Intel Demonstrasikan Prototipe Google Daydream yang Dapat Menjalankan Game untuk HTC Vive

Bulan Juni lalu, Intel memodifikasi VR headset HTC Vive menjadi wireless. Namun Intel rupanya tidak puas dengan satu ide saja guna mewujudkan tren wireless VR. Baru-baru ini, giliran Google Daydream View yang mereka utak-atik hingga bisa menjalankan game dari platform SteamVR.

Daydream yang berbasis smartphone memang sudah masuk kategori wireless, akan tetapi ketergantungannya dengan smartphone membuatnya tidak mampu menjalankan konten yang lebih berat, macam yang dikembangkan untuk HTC Vive. Intel membuktikan kalau anggapan itu salah.

Mereka pun menunjukkan sebuah Google Daydream yang berpenampilan agak nyeleneh. Di dalamnya memang terpasang ponsel Google Pixel, tapi di bagian depannya ada sebuah Vive Tracker yang menancap. Melengkapi semua itu adalah sepasang controller milik HTC Vive.

Tim Wareable yang mencobanya langsung lalu menjalankan game VR eksperimental karya Valve sendiri yang berjudul The Lab. Game ini bukannya dijalankan oleh ponsel yang terpasang, melainkan di-stream dari sebuah PC di dekat area demonstrasinya via Wi-Fi.

Intel turns Daydream into Wireless VR

Kualitas grafiknya memang tidak sebagus yang kita bisa dapati pada Vive yang tersambung langsung ke PC, dan perwakilan Wareable juga menjumpai problem latency meski tidak sampai membuatnya merasa mual. Terlepas dari itu, tracking headset dan kedua controller-nya masih bisa berjalan dengan lancar.

Rahasianya terletak pada pembagian kerja antara smartphone dan PC. Hampir semua pemrosesan ditangani oleh PC, sedangkan smartphone yang terpasang bertugas untuk menerapkan teknik timewarp, memproyeksikan ulang grafik yang di-render berdasarkan pergerakan kepala guna mengurangi latency.

Intel memang tidak punya rencana pasti akan kelanjutan dari ide ini. Pun begitu, ke depannya bukan tidak mungkin konsep ini dapat diterapkan, sehingga pada akhirnya VR bisa lebih menyebar luas karena konsumen tidak harus membayar terlalu mahal untuk HTC Vive; mereka bisa sekadar membeli headset Daydream, base station dan controller untuk menikmati konten SteamVR.

Sumber: Wareable.

Game VR Action Persembahan MSI Ini Mengusung Latar Belakang ‘di Dalam’ Motherboard

Setelah kartu grafis dan prosesor, motherboard ialah komponen yang selanjutnya dipertimbangkan user saat merakit PC. Tapi karena khalayak awam menganggapnya tidak memengaruhi performa secara langsung, hardware ini sering tak diprioritaskan. Produsen sudah lama mengedukasi konsumen mengenai pentingnya motherboard, dan kali ini MSI mencoba meningkatkan awareness dengan cara yang unik.

Sebagai salah satu produsen motherboard tertua di dunia, MSI selalu berupaya memenuhi permintaan user dan berusaha untuk selalu menciptakan tren baru. Perusahaan asal Taiwan itu juga sadar bahwa sekedar menyebutkan rangkaian fitur saat memasarkan motherboard tak lagi menarik. Solusinya, Micro-Star International mempromosikan motherboard mereka melalui game berjudul MSI Electric City: Core Assault.

Core Assault 4

Core Assault tentu saja bukan permainan video biasa. MSI telah lama mencurahkan perhatian mereka untuk mendukung pengembangan ekosistem virtual reality. Dan elemen tersebut menjadi basis dari MSI Electric City: Core Assault. Sederhananya, Core Assault adalah game VR ber-genre shoot ’em dengan gaya arcade, disugukan melalui Steam VR buat headset HTC Vive. Permainan mengambil latar belakang di ‘kota motherboard‘.

