciptakan platform di mana seluruh aktivitas dan transaksi toko online pelaku usaha di media sosial dapat terhubung dalam satu platform atau dashboard yang disediakan Avana.

Pelaku usaha dapat mengunggah produk brand dalam jumlah tidak terbatas ke berbagai saluran sosial media. Informasi stok produk juga dapat diperbarui secara otomatis. Lalu, dapat melayani pesan dari customer secara otomatis. Selain itu, pelaku usaha juga dapat mengelola reseller secara praktis.

Berbagai Fitur Avana yang Bantu UMKM Berdayakan Bisnis

Dengan misinya dalam memberdayakan pelaku usaha berbisnis secara online, Avana turut menambah efektifitas dan efisiensi berbisnis secara online melalui beragam layanan yang ditawarkannya.

Ada pun beberapa layanan yang ditawarkan platform social commerce Avana, antara lain sebagai berikut:

    •  Toko Medsos

Layanan satu ini menawarkan layanan mengembangkan bisnis melalui pembuatan toko online di media sosial seperti Instagram Shop dan Facebook Shop yang dapat dihubungkan ke dashboard Avana.

Melalui layanan ini, Avana dapat membantu pelaku usaha dalam melakukan live selling, auto-respond untuk membalas semua engagement media sosial, messenger shop, manajemen inventory, mengatur orderan, metode pembayaran, hingga pengiriman barang.

    • Website Toko Online

Layanan website toko online yang ditawarkan Avana dapat membantu pelaku usaha mengembangkan bisnisnya dengan memiliki webstore sendiri. Avana menyediakan tema professional yang dapat digunakan untuk bisnis tanpa perlu coding.

Fitur yang tersedia pada layanan ini antara lain dapat menyimpan data pelanggan yang masuk ke dalam website, SEO, Facebook Pixel, Google Analytics, pembuatan kode promo, buat produk multi variation, manajemen inventory, mengatur orderan, metode pembayaran, hingga pengiriman barang.

    • Integrasi Chat dari Semua Media Sosial

Layanan satu ini memungkinkan pelaku usaha dapat merespon chat calon pelanggan secara lebih praktis dan cepat, dengan integrasi berbagai platform media sosial dan layanan pesan. Guna mendukung layanan ini, Avana memiliki sebuah fitur bernama AVAChat.

Dengan AVAChat, pelaku usaha dapat mengatur aktivitas chat di seluruh media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, Line, dan Telegram melalui satu dashboard. Fitur ini juga memudahkan pelaku usaha membagikan informasi Produk dan Status Pengiriman kepada pelanggan.

    • WA Commerce

Dengan WA Commerce, pelaku usaha dapat memberi kemudahan bagi pelanggan dalam melakukan transaksi belanja melalui Whatsapp. Selain itu, produk dan data pelanggan juga dapat disimpan untuk re-marketing.

Melalui layanan ini, Avana dapat membantu pelaku usaha dalam melakukan WA rotator untuk bagi chat yang masuk ke masing masing Admin secara merata, manajemen inventory, mengatur orderan, metode pembayaran, hingga pengiriman barang.

    • Manajemen Reseller

Selain itu, layanan Avana juga memungkinkan pelaku usaha untuk mempunyai reseller sebanyak-banyaknya. Layanan manajemen reseller ini memudahkan pelaku usaha mengelola seluruh aktivitas penjualan melalui reseller.

Mengenal Apa Itu OrderOnline, Pemilik Bisnis Online Harus Tahu!

Mengelola bisnis online dapat dikatakan susah-susah gampang. Semua tergantung bagaimana Anda mengerjakannya. Agar mengelola bisnis menjadi sesuatu yang mudah, Anda bisa memanfaatkan platform OrderOnline. Apa itu OrderOnline?

Artikel ini akan memberikan Anda informasi mengenai apa itu platform OrderOnline, beserta cara daftarnya, guna membantu Anda dalam menemukan asisten yang tepat untuk bisnis online Anda. Jadi, pastikan Anda menyimak artikel ini hingga selesai.

Apa Itu OrderOnline?

OrderOnline merupakan sebuah digital platform atau tools yang hadir untuk memudahkan para business owner dalam mengelola bisnis online, baik bisnis yang masih berskala kecil maupun besar.

Melansir dari website resmi OrderOnline, platform OrderOnline ini hadir karena berangkat dari berbagai macam permasalahan yang dialami para pelaku bisnis dalam mengelola bisnis online-nya. Mulai dari masalah lupa mencatat pesanan, bingung pesanan mana yang sudah dan belum dikirim, hingga hasil penjualan yang tidak tercatat dengan baik.

Dengan adanya OrderOnline, masalah-masalah tersebut kini bisa teratasi karena para pelaku bisnis seperti Anda dapat mengelola bisnis online dengan mudah hanya melalui satu akun OrderOnline.id.

Anda bisa menampilkan produk, menerima pesanan, mengelola pesanan, hingga mengirim pesan hanya dari satu akun di dashboard OrderOnline.id.

Cara Mendaftar Akun OrderOnline

Untuk bisa mulai mengelola bisnis dengan mudah bersama OrderOnline, Anda harus membuat akun terlebih dahulu. Bagaimana caranya? Berikut langkah-langkahnya untuk Anda:

  • Klik tombol berwarna merah bertuliskan Daftar Sekarang.
  • Kemudian, Anda akan dialihkan ke bagian daftar harga paket. OrderOnline menyediakan tiga jenis paket yang bisa Anda bayar secara bulanan maupun tahunan, antara lain paket Personal, Business, dan Enterprise.

  • Klik Daftar Sekarang pada paket yang Anda inginkan.
  • Lalu, Anda akan kembali dialihkan ke halaman form pembelian.
  • Isi informasi mengenai data pembeli, seperti nama, nomor WhatsApp, email, dan kecamatan/kota.

