Rambah Bisnis Indekos “KoolKost”, Strategi RedDoorz Menuju Profitabilitas

Startup hotel budget RedDoorz resmikan vertikal bisnis teranyarnya di bidang indekost KoolKost untuk melayani pengguna yang mencari hunian lebih dari satu bulan. Konsep bisnis ini diyakini bisa direplikasi untuk pasar RedDoorz di luar negeri, meski belum menjadi prioritas dalam jangka waktu dekat.

Kepada DailySocial, Business Head Coliving RedDoorz Ankit Lalwani menjelaskan, konsep KoolKost sebenarnya bisa direplikasi untuk negara lain. Namun, setidaknya sepanjang tahun ini, perusahaan ingin fokus pada perluasan KoolKost hingga 50 kota di Indonesia, dari posisi sekarang 14 kota dengan 100 properti.

“Cukup memungkinkan untuk ekspansi ke luar Indonesia, tapi di sini adalah negara dengan populasi tertinggi. Makanya, sekarang ini kami fokus ke Indonesia terlebih dulu, bukan ke pasar lain,” ujar Ankit, Kamis (23/1).

Menurutnya, KoolKost hadir karena kebutuhan teknologi dan solusi yang selama ini absen di industri indekos. Padahal, industri ini punya potensi yang besar, ada lebih dari 50 ribu properti indekos tersebar di Indonesia. Serta, belum ada operator yang dominan di industri ini.

Sasaran pengguna KoolKost adalah mahasiswa, first jobbe, dan middle level profesional. Mengutip dari data BPS, pada 2015 ada 9,3 juta orang yang memilih hidup migran untuk kerja dan menempuh pendidikan. Dari angka tersebut, sekitar 60% atau 5 juta orang memilih indekos sebagai tempat tinggal.

Sebelum diresmikan, Ankit menyebut KoolKost telah memasuki masa uji coba kurang lebih selama enam bulan sembari mempelajari masalah dan menyelesaikannya dengan pendekatan teknologi. Dari pembelajaran tersebut, pihaknya yakin dapat memberikan solusi nyata buat industri.

KoolKost memberikan jaminan layanan pelanggan 24 jam, koneksi internet berkecepatan tinggi, jasa pembersihan kamar dan air isi ulang. Semua kamar KoolKost dilengkapi dengan kamar mandi dalam, perabotan dan perlengkapan berkualitas, termasuk tempat tidur yang nyaman dan lemari pakaian dengan ruang penyimpanan cukup luas.

Di samping itu, sejumlah teknologi manajemen perhotelan dari RedDoorz juga disiapkan untuk menggaet lebih banyak mitra properti indekos. Misalnya, RedPartners yang dapat digunakan pemilik properti mengatur inventaris, melacak dan menggabungkan pesanan; mengelola dari awal sampai akhir; dan memberikan pengalaman tinggal jangka panjang yang baik untuk tamu.

Di dalam platform tersebut, mereka dapat mengikuti program uji coba KoolKost melihat lonjakan hunian ruangan yang signifikan, dengan rata-rata kenaikan lebih dari 30%. Berikutnya, RedFox sebuah platform untuk distribusi harga terkini secara langsung di seluruh OTA, memudahkan pemilik properti tanpa harus merekrut seorang revenue manager.

Perusahaan juga menjamin, hunian yang dipilih sesuai kriteria yang telah ditentukan dengan RedEagle. Ia adalah alat pendeteksi dan pengakuisisi properti, perusahaan dapat mengidentifikasi properti yang tepat untuk KoolKost sesuai dengan parameter pencarian yang spesifik.

Tidak ada tim khusus

Tidak seperti RedDoorz, sambung Ankit, KoolKost memiliki tiga jenis pilihan indekos yang dapat menjangkau semua pengguna. Yakni, hunian dengan konsep syariah, girls dan men only. Di samping itu, KoolKost termasuk dari bagian dari Coliving, unit bisnis dari RedDoorz untuk menyasar hunian jangka waktu lama.