Core Assault 5

Diklaim menyajikan ‘pengalaman virtual reality paling realistis’, MSI Electric City: Core Assault menugaskan Anda jadi pilot pesawat futuristis untuk melindungi kota motherboard dari invasi. Core Assault adalah penerus sekaligus versi interaktif dari ‘seated VR experience‘ MSI Electric City yang dirilis di tahun 2016 (kabarnya sudah diunduh oleh lebih dari 70 ribu user Steam).

Core Assault 1

Gameplay Core Assault mengombinasikan elemen bullet hell dan tower defense. Pesawat dikendalikan langsung via motion controller HTC Vive, dan Anda bisa mengubah posisi kamera dengan gerakan kepala. Permainan ini dibangun menggunakan engine Unreal 4, dikembangkan oleh developer third-party spesialis VR asal Taiwan, Hyperbot.

Core Assault 2

Sebagai game arcade sekaligus tech demo yang bisa dinikmati tanpa perlu membayar, konten Core Assault memang tidak sekaya Elite: Dangerous atau Star Trek: Bridge Crew. Namun permainan ini bisa jadi alat benchmark untuk menguji kemampuan PC Anda dalam menjalankan virtual reality. Kebutuhan hardware-nya juga tidak terlalu tinggi, MSI hanya merekomendasikan prosesor Intel i5-4590, kartu grafis GeForce GTX 970, RAM 8GB, dan storage sebesar 2GB.

Core Assault menyimpan dua mode permainan, tiga tipe musuh, empat jenis power up, memiliki sistem leaderboard lokal, serta didukung efek suara dan musik orisinal kreasi Hyperbot. MSI Electric City: Core Assault bisa Anda unduh dan mainkan di Steam.

Sumber: MSI.

Rockstar Akan Hadirkan L.A. Noire di Nintendo Switch, PS4, Xbox One dan HTC Vive

Grand Theft Auto dan Red Dead Redemption akan muncul di pikiran Anda ketika nama Rockstar disebutkan, tapi dalam beberapa tahun terakhir, sang publisher juga sempat melepas game yang tidak ada duanya. Satu contoh yang mungkin sulit gamer lupakan ialah L.A. Noire, permainan action-adventure open-world bertema detektif kreasi dari Team Bondi.

Terlepas dari berbagai pujian dan kesuksesan komersial yang L.A. Noire dapatkan, kontroversi terkait buruknya lingkungan kerja membuat tim gagal mematangkan proyek baru. Akhirnya developer asal Australia itu berhenti beroperasi dan terpaksa membatalkan produksi permainan Whore of the Orient. Tapi Rockstar Games tahu L.A. Noire merupakan game yang sangat unik, dan memutuskan untuk menghadirkannya lagi di platform permainan modern.

L.A. Noire

Lewat News Wire, Rockstar Games mengumumkan rencana untuk meluncurkan L.A. Noire di Nintendo Switch, PlayStation 4, Xbox One, serta HTC Vive. Versi console current-gen menawarkan konten serupa, membawa Anda berkunjung kembali ke jantung kota Los Angeles di era 1940-an. Di sana, Anda akan memandu detektif Cole Phelps memecahkan kasus-kasus kriminal, dari mulai pembunuhan, narkotik hingga pembakaran.

Selain menyuguhkan gameplay open-world non-linier, aksi kejar-kejaran di jalan raya dan baku tembak, salah satu bagian paling unik di L.A. Noire adalah sesi wawancara serta interogasi saksi atau tersangka. Anda ditantang untuk menebak apakah sesorang berbicara jujur atau berbohong lewat raut wajah. Penyajiannya bisa sangat realistis karena pemanfaatan teknologi MotionScan dari Depth Analysis.

Untuk HTC Vive, Rockstar memberinya judul L.A Noire: The VR Case Files. Versi ini tidak menyajikan formula free roam, tapi difokuskan pada bagian pemecahan kasus. The VR Case Files menyimpan tujuh misi utama, dibangun secara spesifik demi menghidangkan pengalaman virtual reality yang interaktif.

Lalu buat Nintendo Switch, Rockstar memastikan game bisa mendukung penuh Joy-Con beserta fitur-fitur di sana seperti kendali gesture, HD rumble, turut memanfaatkan sensor gyroscope serta input layar sentuh. Perspektif juga dimodifikasi, menggunakan sudut kamera di atas bahu (over-the-shoulder).

L.A Noire di Switch, PlayStation 4 dan Xbox One sudah dilengkapi segala DLC yang pernah dirilis. Versi PS4 dan Xbox One akan memberikan Anda konten berkualitas visual FHD, lalu game juga siap mendukung resolusi 4K khusus pemilik Xbox One X dan PS4 Pro.

Empat versi L.A Noire ini rencananya akan dirilis pada tanggal 14 November 2017. Rockstar sama sekali tidak membahas eksistensi dari edisi Windows-nya, namun gamer PC dapat membelinya di Steam sekarang juga.

Akhir Tahun, Trio Game Andalan Bethesda Melenggang ke Virtual Reality

Kabar gembira bagi para pemilik HTC Vive dan PlayStation VR. Akhir tahun ini, mereka dapat menikmati persembahan istimewa dari Bethesda. Tidak tanggung-tanggung, pencipta seri The Elder Scrolls itu bakal meluncurkan tiga game andalannya sekaligus dalam versi virtual reality.

Diumumkan di event E3 2017, ketiga game tersebut adalah Skyrim VR, Fallout 4 VR dan Doom VFR – huruf “F” yang terselip di situ mempunyai kepanjangan yang sama dengan di senjata BFG pada Doom. Ketiganya merupakan game bersifat standalone dan harus dibeli secara terpisah dari versi standarnya.

Versi VR ini juga bukan sebatas demo yang terdiri dari segelintir chapter saja. Skyrim VR dipastikan mengemas konten yang sama kolosalnya seperti versi standarnya, demikian juga untuk Fallout 4 VR – meski sejauh ini belum ada omongan apakah deretan DLC-nya juga termasuk. Khusus untuk Doom VFR, kontennya memang lebih sedikit dari versi regulernya, tapi banderol harganya memang lebih murah dari yang lain.

Fallout 4 VR

Yang akan hadir lebih dulu adalah Skyrim VR di PSVR mulai 17 November, dengan banderol $60. Menyusul pada tanggal 1 Desember adalah Doom VFR untuk PSVR sekaligus HTC Vive seharga $30. Terakhir, Fallout 4 VR akan tersedia seharga $60 mulai 12 Desember, tapi khusus untuk HTC Vive saja.

Anda mungkin heran kenapa nama Oculus Rift tidak disebutkan sama sekali dari tadi. Well, trio game VR ini bisa dipastikan bakal absen dari platform kepunyaan Facebook tersebut dikarenakan sengketa yang masih berlangsung antara ZeniMax (induk perusahaan Bethesda) dan Oculus.

Sumber: Engadget dan Bethesda.

HTC Luncurkan Vive Standalone di Tiongkok

Mei lalu, Google mengumumkan bahwa HTC dan Lenovo sedang sibuk mengembangkan standalone VR headset untuk platform Daydream mereka. HTC tampaknya sudah siap memasarkan headset tersebut, hanya saja baru di Tiongkok dan bukan yang berjalan di atas platform Daydream.

Dari segi desain, headset bernama Vive Standalone ini sangat mirip seperti sketsa yang dipamerkan di event Google I/O kemarin. Namun berhubung yang dituju adalah pasar Tiongkok secara khusus, headset ini datang bersama platform Viveport besutan HTC sendiri.

Di balik headset berpenampilan kece tersebut bernaung chipset Qualcomm Snapdragon 835. Dari sini sebenarnya bisa kita simpulkan kalau kualitas grafik yang disuguhkan tidak akan bisa menyamai Vive standar yang harus selalu tersambung ke PC. Kendati demikian, kata kunci yang menjadi prioritas di sini adalah portabilitas.

Melihat desainnya, saya cukup yakin bentuk dan spesifikasi standalone VR headset untuk platform Daydream yang HTC hendak luncurkan tahun ini bakal sama persis seperti ini. Dua hal yang membedakan headset tersebut tentu saja adalah platform serta teknologi tracking yang digunakan, yakni WorldSense garapan Google sendiri.

Soal harga, sejauh ini belum ada informasi mengenai Vive Standalone maupun versi Daydream yang masih dalam persiapan. Pastinya kedua headset ini bakal dibanderol lebih mahal ketimbang Daydream View, sebab Anda tak perlu lagi menyediakan smartphone untuk bisa menikmatinya.

Sumber: Engadget.

Simak Keseruan Bermain Mario Kart VR di Jepang

Kira-kira sebulan yang lalu, beredar kabar bahwa di Jepang bakal dibuka sebuah arcade game center khusus VR bernama VR Zone Shinjuku – Shinjuku menandakan lokasinya di kota Tokyo. Saat berkunjung ke situs resminya, orang-orang ternyata banyak yang keranjingan melihat “Mario Kart Arcade GP VR” terpampang sebagai salah satu game yang ditawarkan.

Ya, ini merupakan properti pertama Nintendo yang merambah ranah virtual reality. Mario Kart Arcade GP VR memegang lisensi resmi dari Nintendo, akan tetapi dikembangkan oleh Namco, yang juga bertanggung jawab atas Mario Kart Arcade GP (non-VR) – VR Zone Shinjuku sendiri merupakan milik Bandai Namco.

Mario Kart VR berjalan pada HTC Vive. Namun yang lebih menarik adalah bagaimana pemain juga diminta untuk mengenakan sarung tangan yang telah dipasangi Vive Tracker di atasnya, yang memungkinkan pemain untuk menangkap benda virtual di udara lalu melemparnya ke lawan dengan gerakan yang alami – lebih jelasnya simak sendiri video penjelasan dari Japan Times di atas.

Gameplay-nya sendiri terkesan sangat seru, dan grafiknya juga bisa dikatakan sangat menawan, seperti yang bisa Anda lihat sendiri pada video berdurasi 29 detik di bawah ini. Penggemar Mario dan Nintendo sudah pasti bakal tergiur memainkannya, sayang untuk sekarang mereka harus mampir ke Jepang sebab Mario Kart Arcade GP VR hanya akan tersedia secara eksklusif di VR Zone Shinjuku.

Sumber: UploadVR dan Ars Technica.

Blocks Adalah Aplikasi untuk Menciptakan Objek 3D dalam VR Persembahan Google

Augmented reality dan virtual reality tidak akan begitu berkesan tanpa adanya objek 3D di dalamnya. Proses menciptakan objek 3D, atau yang biasa dikenal dengan istilah 3D modeling, jelas bukan hal yang mudah. Kompleksitasnya pun akan semakin terasa saat harus mengerjakannya di layar 2D.

Menurut Google, 3D modeling akan jauh lebih mudah apabila dilakukan dalam lingkup 3D juga, spesifiknya VR. Maka dari itu, mereka pun menciptakan sebuah aplikasi untuk HTC Vive dan Oculus Rift bernama Blocks.

Google Blocks

Ini bukan pertama kalinya Google merilis aplikasi VR dengan tujuan untuk mengasah kreativitas para penggunanya. Jauh sebelum ini sudah ada Tilt Brush, tapi tujuan yang ingin dicapai Google dengan Blocks sejatinya lebih spesifik karena hanya melibatkan 3D modeling saja. Lebih lanjut, kalau Tilt Brush berbayar, Blocks gratis.

Yang justru lebih istimewa, Google mengklaim bahwa Blocks sangat mudah digunakan, bahkan oleh pengguna yang tidak punya pengalaman 3D modeling sebelumnya. Lebih mirip Lego atau mainan sejenisnya ketimbang software 3D modeling kalau kata Google.

Google Blocks

Pengguna awalnya hanya akan berhadapan dengan bangun ruang biasa. Lalu dengan bantuan sejumlah tool dan palet warna, pengguna bisa menciptakan objek 3D apapun yang mereka mau, mulai dari sebatas buah semangka, robot ala Gundam yang lebih kompleks, sampai satu pemandangan perkotaan atau hutan sekaligus.

Selanjutnya, semua objek 3D yang diciptakan menggunakan Blocks bisa di-export untuk digunakan dalam aplikasi AR atau VR. Pengguna pun bisa saling berbagi dan menginspirasi lewat vr.google.com/objects, dan Blocks sendiri sudah bisa didapat secara cuma-cuma lewat Oculus Store maupun Steam.

Sumber: Google.

Duck Season Adalah Duck Hunt Versi VR untuk HTC Vive

Anda yang dibesarkan oleh console NES pastinya ingat betul akan Duck Hunt, game yang menempatkan Anda sebagai seorang pemburu bebek bersenjatakan senapan, ditemani oleh seekor anjing yang hobi sekali tertawa. Kabar gembira, game tersebut sedang digarap ulang untuk HTC Vive. Yup, Anda tak salah baca: Duck Hunt versi virtual reality!

Reinkarnasinya ini dikerjakan oleh developer Stress Level Zero, dengan judul Duck Season. Tujuan sang developer tidak lain dari menyuguhkan nuansa nostalgia dengan sentuhan modern yang terasa immersive, meskipun mereka tak punya afiliasi resmi dengan Nintendo.

Duck Season

Nuansa retro itu direpresentasikan oleh sang anjing yang kembali mendampingi pemain dengan senyuman demi senyumannya. Namun ternyata Stress Level Zero telah membubuhkan plot twist: jangan tertipu oleh wajah tanpa dosanya, anjing tersebut di sini ternyata adalah pembunuh berantai. Jadi jangan sesekali salah tembak kalau Anda tak mau menjadi korban kebrutalannya.

Melengkapi nostalgia tersebut adalah controller berbentuk pistol NES Zapper yang telah dimodifikasi menggunakan Vive Tracker. Gameplay utamanya hampir tidak berubah dan tetap menguji ketangkasan pemain dalam membidik, namun jalan ceritanya memiliki tujuh ending yang berbeda dan sebuah subplot rahasia yang hanya bisa dibuka dengan mengikuti sejumlah petunjuk tersembunyi.

Duck Season

Menurut sang developer, Duck Season akan tersedia buat HTC Vive dalam waktu sangat dekat. Selagi menanti kehadirannya, silakan tonton video teaser beserta demonstasi gameplay-nya di bawah ini.

Sumber: Engadget.

Intel DisplayLink XR Ubah HTC Vive Menjadi Wireless Tanpa Mengorbankan Performa

Konektivitas wireless adalah masa depan virtual reality, seperti telah dibuktikan oleh TPCAST maupun Quark VR. Kalau dua itu belum cukup meyakinkan bagi Anda, coba tengok apa yang Intel demonstrasikan di ajang E3 2017 baru-baru ini: sebuah prototipe perangkat yang dapat menyulap headset HTC Vive menjadi wireless.

Yup, Intel rupanya juga mencoba menyajikan solusi wireless buat Vive. Perangkat bernama Intel DisplayLink XR ini duduk di atas Vive, menyambung langsung ke headset tersebut lewat sejumlah kabel pendek. Fisiknya memang tampak bongsor, tapi ingat ini baru prototipe.

Sumber foto: PC Gamer
Sumber foto: PC Gamer

Yang membuat racikan Intel ini unik dibanding besutan TPCAST maupun Quark VR adalah penggunaan teknologi WiGig yang berbasis standar 802.11ad, sanggup mentransfer data secara wireless dalam level kecepatan gigabit di frekuensi 60 GHz. Hasilnya, latency-nya tidak sampai 7 milidetik, sehingga pengalaman yang didapat persis seperti Vive standar yang tersambung kabel.

Untuk sekarang, DisplayLink XR mengandalkan sebuah transmitter WiGig yang menghuni slot PCIe milik komputer. Meski belum bisa dipastikan kapan, ke depannya Intel berencana untuk mengintegrasikan transmitter ini langsung ke dalam motherboard sehingga DisplayLink XR dapat langsung digunakan begitu dikeluarkan dari boksnya.

Sumber foto: PC Gamer
Sumber foto: PC Gamer

Selain berperforma lebih baik dari TPCAST maupun Quark VR, solusi Intel ini juga lebih praktis karena perangkat hanya perlu tersambung ke headset saja. Ini berbeda dari milik Quark VR yang masih harus tersambung via kabel ke sebuah transmitter kecil yang dapat disimpan dalam saku celana.

Di sini koneksi antara perangkat dan transmitter berlangsung secara wireless. Maka dari itu, DisplayLink XR turut dibekali unit baterainya sendiri yang diestimasikan bisa bertahan selama sekitar dua jam penggunaan.

Sejauh ini sama sekali belum ada bocoran mengenai jadwal rilisnya. Tanda tanya besar juga masih menghantui aspek kompatibilitas; apakah nantinya perangkat ini juga bisa digunakan dengan Oculus Rift atau tidak?

Sumber: PC Gamer dan TechRadar.

HTC dan Lenovo Sedang Kembangkan VR Headset Standalone untuk Platform Google Daydream

Platform Daydream dan headset Daydream View merupakan bukti keseriusan Google dalam memajukan ranah virtual reality. Daydream View sendiri barulah awal dari visi besar Google untuk VR, seperti yang mereka tunjukkan pada ajang Google I/O tahun ini.

Dalam konferensi developer tahunan itu, Google mengumumkan bahwa produk selanjutnya untuk platform Daydream adalah VR headset bersifat standalone. Sekadar mengingatkan, standalone berarti headset tersebut sama sekali tidak perlu disambungkan ke PC ataupun dijejali smartphone; cukup pasangkan di kepala, maka Anda sudah langsung masuk ke realita maya.

Istimewanya, headset ini bakal mengusung sistem tracking luar-dalam, mirip seperti headset Windows Mixed Reality besutan Acer dan HP. Sederhananya, sistem ini memungkinkan perangkat untuk membaca pergerakan pengguna tanpa perlu mengandalkan perangkat terpisah seperti HTC Vive atau Oculus Rift.

Untuk mewujudkannya, Google mengadaptasikan teknologi augmented reality besutannya sendiri, Tango, menjadi sebuah sistem tracking VR yang mereka sebut dengan istilah WorldSense. WorldSense menjanjikan pengalaman bergerak yang sangat alami dalam VR, seperti yang bisa Anda lihat pada video di bawah ini.

Saat ini Google sudah punya prototipe VR headset standalone ini, dan mereka pun juga telah bekerja sama dengan Qualcomm untuk menciptakan desain blueprint yang bisa dijadikan referensi oleh pabrikan yang tertarik. Sejauh ini sudah ada dua yang berminat, yakni HTC dan Lenovo.

Baik HTC dan Lenovo dikabarkan siap merilis VR headset standalone-nya masing-masing dalam beberapa bulan mendatang. Harganya diperkirakan berada di kisaran $600 – $700, sekelas dengan HTC Vive maupun Oculus Rift.

Sumber: The Verge dan Google.