  • Selanjutnya, pilih metode pembayaran yang ingin Anda gunakan untuk membayar pesanan Anda. 

  • Setelah itu, cek rincian pesanan Anda.

  • Lalu, masukan kode kupon di kolom di bawahnya (jika ada).
  • Jika sudah yakin dengan pesanan Anda, klik Pesan Sekarang.

  • Lalu, ikuti instruksi pembayaran dan informasi yang akan dikirimkan melalui email/WhatsApp.
  • Selesai.

Nah, itu dia sedikit informasi mengenai apa itu OrderOnline. Semoga informasi di atas dapat membantu Anda yang tengah berencana mengubah sistem pengelolaan bisnis online Anda dengan bantuan platform digital seperti OrderOnline agar jadi lebih sederhana.

Jangan lupa juga untuk cek artikel mengenai platform digital lainnya, seperti Majoo atau GoStore, yang bisa menjadi alternatif pilihan Anda dalam menemukan ‘partner’ bisnis.

iPrice Bantu UMKM Asia Tenggara Go Online melalui Program iPrice Sellers Club

Sejak pandemi Covid-19 melanda, jumlah masyarakat Asia Tenggara yang memulai usaha online ternilai cukup banyak, terutama di Indonesia. Terlebih lagi, banyak pula pelaku usaha yang mulai merambah pasar online dari yang sebelumnya hanya fokus pada penjualan offline agar usaha mereka tetap bertahan.

Terkait fenomena tersebut, David Chmelar, Co-Founder & Executive Vice Chairman iPrice juga menyampaikan bahwa sejak saat itu, e-commerce di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup cepat.

“Perkembangan platform e-commerce selama 7 sampai 10 tahun terakhir ini cukup cepat. Namun, saat pandemi Covid, perkembangannya menjadi sangat cepat. Satu hal yang selalu terlintas di pikiran saya adalah adanya jutaan seller di ekosistem e-commerce Indonesia yang merasa bersyukur dengan kehadiran platform digital,” ujar David.

Pernyataan tersebut juga didukung sebuah studi yang diadakan oleh Google, Temasek, dan Bain and Company dimana pada studi tersebut menunjukkan 1 dari 3 merchant percaya bahwa tanpa adanya platform digital, usaha mereka tidak akan bertahan di tengah lockdown pandemi Covid-19. Kemudian, masih dari studi yang sama, 4 dari 5 merchant memperkirakan bahwa sebagian besar penjualan mereka di masa depan akan dihasilkan dari platform online.

Sayangnya, meskipun digitalisasi sangat membantu para pengusaha, go digital adalah langkah yang cukup sulit dan mahal terutama bagi para pelaku usaha mikro dan menengah. Hal itu didasari karena mayoritas dari online seller tersebut umumnya bukan merupakan seorang digital expert dan masih perlu banyak belajar untuk bisa membawa usahanya sukses merambah pasar online.

David menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat menjadi halangan dan ditakuti pelaku usaha yang ingin go digital. Pertama, kompetisi di platformplatform penjualan digital dan marketplaces kini semakin ketat. Kedua, biaya dan struktur komisi semakin meningkat. Ketiga, meskipun penjual tidak dikenakan biaya apapun saat masuk ke dalam marketplace, tapi setelahnya banyak biaya yang perlu dikeluarkan seperti biaya untuk beriklan.

Selain hal-hal tersebut, banyak pula seller yang tidak tahu cara set up toko online mereka, bahkan tidak tahu harus mulai dari mana. Atas dasar kekhawatiran tersebut, iPrice kini menghadirkan program iPrice Sellers Club.

iPrice Sellers Club

iPrice Sellers Club merupakan sebuah program khusus untuk para pelaku usaha online dari iPrice yang dihadirkan dengan misi utama mengurangi biaya pemasaran digital mereka. 

Program ini juga diluncurkan sebagai solusi untuk seller dengan tiga kondisi, antara lain seller yang telah tergabung di marketplaces, seller yang memiliki toko online mereka sendiri, dan seller yang belum tergabung di marketplaces dan tidak memiliki toko online tapi mereka ingin mulai untuk go online.

Untuk seller yang telah masuk ke dalam marketplace, seringkali kendala yang terjadi adalah kesulitan untuk mendapatkan visibilitas, meningkatkan traffic, dan membangun reputasi, sehingga terkadang mereka membuat review palsu agar dapat dipercaya oleh pelanggan. Dalam mengatasi hal tersebut, iPrice dapat membantu menampilkan toko dan katalog mereka dari marketplace ke situs iPrice agar dapat dilihat oleh lebih banyak calon pelanggan. Kemudian, saat pelanggan tertarik untuk membeli suatu produk dari seller tersebut, pelanggan akan langsung dialihkan ke marketplace tempat seller memasang produk tersebut.

Selanjutnya, bagi mereka yang memiliki toko online mereka sendiri, David melihat permasalahannya terdapat pada hal- hal teknis dimana seller harus bisa melakukan set up toko online mereka sendiri, seperti payment gateway dan ads. Namun, seringkali seller tidak memiliki waktu dan cukup pengetahuan untuk mengoptimasi hal-hal teknis tersebut, terutama ads. Iklan merupakan hal yang sangat penting karena sebagai sarana pemberitahuan kepada pelanggan akan keberadaan suatu toko online. Dibandingkan harus menggunakan Facebook atau Google Ads yang cenderung mahal, seller dapat bergabung ke iPrice Sellers Club. Dengan program tersebut, iPrice dapat membantu mengarahkan pelanggan dari situs iPrice ke online store para sellers secara gratis sehingga traffic meningkat dan toko online mereka dapat dikenal banyak pelanggan.

