Berkat Bantuan Mod, Half-Life: Alyx Dapat Dimainkan Sampai Tamat Tanpa VR Headset

Half-Life: Alyx sudah resmi dirilis, dan lagi-lagi Valve berhasil menciptakan sebuah game yang fenomenal kalau melihat kumpulan review-nya. Kalau ditanya apa yang kurang dari Half-Life: Alyx, saya mungkin bakal menjawab “kurang versi non-VR”, tapi jawaban itu semata karena saya tidak punya VR headset untuk memainkannya.

Kalau Anda seperti saya, Anda mungkin bertanya-tanya kenapa Half-Life: Alyx cuma bisa dinikmati lewat VR. Singkat cerita, Valve melihat ada banyak ide brilian yang bisa mereka terapkan hanya melalui VR. Sebagai bonus, tentu saja game ini bisa membantu Valve menjual VR headset bikinan mereka sendiri.

Pantaskah membeli Valve Index hanya untuk memainkan Half-Life: Alyx? Kalau ada budget, kenapa tidak? Kalau budget terbatas, alternatifnya mungkin adalah memainkannya tanpa VR headset dengan bantuan sebuah mod.

Ya, menggunakan mod yang bisa diunduh dari GitHub ini, kita dapat memainkan Half-Life: Alyx di PC menggunakan keyboard dan mouse sampai tamat. Pengalamannya jelas jauh dari kata ideal. Yang paling utama, pergerakan karakter hanya bisa menggunakan tombol arah panah, bukan tombol WASD seperti biasanya.

Sejumlah adegan dalam game bahkan harus dijalani sesuai dengan panduan yang diberikan di laman GitHub-nya. Lebih lanjut, proses instalasi mod-nya tidak mudah dan memerlukan video penjelasan yang agak panjang. Terlepas dari itu, mod ini setidaknya patut dicoba buat yang benar-benar penasaran dengan Half-Life: Alyx tapi tak punya akses ke VR headset.

Pertanyaannya, apakah ini legal? Tentu saja, toh game-nya masih kita beli secara resmi lewat Steam. Bahkan Valve sendiri sudah memprediksi bakal ada seseorang yang menciptakan mod semacam ini. Menurut mereka, pemain pada akhirnya akan menyadari sendiri mengapa Valve mengambil jalur VR setelah menjajalnya via mod.

Sumber: PC Gamer.

8 Game Terbaik yang Dirilis di Kuartal Pertama 2020

Tiga bulan pertama di 2020 mungkin jauh dari harapan banyak orang. Banjir melanda, ada kebakaran hutan di Australia dan kini dunia sedang menghadapi pandemi virus corona. Namun setidaknya, selama periode ini para gamer dimanjakan dengan judul-judul brilian yang siap mengisi waktu selama perintah untuk tidak keluar rumah berlangsung. Kabar baiknya lagi, beberapa dari mereka siap merebut gelar Game of the Year 2020.

Di antara belasan permainan yang dirilis di kuartal satu 2020, delapan judul berhasil mencuri perhatian gamer dan media. Mereka terdiri dari genre berbeda, beberapa ialah game multi-platform, tapi ada pula yang merupakan judul eksklusif. Mayoritas permainan digarap oleh studio besar, namun perwakilan dari ranah independen juga berhasil masuk dalam daftar.

Ini dia deretan game terbaik di Q1 2020:

 

8. MLB The Show 20

Baseball mungkin tak sepopuler sepak bola atau bulu tangkis di Indonesia, tapi untuk sebuah game olahraga, MLB The Show 20 menawarkan pengalaman bermain yang superior: kontennya melimpah, dibekali beragam mode baru dan update, lalu permainan juga mudah dipelajari oleh para pemula. Kombinasi dari semua ini akan menyibukkan Anda selama berbulan-bulan

 

7. Kentucky Route Zero

Perilisan episode (Act) lima di bulan Januari lalu menandai rampungnya pengembangan game petualangan point-and-click indie ini. Kentucky Route Zero akan membawa Anda menempuh sebuah perjalanan supernatural serta bertemu dengan berbagai karakter menarik, lalu kontennya dihidangkan lewat visual minimalis super-artistik. ‘TV Edition’ tersedia untuk para pemilik console.

 

6. Nioh 2

Nioh 2 ialah prekuel sekaligus sekuel dari permainan pertamanya. Berbeda dari pendahulunya yang mengikat Anda pada tokoh bernama William, Nioh 2 mempersilakan pemain mencaniptak dan mengustomisasi karakternya sendiri. Sistem pertempuran ala Dark Souls-nya tetap dipertahankan, tapi developer tak lupa membekali game dengan sejumlah penyempurnaan dan fitur baru.

 

5. Dreams

Sejatinya, Dreams adalah sebuah perkakas kreatif digital berwujud video game. Dalam mengembangkannya, Media Molecule mencoba memadukan konsep ‘bermain, berkreasi dan berbagi’. Di sana Anda dibebaskan menciptakan aset, karakter, karya seni, musik serta efek suara, dan merancang gameplay, kemudian menggabungkan semua itu menjadi satu permainan utuh.