“Kami membentuk kehidupan komunitas makanya kami membuat banyak jenis layanan KoolKost, agar menjangkau semua orang untuk saling berteman dalam satu komunitas yang sama.”

Selain KoolKost, ada Residences by RedDoorz yang menawarkan lebih banyak fasilitas dan standardisasi khusus, mencakup ruang game, Netflix ruang bersama, dapur, dan sarapan gratis tiap hari Minggu.

Terakhir, Residences by RedDoorz Apartment punya fasilitas paling atas dibandingkan layanan coliving lainnya. Disediakan kolam renang, area parkir, bebas biaya listrik dan area coworking.

Ankit memastikan seluruh properti yang berada di bawah payung KoolKost akan dikelola secara berkala. Ada tim yang khusus mendatangi setiap properti untuk menanyakan apakah ada keluhan, kerusakan atau sebagainya. Tim tersebut bekerja tidak hanya untuk KoolKost saja, tapi buat properti RedDoorz secara keseluruhan.

Sebelum bergabung pun, tim RedDoorz memastikan bagian apa saja dari properti tersebut yang harus ditingkatkan atau direnovasi. Paling lama dalam kurun waktu dua minggu, properti baru bisa masuk listing KoolKost.

“Sehingga semua listing properti yang ditampilkan, sudah melalui berbagai proses QC. Ada tim yang reguler cek kualitas properti, apakah propertinya di-manage dengan baik atau tidak, bagaimana kebersihan dan sebagainya.”

Di saat yang sama, dia juga menegaskan bahwa ke depannya KoolKost tidak akan mengelola properti apartemen karena ada perbedaan konsep pengelolaannya.

Sementara ini, KoolKost dapat dipesan melalui aplikasi dan situs RedDoorz. Aplikasi dan situs resmi untuk KoolKost sendiri sedang dalam tahap pengembangan, rencananya akan dirilis dua bulan dari sekarang.

Sebenarnya konsep serupa juga sudah ditawarkan beberapa startup lokal. Salah satunya dilakukan pengembang situs listing indekos MamiKos dengan meluncurkan MamiRooms.

Melaju ke arah profit

Vice President of Operations RedDoorz Adil Mubarak menjelaskan KoolKost adalah vertikal bisnis yang ditargetkan dapat membantu mewujudkan ambisi perusahaan menuju posisi profitabilitas.

“Kita fokus mau bawa negara di mana kita sudah ada, untuk profitable dan KoolKost ini sebagai segmen baru, untuk diferensiasi antara short dan long stay,” tuturnya.

Kantor RedDoorz di Bandung / RedDoorz
Kantor RedDoorz di Bandung / RedDoorz

Posisi perusahaan pada saat ini adalah mengambil jalur pertumbuhan perlahan dengan mengelola seluruh pengeluaran secara lebih sehat. Artinya, RedDoorz tetap mengambil strategi bakar duit namun lebih terkontrol, bukan sembrono karena ingin mengejar pertumbuhan.

Alhasil, dalam setiap negara di ASEAN yang dimasuki RedDoorz sudah melalui keputusan strategis yang matang. Selain Indonesia, terhitung saat ini RedDoorz hadir di empat negara, Singapura, Vietnam dan Filipina sejak pertama kali beroperasi di 2015.

“Kita selalu memastikan pasar [yang akan kita masuki] itu sudah bagus, pasarnya terbentuk, konsumennya sudah baik, tidak asal saja.”

Kondisi ini kontras dengan ekspansi Oyo yang berusaha untuk hadir di negara manapun. Dalam waktu tujuh tahun, unicorn ini beroperasi di 80 negara, termasuk A.S, Tiongkok, Eropa, Inggris, India, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Jepang.