Terakhir, iPrice Sellers Club juga hadir untuk para pelaku usaha yang belum aktif secara online dan bingung memulainya dari mana. Pelaku usaha yang belum tergabung di marketplace manapun dan belum memiliki online store mereka sendiri dapat memasang produk mereka di situs iPrice yang mana kemudian pelanggan juga bisa melakukan checkout di sana. iPrice akan membantu para pelaku usaha tersebut dalam berintegrasi, mulai dari persiapan detail produk sampai persyaratan dasar penjualan, hingga mereka siap berjualan di situs iPrice.

“Jadi, bagaimanapun kondisi seller, kami memiliki solusi untuk bisa menjadi partner dalam membangun kehadiran mereka di platform digital melalui iPrice Sellers Club,” kata David.

iPrice Sellers Club sebagai partner UMKM untuk go online memberikan banyak sekali keuntungan bagi para pelaku usaha yang bergabung. Selain gratis dan tidak memungut komisi, cara mendaftar untuk berpartisipasi dalam iPrice Sellers Club juga cukup mudah. Seller dapat langsung menghubungi iPrice melalui email ke [email protected].

Kemudian, iPrice memiliki layanan perbandingan harga yang membantu pelanggan menemukan harga terbaik untuk produk yang mereka cari di internet. Layanan ini tentu sangat menguntungkan bagi seller yang menjual produk-produk dengan harga terjangkau.

Lalu, iPrice juga memiliki pengguna tahunan sebanyak 130 juta pengguna. Sehingga, para pelaku usaha yang tergabung dalam iPrice Sellers Club memiliki kemungkinan lebih besar untuk bisa dijangkau oleh lebih banyak pelanggan.

Melalui program tersebut, diharapkan iPrice dapat membantu banyak UMKM, terutama di Indonesia, dalam menurunkan biaya pemasaran dan mencapai profitabilitas.

Brand Lokal Popsiklus: Upcycling Barang Bekas Jadi Produk Bernilai Tinggi

Popsiklus merupakan brand lokal yang bergerak di bidang seni rupa terapan atau craft. Brand lokal satu ini populer dengan konsep ramah lingkungan yang diusungnya, yakni upcycling atau menghidupkan kembali bahan-bahan bekas pakai menjadi barang fungsional yang artistik.

Sebagai informasi, istilah upcycling berbeda dengan recycling yang lebih umum di masyarakat. Upcycling merupakan proses daur ulang barang bekas menjadi barang dengan manfaat baru, tanpa menghilangkan bentuk aslinya. Sementara, pada proses recycling, bentuk asli barang bekas dihancurkan untuk diolah menjadi barang yang lain.

Baru-baru ini, Popsiklus baru saja mendapat kehormatan dari ajang perhargaan UNESCO bagi para pengrajin lokal yakni Indonesia Handicraft (Inacraft) Awards 2022. Brand lokal ini memenangkan kategori produk other materials atas produk upcycle yang diusungnya.

Bisnis kerajinan daur ulang yang telah berdiri sejak 2009 ini diinisiasi oleh Kurniati Rachel Sugihrehardja atau akrab disapa Nia. Mula-mula berdiri, Nia menggunakan nama ‘Bikinbikincraft’ pada brand yang dirintisnya, sebelum akhirnya berganti nama menjadi ‘Popsiklus’, yang digunakan hingga sekarang.

Dari Karton Susu Bekas Jadi Barang Berkualitas

Sejak awal berdiri, Nia konsisten menghasilkan produk-produk daur ulang artistik bernilai tinggi yang diolah dari limbah rumah tangga. Produk-produk Popsiklus yang dihasilkan antara lain tas besar, totebag, dompet, notebook hingga cable holder. Menyasar market kelas menengah ke atas, produk tersebut dipatok dengan kisaran harga jual 395 ribu hingga 550 ribu rupiah.

Terciptanya beragam produk Popsiklus sendiri bermula dari tumpukan karton susu bekas milik Nia di rumah. Ia melihat, limbah tersebut kerap kali enggan dilirik oleh petugas pengangkut sampah. Akhirnya, dari sana ia melihat secercah potensi cuan.

Berdasarkan pengamatannya, karton susu bekas itu mempunyai bentuk dan struktur bahan yang kuat. Menurut Nia, potensi ini dapat menjadi peluang baginya untuk berkreasi menciptakan sesuatu yang bermanfaat.

“Dari tumpukan karton susu bekas yang ada di rumah itu, lahirlah ide untuk memberi jiwa dan fungsi baru, dengan upcycling atau menghidupkan kembali karton susu bekas pakai  yang siap buang menjadi barang fungsional yang artistik,” kata Nia.

Alur Produksi Produk Popsiklus

Proses pembuatan produk Popsiklus dikerjakan oleh tangan Nia langsung serta dibantu oleh lima orang pegawainya, yang terdiri atas tiga pekerja tetap dan dua pekerja lepas. Nia berkata, proses produksi yang dijalaninya itu tidaklah sederhana.

Dalam menciptakan satu produk upcycling artistik bernilai tinggi itu, Nia membutuhkan banyak karton susu bekas sebagai bahan baku. Misalnya, pada produk unggulan Popsiklus yakni tas besar, diperlukan sebanyak 11 hingga 12 buah karton susu bekas.

“Lalu, waktu yang diperlukan dalam proses pembuatan tas tersebut memakan kurang lebih lima hingga tujuh hari kerja,” jelas Nia.

Ia juga bercerita bahwa pembuatan produk Popsiklus, bergantung pada ketersediaan limbah karton susu bekas yang dimiliki dan diterimanya. Jadi, produknya tidak memiliki target stok atau produksi yang tetap.

“Saya hanya membuat produk sesuai dengan limbah yang tersedia, karena bahan bakunya sendiri juga memerlukan proses yang cukup lama untuk siap diolah,” katanya.

