Video on Demand dan Penerimaannya oleh Masyarakat Indonesia

Ponsel pintar berhasil mengubah banyak hal, tidak hanya terkait aktivitas keseharian, juga pada preferensi seseorang dalam menikmati konten. Semuanya kini menjadi serba on demand, yang mengisyaratkan sebuah fleksibilitas dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan kriteria tertentu, pun demikian dengan layanan konten. Salah satu yang mulai populer saat ini adalah video on demand (VoD).

Layanan VoD sederhananya sebuah sistem penyampaian konten video online, versi premium dengan mekanisme pembayaran berlangganan atau berdasarkan apa yang ingin dilihat. Trennya saat ini hampir semua layanan VoD di Indonesia menjalin kerja sama khusus dengan perusahaan telekomunikasi, dijajakan sebagai keuntungan/bonus atas paket berlangganan internet yang telah dibayar setiap bulannya. Lantas, apakah VoD ini diminati oleh masyarakat Indonesia secara umum?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial bekerja sama dengan JakPat mengadakan sebuah survei terhadap 1037 pengguna ponsel pintar di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagian besar responden sudah memahami apa itu layanan VoD, paling banyak (51,21%) mendefinisikan sebagai konten video yang ditonton melalui medium internet, sebagiannya lagi (49,66%) mendefinisikan sebagai konten video yang dibayar berdasarkan judul apa yang dipilih.

Layanan VoD populer di Indonesia

Di Indonesia saat ini sudah ada beberapa layanan VoD, rata-rata yang memiliki persentase besar sebarannya dibarengkan dengan paket data sebuah provider, misal HOOQ dan Viu bersama Telkomsel, iflix bersama Indosat Ooredoo. Berikut untuk persentase daftar layanan VoD berbayar yang paling populer berdasarkan masukan dari responden survei:

Hasil Survei VoD 1

Dan berikut ini adalah persentase hasil survei untuk penggunaan layanan VoD yang dapat dinikmati secara gratis di internet:

Hasil Survei VoD 2

Dari survei juga mengungkapkan sebuah data, bahwa sebagian besar responden (sekitar 70%) menyadari benefit layanan VoD yang mereka dapatkan dari hasil berlangganan paket data seluler ataupun pemasangan layanan tv kabel atau sejenisnya. Dari situ mereka memutuskan untuk memanfaatkan layanan tersebut. Dan keberadaan model VoD ternyata cukup mempengaruhi kebiasaan responden dalam menyaksikan konten video. Sebagian besar kini lebih suka melalui perangkat ponsel dan komputer.

Hasil Survei VoD 3

Apakah pengguna VoD di Indonesia bersedia untuk membayar?

Kendati layanan seperti YouTube sudah menjadi bagian dari konsumsi harian pengguna ponsel pintar, lantas apakah mereka bersedia untuk membayar layanan VoD untuk konten-konten premium? Berbicara rentang harga, sebanyak 54,32% responden mengharapkan harga jual konten tidak melebihi dari Rp25.000, lalu di rentang Rp25.000 – Rp50.000 ada sekitar 28,90% responden yang merasa masih mau untuk membayar. Sedangkan untuk harga di atas itu hanya persentase minoritas responden yang bersedia membayar.

Hal tersebut dikarenakan memang lebih banyak pengguna yang lebih suka menonton layanan VoD gratis, pun demikian saat dibandingkan dengan alternatif kanal video lainnya.

Hasil Survei VoD 4

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa pendekatan yang dilakukan oleh pemilik layanan VoD dengan menggandeng dan membundel paket video dengan paket internet operator seluler menjadi langkah yang tepat. Pendekatan ke pengguna memang harus dilakukan secara bertahap, dengan mengenalkan seberapa eksklusif konten yang ada di VoD misalnya, sembari membuat ketertarikan semakin meningkat.

Di atas adalah beberapa cuplikan dari Video on Demand Survey 2017 yang telah dilakukan oleh DailySocial. Untuk mengunduh survei lengkap, dapat mengunjungi tautan berikut ini: klik di sini. Simak juga pembaruan berita tentang penyedia layanan VoD Indonesia di sini.

HOOQ Miliki Hampir Sejuta Pengguna di Indonesia

HOOQ, layanan video-on-demand (VOD), menargetkan jumlah pengguna di Indonesia sampai tahun depan dapat menyentuh angka 5 hingga 10 juta orang. Adapun posisi sekarang ini hampir mencapai angka satu juta pengguna. Target tersebut diharapkan bisa membawa Indonesia sebagai pengguna HOOQ terbanyak yang saat ini masih diduduki India.