 

4. Ori and the Will of the Wisps

The Will of the Wisps meneruskan kisah petualangan Ori yang berakhir di The Blind Forest. Seperti sebelumnya, permainan mengedepankan gameplay platforming khas Metroidvania sembari memanjakan kita dengan keindahan grafis serta cerita yang siap menguras air mata. Beberapa aspek juga telah diperbarui, seperti sistem save dan upgrade – kini menyerupai Hollow Knight.

 

3. Animal Crossing: New Horizons

Salah satu game terbaik untuk dinikmati saat Anda tidak bisa pergi ke mana-mana. Permainan simulasi kehidupan ini memberikan kita kesempatan buat melakukan beragam aktivitas menenangkan, misalnya berkebun, memancing, mendekorasi tempat tinggal, serta berinteraksi dengan berbagai NPC unik. New Horizons tak lupa dibekali sistem crafting baru yang lebih lengkap.

 

2. Doom Eternal

Jika video game kita ibaratkan sebagai musik, maka Doom Eternal adalah penjelmaan heavy metal. Doom Slayer telah kembali, kini ia lebih gesit dan lebih brutal dari sebelumnya. Invasi iblis telah mencapai Bumi dan hanya Anda yang bisa menghentikannya. Di sana, Id Software telah mengekspansi sistem pertempuran berbasis arena, membuatnya lebih kompleks sekaligus adiktif.

 

1. Half-Life: Alyx

Tanggapan positif terhadap Half-Life: Alyx memperlihatkan kita bahwa permainan eksklusif VR berkesempatan pula untuk menyabet titel Game of the Year. Virtual reality memungkinkan Alyx menyuguhkan level ‘immersion‘ dan interaksi yang belum bisa dicapai game-game FPS tradisional. Pengembangan Alyx juga merupakan indikasi bahwa Valve siap kembali mencurahkan perhatiannya pada jagat Half-Life.

Alasan Mengapa Half-Life: Alyx Hanya Disajikan Lewat VR

Menjelang peluncuran Half-Life: Alyx yang jatuh di minggu keempat bulan ini, Valve memublikasikan tiga buah video gameplay baru sembari mendemonstrasikan sejumlah opsi sistem navigasi. Semuanya terlihat kian menjanjikan, tapi keharusan untuk menikmatinya menggunakan perangkat VR sejujurnya memberatkan banyak orang. Padahal bagi studio sebesar Valve, seharusnya tak sulit buat menerjemahkan gameplay berbasis VR ke shooter tradisional.

Lalu mengapa Valve bersikeras untuk menghidangkan Half-Life: Alyx secara eksklusif lewat VR? Apakah langkah ini merupakan upaya mempromosikan Valve Index? Bisa jadi. Penjelasan lebih lengkapnya diungkap oleh Robin Walker dari Valve pada GameInformer dalam wawancara belum lama ini. Singkatnya: Alyx dari awal memang dibangun buat diakses via virtual reality.

IMG_06032020_103351_(1000_x_650_pixel)

Sejak dulu, Valve memang tidak malu-malu menunjukkan ketertarikannya pada VR. Developer sempat membantu HTC dalam menyajikan Vive lewat pengembangan SteamVR, dan pada akhirnya, Valve meluncurkan headset virtual reality mereka sendiri: Index. Anda mungkin juga tahu, begitu HTC Vive mulai dipasarkan, Valve telah menggarap The Lab sebagai upaya memahami VR lebih jauh. Respons pemain terhadap The Lab terbukti positif dan banyak dari mereka yang menginginkan ‘pengalaman gaming AAA’.

IMG_06032020_103402_(1000_x_650_pixel)

Versi purwarupa Half-Life: Alyx pada dasarnya adalah hasil porting Half-Life 2 ke VR. Menurut Valve, ini merupakan cara terbaik untuk mengeksplorasi aspek teknis permainan. Namun developer juga terkejut melihat naturalnya mekanisme Half-Life 2 ketika dinikmati melalui virtual reality, bahkan sebelum mereka mengutak-utik sisi teknis dan melakukan integrasi lebih jauh. VR menyadarkan Valve ada begitu banyak ide yang bisa digarap. Dari sana, dimulailah pengerjaan Half-Life: Alyx.

IMG_06032020_103338_(1000_x_650_pixel)

Meski secara dasar desain Half-Alyx: Alyx berkiblat pada first-person shooter, VR membuat pengalaman bermain jadi lebih unik. Di FPS tradisional, bidikan senjata terkunci pada kamera; sedangkan di virtual reality, kita bisa mengarahkan pistol secara leluasa – seperti di dunia nyata. Selain itu, sensasi membidik senjata secara fisik juga sangat berbeda dari menggunakan keyboard dan mouse.