Sebelum karton susu bekas tersebut disulap menjadi produk daur ulang siap pakai, ada beberapa tahapan produksi yang dilewati. Mulai dari pengumpulan limbah karton susu sebagai bahan baku utama, hingga siap diolah menjadi produk siap jual.

“Pengumpulan limbah karton susu tidaklah mudah karena saya menggunakan karton susu dalam kondisi apa adanya, tidak melalui proses penghancuran, sehingga kondisi karton susu bekas pakai harus nya sangat prima,” ungkap Nia.

Nia mengungkapkan bahwa Popsiklus memiliki syarat dan ketentuan yang ketat, untuk limbah karton susu yang dikumpulkan, baik yang datang dari timnya atau dari para pendonasi limbah. Ia mengaku tidak akan menerima limbah karton susu yang belum di cuci bersih.

Setelah steril, karton susu bekas tersebut akan dipotong secara manual, satu demi satu, sebelum akhirnya melalui tahapan menciptakan tekstur bahan. Setelah itu, bahan baku dari bahan bekas tersebut akan dijahit menjadi sebuah produk, yang juga akan dipadupadankan dengan material lain untuk mempercantik tampilan produk.

Tantangan Popsiklus dalam Digitalisasi Bisnis

Selang beberapa tahun sejak berdiri, Popsiklus mulai berani mengenalkan produknya lebih luas lagi ke masyarakat, melalui penggunaan media sosial, seperti Instagram. Dari platform tersebut, konsumennya dapat mengenal hingga melakukan pemesanan produk.

Hingga kini, Popsiklus masih aktif mempromosikan produknya di Instagram. Sebagai pemilik, Nia rajin membagikan foto produk unggulannya, berikut dengan cerita terkait setiap produk dari brand yang ia bangun tersebut.

Pemanfaatan platform media sosial menjadi upaya digitalisasi bisnis yang dilakukan Popsiklus. Namun, Nia mengaku digitalisasi bisnis pada brand-nya saat ini belum maksimal. Terdapat kendala yang menjadi tantangan tersendiri baginya dalam melakukan digitalisasi tersebut.

Pertama, Popsiklus belum dapat melebarkan sayap usahanya dengan pemanfaatan e-commerce atau marketplace. Alasannya karena terdapat kendala teknis. Nia menilai, produk Popsiklus tidak dapat diproduksi secara cepat.

“Jadi, saat ini Popsiklus baru hadir di media sosial melalui Instagram saja. Selebihnya, pemesanan hingga pembelian produk dapat dilakukan melalui WhatsApp, atau secara offline di acara bazaar,” kata Nia.

Kedua, Nia merasa sebagai brand yang memproduksi barang upcycling, tidak ideal bagi konsumen Popsiklus melakukan pembelian secara online. Ia berkata bahwa konsumennya perlu memegang langsung sebelum membeli.

“Rasanya tidak ideal kalau tidak lihat langsung. Gak kebayang, gitu, bagaimana produk upcycling yang dibuat dari karton susu bekas. Jadi, memang lebih enak kalau bisa pegang langsung,” tegasnya.

Misi ‘Go Green’ di Balik Produk Seni Rupa

Selain fokus menciptakan produk daur ulang artistik berkualitas, brand lokal yang mengusung slogan “reimagining waste” atau memikirkan kembali limbah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan ini, memiliki misi untuk mempopulerkan semangat siklus daur ulang limbah.

Tujuannya, agar limbah rumah tangga seperti karton susu bekas tidak langsung berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2020, limbah rumah tangga menjadi penyumbang terbesar komposisi sampah nasional, yakni sejumlah 37,3% dari total 67,8 juta ton sampah yang ada.

Popsiklus meyakini bahwa segala sesuatu memiliki potensi untuk di dayagunakan kembali, salah satunya karton susu bekas pakai. Brand lokal yang berlokasi di Cimahi, Jawa Barat ini, masih berkomitmen menggunakan barang bekas pakai pada sebagian besar produknya.

“Kami berharap semangat untuk mempopulerkan siklus daur ulang dapat terus ditularkan kepada lingkungan terdekat sekitar, dan dapat melakukan pengembangan produk dengan teknik, bahan dan variasi desain lainnya.” ujar Nia terkait misinya.

Lebih jauh dari itu, Nia berharap agar kedepannya masyarakat dapat lebih peduli dan tanggung jawab atas sampah yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari, supaya tidak merusak lingkungan. Apalagi, saat ini sampah menjadi sumber permasalahan serius bagi lingkungan, yang tak kunjung terselesaikan.

Kiat Go Digital bagi Pelaku Bisnis Kuliner dari Kacamata Startup Kuliner

Bisnis kuliner atau F&B menjadi salah satu bisnis yang berkembang sangat pesat. Seiring dengan perkembangannya, banyak pelaku bisnis kuliner mulai berinovasi untuk mengembangkan bisnisnya secara digital (go digital) atau disebut juga sebagai digitalisasi bisnis.

Pelaku bisnis kuliner kini memang sudah seharusnya memanfaatkan teknologi digital dalam bisnisnya, demi mengikuti kemajuan zaman. Maka dari itu, penting bagi pelaku bisnis khususnya yang bergerak di bidang kuliner, untuk memahami kiat-kiat berbisnis secara go digital, sebagaimana berikut ini.

Persiapan Bisnis Kuliner Sebelum Go Digital

Proses go digital dalam berbisnis kuliner dilakukan dalam banyak hal. Mulai dari penggunaan media sosial sebagai media promosi atau pemasaran, metode transaksi tanpa mengeluarkan uang tunai, metode pemesanan dan pengiriman, hingga metode pengelolaan bisnis.