Perlu diketahui, HOOQ baru menginjak enam bulan beroperasi di Indonesia. HOOQ pertama kali diluncurkan di India pada Mei 2015, kemudian secara berurutan tiba di Thailand dan Filipina. Singapura dan Vietnam disebutkan masuk ke pipeline negara berikutnya yang bakal disambangi.

Meski Indonesia adalah negara yang terakhir disambangi, namun persentase pertumbuhan pengguna yang pesat menjadikan HOOQ ingin bergerak agresif di pasar ini. Hal ini terlihat dari sejumlah rencana kerja sebelum menginjak usia pertamanya di Indonesia.

Dalam wawancara dengan DailySocial,CEO HOOQ Peter Bithos menerangkan Indonesia memiliki banyak kelebihan dibandingkan negara berkembang lainnya yang sudah HOOQ sambangi, termasuk jumlah pengguna smartphone yang terus meningkat, kualitas internet yang mulai membaik, partnership yang kuat dengan sejumlah perusahaan telekomunikasi, dan budaya orang Indonesia yang social media oriented.

HOOQ juga mengklaim memiliki data film Indonesia terbanyak dibanding layanan VOD lainnya. Hampir 70% dari 3596 film Indonesia ada di database HOOQ.

“Kami sangat optimis jumlah pengguna HOOQ di Indonesia akan menempati posisi pertama, mengalahkan India di 2017,” ujarnya, Senin (17/10).

Dalam waktu dekat, HOOQ siap menggelontorkan dana pemasaran agar layanan VOD ini bisa dikenal di seluruh Indonesia, salah satunya dengan meluncurkan iklan televisi.

“Ada tiga tujuan dari peluncuran TVC ini. Kami ingin menyasar keluarga Indonesia karena konten kartun kami yang cukup lengkap, bagaimana dampak HOOQ dalam kehidupan sehari-hari, dan mengapa harus berlangganan HOOQ. Kami ingin melakukan pendekatan tersebut secara emosional dengan menerbitkan TVC,” terang Ravi Prakash Vora, CMO HOOQ.

Umumkan layanan freemium

Sekaligus dalam rangka menjaring pengguna baru, HOOQ juga mengumumkan layanan tanpa iklan berbasis freemium. Pengguna yang sudah memakai layanan free trial HOOQ selama tujuh hari dapat berkesempatan menggunakan layanan tersebut untuk menonton episode pertama serial TV yang tersedia di database tanpa ada iklan yang bakal mengganggu mereka.

Bithos mengklaim layanan ini adalah pertama kalinya hadir di ASEAN. Pengguna yang tertarik dengan suatu serial TV lewat menonton episode pertamanya bisa dipastikan akan lebih mudah ditarik menjadi pelanggan tanpa harus mengunduh episode setiap serial secara ilegal.

“Kami bersemangat untuk memperkenalkan hybrid model ini karena memberikan keleluasaan kontrol kepada konsumen atas keputusannya sebelum menjadi pelanggan HOOQ.”

Menurutnya, hybrid model ini adalah hasil yang telah dilakukan oleh tim riset HOOQ selama setahun belakangan mempelajari pola konsumen dan bagaimana keinginan mereka terhadap layanan VOD.

“Kami percaya model ini adalah win win solution baik untuk konsumen dan bisnis kami sendiri. Kami jadi memiliki banyak kesempatan untuk re-engage konsumen setiap ada konten baru setelah masa free trial mereka berakhir.”

Lakukan redesign aplikasi

Tak sampai di situ, HOOQ juga menyiapkan tampilan aplikasi baru untuk smartphone yang siap didistribusikan merata pada pekan ini. Redesign aplikasi ini dilakukan karena hampir 80% pengguna HOOQ mengaksesnya dari smartphone. Tampilan baru HOOQ merupakan gabungan beberapa media sosial yang umumnya dipakai oleh pengguna, dari Facebook, Instagram, bahkan tampilan video yang bisa di-minimize seperti YouTube.

Ada fitur real time content feed yang cukup di-scroll, poster yang menarik seperti Instagram, bisa menyimpan konten dalam kolom favorit, melihat daftar film apa yang sudah ditonton oleh teman, fitur pencarian yang lebih mudah, dan wish-list.

Redesign ini bertujuan agar pengguna tidak memerlukan banyak klik. Kami mudahkan seluruh fitur, bahkan untuk menonton film hanya butuh satu klik saja.”

Ke depannya, HOOQ akan menambahkan fitur baru seperti parental control.

“Kami tahu sebagian besar pengguna HOOQ mengaksesnya lewat smartphone, jadi ini hal yang natural bila kami memutuskan ingin menambah kualitas layanan situ. Banyak fitur yang lebih user friendly guna menambah experience pengguna jadi lebih baik dan ada fitur lainnya siap menyusul untuk smartphone,” pungkas Guntur Siboro, Country Head HOOQ Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

HOOQ Mengklaim sebagai Layanan “Video-On-Demand” dengan Film Indonesia Terbanyak

April 2016 silam layanan video-on-demand (VOD) HOOQ dari Singtel, Sony Pictures Television, dan Warner Bros secara resmi hadir di Indonesia. Meski masih baru, tetapi HOOQ sudah bergerak dengan agresif dan mengklaim sebagai layanan VOD dengan basis data film Indonesia paling banyak. Total, hampir 70 persen dari sekitar 3.596 film Indonesia yang sudah dibuat diklaim ada dalam layanan HOOQ.

Country Manager HOOQ Indonesia Guntur Siboro mengatakan, “Film Indonesia itu jumlahnya sekarang mencapai 3000-an [lebih dari 3.596]. Dari 3.000-an itu, hampir 70 persen ada di library HOOQ. Jadi, saya tidak tahu dengan yang lain, [tetapi] kami bisa klaim HOOQ itu terbesar untuk film Indonesia. […] Film asingnya comparable lah dengan yang lain. Ada film yang kami punya mereka tidak dan begitu juga sebaliknya.”

Lebih jauh, Guntur juga mengungkap bahwa selama kurang lebih tiga bulan beroperasi di Indonesia pihaknya juga terus menambah jaringan kemitraan. Seperti yang diketahui, HOOQ telah menjalin kemitraan dengan Tri, Indosat Ooredoo, dan juga Smartfren tidak lama setelah peluncuran perdananya.

Paling baru, kini HOOQ juga telah menjalin kerja sama dengan Indihome melalui Indihome Store untuk pembelian voucher berlangganan HOOQ selama satu bulan. Selain itu, HOOQ juga menjalin kerja sama dengan Telkomsel melalui skema bundling untuk Telkomsel simPATI Entertainment.

Guntur mengatakan,

“Entertainment itu tidak bisa dimonopoli oleh satu pihak, jadi kami welcome terhadap kompetisi karena menurut kami layanan lah yang akan membuktikan yang mana yang akan akan diterima. Harga pasti bisa bersaing, […] itu pasti akan terjadi. Tapi, menurut saya industri ini [industri kreatif dan film] kalau mau berkembang harus [memiliki] sustainable pricing. Bagaimana Anda bisa memproduksi sebuah konten kreatif kalau tidak ada revenue-nya?”

“Memang ini perlu waktu untuk proses edukasi, tetapi dengan [skema] bundle proses edukasi akan lebih cepat. […] Sampai saat ini sudah ada 300.000-an orang yang mencoba [layanan HOOQ], mengunduhnya dan mencobanya selama tujuh hari [free trial],” kata Guntur.

Beberapa rencana HOOQ di Indonesia

Di samping menambah konten dan kemitraan, Guntur juga mengungkap beberapa rencana lainnya yang sedang disiapkan oleh HOOQ. Beberapa di antaranya adalah pengembangan fitur parental control , peningkatan UI/UX untuk menyesuaikan perilaku pengguna di Indonesia, dan juga tidak menutup kemungkinan untuk memproduksi dan meluncurkan konten eksklusifnya sendiri.

Guntur mengatakan, “Dengan menjadi bagian dari salah satu pilihan distribusi, itu akan membuat industrinya [film] bergerak. […] Kami menjadi saluran [distribusi film] baru, secara tidak langsung membantu restorasi film [ke digital], dan kami juga tengah mengeksplorasi untuk produksi bersama orang lain. Belum bisa disclosed dengan siapa saja […] mungkin ke depan namanya akan jadi HOOQ original atau semacam itu.”

Sementara itu untuk fitur parental control, Guntur menjelaskan bahwa pengembangan fitur ini dilakukan untuk memenuhi permintaaan dan menghilangkan kekhawatiran pengguna terhadap konten yang tidak sesuai. Sejauh ini HOOQ sendiri hanya menerapkan proses self censorship pada tiap konten film yang dihadirkannya.

Sebagai informasi, dalam hasil survei yang diungkap oleh Nusaresearch, HOOQ adalah salah satu layanan VOD paling populer di Indonesia yang menempati peringkat keempat. Di samping itu, HOOQ juga menjadi pilihan utama sebagai “jalan tengah” para penikmat layanan VOD yang ingin beralih layanan dengan persentase mencapai 48,3 persen.

Application Information Will Show Up Here

UseeTV, Netflix dan HOOQ Terpantau sebagai Layanan Video On-Demand Paling Populer dan Berpotensi

Dewasa ini video on-demand (layanan video streaming berlangganan) cukup hangat menjadi perbincangan di ranah dunia maya. Diawali gaungnya dari kehadiran Netflix dan isu pemblokirannya, disusul oleh kehadiran pemain lain seperti Iflix, HOOQ dan terakhir ada CatchPlay. Sebenarnya tidak hanya itu, karena tren di Indonesia provider internet sudah membungkus layanan TV Kabel untuk akses ke layanan video on-demand di layanannya, seperti IndiHome dengan UseeTV, FirstMedia dengan First Media GO dan MNC Play Media. Lalu sebenarnya bagaimana penerimaan brand video on-demand oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini?

Layanan on-demand hadir bersamaan dengan makin tingginya kebergantungan masyarakat dengan layanan berbasis internet. Kendati belum merata secara keseluruhan, akses broadband berkualitas baik sudah mulai meluas. Setidaknya fixed broadband dan 4G LTE mendorong berbagai layanan seperti video on-demand makin yakin untuk menggali pangsa pasar di Indonesia. Nusaresearch beberapa waktu lalu mencoba menggali tentang popularitas layanan video on-demand di masyarakat Indonesia. Mengusung 1.200 sampel responden, dengan berbagai latar belakang, berikut hasil temuan dari Nusaresearch.

Layanan populer vs layanan yang memiliki jangkauan luas

Salah satu fokus dari riset adalah penemuan Popular Brand Index (PBI). Dari tabel yang dirilis menguak persentase yang cukup unik, yakni dua besar dengan persentase tertinggi diraih oleh UseeTV (32,8 persen) dan Netflix (24,2 persen).

Laporan Nusaresearch seputar pasar video on-demand Indonesia
Laporan Nusaresearch seputar pasar video on-demand Indonesia

Di antara beberapa layanan video on-demand lain, Netflix memang yang sudah cukup populer dari sisi brand, meskipun dari sisi kehadiran di Indonesia juga masih sangat baru. Sedangkan UseeTV sudah menjadi bagian dari bundling layanan IndiHome, yang memiliki jangkauan terluas, karena dimiliki oleh penguasa broadband di tanah air. Menarik karena jaringan Telkom sendiri memblokir akses Netflix, dan Netflix tergolong masih niche di pasar Indonesia. Namun persentasenya justru tidak kalah terlampau jauh ketimbang pemain lain.

Banyaknya pilihan membuat pengguna mulai beralih dan beradaptasi

Dari total sampel yang ada, 42,6 persen di antaranya ternyata hendak beralih ke layanan lain dari layanan video on-demand yang kini digunakan. Sebagian besar justru tertarik mencoba HOOQ. Sehingga membuat persentase pengguna UseeTV dan Netflix bisa jadi sangat imbang. Pemilihan HOOQ bukan tanpa dasar, selain bebas dari hambatan pemblokiran, variasi konten di dalamnya lebih banyak.

Simpelnya saat orang ingin memilih UseeTV tapi kontennya kurang luas, memilih Netflix tapi broadband yang dipakai tidak dapat mengakses, maka HOOQ adalah jalan tengah.

Laporan Nusaresearch seputar pasar video on-demand Indonesia
Laporan Nusaresearch seputar pasar video on-demand Indonesia

Hal yang juga banyak dipertimbangkan oleh pengguna adalah terkait kemudahan untuk menjamah layanan di perangkat mobile, termasuk bagaimana sistem pembayaran langganannya. Pemain seperti HOOQ sudah mulai intend mendekati berbagai operator seluler di Indonesia, guna memudahkan pengguna melakukan pembayaran melalui jasa operator (umumnya dengan potong pulsa).

Pengguna HOOQ di Indonesia Kini Bisa Berlangganan Paket Mingguan

HOOQ, layanan video on-demand yang bulan April lalu meresmikan kehadirannya di Indonesia, memperkenalkan mekanisme berlangganan untuk jangka waktu mingguan, atau disebut dengan sachet pricing. Dipatok dengan harga mulai dari $ 1,4 (atau Rp 18.700), langganan mingguan saat ini dikhususkan untuk konten Hollywood. Paket mingguan ini baru tersedia untuk pelanggan di Indonesia dan merupakan layanan sachet pricing pertama dari HOOQ.

CEO HOOQ Peter Bithos dalam pernyataannya mengatakan:

“Kami memahami tantangan dari pasar di negara berkembang dan kami ingin setiap orang bisa mendapatkan akses untuk hiburan yang luar biasa. Harga mingguan dirancang semata-mata untuk tujuan tersebut dan kami berharap sekarang banyak orang yang dapat terhibur dengan harga yang cocok untuk mereka. Dengan pilihan harga mingguan, kini pelanggan akan lebih mudah untuk mengakses HOOQ.”

Indonesia dengan jumlah pengguna smartphone yang besar dan penetrasi jaringan LTE yang semakin luas menjadi pangsa pasar yang sangat potensial untuk layanan video on-demand HOOQ. HOOQ juga telah mengumumkan kemitraan carrier billing dengan semua operator lokal untuk mempermudah pengguna dalam bertransaksi di layanannya.

HOOQ pun telah menggandeng Telkomsel untuk men-bundle HOOQ dalam paket Simpati Entertainment.

Saat ini pesaing langsung HOOQ di Indonesia adalah Netflix dan iflix. iflix meluncur di Indonesia menggandeng operator plat merah, Telkom, dan kemudian Indosatooredoo. Netflix sendiri sampai saat ini justru masih diblokir jaringan ISP Telkom Group, namun CEO-nya mengisyaratkan tidak peduli.

Application Information Will Show Up Here

HOOQ Resmikan Kemitraan dengan Tri, Indosat Ooredoo, dan Smartfren

Layanan video on-demand HOOQ hari ini mengumumkan kemitraan dengan Tri, Indosat Ooredoo dan Smartfren. Sebelumnya pengguna HOOQ, saat peluncurannya di Indonesia 14 April lalu, sudah bisa langsung menggunakan pulsa di jaringan Telkomsel dan XL Axiata untuk membayar biaya berlangganan bulanannya.

Nantinya perjanjian berlangganan antara HOOQ dengan Tri Indonesia dan Indosat Ooredoo akan langsung tersedia untuk semua pelanggan seluler prabayar per akhir April, sedangkan dengan Smartfren di bulan Juni. Pelanggan dapat mengakses HOOQ untuk menonton film-film Indonesia, Asia dan Hollywood dengan biaya berlangganan Rp 49.500 per bulan tanpa memerlukan kartu kredit.

“Kemampuan berinteraksi merupakan pusat dari ekosistem digital. Kemitraan antara HOOQ dengan Hutchison 3 Indonesia, Indosat Ooredoo dan Smartfren akan memungkinkan jutaan penggemar film dan serial TV di Indonesia mengakses layanan video on-demand terbesar di Asia hanya melalui HOOQ,” kata Chief Executive Officer HOOQ, Peter Bithos.

Dari sisi mitra, Chief Sales Marketing Officer Tri Dolly Susanto mengungkapkan, “Kami sangat antusias bermitra dengan HOOQ yang memberikan pelanggan kami akses mobile untuk film-film Indonesia dan Asia. Kami optimistis bahwa layanan video on-demand ini akan memperoleh respons positif dari pelanggan kami mengingat teknologi 4G kini sudah tersedia di jaringan kami, dan 80% dari pelanggan kami adalah pengguna data pada smartphone dan perangkat mobile lainnya.”

Hal serupa juga ditegaskan oleh Alexander Rusli, Presiden Direktur & CEO Indosat Ooredoo. Ia mengatakan, “Kami sangat bangga dapat bermitra dengan HOOQ untuk memberikan pengalaman digital video-on-demand. Kemitraan ini akan memungkinkan pelanggan Indosat Ooredoo untuk menikmati film favorit mereka dengan lebih mudah, lebih cepat dan sebagian besar hal itu karena didukung oleh sistem penagihan operator yang akan memudahkan pembayaran berlangganan melalui paket prabayar dan pascabayar.”

Untuk Smartfren, perjanjian baru akan dimulai akhir Juni 2016 mendatang. Senior Vice President Digital Service Smartfren Revie Sylviana menegaskan, “Smartfren selalu berkomitmen memberikan layanan terbaik di Jaringan 4G/LTE sehingga dapat memberikan pengalaman terbaik kepada pelanggan. Dengan menggabungkan cakupan Jaringan 4G/LTE kami di Indonesia dan layanan video on-demand dari HOOQ, pelanggan akan menikmati streaming film tanpa tersendat.”

Ingin mencoba layanan Hooq? Baca artikel cara bikin akun HOOQ di sister site kami, Trikinet.

Layanan Video-On-Demand HOOQ Resmi Hadir di Indonesia

Satu lagi layanan video-on-demand hadir di Indonesia. HOOQ, startup yang didirikan pada bulan Januari 2015 oleh Singtel, Sony Pictures Television, dan Warner Bros ini secara resmi hari ini mengumumkan kehadirannya dalam acara temu media di Potato Head Garage Jakarta. Indonesia merupakan negara ke empat yang disambangi oHOOQ, setelah Filipina, Thailand, dan India.

Selain menawarkan pilihan serial televisi dan film Hollywood, HOOQ menyebutkan juga menghadirkan lebih dari 1000 pilihan film Indonesia dan 6000 serial televisi Indonesia. Selain pilihan subtitel bahasa Inggris, HOOQ juga dilengkapi dengan subtitel bahasa Indonesia yang dibuat secara khusus oleh tim HOOQ di Indonesia.

“Dengan misi membawa sejuta cerita untuk semua orang Indonesia, kami berupaya untuk mengubah cara masyarakat Indonesia mendapatkan hiburan dari layanan video-on-demand terbesar di Asia,” kata CEO HOOQ Peter Bithos.

Saat ini HOOQ sudah bisa diakses di desktop, mobile site, aplikasi di platform Android dan iOS, dekoder dan smart TV melalui Google Chromecast. HOOQ menyediakan lebih dari 35 ribu jam film-film Hollywood dan program lokal populer untuk pengguna, baik secara streaming maupun diunduh ke perangkat pengguna.

“Saat ini HOOQ memiliki kantor representative di Jakarta dan tim development di Bandung. Kami menyadari sebagai perusahaan digital asing di Indonesia, eksistensi menjadi hal yang penting. Untuk itulah kami hadirkan kantor perwakilan HOOQ di Indonesia,” kata Country Head HOOQ Indonesia Guntur S Siboro.

Kehadiran Guntur, yang sudah tidak asing lagi di industri digital Indonesia, di jajaran manajemen HOOQ diharapkan bisa menciptakan kolaborasi yang positif dengan pemerintah dan mitra lokal. Sebelumnya Guntur sempat menjabat sebagai CMO Indosat dan memimpin perusahaan televisi berbayar Aora TV.

Mengedepankan konten-konten lokal, saat ini HOOQ telah bermitra dengan sejumlah mitra lokal di Indonesia, seperti 13 Entertainment, MNC Contents, Multivision Plus, dan Transmedia. HOOQ juga akan menghadirkan secara eksklusif sejumlah film FTV dan serial TV pada saat peluncurannya, di antaranya adalah film box office Indonesia Surat dari Praha akhir April mendatang.

“Untuk ke depannya diharapkan HOOQ bisa menjadi outlet yang terlengkap untuk semua film Indonesia yang saat ini semakin sulit untuk diakses, terutama film-film klasik yang dulu sempat menjadi favorit. Dengan hadirnya HOOQ, semua bisa dinikmati bersama,” kata Guntur.

Pendaftaran dan sistem pembayaran

Untuk memastikan HOOQ bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat Indonesia, HOOQ bekerja sama dengan semua penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia, yaitu Telkomsel, XL, Indosat Ooredoo, Smartfren dan Hutchinson 3 Indonesia dalam skema carrier billing. Harga yang ditawarkan untuk berlangganan HOOQ adalah Rp 49.500 per bulan dan Rp 18.700 per minggu.

“Ketika pengguna telah melakukan pendaftaran dan memiliki akun HOOQ, secara otomatis akan mendapatkan akses gratis selama 7 hari. Usai dari masa percobaan akan ditawarkan pilihan pembayaran melalui operator yang digunakan atau melalui pembayaran kartu kredit,” kata Guntur.

Dengan menggunakan adaptive streaming technology, pengguna dapat memaksimalkan bandwidth jaringan yang tersedia. Fitur-fitur yang ditawarkan di antaranya pengaturan kualitas gambar dan indikator yang menganalisis konektivitas jaringan internet. Selain itu pengguna juga dapat mengunduh maksimal 5 film yang kemudian bisa dinikmati secara offline di desktop dan aplikasi.

“Pilihan mengunduh tersebut tentunya akan menjadi hal yang menarik dan diharapkan bisa menjadi pilihan favorit pengguna HOOQ. Nantinya di mana pun dan kapan pun tanpa adanya koneksi pengguna bisa menikmati tayangan film favorit,” kata Guntur.

Terkait dengan isu sensor atau film-film yang dinilai terlalu vulgar, tim HOOQ Indonesia akan melakukan penyaringan secara internal terhadap konten film yang dihadirkan selain itu jika diperlukan. HOOQ juga akan menampung semua rekomendasi atau masukan dari pengguna.

“Dengan kehadiran tim Indonesia diharapkan pengguna bisa menggunakan HOOQ setiap harinya, dan kami pun akan selalu melakukan pembaruan terhadap konten secara berkala,” kata Guntur.

Kehadiran HOOQ di Indonesia akan bersaing secara langsung dengan Netflix yang sudah hadir sejak bulan Januari 2016 dan iflix yang segera hadir menggandeng UseeTV Telkom.

Application Information Will Show Up Here

iflix Segera Melenggang ke Indonesia Melalui UseeTV

Di sela-sela permasalahan antara IndiHome (Telkom) dan MNC Group soal siaran beberapa stasiun televisi, Direktur Consumer Telkom Dian Rachmawan mengungkapkan bahwa sebagai ganti tidak ditayangkannya konten milik MNC Group, UseeTV akan menambah beberapa konten baru, salah satunya konten milik iflix.

iflix sendiri merupakan salah satu layanan video on demand yang akan masuk ke pasar Indonesia. Untuk mempertegaskan ekspansi ke pasar Indonesia, iflix sudah mengantongi pendanaan Seri B senilai hampir 600 miliar Rupiah, dengan konglomerat media EMTEK menjadi salah satu investornya.

Konfirmasi bahwa iflix akan masuk ke Indonesia bekerja sama dengan pihak UseeTV menarik untuk disimak karena sebelumnya Telkom telah memblok akses Netflix yang dianggap “tidak mau” bekerja sama dengan Telkom. Belum ada konfirmasi apakah UseeTV adalah satu-satunya partner lokal yang digandeng iflix saat memasuki Indonesia.

Telkom mengisyaratkan akan membuka memblokir layanan Netflix lagi jika  bersedia bekerja sama dengan Telkom, contoh usaha “menekan” pihak asing yang ingin memasuki pasar Indonesia. Kini, dengan pemerintah segera mewajibkan pembentukan Bentuk Usaha Tetap (BUT) untuk setiap layanan OTT asing yang ingin beroperasi di Indonesia, menjalin kemitraan lokal, seperti yang dilakukan iflix, menjadi hal yang logis.

Langkah menggandeng partner lokal tampaknya juga akan diambil layanan video on demand lain, HOOQ. Layanan yang digagas Grup SingTel ini juga bakal meluncurkan layanan di Indonesia dalam waktu dekat. Kabarnya HOOQ bakal menggandeng Telkomsel sebagai partner lokal untuk memuluskan kehadirannya di Indonesia.

Mengenai strategi partner lokal ini, yang paling dikhawatirkan adalah adanya pembatasan akses. Misalnya suatu layanan bekerja sama dengan Grup Telkom, bisa saja nanti akses layanan tersebut hanya bisa dilakukan secara eksklusif melalui jaringan seluler grup tersebut. Ruang untuk memilih layanan terbaik dipersempit, belum lagi isu mengenai netralitas internet.

Dengan potensi pengguna internet yang besar dan infrastruktur yang semakin bagus, berbagai layanan video on demand memasuki Indonesia tahun ini. Kita lihat mana yang menawarkan konten yang paling menarik, skema berlangganan paling kompetitif dan, tentu saja, paling mengerti selera lokal.

Bukan HOOQ dan iflix, Netflix Lebih Dulu Masuk Indonesia

Di luar dugaan, layanan streaming video global Netflix memasukkan Indonesia ke dalam ekspansinya ke 130 negara baru hari ini. Sebelumnya HOOQ dan iflix, dua layanan serupa yang fokus di pasar Asia Pasifik, juga membidik Indonesia tahun ini. Tahun 2016 ini Indonesia bakal dimanjakan oleh layanan streaming serial TV dan film secara legal. Pada akhirnya, yang menjadi pertanyaan apakah layanan seperti ini bakal membantu menekan angka pembajakan.

Kehadiran Netflix di Indonesia cukup mengejutkan karena sebelumnya Netflix menyebutkan kehadirannya di Asia Tenggara hanya akan fokus di Singapura. Netflix hadir dengan tiga paket berlangganan yang semuanya hanya bisa dibayar melalui kartu kredit. Selain mendaftar langsung ke situsnya, konsumen bisa berlangganan melalui iTunes dan Google Play.

Secara umum, konten Netflix di Indonesia, seperti halnya di negara-negara lain, belum selengkap konten Netflix versi Amerika Serikat. Cukup banyak serial TV dan film yang belum tersedia di sini, mungkin isu dengan distribusi dan hak cipta. Kami juga belum tahu apakah siarannya sudah menyesuaikan dengan standar sensor di Indonesia.

Layanan seperti Netflix bukan ditujukan untuk bersaing dengan bioskop, melainkan dengan layanan TV kabel, DVD, blu ray, dan layanan digital, seperti iTunes dan Google Play.

Apa arti kehadiran Netflix di Indonesia? Ada dua faktor yang kami lihat di sini. Pertama, sebagai layanan streaming video terbesar, Netflix bakal mendorong edukasi pemanfaatan konten legal dengan biaya yang relatif cukup terjangkau.

Dibandingkan konten di iTunes dan Google Play Movies, atau bahkan DVD dan blu ray sekalipun, biaya Rp 109 ribu sebulan (paket paling murah) akan dirasa ekonomis jika konsumen terbiasa mengkonsumsi lebih dari 5 judul film atau serial TV sebulannya. iflix dan HOOQ, jika nanti sudah tersedia, tidak perlu lagi menjelaskan model bisnisnya karena Netflix sebagai role model sudah tersedia di sini.

Kedua, di sisi kompetisi, kehadiran Netflix bakal membuat HOOQ dan iflix lebih kreatif untuk menarik pelanggan mengingat jangkauan layanan dua perusahaan ini tidak sebesar Netflix. Mereka harus dan bakal memanfaatkan dua keunggulan yang dimiliki, yaitu pemahaman terhadap selera lokal dan kerja sama dengan operator telekomunikasi lokal untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan menggunakan kartu kredit.

Secara umum, kehadiran layanan streaming seperti ini memberikan alternatif yang layak bagi konsumen. Setelah pasar musik yang sudah “diganggu” oleh berbagai layanan streaming berharga terjangkau, kini konsumen Indonesia memiliki pilihan legal untuk konten berbasis video.

Hambatan

Seperti halnya segmen musik, film dan serial TV memiliki musuh bersama, yaitu pembajakan. Berbeda dengan layanan streaming musik yang bisa mengakomodir layanan gratis dengan skema model bisnis berbasis iklan, agak susah memberikan perlakuan serupa untuk layanan streaming video. Model bisnis yang selama ini diadopsi siaran televisi tidak bisa dikopi mentah-mentah oleh layanan streaming.

Ada banyak hambatan yang menghadang layanan seperti ini. Belum luasnya adopsi Internet berkecepatan tinggi, belum tingginya penggunaan kartu kredit, dan rendahnya pemahaman untuk mengadopsi konten legal merupakan PR bagi Netflix, iflix, dan HOOQ supaya bisa bertahan lama di Indonesia, dan negara-negara berkembang lainnya. Pun masih menjadi pertanyaan apakah konten-konten yang dihadirkan oleh layanan seperti ini sudah sesuai dengan selera konsumen lokal.

Kita tunggu apakah masyarakat bakal menyambut baik layanan seperti ini dan mengurangi ketergantungan terhadap konten ilegal. Setidaknya, kini kita punya pilihan.

VOD Streaming Platform Iflix Will Enter Indonesia by End of The Year

Video on demand (VOD) streaming service Iflix announced its first 100 thousand users only six weeks after it was launched in Malaysia and the Philippines. The service plans on entering Thailand and Indonesia before the end of this year. For the next five years, Iflix targets to have more than 20 million users. Continue reading VOD Streaming Platform Iflix Will Enter Indonesia by End of The Year