IMG_06032020_103315_(1000_x_650_pixel)

Berpedoman pada hal ini, Valve kemudian mulai menggodok mekanisme permainan secara lebih luas, termasuk desain level, tempo, skenario pertempuran, hingga menentukan frekuensi pemberian amunisi. Para pemain Half-Life veteran mungkin akan segera merasa familier dengan apa yang Alyx sajikan, namun virtual reality menghidangkan pengalaman berbeda karena ada banyak elemen gameplay baru di sana.

IMG_06032020_103806_(1000_x_650_pixel)

Walaupun digarap sebagai prekuel dari Half-Life 2, narasi Alyx dirancang untuk memperluas jagat Half-Life. Walker bahkan menyarankan kita bermain hingga Episode 2 sebelum memulai petualangan di game anyar ini buat menyegarkan kembali ingatan – terutama terhadap detail-detail kecil.

Kabar baiknya, Robin Walker dan kawan-kawan juga berharap agar Alyx bukanlah proyek Half-Life terakhir yang mereka kerjakan. Beberapa anggota tim sempat berpartisipasi dalam mengembangkan game pertamanya, dan mereka ingin agar seri ini terus berlanjut. Itu berarti, masih ada peluang bagi kita untuk berjumpa dengan Half-Life 3.

Half-Life: Alyx sendiri siap meluncur di tanggal 23 Maret.

Tiga Gameplay Video Baru Ungkap Fitur-Fitur Unik Half-Life: Alyx

Setelah hampir 13 tahun berlalu, gamer akhirnya bisa kembali bertualang di jagat Half-Life lewat peluncuran permainan terbaru di seri ini. Meski begitu, Half-Life: Alyx memang bukan sekuel yang banyak orang nantikan. Kisah permainan berlangsung sebelum Half-Life 2, dan (sayangnya) ia hanya dapat diakses menggunakan headset virtual reality. Langkah ini kemungkinan besar merupakan upaya Valve mempromosikan VR gaming.

Mendekati hari peluncuran Half-Life: Alyx, tim developer memublikasikan tiga video gameplay baru yang memperlihatkan potongan-potongan kecil permainan. Meski terbilang singkat, ada banyak informasi penting serta detail menarik tersingkap di sana. Kabarnya, Valve tadinya berniat untuk memamerkan video-video ini di ajang The Game Awards 2019, tapi di menit-menit terakhir, mereka memutuskan buat menundanya.

Seperti trailer perdana Half-Life: Alyx, ketiga video kembali mendemonstrasikan level interaksi yang tinggi antara pemain dan dunia game. Permainan mempersilakan kita untuk memanipulasi hampir segala objek. Berbeda dari mayoritas permainan shooter, item-item penting tidak berserakan atau tersimpan rapi. Seringkali mereka tersembunyi dalam wadah atau rak, dan kita perlu menggeledahnya secara cermat demi memastikan tak ada yang terlewat.

Half-Life: Alyx tersaji tanpa UI. Indikator health dan amunisi ditampilkan di sarung tangan kiri dan Anda bisa menyimpan sejumlah item di sarung tangan kanan. Sistem health disuguhkan secara tradisional: Anda hanya dapat mengobati diri di health station. Permainan mempersilakan kita meng-upgrade senjata dengan mengumpulkan ‘resin’, kemudian objek/item bisa diambil langsung atau ‘ditarik’ menggunakan sarung tangan gravitasi.

Menariknya lagi, sejumlah objek yang tampak remeh ternyata sangat berguna. Contohnya: helm proyek bisa menyelamatkan nyawa jika Anda secara tak sengaja terperangkap Barnacle (makhluk berlidah panjang yang menempel di langit-langit bangunan). Video juga menampilkan musuh-musuh familier yang akan Anda hadapi: Headcrab, zombie sampai prajurit Combine. Selain aksi baku tembak, Half-Life: Alyx menantang pemain dengan beragam puzzle.

Salah satu elemen paling krusial yang diperlihatkan Valve di tiga video gameplay ini adalah pilihan metode navigasi atau pergerakan. Half-Life: Alyx menyajikan tiga opsi sistem locomotion: berbasis teleportasi, gerakan natural, atau shift/bergeser secara cepat. Kita dibebaskan untuk menggonta-gantinya di tengah permainan melalui menu options.

Metode teleportasi cocok bagi mereka yang masih awam dengan VR gaming. Opsi ini mempersilakan pemain untuk menunjuk ke mana mereka ingin pergi, lalu game segera mematuhinya. Sesaat, permainan akan menampilkan layar hitam, gunanya ialah buat mengurangi disorientasi. Metode shift tersaji mirip teleportasit, tanpa black screen. Kita bisa melihat pergeseran lokasi secara langsung. Saya pribadi lebih memilih continous movement karena navigasi terasa lebih natural.