Seiring dengan target tersebut, sambungnya, perusahaan fokus pada pengembangan teknologi untuk memuaskan semua pihak. RedPartners, RedEagle dan RedFox adalah beberapa di antaranya. Ambisi yang sedang disiapkan adalah menyiapkan aplikasi yang lebih intuitif agar konsumen dapat terlayani lebih maksimal.

“Kami ingin interaksi dengan konsumen jauh lebih baik. Jadi saat mereka check-in, aplikasi bisa lebih pintar memberi notifikasi apakah ada keluhan dengan kamar mereka. Itu plan kita,” pungkas Adil.

Tercatat RedDoorz telah memiliki lebih dari 1200 properti di seluruh Indonesia yang tersebar di lebih dari 100 kota.

Application Information Will Show Up Here

Oyo Resmikan Vertikal Bisnis Hunian Indekos “Oyo Life” di Indonesia

Oyo memboyong vertikal bisnis yang bergerak di hunian jangka panjang atau indekos ke Indonesia dengan brand “Oyo Life.” Indonesia adalah negara ketiga yang disambangi Oyo Life, setelah India dan Jepang.

Country Head for Emerging Business Oyo Indonesia Eko Bramantyo menjelaskan, pasar indekos di Indonesia terus bergeliat, didorong oleh permintaan yang tinggi dan potensi pengembangan rantai bisnis yang besar termasuk katering, laundry, housekeeping, dan lain-lain.

Di Asia, pemanfaatan co-living space menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari gaya hidup milenial. Studi yang ia kutip menunjukkan bahwa 70 juta orang Asia memilih tinggal di kos, dengan total sepertiganya ada di Indonesia (estimasi 23 juta jiwa).

Data Property Affordability Sentiment Index H1 2019 menunjukkan kenaikan harga rumah menjadi salah satu alasan utama orang Indonesia tidak terburu-buru membeli rumah. Makanya sebagian besar yang baru memulai karier cenderung memilih tinggal di kos sampai mendapat tempat tinggal permanen.

“Keputusan kami untuk bawa Oyo Life ke Indonesia, salah satunya karena permintaan para mitra properti kami yang mendorong Oyo untuk ikut mengelola properti ke segmen kos. Melihat dari pencapaian kami dalam kurang dari setahun, kami percaya ini adalah saat yang tepat,” terang dia, Rabu (9/10).

Perlu ditekankan ekspansi Oyo ke indekos ini adalah bagian dari investasi $300 juta (setara 4,2 triliun Rupiah) di Indonesia yang telah diumumkan sebulan lalu.

Status Oyo kini resmi menyandang sebagai decacorn (valuasi di atas $10 miliar), setelah mengantongi pendanaan dari CEO-nya sendiri Ritesh Agarwal, SoftBank, dan investor lainnya sebesar $1,5 miliar (sekitar Rp21 triliun).

Di global, Oyo Life baru hadir di tiga negara dan diklaim mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat dalam kurang dari setahun terakhir. Sejak beroperasi di India pada Oktober 2018, Oyo Life telah mengakuisisi lebih dari 500 gedung, menyediakan 30 ribu kasur, dan tiap bulannya menambah 5 ribu kasur baru.

Sementara di Jepang baru diresmikan pada April 2019, telah mengakuisisi 1000 kunci tersebar di 20 titik sekitar Tokyo. Pada peluncurannya di Indonesia, Eko menyebut pihaknya hadir di delapan kota dengan 2500 kamar. Lokasinya di Jakarta, Bekasi, Bogor, Padang, Solo, Yogyakarta, dan Surabaya. Diklaim tingkat okupansinya berada di angka 80% dalam 30 hari.

Tidak tanggung-tanggung, dia menargetkan sampai akhir tahun Oyo Life dapat memiliki 10 ribu kamar di 10 kota utama di Indonesia yang memiliki populasi profesional muda dan mahasiswa yang tinggi sebagai konsumen utamanya. Di 10 kota ini, punya potensi 2 juta kamar kos yang bisa diakuisisi.

Model bisnis Oyo Life

Meski berangkat dari luar negeri, Oyo tidak semata-mata langsung copy paste model bisnis Oyo Life ke Indonesia. Ada perbedaan yang menonjol dari gaya hidup penghuni kos di luar negeri, yang akhirnya disesuaikan dengan kebiasaan orang Indonesia.

Di antaranya adalah konsep kunci, berapa banyak kunci yang bisa disewakan. Ini adalah hitungan untuk memperlihatkan pencapaian bisnis Oyo Life. Lantaran, di luar negeri itu, berbagi kamar (sharing room) dengan orang asing adalah hal yang normal.

“Beda dengan Indonesia, di sini tidak terbiasa dengan sharing room. Makanya kami pakai istilah kamar, bukan kunci karena orang Indonesia suka privasi.”

Berikutnya adalah kebiasaan untuk berinteraksi satu sama lain. Di luar negeri tidak ada itu karena masyarakatnya lebih individualis. Makanya di sini Oyo menyediakan kegiatan berbasis komunitas untuk saling engage satu sama lain antar penghuni.

Bila tertarik asetnya dikelola Oyo, persyaratan umumnya memiliki properti dengan langit-langit yang tinggi, ruangan yang cukup luas, dan minimal memiliki 10-15 kamar di dalam satu gedung.

“Nanti ada tim QC di lapangan yang akan memeriksa, lalu ada paperwork untuk perjanjiannya. Setelah setuju, tim kami yang akan renovasi properti, kami berinvestasi di situ, kurang lebih dua minggu selesai.”

Tidak hanya pugar properti, staf dari mitra properti akan dilatih secara rutin agar bisa memberi pelayanan yang terstandar hotel.

Dari segi teknologi dan layanan yang disediakan Oyo Life untuk para mitra properti, tidak ada perbedaan yang mencolok dengan Oyo Rooms. Mitra properti disediakan aplikasi yang dapat memantau seluruh proses bisnisnya dari jarak jauh. Nilai lebih inilah yang diklaim membedakan Oyo Life dengan kompetitornya.

“Layanan Oyo itu tergolong full stack dari hulu ke hilir, setelah aset dipugar kami pula yang akan memasarkan, mengelola operasional, hingga pembayaran, pemilik tidak perlu mengurusnya lagi.”

Eko enggan mengungkap bagaimana persentase pembagian hasil antara pemilik properti dengan Oyo karena rentangnya cukup bervariasi. Namun penentuan harga dilihat dari kisaran lokasi kos di sekitarnya, harga sewa di Oyo Life mulai dari Rp1,5 juta sampai Rp4,5 juta per bulannya.

Fasilitas yang disediakan mulai dari koneksi internet, pendingin ruangan, televisi, jasa housekeeping, kamera CCTV, dan layanan 24 jam. Apabila ada keluhan, penghuni cukup menghubungi tim Oyo Support tanpa biaya tambahan dari harga sewa bulanan.

“Kalau mau extend kos cukup fleksibel. Opsi pembayarannya juga bervariasi. Kalau ada yang telat bayar, tentu ada approach yang kami lakukan langsung dari Oyo, bukan dari pemilik kosnya.”

Eko mengungkap Oyo Life bakal tersedia sebagai aplikasi terpisah dari Oyo Rooms. Rencananya dalam waktu dekat akan meluncur. Sementara ini bisa diakses melalui situs resminya, dan situs OTA lain yang dimanfaatkan Oyo untuk memasarkan propertinya.

Di Indonesia, Oyo hadir di 100 kota dengan total 35 ribu kamar yang tersebar di lebih dari 1.000 hotel dari Sabang hingga Kupang.

Pemain indekos belakangan ini makin ramai, sebelumnya ada RedDoorz, Mamikos, dan RoomMe.

Application Information Will Show Up Here