CEO sekaligus Founder startup enabler industri F&B Wahyoo, Peter Shearer mengatakan, adopsi teknologi digital bagi pelaku bisnis kuliner saat ini terbilang cukup mudah. Sudah banyak perusahaan yang mempermudah akses teknologi, untuk berbagai kebutuhan bisnis termasuk bisnis kuliner.

“Kemudahan akses ini dibuktikan dengan persiapan adopsi teknologi yang bisa dilakukan hanya dengan memiliki smartphone. Namun, selain itu, pemilik usaha kuliner baiknya juga mempersiapkan tenaga kerja yang sudah melek teknologi digital,” katanya.

Hal ini didukung oleh pernyataan Founder marketplace kuliner Lokaya, Gendro Salim. Menurutnya, hal yang perlu dipersiapkan oleh pelaku bisnis kuliner adalah tim yang menguasai omnichannel, seperti marketplace, media sosial dan platform pembayaran.

“Selain itu, alat teknologi dan jaringan yang memadai, kemampuan produksi yang berkualitas, konsisten dan cepat, hingga strategi brand dan pemasaran yang memadukan insight dari sisi konsumen, brand dan juga pasar atau industri,” tambah Gendro.

Kelebihan dan Kekurangan Digitalisasi Bisnis

Peter menambahkan, digitalisasi bisnis saat ini sangat penting untuk perkembangan usaha di berbagai sektor, termasuk usaha kuliner. Dengan digitalisasi, operasional usaha kuliner dapat berjalan lebih efisien dan optimal.

“Selain itu, usaha kuliner dapat menjangkau customer yang lebih luas. Dengan begitu, pemilik usaha dapat lebih fokus memikirkan langkah pengembangan usaha berikutnya. Sehingga, bisa mendatangkan pertumbuhan pendapatan,” jelasnya.

Sedangkan, menurut Gendro, digitalisasi bisnis dapat menjadikan bisnis lebih ekonomis dan efisien. Bisnis dapat dilakukan di mana saja, selama dapat akses transportasi untuk pengiriman. Sehingga, perlu memiliki tempat usaha yang strategis dengan biaya sewa yang mahal.

Meski begitu, Gendro juga menambahkan beberapa kekurangan digitalisasi bisnis. Di antaranya, yakni bisnis perlu pengelolaan ekstra, seperti untuk integrasi antar berbagai platform ecommerce dan social commerce.

“Tak hanya itu, pelaku bisnis juga perlu mengantisipasi saat penjualan ramai hanya saat ada promo saja. Cara mengantisipasinya dengan memaksimalkan data konsumen yang sudah menjadi customer, misalnya melalui program top up pembelian pasca promo, program loyalty, referral, dan lainnya,” paparnya.

Layanan Digital yang Dapat Dimanfaatkan Bisnis F&B

Bagi pelaku bisnis yang ingin mengembangkan bisnisnya melalui digitalisasi, kini terdapat berbagai platform dengan beragam layanan yang dapat memfasilitasi pelaku bisnis dalam mengembangkan usaha. Antara lain:

  • Pemasaran Digital

Baik menurut Peter maupun Gendro, keduanya sepakat dalam digitalisasi bisnis, pelaku bisnis dapat memulainya dengan memperluas jangkauan terhadap pelanggan. Misalnya, seperti penggunaan media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan Tiktok untuk promosi dan pemasaran, hingga mendaftar di Google My Business.

  • Pemesanan dan Pengantaran Kuliner Online

Saat ini terdapat banyak platform yang dikembangkan perusahaan teknologi, yang mendukung pelaku bisnis kuliner, melalui layanan pesan antar makanan online. Layanan itu memungkinkan pelaku bisnis kuliner untuk membuka toko online.

  • Pendukung Operasional Bisnis

Dari segi operasional, pengusaha kuliner dapat memanfaatkan platform pencatatan pesanan dan keuangan atau point of sales (POS) seperti MOKA, Buku Warung dan lainnya. Lalu, platform pembayaran digital dengan QRIS seperti Dana, Ovo, dan lainnya. Hingga platform distribusi seperti Wahyoo dan marketplace seperti Lokaya.

Tips Sukses Go Digital bagi Pelaku Bisnis Kuliner

Sebelum menjalani bisnis kuliner yang go digital, selain dengan memperhatikan hal-hal di atas, pelaku bisnis kuliner juga perlu mengetahui serangkaian tips agar sukses saat menjalani bisnis kuliner secara online. Di antaranya, sebagai berikut:

  • Strategi yang Matang

Gendro mengatakan pelaku bisnis kuliner perlu menyusun strategi dan rencana kerja yang matang saat memulai bisnis. Ia menilai, saat menjalankan bisnis hanya ada dua kemungkinan, yakni berhasil atau belajar untuk menjadi berhasil atau sukses.

“Selain itu, perhatikan user generated content (UGC), hal ini sangat penting di mata konsumen. Jaga agar UGC brand selalu positif. Buat pengalaman konsumen dengan brand kita selalu baik, termasuk di media sosial, e-commerce, servis pengiriman barang, dan lainnya,” jelasnya.

  • Fokus Ikuti Tren

Selain itu, Peter turut menambahkan, tips sukses menjalani bisnis kuliner adalah fokus mengikuti tren. Tujuannya agar terus relevan dengan pasar dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pelanggan, sehingga tak tertinggal dengan perkembangan zaman dan persaingan dengan kompetitor.

“Mengadopsi teknologi digital adalah langkah awal bagi usaha kuliner untuk mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi, perubahan dan perkembangan tren selalu bergerak cepat. Sehingga, penting bagi pemilik usaha kuliner untuk selalu memantau tren yang ada,” jelas Peter.