Half-Life: Alyx rencananya akan meluncur di PC lewat Steam pada tanggal 23 Maret 2020. Selain Valve Index, game juga dapat dinikmati via Oculus Rift, HTC Vive, Oculus Quest dan headset Windows Mixed Reality.

10+ Rekomendasi Game Untuk Para Pecinta Teknologi

Perkembangan teknologi gaming membuat medium ini jadi semakin interaktif dan immersive. Selain jadi sarana hiburan dan rekreasi digital, fungsi permainan video kian meluas. Game telah lama dimanfaatkan di ranah edukasi, pelatihan, olahraga hingga medis – dibantu oleh perangkat-perangkat seperti headset virtual reality serta mesin simulator. Dan kita juga tahu, permainan video tak bisa dipisahkan dari dunia teknologi secara umum.

Lewat desain berbeda dan beragam genre, game ialah gerbang masuk ke jagat yang mungkin tak pernah kita bayangkan, memberikan pemain kesempatan untuk melupakan (sejenak) rutinitas sehari-hari. Permainan video juga dapat berperan jadi instrumen belajar dan menikmati hobi, salah satunya bagi kita semua yang punya minat tinggi terhadap teknologi. Banyak game mengangkat tema ini, dan saya bersama Glenn telah memilih 10 judul yang sangat direkomendasikan bagi para pecinta teknologi.

Memilih permainan-permainan di bawah tidaklah sederhana karena kami menyadari, teknologi adalah bidang yang begitu luas. Banyak orang melihat perkembangannya dari perspektif ide dan konsep, mengestimasi dampaknya terhadap kehidupan manusia (saat ini dan di masa depan), tapi tak sedikit pula yang lebih tertarik pada produk dan gadget sebagai solusi praktis.

 

PC Building Simulator

Meng-upgrade dan bermain hardware PC bukanlah hobi yang murah, apalagi jika Anda ingin selalu memastikan komponen di dalamnya tidak tertinggal. PC Building Simulator siap menjadi alternatif terjangkau sekaligus medium belajar bagi mereka yang terpesona dengan dunia hardware komputer, namun bingung untuk memulainya. Game menyajikan begitu banyak pilihan komponen serta kebebasan mengutak-atik berkat kolaborasi antara tim developer bersama puluhan vendor dan perusahaan teknologi.

 

Deus Ex: Human Revolution & Mankind Divided

Selalu ada dampak negatif di tengah beragam kemudahan yang dibawa oleh teknologi, dan dua game Deus Ex ini menggali aspek sosialnya. Human Revolution mempersoalkan etika dari praktek modifikasi tubuh dengan organ sintetis, sedangkan Mankind Divided membahas efek negatif gerakan transhumanism ini di masyarakat (misalnya perpecahan dan konflik sipil). Berupaya untuk tampil muda dan berumur panjang merupakan sifat dasar manusia, tapi dalam mencapainya, apakah kita rela kehilangan kemanusiaan? Itulah pertanyaan berat yang diajukan Deus Ex.

 

Game Dev Tycoon

Bertolak belakang dari bayangan banyak orang, mengembangkan permainan video ialah pekerjaan berat yang menuntut komitmen tinggi. Anda mungkin menyaksikan sendiri bagaimana kesuksesan game tidak menjamin keberlangsungan hidup sebuah studio. Tak sedikit tim developer ditutup/dibubarkan setelah permainan mereka dirilis (bahkan tanpa sepengetahuan pihak publisher). Game Dev Tycoon ialah sebuah jendela kecil untuk mengintip kondisi sesungguhnya di industri pengembangan permainan, sebelum Anda membulatkan tekad buat terjun ke sana.

 

Trilogi Mass Effect

Di belakang pemakaian tema sci-fi populer ala Star Trek dan Stargate, Mass Effect menyimpan banyak sekali gagasan menarik. Game mendemonstrasikan penggunaan sistem penerjemah real-time, gaya gravitasi buatan, serta pemanfaatan material teoretis element zero yang memungkinkan kita menambah atau mengurangi masa suatu objek. Permainan ini sempurna bagi penggenar cerita fiksi ilmiah secara umum, dan pemerhati konsep-konsep unik serta filosofi di dalam teknologi. Tak banyak gamer tahu, kisah Mass Effect dibangun atas dasar ide cosmicism yang dicetus oleh penulis H.P. Lovecraft.

 

Seri Watch Dogs

Watch Dogs memang punya banyak kesamaan dengan Grand Theft Auto, namun permainan Ubisoft ini fokus pada dampak negatif yang mungkin akan terjadi jika layanan internet dan gadget sudah terlalu terintegrasi. Bertambah kompleksnya teknologi berpeluang memperlebar celah keamanan. Akibatnya, privasi tiap individu jadi terancam dan kita lebih rentan terhadap serangan digital dan rekayasa. Di permainan, konektivitas juga dieksploitasi oknum swasta demi mencapai tujuan mereka. Watch Dogs mengingatkan kita bahwa ada baiknya untuk tak selalu mengandalkan teknologi.

