Google Pixel 5a 5G Dirilis, Lebih Murah, Lebih Kokoh, Tapi Performa Identik

Google bakal segera meluncurkan Pixel 6 dan Pixel 6 Pro dalam waktu dekat, dan kedua ponsel tersebut akan kembali menempatkan seri Pixel ke kasta flagship. Namun sebelum itu terwujud, Google rupanya lebih dulu menarget segmen mid-range dengan meluncurkan Pixel 5a 5G.

Sesuai namanya, ponsel ini merupakan penerus langsung dari Pixel 4a 5G yang dirilis tahun lalu. Bentuk keduanya tampak nyaris identik, akan tetapi Pixel 5a 5G menang satu langkah karena rangka bodinya sudah terbuat dari aluminium. Bukan cuma itu, bodinya pun tahan air dan debu dengan sertifikasi IP67, pertama kalinya untuk seri Pixel a.

Ukuran layar OLED-nya agak membesar dari 6,2 inci menjadi 6,34 inci, akan tetapi resolusi dan refresh rate-nya tetap di angka 1080p dan 60 Hz. Sejalan dengan fisiknya yang lebih kokoh, lapisan kaca yang memproteksi layarnya pun telah di-upgrade dari Gorilla Glass 3 menjadi Gorilla Glass 6.

Perubahan yang terakhir dan yang paling signifikan adalah perkara baterai. Kapasitasnya naik drastis dari 3.885 mAh menjadi 4.680 mAh, meski memang dukungan charging-nya tidak berubah (18 W), dan wireless charging pun tetap absen.

Otomatis daya tahan baterai Pixel 5a 5G dipastikan lebih awet lagi ketimbang pendahulunya, apalagi mengingat spesifikasinya memang tidak berubah, masih menggunakan chipset Snapdragon 765G, lengkap beserta RAM 6 GB dan storage internal 128 GB. Tiga kamera yang tertanam pun sama persis: kamera utama 12 megapixel f/1.7, kamera ultra-wide 16 megapixel f/2.2, dan kamera depan 8 megapixel f/2.0.

Istimewanya, semua itu bisa Google tawarkan dalam harga yang lebih murah. Di Amerika Serikat, Google Pixel 5a 5G dijual dengan banderol $449 (± 6,45 jutaan rupiah), turun $50 dari banderol milik pendahulunya.

Sumber: GSM Arena dan Google.

Google Merilis Pembaruan Android 11 Versi Stabil, Ini Fiturnya

Google akhirnya meluncurkan versi stabil dari OS Android 11 terbarunya untuk smartphone Google Pixel, meliputi Pixel 2, 3, 3A, 4, dan 4A. Pembaruan dapat diunduh lewat Settings > System > Advanced > System update atau mengunduh factory images di sini dan full OTA images di sini.

Setelah pengumuman Google, sejumlah produsen smartphone bergerak cepat merilis pembaruan Android 11 mereka sendiri yaitu OnePlus, OPPO, Realme, dan Xiaomi. Namun bukan versi stabil, melainkan Android 11 versi open beta dan perangkat yang didukung sebagai berikut.

  • OnePlus 8, OnePlus 8 Pro
  • Oppo Find X2, X2 Pro, Reno3, Reno3 Pro
  • Realme X50 Pro
  • Xiaomi Mi 10, Mi 10 Pro

Android 11 hadir dengan sejumlah fitur baru, seperti Bubbles yang menampung chat terbaru dari semua aplikasi perpesanan yang kita gunakan. Notifikasi dari aplikasi perpesanan juga dikelompokkan sendiri.

Selain itu, Android 11 juga dilengkapi fitur screen recorder baru, menu tombol power dan kontrol media dirombak, hingga opsi pembayaran cepat dengan NFC. Lalu di sisi privasi, Android 11 membawa dua fitur baru.

Pertama sekarang kita bisa memberikan akses untuk izin ke aplikasi satu kali. Dengan begitu, kita tidak perlu khawatir dan menonaktifkan izin aplikasi secara manual. Kedua bila suatu aplikasi sudah lama tidak digunakan, sistem akan secara otomatis mencabut izinnya sehingga tidak bisa mengakses data di latar belakang.

Google juga meningkatkan jumlah pembaruan keamanan dan privasi ke perangkat kita lewat Google Play, sehingga tidak perlu menunggu pembaruan OS. Untuk pengguna Android Enterprise, Android 11 menyediakan profil kerja baru yang memungkinkan departemen TI mengelola perangkat tanpa mengakses informasi profil pribadi.