  • Manfaatkan Platform Digital

Pelaku bisnis kuliner juga dapat memanfaatkan platform digital seperti Wahyoo dan Lokaya. Wahyoo merupakan platform enabler usaha kuliner, yang berfokus menyediakan jaringan distribusi dan jaringan penjualan. Sedangkan, Lokaya merupakan marketplace kuliner yang fokus meningkatkan eksistensi merek UMKM di pasar lokal maupun mancanegara.

Wahyoo

Wahyoo fokus pada dua layanannya, yakni jaringan distribusi dan penjualan. Dalam distribusi, startup ini mempermudah pelaku bisnis kuliner untuk mengakses ribuan bahan baku berkualitas. Misalnya, bahan pokok termasuk beras, minyak goreng, sayuran, daging ayam dan produk siap jual (FMCG), hingga produk makanan beku atau frozen food.

Lalu, dalam penjualan, Wahyoo bekerja sama dengan Bikin Tajir Group, untuk memberikan akses kepada mitra usaha kuliner memiliki usaha kuliner tambahan. Sehingga, para mitra bisa memperoleh penghasilan lebih.

Ada pun kriteria, syarat hingga ketentuan bagi pelaku bisnis kuliner yang ingin memanfaatkan platform Wahyoo dalam mendapatkan bahan baku atau memiliki usaha tambahan, antara lain sebagai berikut:

  1. Usaha kuliner berlokasi di Jabodetabek.
  2. Merupakan usaha kuliner berskala mikro, seperti warung makan dan warung tegal kecil, usaha pangan rumahan, rumah makan menengah, seperti restoran ternama.
  3. Memiliki alamat tetap atau menggunakan bangunan permanen untuk mempermudah pengiriman.

Sementara, alur pendaftaran bagi pelaku bisnis kuliner yang hendak menjadi mitra Wahyoo adalah sebagai berikut:

  1. Download aplikasi Wahyoo.
  2. Lengkapi data-data usaha secara lengkap.
  3. Unggah foto usaha.
  4. Setelah selesai mengisi data, mitra akan dihubungi oleh tim verifikasi dalam waktu 3 x 24 jam.
  5. Begitu akun mitra terverifikasi, mitra akan bisa melakukan pembelanjaan.

Lokaya

Lokaya dapat membantu pelaku bisnis kuliner dalam mempertajam sasaran konsumen. Lalu, melakukan kerja sama dengan ‘Pahlawan Ekonomi’ sebutan untuk anggota yang bergabung dalam komunitas Lokaya, agar produk kuliner diterima oleh target market yang tepat.

Berikut alur pendaftaran bagi pelaku bisnis kuliner yang hendak menjadi mitra Lokaya:

  1. Persiapkan produk dan brand kuliner Anda.
  2. Daftarkan diri dan usaha di platform resmi Lokaya melalui lokaya.net.
  3. Ikuti berbagai pelatihan dan proses transformasi brand.
  4. Dapatkan kode referral dengan cara membeli produk Lokaya.

Ada pun bentuk kerja sama antara Lokaya dengan pelaku bisnis kuliner sebagai mitra, yakni sebagai berikut:

  1. Daftar & ikut seleksi menjadi anggota Lokaya.
  2. Mengikuti coaching atau pelatihan.
  3. Mempersiapkan produk dan izin usaha.
  4. Mengikuti proses tarnsformasi brand.
  5. Menjadi ‘Local Hero’, beserta memperoleh pengakuan dari pemerintah dan masyarakat.
  6. Memberikan pengakuan berupa profit sharing.

Demikian serangkaian kiat-kiat digitalisasi bisnis atau go digital yang dapat dilakukan pelaku bisnis kuliner. Semoga bermanfaat.

Dukung UMKM Untuk Go Digital, iSeller Hadirkan Aplikasi iSeller Go

Industri UMKM memiliki kontribusi yang masif terhadap PDB Indonesia. Pertumbuhan UMKM di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dilansir dari data.tempo.co, saat ini tercatat lebih dari 65 juta UMKM yang tersebar di Indonesia. Laporan DSInnovate menyatakan, bersumber dari data Kementerian Koperasi dan UKM, sektor UMKM menyumbang 61.07% terhadap PDB Indonesia atau setara dengan lebih dari 8,500 triliun Rupiah. Dari data ini, dapat dilihat bahwa UMKM memiliki potensi yang besar akan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Meski memiliki potensi yang masif, sektor industri UMKM tak luput dari perlambatan ekonomi imbas pandemi. Ditulis oleh merdeka.com, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut sebanyak 87,5 persen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia terdampak akibat pandemi. Alhasil, kondisi demikian mendorong digitalisasi usaha menjadi faktor esensial dalam mengejar pertumbuhan yang signifikan.

Masih dalam laporan DSInnovate, mendigitalisasi UMKM diyakini mampu mendorong upaya promosi dan pemasaran, di samping itu digitalisasi membuka akses pembayaran yang mampu menjangkau seluruh kalangan. Terlebih, UMKM yang bergabung dengan e-commerce, sehingga dapat diketahui oleh banyak orang. Pemanfaatan fitur dompet digital adalah salah satunya.

Masuk ke dalam ekosistem digital, UMKM akan mendapatkan dampak positif lainnya seperti, dapat memperluas jangkauan pasar, fitur pemasaran pada e-commerce juga dapat mempromosikan bisnis UMKM dengan mudah serta dapat membuat iklan dengan cepat. E-commerce yang terintegrasi dengan layanan ekspedisi juga dapat membantu pelaku bisnis UMKM dalam mengirimkan produk kepada konsumen.

Meskipun memiliki banyak sisi positifnya, upaya digitalisasi UMKM masih menemui berbagai tantangan. Bergabungnya UMKM dengan e-commerce terasa sangat kompleks dan susah dimengerti oleh pelaku usaha kecil. Terlebih, jika pedagang kecil, seperti industri rumah tangga, gerobak, dan warung mengalami kesulitan berjualan online karena tidak memiliki perangkat yang sesuai.