 

Portal 1 dan 2

Walaupun di-setting di dunia Half-Life, Portal mengusung tema dan gameplay yang betul-betul berbeda. Tak ada alien yang perlu ditumpas, tugas Anda hanyalah menyelesaikan puzzle – berbekal alat unik pencipta portal teleportasi – sembari menguak misteri mengenai mengapa sang tokoh utama terjebak di laboratorium Aperture Science. Hal terbaik di Portal adalah, game membuat pemain merasa jenius begitu mereka berhasil memecahkan teka-teki. Briliannya desain Portal memicu penggarapan permainan puzzle first-person sejenis seperti The Talos Principle dan The Turing Test.

 

Kerbal Space Program

Manusia sudah lama berhasrat untuk mengeksplorasi bintang dan galaksi, namun realitanya tidak sesederhana Star Wars. Bahkan sebelum bersinggah di planet tetangga, kita perlu memikirkan cara yang dibutuhkan buat keluar dari atmosfer dan mencapai orbit stabil. Kerbal Space Program menantang pemain merancang pesawat ulang-alik serta kendaraan penjelajah planet. Selanjutnya, kita bisa menangkap asteroid, serta membangun stasiun luar angkasa dan spaceport. Gameplay-nya cukup kompleks, tapi KSP disuguhkan secara jenaka dan ada banyak hal mengenai ilmu fisika (terutama Hukum Newton) yang dapat kita pelajari.

 

Nier: Automata

Saya akui memang sulit untuk memisahkan tema sci-fi dengan teknologi, dan Nier: Automata membawa kita jauh ke masa depan ketika Bumi tak lagi ditinggali manusia, di tengah-tengah konflik antara android dan mesin. Sutradara Yoko Taro gemar menggunakan arahan unik saat mendesain game. Ia menulis cerita secara terbalik dari belakang ke depan dan memasukkan banyak hal tak terduga dalam permainan. Efeknya, narasi game jadi sulit ditebak dan ada banyak sekali kejutan menanti pemain. Sedikit spoiler buat Anda, Nier: Automata punya 26 ending.

 

Lone Echo

Seperti Nier: Automata, Lone Echo menempatkan pemain sebagai android dan menugaskan kita untuk membantu Kapten Olivia Rhodes dalam misi di stasiun penambangan Kronos II yang mengorbit planet Saturnus. Lone Echo merupakan salah satu permainan kelas blockbuster pertama yang dirancang khusus buat dimainkan dengan perangkat virtual reality. Game membutuhkan  headset dan sistem kendali motion. Mendapatkan respons positif dari gamer dan media, Lone Echo memperlihatkan pada kita potensi besar yang menanti di ranah VR gaming.

 

Sid Meier’s Civilization VI, plus Beyond Earth

Seri Civilization menyodorkan kita kesempatan untuk membangun peradaban sebagai pemimpin ikonis dunia dan mengubah sejarah. Namun di balik gameplay 4X turn-based berskala raksasanya, rekan saya Glenn berargumen bahwa ada banyak sekali opsi pengembangan teknologi yang bisa kita pilih buat memenangkan permainan. Civilization VI menghidangkan konten yang jauh lebih lengkap dari pendahulunya, dan sejauh ini Firaxis sudah melepas dua expansion pack: Rise and Fall serta Gathering Storm. Dan jika menguasai Bumi masih belum terasa memuaskan, Anda dapat meneruskan petualangan di planet lain dalam Beyond Earth.

Bonus

(Karena saat artikel ditulis, permainan-permainan di bawah ini belum dirilis. Tapi berdasarkan trailer dan info yang sudah beredar, mereka memperlihatkan potensi yang begitu besar.)

 

Cyberpunk 2077

Tema cyberpunk sudah sering kita temukan di video game, dan karya terbaru CD Projekt Red ini memang punya banyak kemiripan dengan Deus Ex. Bedanya, ia menyajikan lebih banyak pilihan – baik di aspek modifikasi, keleluasaan menjelajahi Night City (tempat game ini di-setting), serta menyelesaikan misi – tanpa membebani pemain dengan dilema moral. Developer sengaja meleburkan batasan baik dan buruk. Mereka bermaksud membebaskan pemain dalam membangun sang tokoh utama, V. Di dunia permainan, yang ada hanyalah pilihan dan konsekuensi.

 

Half-Life: Alyx

Merupakan satu lagi game yang digarap dari awal untuk dimainkan menggunakan perangkat VR. Elemen paling krusial di sini adalah dukungan sistem input motion buat mengendalikan gravity gloves (sarung tangan berkemampuan manipulasi gravitasi). Game sudah melewati masa pengembangan serta uji coba yang cukup lama dan saya tidak ragu pada kemampuan Valve meramu konten, namun saya penasaran dengan bagaimana developer mengeksekusi jalan ceritanya karena kita tahu Alyx ialah prekuel dari Half-Life 2. Mampukah Valve memberi kita kejutan?