Sumber: GSMArena

Google Kabarnya Siap Memproduksi Prosesor Smartphone-nya Sendiri Tahun Depan

Di luar Apple, cuma ada dua pabrikan smartphone yang memproduksi chipset-nya sendiri, yakni Samsung (Exynos) dan Huawei (Kirin). Sisanya kebanyakan menggunakan chipset bikinan Qualcomm atau MediaTek.

Tahun depan, kemungkinan besar bakal ada satu lagi pabrikan smartphone yang mengambil jalur yang sama seperti Samsung, Huawei, maupun Apple. Berdasarkan laporan Axios, Google sudah semakin siap untuk memproduksi chipset smartphone-nya sendiri.

Chipset ini kabarnya dikembangkan dengan bantuan dari Samsung, serta akan diproduksi menggunakan teknologi fabrikasi 5 Nm racikan Samsung. Belum lama ini, Google kabarnya sudah menerima versi fungsional pertama dari prosesor ARM 8-core rancangannya. Kendati demikian, produksi massalnya baru akan dijalankan tahun depan.

Berhubung tidak ada konfirmasi langsung dari Google, cukup mudah menganggap kabar ini sebagai isu belaka. Namun indikasi bahwa Google tertarik menciptakan prosesor smartphone-nya sendiri sebenarnya sudah tercium sejak 2017, tepatnya ketika Pixel 2 dan Pixel 2 XL dirilis.

Secara teknis, kedua smartphone tersebut memang mengandalkan chipset Qualcomm Snapdragon 835, akan tetapi Google rupanya turut menanamkan sebuah co-processor bernama Pixel Visual Core. Pixel Visual Core berfungsi untuk mendongkrak kinerja sekaligus kualitas kamera perangkat, dan itulah mengapa hasil foto seri Pixel selalu merupakan salah satu yang terbaik.

Tahun ini, Pixel 5 tampaknya masih akan memakai chipset Snapdragon 865 / Qualcomm
Tahun ini, Pixel 5 tampaknya masih akan memakai chipset Snapdragon 865 / Qualcomm

Apakah ini berarti Google sudah siap memutus kerja samanya dengan Qualcomm? Ya, tapi tidak sepenuhnya. Pasalnya, meskipun Pixel nantinya tak lagi ditenagai chipset Snapdragon, Google semestinya masih perlu memakai modem 5G garapan Qualcomm.

Skenario yang sama juga sudah dijalani Apple selama beberapa tahun. Sudah sejak lama iPhone selalu memakai prosesor bikinan Apple sendiri, akan tetapi modem-nya masih disuplai oleh Qualcomm.

Lebih lanjut, meski Apple sudah membeli bisnis modem smartphone Intel sejak tahun lalu, mereka dilaporkan masih harus bergantung pada modem buatan Qualcomm, setidaknya untuk tahun ini.

Terlepas dari itu, seri Pixel semestinya bakal mempunyai nilai jual tambahan andai kabar ini benar-benar terealisasi. Kontrol penuh atas hardware yang tertanam berarti Google bisa lebih leluasa berinovasi, semisal terkait kapabilitas machine learning di perangkat. Saya tidak akan terkejut seandainya Pixel 6 nanti menawarkan lonjakan kinerja Google Assistant yang cukup dramatis.

Sumber: Axios.

Lini Google Pixel Kedatangan Fitur Portrait Mode Pasca Pemotretan

Di samping kualitas kameranya yang jempolan, salah satu pertimbangan lain membeli seri ponsel Google Pixel selama ini adalah sederet pembaruan yang rutin dirilis langsung oleh Google melalui software update. Yang saya maksud bukan sebatas versi terbaru Android saja, tapi juga sejumlah fitur kecil seperti berikut ini.

Yang pertama adalah Portrait Mode pasca pemotretan. Seperti yang kita tahu, seri Pixel selama ini mewujudkan efek blur pada foto dengan mengandalkan pengolahan software saja, dan ini sekarang bisa diterapkan meski fotonya sudah diambil bertahun-tahun yang lalu.

Sebelum ini, pengguna sudah bisa mengubah intensitas blur pada foto Portrait Mode yang diambil. Sekarang, pengguna dapat menyulap foto apa saja menjadi foto Portrait Mode, dan fotonya pun tidak harus yang diambil menggunakan kamera Pixel.

Yang kedua, khusus untuk Pixel 4, aplikasi video call Duo sekarang dilengkapi fitur auto-framing. Berbekal sudut pandang yang luas pada kamera depan Pixel 4, aplikasi dapat mengatur sendiri posisi framing supaya wajah pengguna selalu berada di tengah layar, dan ketika ada orang lain yang ikut nimbrung, framing kameranya juga akan disesuaikan sehingga bisa mencakup dua orang sekaligus.

Untuk pengguna Pixel generasi sebelumnya, aplikasi Recorder yang menjadi kebanggaan Pixel 4 akhirnya sudah bisa digunakan. Sesuai janji, fitur Live Caption yang akan membuatkan transkip secara real-time pada konten apapun yang dilengkapi audio akhirnya juga tersedia buat para konsumen Pixel 3a dan Pixel 3a XL.

Terakhir, update terbaru yang Google rilis juga disebut akan menghadirkan manajemen memory yang lebih baik. Pasca update, perangkat akan secara proaktif melakukan kompresi terhadap aplikasi yang tersimpan dalam cache, dan ini diyakini akan berdampak langsung pada kelancaran multitasking.

Sumber: Google.

Google Pixel 4 dan Pixel 4 XL Hadir dengan Sejumlah Terobosan, Tapi Juga Sedikit Tertinggal di Sejumlah Aspek

Setelah segudang rumor beredar di belantara internet, Google Pixel 4 akhirnya resmi diperkenalkan. Salah satu smartphone yang paling diantisipasi di tahun 2019 ini datang membawa sejumlah terobosan, tapi di saat yang sama juga masih tertinggal di beberapa aspek.

Terobosan yang pertama adalah layarnya. Baik Pixel 4 maupun Pixel 4 XL sama-sama mengemas layar dengan refresh rate 90 Hz, fitur yang sejauh ini masih tergolong belum mainstream bahkan di kelas smartphone flagship. Panelnya sendiri merupakan panel AMOLED; 5,7 inci beresolusi 2280 x 1080 pixel (444 ppi) pada Pixel 4, 6,3 inci beresolusi 3040 x 1440 pixel (537 ppi) pada Pixel 4 XL.

Yang sangat disayangkan adalah, di saat OnePlus bisa menyajikan layar 90 Hz dengan notch kecil atau malah tanpa notch sama sekali, Pixel 4 dan Pixel 4 XL masih saja mengemas bezel yang cukup tebal. Kendati demikian, saya akui penampilannya masih jauh lebih menarik ketimbang Pixel 3 XL yang ukuran poninya sungguh kelewatan.

Google Pixel 4

Namun Google punya alasan tersendiri mengapa bezel tebal itu harus eksis pada Pixel 4 dan Pixel 4 XL. Bagian tersebut merupakan rumah dari sederet sensor dan kamera untuk mewujudkan fitur face unlock, tidak ketinggalan juga radar. Ya, radar, spesifiknya yang berukuran mungil yang sudah lama Google kembangkan di bawah nama Project Soli.

Radar itu berfungsi untuk mendeteksi tangan pengguna yang mendekat, sehingga deretan sensor dan kameranya bisa langsung sigap memindai wajah pengguna secara instan. Sebaliknya, ketika ponsel diletakkan di atas meja misalnya, layarnya otomatis akan mati karena radarnya mendeteksi tangan pengguna menjauh.

Fungsi lain dari radar tersebut adalah untuk mewujudkan fitur gesture pada Pixel 4. Mulai dari mematikan alarm sampai mengganti lagu di aplikasi musik, semuanya bisa dilakukan dengan melambaikan tangan di atas layar perangkat.

Selanjutnya, mari membahas aspek yang paling diprioritaskan para konsumen seri Pixel, yakni kamera. Untuk pertama kalinya, ada lebih dari satu kamera di belakang sebuah Pixel. Ya, Pixel 4 dan Pixel 4 XL mengemas dua kamera belakang sekaligus: 12 megapixel f/1.7 dengan OIS dan teknologi Dual Pixel, serta telephoto (2x optical zoom) 16 megapixel f/2.4, juga dengan OIS.

Sebaliknya, kamera depannya justru hanya satu sekarang, bukan sepasang seperti pada Pixel 3. Meski begitu, kamera depannya yang beresolusi 8 megapixel ini punya lensa f/2.0 dengan cakupan cukup lebar (90°). Untuk video, perekaman dalam resolusi 4K 30 fps cuma dapat dilakukan dengan kamera belakangnya, sedangkan kamera depannya terbatas di 1080p 30 fps.

Kalau melihat riwayat seri Pixel selama ini, software memegang peran yang sama pentingnya dengan hardware saat berbicara tentang kamera. Pixel pada dasarnya memperkenalkan dunia kepada fitur Night Mode (Night Sight kalau di kamus Google), yang sekarang menjadi andalan produsen-produsen smartphone. Pixel 4 membawa fitur ini ke level yang lebih tinggi lagi, tepatnya level astrophotography.

Jadi bukan cuma untuk melihat dalam kegelapan, Night Sight sekarang juga berguna untuk memotret langit berbintang apabila kondisinya memungkinkan (tidak ada bulan misalnya). Kabar baiknya, kapabilitas astrophotography ini juga bakal hadir di Pixel 3 dan Pixel 3a melalui software update.

Google Pixel 4

Beralih ke performa, di sinilah Pixel 4 dan Pixel 4 XL terasa agak sedikit tertinggal. Di saat ponsel-ponsel lain yang dirilis dalam dua bulan terakhir hadir mengusung chipset Qualcomm Snapdragon 855 Plus, Pixel 4 cuma dibekali Snapdragon 855 standar. Selisih performanya memang tidak jauh, tapi ini semestinya tidak boleh menjadi alasan di kelas flagship.

Menemani chipset itu adalah RAM 6 GB dan pilihan storage internal 64 atau 128 GB, tidak ada opsi yang lebih besar lagi. Untuk baterai, Pixel 4 mengemas modul berkapasitas 2.800 mAh, sedangkan Pixel 4 XL dengan 3.700 mAh. Keduanya sama-sama mendukung fast charging 18 W serta Qi wireless charging.

Komponen lain yang tak kalah esensial adalah Pixel Neural Core, sebuah chip yang didedikasikan untuk memproses fitur-fitur berbasis AI atau machine learning. Kehadiran chip ini membuat Pixel 4 tidak harus selalu bergantung pada cloud server, sehingga beberapa fitur pun bisa langsung dijalankan secara lokal di perangkat.

Google Pixel 4

Karena berjalan secara lokal, prosesnya otomatis jadi lebih cepat, dan privasi konsumen pun jadi bisa lebih terjaga ketimbang selamanya mengandalkan komunikasi dengan server. Salah satu contoh kehebatan Pixel Neural Core dalam memproses secara lokal bisa dilihat pada aplikasi perekam audio baru yang tersedia di Pixel 4.

Selagi merekam audio, aplikasi rupanya juga bakal membuatkan transkripnya secara otomatis dan secara real-time, dan ini bisa berlangsung meski perangkat sedang dalam posisi airplane mode, menandakan bahwa semua pengolahannya berlangsung di secara lokal. Untuk sekarang, fitur ini cuma tersedia untuk bahasa Inggris saja, tapi Google bilang dukungan atas bahasa lainnya bakal segera menyusul.

Google menetapkan 24 Oktober sebagai tanggal pemasaran perdana Pixel 4. Harganya dipatok mulai $799 untuk Pixel 4, atau mulai $899 untuk Pixel 4 XL, dan konsumen bisa memilih satu dari tiga pilihan warna yang tersedia. Menariknya, Google menyebut kedua ponsel ini bakal dipasarkan secara global. Apakah ini berarti Indonesia bakal kebagian jatah secara resmi? Semoga saja demikian.

Sumber: Google.

Berkat Android 10, Alat Bantu Dengar Dapat Berfungsi Layaknya Headset Bluetooth

Google telah merilis Android 10 secara resmi, diawali dengan lini Pixel terlebih dulu. Dari sekian banyak fitur barunya, ada satu yang sangat menarik meski tidak ditujukan untuk semua orang. Namanya Audio Streaming for Hearing Aids (ASHA), didedikasikan untuk para konsumen yang menggunakan alat bantu dengar sehari-harinya.

Fitur ini sejatinya dapat menyulap alat bantu dengar yang kompatibel menjadi headset Bluetooth. Semua suara yang berasal dari ponsel, baik itu musik dari layanan streaming, ringtone maupun percakapan telepon akan diteruskan langsung ke alat bantu dengar melalui Bluetooth Low Energy (BLE).

ASHA pada dasarnya merupakan sejenis protokol baru yang Google kembangkan dari nol. Menariknya, ASHA dirancang sebagai proyek open-source, yang berarti siapapun bebas memodifikasinya sesuai kebutuhan, dan ini sangat krusial guna memperluas kompatibilitasnya dengan berbagai alat bantu dengar.

Untuk sekarang, alat bantu dengar yang kompatibel memang baru sedikit, tapi seperti yang saya bilang, itu semua hanya masalah waktu jika melihat sifat ASHA yang open-source. Selama alat bantu dengarnya dilengkapi konektivitas Bluetooth LE, semestinya tidak akan begitu sulit menambahkan dukungan terhadap ASHA.

Bluetooth LE juga sudah bisa dibilang merupakan konektivitas standar untuk smartphone saat ini, yang berarti konsumen non-Pixel hanya tinggal menunggu update Android 10 tersedia buat mereka.

Sumber: Android Headlines dan Engadget. Gambar header: Pexels.

Google Pixel 4 Bakal Usung Fitur Face Unlock dan Motion Sense

Usai menyingkap tampak belakang Pixel 4, Google kembali memberikan teaser dalam bentuk video yang mendemonstrasikan dua fitur andalan smartphone barunya tersebut. Yang pertama adalah fitur face unlock ala iPhone X, dan ini langsung menjawab pertanyaan mengapa kita tidak melihat adanya sensor sidik jari pada punggung Pixel 4.

Google menjelaskan bahwa face unlock yang ditawarkan oleh Pixel 4 sedikit berbeda karena pengguna tak diwajibkan mengangkat perangkat dan mengarahkannya ke wajah terlebih dulu agar bisa dikenali. Dengan kata lain, posisi ponsel tidak harus benar-benar sejajar dengan wajah pengguna agar sensornya dapat mendeteksi secara jelas.

Face unlock pada Pixel 4 dapat bekerja dalam orientasi apapun, termasuk apabila posisinya terbalik atas-bawah, dan fitur ini pun juga berguna untuk keperluan autentikasi di samping sebatas membuka perangkat. Dari gambar di bawah, dapat kita lihat bahwa komponen-komponen yang digunakan mirip seperti sistem kamera TrueDepth yang terdapat pada iPhone X, XS dan XR; yang mencakup flood illuminator, dot projector, dan kamera infra-merah.

Google Pixel 4 face unlock

Dalam kasus Pixel 4, kamera infra-merahnya sendiri ada dua, dan ini jelas dapat membantu efektivitasnya dalam mengenali wajah pengguna. Kemudian kalau Anda jeli, Anda bisa melihat sebuah komponen bernama “Soli radar chip”, dan ini merupakan kunci dari fitur unggulan kedua yang Pixel 4 tawarkan.

Fitur tersebut dinamai Motion Sense, istilah keren atas kemampuan Pixel 4 dalam membaca beragam pergerakan tangan dan jari pengguna, lalu menerjemahkannya menjadi input untuk mengaktifkan berbagai fungsi. Umumnya, fitur seperti ini mengandalkan kamera agar bisa bekerja, namun di sini Google rupanya lebih memilih menggunakan sistem radar bernama Soli itu tadi.

Soli sendiri merupakan hasil karya tim Google ATAP (Advanced Technology and Projects) yang sempat dipamerkan empat tahun silam bersamaan dengan kain pintar Project Jacquard. Dibandingkan kamera, teknologi radar yang diusung Soli diyakini jauh lebih akurat, sehingga pergerakan kecil dari jari-jari pengguna pun juga dapat dideteksi.

Empat tahun kemudian, implementasi Soli pada perangkat consumer akhirnya bakal segera terealisasi, dengan Pixel 4 yang menjadi panggung atas debut perdananya. Google bilang bahwa Motion Sense yang ditenagai oleh Soli ini bakal terus berevolusi seiring berjalannya waktu, tapi sayangnya, fitur ini hanya akan tersedia buat konsumen Pixel 4 di negara tertentu saja.

Selain menjadi otak di balik fitur Motion Sense, Soli rupanya juga siap membantu menyempurnakan kinerja face unlock dengan cara membangunkan sensor-sensornya secara proaktif ketika ia mendeteksi pengguna hendak meraih ponselnya. Terkait privasi, Google memastikan kedua fitur ini bekerja secara lokal tanpa ada pertukaran data dengan jaringan cloud, sebab semua data yang relevan akan disimpan di dalam security chip Titan M yang juga hadir pada Pixel 4.

Melihat besarnya upaya Google dalam memperkenalkan fitur face unlock milik Pixel 4, saya rasa sangat kecil kemungkinan perangkat ini juga dilengkapi sensor sidik jari di balik layar. Google sepertinya lebih memilih jalur yang sudah diambil oleh Apple dan menyempurnakannya.

Terakhir, teaser terbaru ini juga menjadi jawaban bagi mereka yang masih bertanya-tanya apakah Pixel 4 bakal tetap memiliki notch atau malah mengadopsi tren kamera pop-up. Ternyata bukan dua-duanya, dan memiliki bezel atas sejatinya jauh lebih baik ketimbang memaksakan notch yang luar biasa jelek seperti milik Pixel 3 XL, apalagi jika kehadiran bezel tersebut bisa dibayar dengan fitur baru yang sangat berguna.

Sumber: Google.

Google Ungkap Gambar Teaser Pixel 4

Jauh sebelum Google Pixel 3 dan Pixel 3 XL dirilis tahun lalu, bocorannya sudah menyebar ke mana-mana. Tahun ini sepertinya petaka tersebut bakal kembali terulang kalau melihat sejumlah bocoran yang telah beredar, akan tetapi kali ini Google sudah menyiapkan cara untuk setidaknya bisa mengantisipasi ‘kegaduhan’ yang timbul.

Tanpa ada yang menyangka, Google melalui akun Twitter-nya malah mengunggah gambar teaser dari Pixel 4. Gambar tersebut memang hanya menampilkan sisi belakang Pixel 4, tapi setidaknya ada banyak yang bisa kita pelajari, dan kita pun bisa berspekulasi terkait keunggulan-keunggulan yang ditawarkannya.

Yang paling mencuri perhatian adalah tonjolan kamera besar di ujung kiri atasnya. Bentuknya kotak, dan kalau kita terangkan gambarnya, kita bisa melihat sepasang lensa di baliknya, diikuti oleh semacam sensor kecil dan sebuah LED flash di atas dan bawahnya.

Ini jelas merupakan perubahan besar buat seri Pixel, mengingat sebelum-sebelumnya tidak pernah ada Pixel yang mengemas lebih dari satu kamera belakang. Pixel 3 dan Pixel 3 XL memang punya total tiga kamera, tapi dua di antaranya berada di depan.

Yang masih misterius adalah fungsi dari kamera kedua tersebut. Kecil kemungkinan fungsinya cuma untuk menciptakan efek blur, sebab Google selama ini sudah berhasil melakukannya dengan satu modul kamera saja. Berhubung semua ini baru teaser, tentu saja Google masih enggan menyingkap detail lebih lengkapnya.

Hal menarik lain yang bisa kita temukan adalah absennya sensor sidik jari di sisi belakang Pixel 4. Sejak generasi pertama sampai ketiga, Pixel selalu mengandalkan sensor sidik jari di belakang. Apakah ini berarti Pixel 4 bakal mengunggulkan sensor sidik jari di bawah layar? Atau mungkin malah mekanisme face unlock macam yang ditawarkan iPhone terbaru?

Semua ini baru akan terjawab secara resmi pada musim semi mendatang, sesuai dengan janji Google yang berencana merilis versi baru Assistant bersamaan dengan Pixel generasi anyar.

Sumber: The Verge.

Google Kembangkan Sistem Speech Recognition yang Bisa Bekerja Secara Offline

Fitur speech recognition pada smartphone kita kenal sebagai fitur yang sangat bergantung pada koneksi internet. Itu dikarenakan teknologinya begitu kompleks, melibatkan sejumlah bagian dengan tugasnya masing-masing yang spesifik.

Pertama-tama, ada satu bagian dari sistem yang ‘memecah-mecah’ input audio menjadi satuan suara terkecil alias fonem. Selanjutnya, bagian sistem lain akan menghubungkan fonem demi fonem menjadi kata-kata, sebelum akhirnya frasanya ditebak oleh bagian yang lain lagi.

Itulah mengapa dibutuhkan koneksi internet yang baik agar speech recognition bisa bekerja dengan lancar, sebab smartphone perlu mengirimkan input audionya ke server terlebih dulu untuk diproses. Semua yang melibatkan server tentu tidak luput dari latency alias jeda, namun Google rupanya sudah punya solusi yang menarik.

Recurrent Neural Network Transducer

Ketimbang mengandalkan sistem speech recogntion yang tersimpan di server, Google meracik sistem berbasis AI bernama Recurrent Neural Network Transducer (RNN-T) yang bisa bekerja langsung di perangkat tanpa perlu mengandalkan koneksi internet. Alhasil, input audio dapat diproses secara instan tanpa ada jeda.

Kalau Anda lihat pada gambar GIF di atas, output yang dihasilkan RNN-T muncul per huruf, dan itu menunjukkan tidak adanya latency selama prosesnya berlangsung. Bandingkan dengan sistem speech recognition berbasis server seperti biasa, yang output-nya muncul secara tidak menentu.

RNN-T nantinya bakal hadir di Gboard pada semua ponsel Pixel, tapi seperti biasa, sementara baru bisa digunakan untuk bahasa Inggris saja. Google berharap mereka bisa menerapkan teknik yang sama untuk bahasa-bahasa lain ke depannya.

Sumber: SlashGear.

Apakah Smartphone dengan Lebih Banyak Sensor Kamera Berarti Lebih Baik?

Teknologi kamera pada smartphone terus berkembang, kualitas hasil fotonya pun semakin baik. Kini, kamera smartphone bukan lagi tentang besaran resolusi megapixel, tetapi soal fitur dan jumlah sensor yang dibenamkan.

Ya, saya akan bicara soal smartphone quad camera pertama – Samsung Galaxy A9, smartphone triple camera Leica – Huawei Mate 20 Pro, dan smartphone single cameraGoogle Pixel 3. Apakah smartphone dengan sensor kamera lebih dari satu berarti lebih baik?

Lebih Banyak Fitur

Saat tren smartphone dual camera dimulai, saya salah satu orang yang sangat antusias menyambutnya. Betapa senangnya bisa memotret foto dengan efek bokeh seperti hasil kamera digital dengan lensa aperture besar, meskipun hasilnya ‘mengerikan’.

Atau pendekatan lain seperti kemampuan optical zoom, menawarkan jangkauan bidikan yang lebih luas (wide-angle), hingga untuk meningkatkan kualitas foto itu sendiri. Kalau dulu kita harus memilih satu atau dua fitur di atas, tapi sekarang bisa diperoleh semua.

samsung-galaxy-a9

Pada Galaxy A9, Samsung mengandalkan kamera utama resolusi 24-megapixel (f/1.7 dan PDAF), lensa ultra wide 12mm dengan resolusi 8-megapixel (f/2.4), lensa telephoto resolusi 10-megapixel (f/2.4) dengan kemampuan optical zoom 2x, dan kamera 5-megapixel (f/2.2) sebagai depth sensor.

huawei-mate-20-pro

Sementara, spesifikasi teknis Huawei Mate 20 Pro lebih ‘seram’. Kamera utama beresolusi 40-megapixel dengan lensa wide 27mm (f/1.8, 1/1.7″, PDAF/Laser AF), kamera kedua 20-megapixel dengan lensa ultra wide 16mm (f/2.2, 1/2.7″, PDAF/Laser AF), dan kamera ketiga 8-megapixel dengan lensa telephoto 80mm (f/2.4, 1/4″, OIS, PDAF/Laser AF) yang menawarkan kemampuan optical zoom 5x.

Google Pixel 3

Di sisi lain, kita tahu kemampuan kamera Google Pixel memiliki reputasi yang sangat baik dengan software canggih dan algoritma berbasis machine-learning. Google pun masih melakukan pendekatan yang sama pada Pixel 3, dengan satu buah kamera beresolusi 12,2-megapixel dan lensa wide 28mm (f/1.8, 1/2.55″, 1.4µm, OIS, dual pixel PDAF) di bagian belakang.

Meski punya satu buah kamera, Pixel 3 menyuguhkan fitur digital zoom yang disebut Super Res Zoom yang kemampuannya diklaim setara dengan optical zoom 2x. Serta, mode portrait berbasis machine-learning untuk mendapatkan efek bokeh yang lebih natural dan banyak lagi fitur-fitur yang ditawarkan Pixel 3.

Bagaimana menurut kalian, apakah smartphone dengan lebih dari satu kamera lebih baik? Saya belum bisa bicara lebih jauh sebelum mencoba ketiga smartphone di atas, yang jelas potensi yang dimiliki oleh Huawei Mate 20 Pro maupun Samsung Galaxy A9 cukup besar – tapi pendekatan Google juga sudah benar.