Di tengah inovasi teknologi yang semakin maju, telah hadir platform yang mampu mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya iSeller yang baru saja resmi meluncurkan iSeller Go pada September 2021 lalu. Sebuah aplikasi yang dapat membantu para pelaku UMKM go digital.

Dedikasi iSeller untuk ikut serta mendigitalisasi UMKM melalui iSeller Go

iSeller merupakan platform penjualan omni-channel, di mana pelaku bisnis bisa membangun bisnis secara online maupun offline. Bisnis UMKM dapat dengan mudah dibangun secara offline dengan Point of Sale, maupun secara online dengan membuat website terintegrasi iSeller.

Saat ini, iSeller meluncurkan layanan produk baru dalam bentuk aplikasi, yaitu iSeller Go. Layanan ini dibuat dalam bentuk aplikasi Android dengan antarmuka sederhana yang dirancang untuk lebih mudah digunakan (user friendly). Di iSeller Go, pelaku UMKM dapat secara mudah mendigitalkan bisnis mereka. Pembuatan website online pribadi bahkan bisa dibuat hanya dengan bermodalkan smartphone saja. Inovasi ini dibuat khusus oleh iSeller untuk membantu para pelaku UMKM yang kesulitan berjualan online karena tidak memiliki perangkat yang sesuai, maupun tampilan e-commerce, website, dan platform jualan online yang rumit.

Dukung-UMKM-Untuk-Go-Digital-iSeller-Hadirkan-Aplikasi-iSeller-Go.
Aplikasi iSeller Go

Kemudahan ini menambah nilai plus terlebih di tengah naiknya tren social commerce, khususnya yang berjualan di Instagram, pelaku UMKM dapat mengintegrasikan toko mereka ke media sosial untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan memudahkan followers untuk membeli produk langsung dari Instagram ke toko online.

Dengan memberikan konsep kesederhanaan, aplikasi iSeller Go dirancang dengan memberikan fitur yang mudah untuk digunakan, mulai dari proses penjualan, produk, investasi, jasa pengiriman, hingga transaksi keuangan.

Untuk pembayaran, terdapat 5 pilihan digital wallet yang tersedia, transfer bank, dan mitra minimarket serta 11 ekspedisi yang bisa digunakan. Layanan pembayaran dan pengiriman ini telah terintegrasi, sehingga tidak perlu repot mendaftarkan toko dengan digital wallet dan jasa pengiriman kembali, terlebih lagi karena iSeller Go telah bekerja sama dengan GrabExpress untuk menyediakan pengiriman dengan gratis ongkir. Sehingga, cukup menyalakan iSeller Pay dan mengatur alamat toko, semua pembayaran serta jasa pengiriman siap digunakan.

Melalui aplikasi iSeller, pelaku UMKM juga tidak perlu khawatir dalam manajemen waktu. Pebisnis juga bisa langsung mengambil foto produk melalui smartphone hingga membagikan tautan website toko online di Instagram mereka. Tidak hanya itu, link pembayaran juga bisa langsung dikirim ke pelanggan via WhatsApp, tidak perlu membuat tautan secara manual sehingga lebih menghemat waktu.

Dengan aplikasi yang memberikan pelayanan gratis, pelaku UMKM tidak perlu risau dalam mengembangkan website ataupun biaya berlangganan. Sehingga pelaku UMKM dapat menghemat pengeluaran dan mengalihkan dana tersebut untuk kebutuhan lainnya.

Para pelaku bisnis UMKM dapat menerapkan aktivitas berjualan dengan berbagai channel (online, offline, dan melalui marketplace) dengan menggunakan aplikasi iSeller Go, sehingga bisa menjangkau pasar yang lebih luas dan dapat mendatangkan pelanggan baru.

“Dengan banyaknya bisnis yang semakin berkembang, kami berharap dapat mempercepat digitalisasi UMKM di Indonesia. iSeller menghadirkan aplikasi iSeller Go yang diharapkan dapat membantu para pelaku usaha, terutama UMKM untuk lebih bergairah dalam mengembangkan bisnisnya, membantu pergerakan ekonomi Indonesia”, ujar CEO iSeller, Jimmy Petrus.

Hal senada juga disampaikan oleh CCO iSeller, Kevin Ventura. iSeller Go dapat digunakan untuk bisnis dengan skala kecil hingga UMKM dan membantu pelaku usaha untuk go digital. iSeller Go hadir dengan fitur lengkap dan interface yang sangat mudah digunakan untuk seluruh bisnis skala kecil maupun UMKM.

Pelayanan yang diberikan dan hanya menggunakan smartphone sebagai media transaksi, iSeller mengklaim biaya yang ditawarkan lebih terjangkau dibandingkan dengan sistem konvensional, hingga bisa meminimalisir biaya operasional. Sebab, bisnis yang dimiliki dikelola sendiri.

UMKM dapat meningkatkan penjualan di masa pandemi ini, karena iSeller Go memberikan layanan untuk dapat berjualan di berbagai channel (online dan offline, dan berbagai marketplace), sehingga penggunaan omnichannel ini dapat meningkatkan pendapatan. Tidak hanya itu, pelanggan juga bisa menemukan bisnis mereka dari berbagai channel, tentunya potensi untuk mendatangkan pelanggan baru dan juga keuntungan jadi lebih besar bagi UMKM.