Beberapa permainan yang saya cantumkan di atas rencananya juga akan kedatangan sekuel, misalnya Kerbal Space Program 2, Lone Echo 2 dan Watch Dogs Legion. Premis judul-judul ini sama seperti pendahulunya, tapi tentu saja mereka dibekali sejumlah penyempurnaan pada gameplay serta fitur-fitur baru.

Half-Life: Alyx Bantu Dongkrak Penjualan Headset VR Valve Index

Sempat berkolaborasi dengan HTC dalam penggarapan Vive serta mengukuhkan pijakannya di ranah virtual reality lewat pengembangan SteamVR, Valve kian percaya diri untuk meramu headset VR-nya sendiri. Index diumumkan di bulan April 2018 lalu mulai dipasarkan tak lama setelahnya. Selain spesifikasi yang lebih canggih dibanding perangkat sekelas, Index menjanjikan sistem kendali intuitif lewat Knuckles Controllers.

Melengkapi upaya Valve berkiprah di segmen VR, sang pemilik Steam itu akhirnya mengumumkan kelanjutan dari seri Half-Life sesudah keheningan selama 12 tahun. Meski demikian, Half-Life: Alyx bukanlah game biasa. Untuk bisa menikmatinya, kita diharuskan mempunyai headset virtual reality. Ada cukup banyak gamer yang kecewa dengan arahan ini, namun langkah tersebut terbukti tepat. Menyusul dibukanya gerbang pre-order Alyx, penjualan Index juga terdongkrak naik.

Berdasarkan data terkini dari firma analis SuperData, permintaan terhadap Index melonjak dua kali lipat lebih di kuartal keempat 2019 dibanding triwulan sebelumnya. Valve berhasil menjual 103 ribu unit Index di antara bulan Oktober sampai Desember, dan kini total penjualan headset di 2019 mencapai 149 ribu. Hal ini sangat menarik karena Index bisa dibilang merupakan produk premium – satu setnya dibanderol US$ 1.000.

Angka penjualan sebetulnya berpotensi melambung lebih tinggi lagi seandainya tidak ada kendala pada persediaan unit. Info Road to VR mengungkapkan bahwa produk tersebut terjual habis di mana-mana per tanggal 15 Januari 2020. Saat ini laman Index di Steam masih menunjukkan status ‘kehabisan stok’. Anda yang benar-benar menginginkannya diminta memasukkan email agar Valve bisa mengabarkan langsung jika unit telah kembali tersedia.

Selain Index, SuperData juga menyingkap penjualan HMD virtual reality lain di periode kuartal empat 2019. PlayStation VR terlihat masih memimpin di depan, tentu saja berkat ketiadaan ‘daftar kebutuhan hardware‘. Headset bisa langsung bekerja begitu disambungkan ke PlayStation 4. Posisi kedua ditempati oleh HMD virtual reality standalone Oculus Quest. Uniknya lagi, penjualan Index lebih tinggi dari Rift S, lalu Vive sendiri tidak muncul di daftar lima besar.

Top VR headsets.

Kabar gembiranya, Half-Life: Alyx bukanlah game yang dieksklusifkan untuk Valve Index. Pemilik HTC Vive, Oculus Rift dan Quest, serta headset Windows Mixed Reality juga dipersilakan menikmatinya. Tapi khusus buat pengguna Index, Alyx bisa diperoleh secara gratis. Di Indonesia, game dijual seharga Rp 225 ribu dan dijadwalkan meluncur di bulan Maret 2020 besok.

Masih ada satu hal yang membuat saya penasaran. Ketika Half-Life: Alyx baru disingkap, Valve bilang bahwa salah satu alasan mengapa game disajikan via virtual reality adalah karena pemanfaatan sistem kendali berbasis motion dalam pertempuran, eksplorasi serta menyelesaikan puzzle. Apakah itu artinya gamer wajib memiliki aksesori Knuckles atau sejenisnya, atau adakah solusi lainnya?

Via Eurogamer.

Jelang Perilisan Half-Life: Alyx, Seri Game Half-Life Digratiskan Sementara

Pengumuman Half-Life: Alyx dilakukan ketika gamer terlena dan tidak menyangka Valve akan memberi kesempatan lagi untuk kembali ke jagat Half-Life 12 tahun sesudah Half-Life 2: Episode Two dirilis. Namun Alyx bukanlah game biasa. Kontennya disajikan secara eksklusif lewat perangkat virtual reality namun tetap menjanjikan pengalaman gaming blockbuster dengan dunia permainan yang ekspansif dan siap dieksplorasi.

Setelah digarap secara rahasia selama bertahun-tahun, Half-Life: Alyx akhirnya siap buat meluncur di kuartal pertama tahun 2020. Dan bermaksud untuk menyegarkan kembali memori Anda terhadap petualangan (dan perjuangan membebaskan Bumi dari alien) yang dilakukan oleh tokoh protagonis Gordon Freeman, Valve secara sementara menggratiskan permainan-permainan Half-Life sebelumnya hingga saat Half-Life: Alyx dilepas nanti.

Game yang dapat Anda nikmati secara cuma-cuma terdiri dari Half-Life (versi engine Source tahun 2004), Half-Life 2 (2004), Episode One (2006), dan Episode Two (2007); plus sejumlah expansion pack: Opposing Force dan Blue Shift. Semuanya dapat diakses tanpa perlu membayar selama kurang lebih dua bulan. Itu artinya selain cocok buat menyegarkan ingatan gamer veteran, program ini bisa jadi kesempatan bagi para pendatang baru untuk mendalami dan memahami dunia Half-Life.

Sayangnya, Valve tidak menyertakan Black Mesa di program ini. Alasannya mungkin karena bukan mereka yang mengembangkannya. Black Mesa adalah remake Half-Life pertama yang dikerjakan oleh pihak ketiga. Developer-nya, Crowbar Collective, merekonstruksi hampir seluruh aset permainan serta menambahkan skenario baru, memastikan konten, visual dan penyajiannya sekelas dengan game-game shooter modern.

Lewat Steam, Valve menyampaikan, “Half-Life: Alyx mengusung latar belakang sebelum Half-Life 2 dan episode-episode setelahnya. Developer berkeyakinan bahwa permainan baru dapat dinikmati secara maksimal jika kita sudah memainkan game-game sebelumnya, terutama Half-Life 2 serta dua episode penerusnya. Untuk itu, kami ingin membuat akses [ke semesta Half-Life] lebih mudah bagi pemain.”

Half-Life: Alyx membutuhkan headset virtual reality agar dapat dimainkan. Kabar baiknya, tidak ada pembatasan model HMD. Game siap mendukung HTC Vive, Oculus Rift, Oculus Quest, perangkat Windows Mixed Reality, serta produk buatan Valve sendiri, Index. Alyx rencananya akan dilepas di bulan Maret 2020, disuguhkan sebagai ‘full game‘ dan dibanderol seharga US$ 54 dengan penyesuaian di kawasan tertentu, termasuk Indonesia.

Sedikit catatan: khusus bagi pemilik Valve Index, Half-Life: Alyx akan diberikan secara gratis. Valve juga sudah menyiapkan sejumlah bonus menarik lain seperti SteamVR Home dan konten Counter-Strike: Go bertema Half-Life, serta skin senjata alternatif.

Via The Verge, sumber: Steam.

Half-Life: Alyx Bahkan Belum Bisa Meyakinkan Tim Xbox Buat Berkecimpung di VR

Beberapa tahun setelah tersedianya head-mounted display virtual reality kelas konsumen, bermunculan-lah banyak game berkualitas. Mereka bukan lagi tech demo yang dirancang buat memperkenalkan VR, namun menyajikan konten eksklusif virtual reality yang tak kalah dari permainan-permainan blockbuster. Judul-judul seperti Lone Echo dan Asgard’s Wrath ialah beberapa contohnya.

Dan Anda mungkin sudah tahu, Valve Corporation saat ini tengah mencurahkan perhatiannya untuk mengembangkan satu permainan VR raksasa, yaitu Half-Life: Alyx. Alyx merupakan game khusus virtual reality yang menjanjikan durasi bermain setara Half-Life 2, dengan konten dan dunia berskala besar demi mendorong pemain buat berjelajah. Lewat virtual reality, Valve bermaksud memperkenalkan formula gameplay baru berbasis controller motion Index.

Pengembangan Half-Life: Alyx sudah berlangsung cukup lama, dan para tester wajib menjaga kerahasiaan eksistensinya. Seorang tester bahkan telah terlibat proses pengujian selama 4,5 tahun. Beberapa individu seperti bos Xbox Phil Spencer juga diberikan kesempatan untuk mencicipinya lebih dulu sebelum game dirilis di bulan Maret nanti. Namun dengan premis yang begitu menarik, Spencer masih belum yakin game virtual reality seperti Half-Life: Alyx betul-betul diinginkan gamer.

Pernyataan tersebut diungkap sang bos Xbox pada wawancara bersama Stevivor terkait mengapa Xbox belum mengintegrasikan VR ke layanannya. Spencer bilang bahwa beberapa aspek di virtual reality terasa masih mengganjal. Menurutnya, VR mengisolasi pengguna padahal seharusnya permainan video bersifat komunal dan dapat dinikmati bersama-sama. Meski begitu, ia mengaku sangat menghargai upaya para pionir teknologi, dari mulai ahli AI, fisik, 3D, ray tracing, termasuk augmented dan virtual reality.

Spencer menyampaikan, dalam menghadirkan produk, Microsoft selalu berusaha merespons keinginan pelanggan dan sejauh ini gamer Xbox belum meminta produk VR. Mayoritas konsumen tahu jika mereka menginginkan konten virtual reality, ada platform lain yang lebih baik buat menyuguhkannya: PC. Kemudian dilihat dari sisi komersial, belum ada satu produsen perangkat VR pun yang mampu menjual produknya dalam hitungan jutaan unit.

Xbox dan VR sejauh ini punya hubungan yang tidak biasa. Dahulu sebelum Xbox One X resmi diumumkan, Microsoft sempat bilang bahwa performa hardware Project Scorpio (codename-nya saat itu) tidak kesulitan buat menopang headset virtual reality layaknya PC. Namun ketika dirilis, Xbox One X malah tidak dibekali dukungan ke HMD VR.

Dan dengan pernyataan Phil Spencer tersebut, ada dugaan kuat kompatibilitas ke VR kembali absen di unit Xbox next-gen. Kita tahu, Microsoft tengah mencurahkan perhatiannya untuk mengekspansi pengalaman bermain melalui pengembangan layanan cloud gaming. Sementara itu, Sony sebagai rival utamanya memilih buat tetap mempertahankan kapabilitas VR di PlayStation 5. PSVR ‘generasi pertama’ akan kompatibel dengan console anyar mereka.

Valve Umumkan Half-Life: Alyx, Game VR Blockbuster Pertamanya

12 tahun lebih berlalu sejak Half-Life 2: Episode Two dirilis. Mayoritas fans sudah menerima fakta bahwa Valve kemungkinan tidak akan meneruskan kisah petualangan Gordon Freeman dan membiarkannya menggantung begitu saja. Bukan hanya Half-Life, Left 4 Dead dan Dota bahkan berhenti di angka ‘dua’, dan hal ini memicu lelucon di kalangan gamer: Valve tampaknya takut dengan angka tiga.

Namun minggu ini terdengar kabar yang mengejutkan terkait seri Half-Life. Bukan, Valve tidak mengumumkan Half-Life 2: Episode Three. Yang mereka singkap adalah Half-Life: Alyx, permainan virtual reality kelas blockbuster perdananya. Untuk sekarang, developer belum menginformasikan akan seperti apa permainan ini. Detail mengenai Half-Life: Alyx rencananya diungkap di hari Kamis besok.

Hal menarik dari pengumuman Half-Life: Alyx adalah, Valve melakukannya lewat akun Twitter resmi (dan juga telah terverifikasi) yang baru mereka buat di bulan Juni kemarin. Berita mengenai Half-Life: Alyx merupakan tweet pertamanya. Ada peluang besar, lewat akun inilah developer akan menyingkap informasi mengenai permainan VR anyar mereka ke depannya.

Sedikit penjelasan untuk Anda yang kurang familier dengan Half-Life 2, Alyx, dan petulangan episodik setelahnya:

Half-Life 2 dilepas pada tahun 2004 sebagai sekuel dari permainan shooter yang menjadi debut Valve di industri gaming. Setelah proyek Half-Life 2 rampung, Valve masih berambisi untuk meneruskan petualangan sang tokoh protagonis, Gordon Freeman, namun dengan durasi pengembangan yang lebih singkat (pengembangan Half-Life 2 memakan waktu enam tahun). Akhirnya diputuskanlah, game Half-Life selanjutnya dirilis dalam bentuk episode.

Half Life 2: Episode One meluncur pada tanggal 1 Juni 2006, kemudian disusul oleh Episode Two di bulan Oktober 2007 sebagai bagian dari bundel The Orange Box (ditemani Portal, Team Fortress 2 dan Half-Life 2 orisinal). Sayangnya, Valve tidak bicara banyak mengenai Episode Three di tahun berikutnya dan permainan malah tak kunjung tiba. Di tahun 2011, game akhirnya diberi label vaporware – yaitu software/hardware yang keberadaannya sempat diumumkan ke publik tapi tak pernah diproduksi.

Lalu apa atau siapa itu Alyx? Alyx Vance adalah tokoh non-playable penting di Half-Life 2 serta Episode One dan Two. Alyx setia menemani Freeman dalam perjalanannya dan memperoleh banyak pujian dari media-media game internasional karena karakteristik yang non-mainstream. Selain tangguh, Alyx juga cerdas dan pintar berbicara. Banyak orang menganggap bahwa respons dan ucapan Alyx mewakilkan apa yang dirasakan gamer terhadap tiap kejadian di dunia permainan.

Saya menduga, Half-Life: Alyx akan mempersilakan Anda untuk pertama kalinya bermain sebagai sang NPC favorit. Pertanyaannya adalah, apakah game ini di-setting sebelum Alyx Vance bertemu Gordon Freeman atau malah akan melanjutkan petualangan yang terhenti di Episode Two? Pastinya, Half-Life: Alyx akan jadi game Half-Life pertama yang Valve luncurkan dalam kurun waktu satu dekade.

Via The Verge.