Layanan yang didedikasikan kepada UMKM yang mulai mencoba untuk go digital dapat dikunjungi melalui isellergo.id

Disclosure: Artikel ini didukung oleh iSeller 

The Impact of Covid-19 Pandemic, Digital Transformation Becoming More Real

On Wednesday (3/18), Head of Shopping Center Tenant Association (Hippindo), Budihardjo Iduansjah said to the media that the shopping center’s daily revenue has been declined as the #DiRumahSaja or #SocialDistancing movement was announced to avoid the outbreak of Covid-19. One of the initiatives of brand owners is to rely on transactions outside Jabodetabek – considering some areas are yet to run the appeal.

However, based on the latest news (3/23) at 12 pm WIB, there are 514 positive cases throughout Indonesia. Some regional governments have released an appeal for its citizens to lessen the outside activities. In Central Java, schools have been closed since the past week. Some government offices, such as the Dukcapil, close down some types of crowded services, such as KTP-el matters.

It’s possible that shopping centers in some areas will experience visitor reduction. The thing is, the solution offered related to business scalability may not work as expected – relying on the regional stores.

The map of Covid-19 outbreak per March 23rd, 2020 at 12 pm / Kemenkes
The map of Covid-19 outbreak per March 23rd, 2020 at 12 pm / Kemenkes

It happens not only to the giant retail business, but some SMEs in Blitar have also been complaining about this matter. Most entrepreneurs produce snacks as souvenirs to be distributed to tourist-attraction areas such as Yogyakarta. Usually, their production is to be added to welcome the ‘mudik’ season before Lebaran. However, they have been forced to hold their production since February. Chairman of the Indonesian Tourism Industry Association (GIPI) Yogyakarta, Bobby Ardyanto on Wednesday (11/3) said the impact of Covid-19 resulted in a decrease in the number of tourists 30% -50%.

Transformation is a must

Solution is needed because the trade sector is the second biggest contributor to the Indonesian economy. Until the first quarter of 2019, BPS still recorded 5.26% (YoY) growth. This industry involves various parties, ranging from big players to micro-level companies. When a pandemic occurs, there are several aspects that can be considered to ensure that economic processes continue to run well.

First, sales, related to how retail owners support their consumers with channels to facilitate purchasing. Second, logistics, not only related to the delivery of goods to consumers, but also in the supply chain of raw materials. As PT Sarimelati Kencana Tbk experienced as Pizza Hut franchise brand holder in Indonesia. Director Jeo Sasanto said, there is currently a price increase in raw and supplies with decreasing stock in the market.

A digital approach can certainly provide solutions to these problems, but there must be a business will to do the transformation. As mentioned, many perceive digital transformation as the jargon of mere technology brand campaigns. Moreover, transformation can be interpreted as an effort to accelerate business by involving technological tools. The process is not by replacing all manual business models to digital, but trying to see opportunities that can help certain business processes with digital.

For example, the commercial business case study. Transformation does not mean to close the current traditional retail units to be replaced with e-commerce based business. Instead, technology can enable businesses to embrace a broader target market. One strategy is to take advantage of online-to-offline, for example, brands still have a physical store to enhance their “presence” and shopping experience while providing access to online purchases for convenience.

These efforts will be very beneficial when businesses are forced to “shift” due to emergencies. Instead of being abandoned, the restaurant business, at the time of “lockdown” due to pandemic could intensify the promotion through online applications – in order to solve two problems at once as presented above, on the sales channel and logistics. The supply chain can start relying on online platforms that can connect business people with raw supply producers – for example, the TaniHub application to get fresh vegetable products.

Various snacks produced by SMEs / Unsplash
Various snacks produced by SMEs / Unsplash

In terms of SMEs with limited capital, how to do it? The thing is, to carry out transformation is not merely spending expensive costs for infrastructure and/or application services. Start with the most impactful part of the business. Take a food stall, for example, it can be started by registering the business and the menus into applications such as GrabFood, GoFood or Traveloka Eats. For other businesses, as for SMEs in Blitar case, start utilizing social media and online marketplaces to put product catalogs.

Therefore, is it enough? Certainly not. Digital transformation requires commitment and tenacity. Simply put, online is a market, there are many other traders who sell similar product variants. Just like in traditional markets, what traders need to do is offer their products to passersby. Online, people can offer through social media, use discount promos, take advantage of paid advertising and so on.

The most challenging part

In fact, there are four things that business would ideally get, at least as a general measure of the transformation results. From ensuring the business to remain competitive, presenting efficiency in business processes, increasing customer satisfaction and making it easier for business people to take various strategic decisions.

According to KPMG Singapore’s Head of Enterprise Market Jonathan Ho, there are three challenges most often complained by SMEs in digital adoption. First, it is related to understanding the urgency of digital transformation itself. Digital transformation at one side is not just about technology, but more about how businesses can compete more intensively in current developments. Business people often make the perception that digitalization is a matter of increased operational costs, whereas if applied is just the opposite, technology reduces costs in many aspects.

Second, it is the lack of knowledge about digital skills that are relevant to the business. The fact is that not all businesses need a website, some just need to do promotion through the appropriate channel. A lack of understanding often makes digital transformation decisions taken that are less appropriate to the needs of the business itself. Jam wasting time, maybe a lot of investment disbursed will eventually be in vain. Sometimes what is needed is just to start selling for free through the marketplace platform.

And third, business people sometimes feel “insecure” with the digital world. For example, they are afraid of whether payments will be paid off smoothly – for example, some marketplaces hold payments until the product is really in hand or force businesses to use integrated e-wallet services. Or other concerns, such as fear of being replicated by other people’s product ideas because it is widely publicized on social media. Indeed, all the bad possibilities can happen, but excessive skepticism sometimes makes the business go nowhere, unwilling to transform.

Thus, the most essential part of the transformation effort is to correct the mindset of the businessman himself. In addition, the “catastrophic” moment of the Covid-19 pandemic has now become an important lesson. That digital transformation today is becoming a necessity.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian