Xiaomi Juga Punya Lampu Meja Pintar Berkonektivitas Bluetooth

Meski seluruh dunia mengenalnya sebagai pabrikan smartphone, lahan bisnis Xiaomi jauh lebih luas dari itu. Pabrikan asal Tiongkok tersebut juga memasarkan perangkat-perangkat smart home, dan salah satunya adalah lampu meja pintar bernama Xiaomi Yeelight Bedside Lamp berikut ini.

Tipikal Xiaomi, desain Yeelight tampak minimalis sekaligus elegan. Berbentuk tabung, tiga perempat bagiannya dapat menyala dalam 16 juta warna dan dengan tingkat kecerahan mencapai 300 lumen. Semua ini tentunya bisa dikontrol dengan smartphone via Bluetooth, tapi Xiaomi tak membatasinya di situ saja.

Bagian atas Yeelight dilengkapi sebuah tombol On/Off yang dikitari oleh panel sentuh. Lewat panel ini, Anda bisa menyentuh dan menggeser jari untuk mengatur tingkat kecerahan atau mengganti warnanya. Namun kalau Anda memakai aplikasi pendampingnya di smartphone, Anda bisa mengakses fitur yang lebih lengkap, sepertinya misalnya menetapkan timer supaya lampu bisa mati sendiri beberapa saat setelah Anda tertidur.

Xiaomi Yeelight Bedside Lamp

Bagian dalam Yeelight terbentuk dari 14 buah LED dan desain optik yang fungsional. Hasilnya, Yeelight punya Color Rendering Index (CRI) senilai 90+ – semakin dekat ke angka 100, semakin bagus kemampuan suatu sumber cahaya untuk membuat suatu benda terlihat di mata manusia dalam warna yang sebenarnya.

Urusan harga, Xiaomi membanderol Yeelight seharga $59. Anda bisa memesannya secara online, namun jangan lupa tambahkan $20 sebagai biaya pengiriman internasional.

Sumber: Digital Trends.

Silk Labs Sense Ingin Menjadi Mata, Telinga dan Otak dari Rumah Anda

Dunia tidak kekurangan perangkat smart home atau Internet of Things (IoT). Hanya saja, cukup jarang kita menjumpai perangkat dengan konsep “satu untuk semua”. Apalagi kalau perangkat itu punya desain yang cukup elegan untuk dijadikan dekorasi ruangan.

Meski sepintas terdengar ambisius, namun inilah misi yang tengah dituju oleh startup baru bernama Silk Labs. Meski usianya belum satu tahun, sosok-sosok di baliknya sudah punya segudang pengalaman di industri teknologi. Utamanya adalah sang pendiri, Andreas Gal, yang merupakan mantan CTO Mozilla.

Produk perdananya bernama Sense. Secara garis besar, Sense tidak jauh berbeda dari kamera pengawas macam. Namun ketimbang menjadi mata saja, ia juga ingin menjadi telinga sekaligus otak dari ekosistem rumah pintar yang telah Anda rencanakan secara merinci.

Fisik Sense sangatlah anggun untuk ukuran perangkat IoT. Sebuah kaca cekung menempel pada kotak kayu yang menjadi rumah dari seluruh komponen elektroniknya. Jantung Sense ada pada bagian tengah kaca cekung tersebut, yang merupakan kamera dengan kemampuan merekam video 1080p.

Silk Labs Sense

Namun Sense tidak akan merekam secara konstan begitu saja. Dirinya telah dibekali teknologi pengenal wajah yang dapat mendeteksi beberapa wajah sekaligus. Saat ada orang asing yang tak dikenal, ia akan segera merekam dan mengirimkan notifikasi ke smartphone Anda.

Teknologi pengenal wajah ini juga dimanfaatkan Sense untuk beradaptasi dengan kebutuhan tiap-tiap pengguna. Saat Anda baru tiba di rumah misalnya, Sense akan mengenali wajah Anda, lalu menginstruksikan speaker Sonos untuk memutar playlist lagu favorit Anda.

Ya, kekuatan utama Sense justru ada pada software-nya yang sanggup diintegrasikan dengan berbagai macam perangkat terkoneksi. Sonos hanyalah salah satu contoh, sama halnya dengan bohlam pintar Philips Hue atau Nest Thermostat; saat Anda datang, lampu akan otomatis menyala dan suhu ruangan akan disesuaikan dengan preferensi yang telah Anda tetapkan sebelumnya.

Kemampuan seperti ini biasanya mengandalkan koneksi dengan jaringan cloud. Tidak demikian untuk Sense. Semua pengolahan informasi berlangsung pada perangkat itu sendiri. Ia mengemas spesifikasi yang cukup wah, mencakup komponen seperti prosesor hexa-core dan RAM 2 GB. Soal konektivitas, ia mengandalkan Wi-Fi dan Bluetooth LE untuk berkomunikasi dengan smartphone Anda beserta perangkat lain di dalam rumah.

Sense turut dibekali dengan kemampuan mengenali perintah suara dan gesture. Fungsi-fungsi ini akan terus di-update, seiring dengan bertambahnya integrasi software Sense dengan aneka perangkat smart home.

Silk Labs Sense saat ini sudah bisa dipesan melalui Kickstarter seharga $225, belum termasuk biaya pengiriman internasional sebesar $20. Perangkat ini tentunya akan lebih menarik kalau ekosistem perangkat smart home di rumah Anda sudah cukup lengkap.

Sensor-1 Ibarat Satpam Pribadi untuk Segala Barang Kesayangan Anda

Dewasa ini, cukup mudah mencari perangkat Bluetooth tracker yang berfungsi membantu kita menemukan barang yang hilang. Namun bagaimana kalau misalnya dari awal kita tidak mau barang tersebut hilang? Kalau itu yang Anda cari, perangkat bernama Sensor-1 ini bisa menjadi solusi.

Sensor-1 ibarat satpam pribadi untuk semua barang yang miliki. Bentuknya segi enam pipih, dengan dimensi lebih kecil dari biskuit Oreo. Perangkat ini bisa Anda lekatkan ke berbagai objek, mulai dari tablet, laptop, sepeda sampai pintu garasi rumah sekalipun.

Tidak seperti Bluetooth tracker, Sensor-1 dapat mendeteksi pergerakan secara real-time, lalu memberikan peringatan setiap kali barang Anda berubah posisi. Bahkan pergerakan sekecil membuka layar laptop saja bisa ia deteksi, sehingga Anda tak perlu khawatir dengan rekan Anda yang jahil yang berusaha mengintip isi laptop tanpa sepengetahuan Anda.

Sensor-1

Di setiap Sensor-1 tertanam tiga macam sensor yang berbeda: accelerometer, gyroscope dan magnetometer, masing-masing sanggup membaca tiga poros yang berbeda. Bentuk peringatan yang bisa diberikan ada tiga: lampu LED yang dapat berpijar terang, sirene dengan volume yang keras, atau kombinasi keduanya.

Potensi penggunaan Sensor-1 pada dasarnya hampir tak terbatas. Di dalam rumah misalnya, Anda bisa menempelkannya pada pintu depan atau pintu garasi, lalu mengaktifkannya setiap malam. Kalau ada yang iseng membuka, sirenenya akan berbunyi dan Anda bisa segera mengambil tindakan.

Tentunya Anda bisa mengatur sensitivitas Sensor-1 melalui aplikasi pendampingnya. Dari aplikasi ini Anda juga bisa mengaktifkan opsi “Left-Behind Notification”, dimana sensor akan memberi peringatan setiap kali Anda lupa dan meninggalkan barang tanpa sengaja, misalnya di kafe atau tempat umum lainnya.

Ketika Anda sedang tidak di tempat saat Sensor-1 memberikan peringatan, ia akan menyimpan data tersebut supaya bisa Anda pantau kembali nantinya, baik lewat aplikasi di smartphone, smartwatch, atau melalui sebuah web app di browser komputer. Dengan demikian, Anda mungkin bisa lebih berhati-hati menyimpan barang tersebut supaya kejadian tersebut tak terulang lagi.

Sensor-1

Yang tak kalah menarik adalah, pihak pengembang Sensor-1 telah merancang produknya menggunakan API bersifat terbuka. Hal ini berarti Sensor-1 dapat berkomunikasi dengan berbagai perangkat IoT lainnya. Misalnya, saat ada yang berusaha membuka pintu garasi tadi, Sensor-1 dapat menginstruksikan kamera pengawas di dekatnya untuk mulai merekam, lalu memastikan agar perangkat smart lock yang ada di pintu rumah untuk mengunci diri seketika itu juga.

Tentunya hal ini masih memerlukan pengembangan lebih lanjut bersama developer dari hardware terkait. Namun kemampuan Sensor-1 mendeteksi pergerakan barang secara real-time saja sudah sangat pantas mendapat acungan jempol.

Untuk sekarang, Sensor-1 masih perlu menjalani sederet ujicoba sebelum akhirnya siap dipasarkan. Tim pengembangnya tengah membuka kampanye crowdfunding di Indiegogo, dimana ia bisa dipesan seharga $79 per unit, atau $199 per tiga unit.

Yuk, Hadiri Pameran Produk IoT di Acara Bandung IoT Developer Day

Acara Bandung IoT Developer Day episode kedua akan digelar besok di kota Bandung. Acara ini yang menghadirkan dua bagian utama yaitu workshop dan pameran atau IoT (Internet of Things) Products Expo. Penasaran apa saja produk yang akan ada expo ini? Yuk kita intip.

Bangun IoT Developer Day sendiri diselenggarakan oleh DyCOdeEdu bersama dengan IOT4BDG, episode pertama acara ini telah diadakan bulan November tahun 2015 dan menarik cukup banyak peserta yang sebagian besar anak muda. Liputan bisa dibaca di sini.

Nah episode yang kedua ini, selain workshop yang menarik untuk dihadiri adalah acara expo. Ini bisa dibilang kali pertama diselenggarakan expo untuk produk IoT yang didukung oleh komunitas serta startup yang juga mengembangkan produk IoT. Dan Anda semua, pembaca DS diundang untuk hadir dan menjelajah berbagai produk IoT buatan pengembang lokal.

Di acara expo ini nantinya Anda bisa melihat berbagai produk, baik yang masih tahap awal pengembangan, prototipe sampai dengan yang siap dipasarkan. Peserta yang akan memajang karya mereka antara lain adalah:

  • Gravicode Workshop dengan produk SpIoT, Neduino Bot (.dotnet), Gagdeteer Bot, Remote Room Monitoring
  • RR Software dengan produk Bell Otomatis
  • X-Igent dengan produk Hajiumro dan Panic Button
  • Newtronic Solution dengan produk Wifi Switch dan Vois (Aplikasi Wifi Switch Controller)
  • Ahmad Sahro dengan produk Smart fuel monitoring, SSS, dan SDA (Smart Driver Assistant)
  • Hasan Basri dengan produk Ruang Server Control N Monitor
  • Telextion dengan produk Sistem Pengelolaan Customer
  • Nusantech dengan produk VIP
  • Rantonic/IoT4BDG dengan produk Rantonesia, Fernora Intellegent home
  • system, Rabbit Microprocessor dan NetScad
  • indisBuilding dengan produk iniBEMS
  • Divisi ERG Unikom dengan produk SIMAS JABAR (Sistem Informasi Masjid Jawa Barat)
  • Divisi ERG Unikom dengan produk Dayter – alat ukur kesehatan multifungsi
  • DycodeX dengan produk Smart Gallon dan Jepret Allgera

Dari daftar pesert Expo di atas, perwakilan panitia menyebutkan bahwa 4 diataranya adalah pemenang Bandung IoT Challenge yang diadakan setelah acara Bandung IoT Developer Day episode pertama beberapa waktu lalu.

Saya sendiri cukup exited karena ingin sekali melihat berbagai produk IoT dari para pengembang lokal di atas, pengalaman melihat produk yang berhubungan dengan IoT pada acara Google Hackfair beberapa waktu lalu di Jakarta menaikan minat saya untuk mencari lebih tahu tentang produk-produk IoT yang dikembangkan oleh pengembang lokal. Meski yang nanti memajang produknya belum semuanya siap dipasarkan tetapi justru melihat produk yang masih dalam tahap early stage memiliki kesenangan tersendiri. 😀

Bagi Anda yang berdomisili di kota Bandung atau dari kota lain yang tertarik untuk melihat expo dari berbagai karya IoT buatan pengembang lokal, yuk hadir dan catat tanggalnya, acara akan diselenggarakan tanggal 6 Februari 2016, mulai pukul 9 pagi sampai 5 sore dan bertempat di Dicoding Space, Jl. Batik Kumlei No. 50 Bandung.

Info lengkap bisa cek poster di bawah ini atau klik tautan ini.

IOT BANNER FIX

Disclosure: DailySocial adalah media partner acara ini.

Terinspirasi Film, Engineer Google Ciptakan Perangkat Cermin Pintar

Seandainya Anda seorang engineer Google yang sangat berpengalaman, apa yang Anda lakukan ketika melihat gadget canggih di sebuah film fiksi ilmiah? Mungkin hal pertama yang Anda coba adalah berusaha membuatnya sendiri.

Itulah yang dilakukan oleh seorang engineer Google bernama Max Braun. Terinspirasi oleh suatu adegan di film The 6th Day yang dibintangi Arnold Schwarzenegger, beliau membuat sebuah prototipe cermin pintar yang dapat menampilkan berbagai informasi.

Dijelaskan secara cukup merinci pada blog-nya di Medium, cermin pintar ini dibentuk dari sejumlah komponen yang bisa didapat dengan mudah. Utamanya adalah cermin dua arah, panel display, papan controller dan perangkat sejenis Google Chromecast atau Amazon Fire TV Stick.

Smart Mirror by Max Braun

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar, informasi yang ditampilkan sejauh ini barulah prakiraan cuaca, waktu dan tanggal, serta sejumlah headline berita terkini. Nantinya, Max berencana menambahkan informasi lain seperti kondisi lalu lintas, reminder, dan sederet info lain yang biasa kita jumpai dalam wujud kartu di Google Now.

Semua informasi ini akan di-update secara otomatis, jadi pengguna sama sekali tak perlu berinteraksi dengan cermin tersebut. Jangan bayangkan cermin pintar ini sebagai layar sentuh raksasa, ia hanyalah sebuah alat bantu berdandan yang mencoba menjadi lebih bermanfaat lagi lewat deretan informasi yang ditampilkannya.

Smart Mirror by Max Braun

Dari luar prototipe cermin pintar ini memang tampak sangat apik. Panel display-nya yang sangat tipis tersembunyi dengan baik di antara panel cermin. Tapi saat Anda buka, Anda bisa melihat sejumlah komponen yang berserakan di bagian belakangnya.

Terlepas dari itu, upaya yang dilakukan Max Braun ini patut mendapat acungan jempol setinggi-tingginya. Dengan modal sejumlah komponen, kreativitas dan ketekunan, ia bisa menyulap sebuah cermin kamar mandi biasa menjadi perangkat terkoneksi yang amat bermanfaat.

Tentunya Max tidak melontarkan rencana untuk menjual cermin pintar ini ke pasaran. Namun paling tidak pabrikan hardware lain bisa terinspirasi dan mencoba mengeksekusi idenya sendiri. Kalau satu orang dengan perlengkapan seadanya saja bisa membuat gadget sekeren ini, bagaimana jadinya satu tim riset dan pengembangan perusahaan.

Sumber: Medium.

Perangkat Ini Bisa Mendeteksi Kebocoran Lalu Mengirim Notifikasi ke Smartphone

Berhadapan dengan mesin cuci yang bocor itu sangatlah menyebalkan. Kalau kita ada di sana saat air mulai menetes, tidak akan jadi masalah. Tapi bagaimana jadinya kalau kebocoran terjadi ketika kita sedang pergi berbelanja dan tidak ada orang sama sekali di rumah? Kemungkinan air bisa meluber ke mana-mana dan merusak berbagai barang yang ada.

Itu masih seputar mesin cuci, padahal masih banyak penyebab kebocoran lainnya. Sederhananya, kita perlu selalu siaga terhadap kebocoran kalau tidak mau menanggung biaya kerusakan yang bisa sangat mahal. Untuk itu, kita perlu perangkat semacam yang diluncurkan Honeywell ini.

Bernama lengkap Honeywell Lyric Water Leak and Freeze Detector, fungsi perangkat ini sudah terpampang jelas pada namanya. Ia merupakan gabungan sejumlah sensor yang dapat mendeteksi ketika ada air meluber tanpa sengaja di suatu ruangan sekaligus memberi peringatan ketika suhu di suatu ruangan mulai turun drastis – kasus yang kedua ini sepertinya mustahil terjadi di Indonesia.

Honeywell Lyric Water Leak and Freeze Detector

Perangkat ini terdiri dari dua komponen. Satu merupakan unit utama yang Anda pasangkan di tembok, sedangkan satu lagi merupakan semacam kabel extension. Unit utamanya mengemas sensor air, kelembaban dan suhu, serta sebuah speaker untuk membunyikan alarm guna memperingatkan pemilik rumah.

Tapi bagaimana jika Anda tidak ada di rumah saat alarmnya berbunyi? Di sinilah konektivitas Wi-Fi mengambil peran. Lyric Water Leak Detector akan mengirimkan notifikasi ke smartphone Anda, menyarankan Anda untuk segera kembali ke rumah guna mengecek dan mencegah kebocoran jadi bertambah parah. Semakin cepat diatasi, tentunya semakin kecil skala kerusakan yang harus ditanggung.

Namun yang tidak kalah menarik adalah bagian kabel extension-nya. Kabel ini pada dasarnya bisa disambung-sambungkan hingga sepanjang 120 meter. Jadi hanya dengan satu unit utama Lyric Water Leak Detector, Anda bisa mendapat peringatan ketika kebocoran terjadi di ruangan yang jauh dari unit utamanya, di garasi misalnya.

Perangkat ini mengambil daya dari tiga baterai AA standar, yang diperkirakan baru akan habis setelah sekitar tiga tahun. Jadi setelah memsangnya, pengguna bisa melupakannya begitu saja. Saat ada air meluber, pengguna akan segera diperingatkan.

Harga yang dipatok Honeywell adalah $80. Kemungkinan besar barangnya tidak dipasarkan di sini. Tapi kalau Anda memang tertarik dan seringkali dibuat frustasi oleh kebocoran, mungkin bisa menitip ke saudara yang tinggal di Amerika Serikat.

Sumber: Reviewed.

Dengan Pot Ini, Anda Tak Perlu Repot Menyirami Tanaman Setiap Hari

Nama Parrot mungkin lebih sering diasosiasikan dengan drone atau headphone, tapi siapa yang menyangka kalau perusahaan asal Perancis tersebut juga punya gadget canggih untuk keperluan berkebun? Selain memperkenalkan drone baru di event CES 2016 minggu kemarin, mereka juga mengungkap perangkat unik bernama Parrot Pot.

Sesuai namanya, perangkat ini merupakan sebuah pot tanaman. Namun tentunya bukan sembarang pot yang Anda isi dengan tanah dan bibit begitu saja, ia dilengkapi dengan sistem irigasi otomatis yang dapat bekerja tanpa membutuhkan instruksi dari Anda.

Pada bagian sisinya, terdapat tangki untuk menampung hingga 2,2 liter air. Prinsip kerjanya sederhana: isi tangki tersebut hingga penuh, maka Pot akan memastikan tanaman kesayangan Anda tetap segar-bugar selama sebulan ke depan.

Parrot Pot

Parrot Pot hanya akan menyiramkan air ke tanaman di saat yang dibutuhkan, sesuai jumlah yang diperlukan pula. Selagi tanaman berkembang, Pot akan beradaptasi dengan siklus alaminya guna menetapkan jadwal menyiram yang paling tepat. Jadi selain menjaga kesehatan tanaman itu sendiri, Pot juga bermisi untuk menghemat suplai air.

Rahasianya terletak pada empat macam sensor pada sisi-sisi Pot, yang akan memonitor intensitas cahaya, pupuk, suhu dan kelembaban tanah maupun sisa air yang terdapat pada tangkinya. Saat tanaman Anda tidak terekspos sinar matahari yang cukup misalnya, Pot akan mengirim notifikasi ke smartphone lewat Bluetooth, meminta Anda untuk memindahkannya ke tempat yang lebih terkena cahaya.

Pot sebenarnya bisa bekerja tanpa harus didampingi aplikasi smartphone-nya. Kendati demikian, aplikasi ini menyimpan informasi tentang lebih dari 8.000 jenis tanaman sehingga Anda bisa menyesuaikan cara merawatnya seoptimal mungkin.

Parrot Pot

Ini sebenarnya bukan pertama kali Parrot memperkenalkan gadget untuk berkebun. Tahun lalu mereka sempat meluncurkan Parrot Flower Power. Perangkat tersebut pada dasarnya juga dirancang untuk memonitor kesehatan tanaman. Hanya saja bedanya ia tak punya sistem irigasi otomatis karena langsung ditancapkan ke tanah.

Dari segi fisik, Parrot sengaja merancang Pot agar ideal untuk ditempatkan di dalam maupun di luar ruangan. Ia mengambil daya dari empat buah baterai AA, dan secara keseluruhan tubuhnya yang setinggi 29,8 cm dan berdiameter 20,6 cm tahan terhadap guyuran hujan saat ditempatkan di teras misalnya.

Parrot akan mulai memasarkan pot tanaman pintarnya ini pada bulan April mendatang. Harganya belum dirincikan, tapi bisa dipastikan lebih mahal ketimbang Flower Power yang dibanderol $60. Penggemar tabulampot (tanaman buah dalam pot), siapkan tabungan Anda…

Sumber: Parrot Blog.

Smarter Hadirkan Tiga Perangkat Dapur Berkonektivitas

Tak hanya perangkat wearable atau drone saja yang bisa mengundang perhatian di ajang CES 2016 minggu kemarin, tetapi juga perabot dapur berkonektivitas. Perusahaan asal Inggris yang bergerak di bidang ini, Smarter, memperkenalkan tiga perangkat sederhana yang diharapkan bisa meng-upgrade dapur Anda.

Smarter Fridge Cam

Perangkat yang pertama ini merupakan sebuah kamera yang Anda pasangkan di dalam lemari es. Ya, di dalam, karena tugasnya menjadi pengawas dari seluruh bahan makanan yang tersimpan di dalamnya. Bukan mengawasinya dari maling, melainkan dari Anda sendiri.

Smarter Fridge Cam

Smarter beranggapan bahwa, saat kita berbelanja di supermarket misalnya, seringkali kita lupa bahan makanan apa yang stoknya menipis di dalam lemari es. Dengan Smarter Fridge Cam, pengguna tinggal membuka aplikasi di smartphone, lalu melihat keadaan di dalam lemari es secara real-time. Stok buah tinggal sedikit? Waktunya untuk beli lagi.

Smarter Mats

Perangkat yang kedua ini hanya berupa tatakan untuk botol, gelas dan sebagainya. Tentu saja bukan sembarang tatakan, melainkan yang telah ditanami sejumlah sensor untuk mengukur bobot dari botol susu atau botol saus sambal yang Anda letakkan di atasnya.

Smarter Mats

Jadi pada saat isi botol-botol tersebut tinggal sedikit, aplikasinya akan memberikan notifikasi sehingga Anda bisa segera berkunjung ke supermarket terdekat untuk membeli bahan yang baru.

Smarter Detect

Perangkat yang terakhir ini fungsinya lebih luas, merupakan sebuah sensor yang bisa ditambatkan ke berbagai perabot dapur seperti oven, lemari es sampai mesin cuci sekalipun. Fungsinya? Memberi tahu pengguna semisal oven sudah mencapai suhu yang diinginkan, pintu lemari es lupa ditutup, atau ketika mesin cuci sudah selesai bertugas.

Smarter Detect

Konsep yang ditawarkan pada dasarnya mirip seperti LG SmartThinQ Sensor. Intinya, berkat Smarter Detect, perabot elektronik tradisional bisa sedikit menyesuaikan diri dengan era Internet of Things.

Sejauh ini Smarter belum mengungkapkan banderol harga dari masing-masing perangkat baru yang mereka perkenalkan, sedangkan jadwal pemasarannya diperkirakan akan dimulai pada musim panas mendatang. Kalau cuma berupa sensor seperti Smarter Mats dan Detect, mungkin harganya tidak terlalu mahal. Yang kemungkinan bisa sampai ratusan dolar adalah Smarter Fridge Cam.

Sumber: Wareable. Sumber gambar: Smarter.

DyCode Resmikan DycodeX, Sambut Tren IoT di Indonesia (UPDATED)

Perusahaan pengembang software kenamaan asal Bandung DyCode menyambut tren positif Internet of Things (IoT) di Indonesia. DyCode siap menempuh jalan panjang ekosistem IoT yang sangat belia di Nusantara dengan meluncurkan anak perusahaan, yakni DycodeX, sebagai pengembangan bisnisnya.

CEO DyCode dan DycodeX Andri Yadi menuturkan kepada DailySocial bahwa langkah ini merupakan momen terbaik untuk mulai mengikuti arus tren IoT yang kini mulai hangat diperbincangkan. Diakui ekosistem itu sendiri masih muda, berdasarkan pengalaman mobile app bubble beberapa tahun silam DyCode justru ingin kembali menjadi pionir kali ini.

Dipersenjatai pengalaman dan kapasitas mumpuni menyambut vertikal baru yang hot

Andri saya temui di kantornya yang terletak di wilayah kota Bandung dalam perbincangan kasual tentang pembaruan terkini dari bisnis mereka. Markas besar DyCode ini dipenuhi sekitar 37 orang yang sekitar sepertiganya adalah pegawai DycodeX. Di kesempatan kali ini, Andri memulai kisah dengan memaparkan kilas balik dari keterlibatan DyCode dalam tren aplikasi mobile beberapa tahun silam yang mulai mencuat.

“Tren IoT ini, kejadiannya persis seperti bubble mobile apps di tahun 2010. Kami embraced [trennya] pada saat itu, begitu juga dengan saat ini [untuk mengadopsi IoT], sekaligus menjadi penyedia solusi IoT. Namun jika masih dalam satu payung DyCode, takutnya akan berantakan, resource yang ada saat itu juga kurang, itulah mengapa diciptakan DycodeX,” kata Andri.

DycodeX

Lebih jauh, Andri merekrut tim baru yang diperkuat dengan talenta yang kabarnya tidak hanya paham bahasa pemrograman, tetapi juga mengerti perihal microcontroller, ataupun pemahaman tentang teknik mesin yang baik. Amunisi baru ini didukung oleh dana dari Edo Okandar, seorang angel investor yang juga menggeluti dunia startup lokal. Perihal kepemilikan DycodeX ini, Edo memiliki sekitar ¼ saham, sementara sisanya dikucurkan oleh DyCode sendiri.

DyCode team / DailySocial

Layanan photo editing dan cetak Jepret yang dimiliki DyCode akhirnya bermigrasi ke DycCodeX dengan nama Allegra. Intinya Allegra merupakan penyempurnaan dari segi kenyamanan dan mobilitas yang lebih baik dari keseluruhan layanan Jepret. Tak hanya itu, sejak peresmian DycodeX pada bulan April lalu mereka berhasil membangun tiga prototipe produk lainnya, seperti: project name button, gallon, dan lamp.

Tantangan baru di vertikal baru

It’s another world, selama ini industri startup terkait dengan software. Begitu masuk ke hardware, tantangannya banyak sekali. Dari segi resource, IoT membutuhkan additional skillset yang gak hanya bisa paham mesin, tapi juga bisa coding. Secara makro, masalah ekosistemnya jauh lebih ‘mentah’,” ungkap Andri.

Disebutkan pula bahwa komponen fisik memiliki keterbatasan suplai yang harus diimpor dari negara Tiongkok. Rapid prototyping tidak memiliki pabrik perakitan dan fasilitas yang mendukung. Andri sendiri percaya di tahun 2016 nanti IoT akan mendapat perhatian jauh lebih besar dari sebelumnya. Namun perihal bisnisnya sendiri, seluruh pemainnya masih akan meraba pendekatan yang memungkinkan untuk dijajaki. Tapi semua hanya perihal waktu, dan yang jelas dukungan dari pemerintah.

“IoT ini adopsinya tentang kemulusan implementasi, bagaimana  support-nya ketika pengadopsiannya sudah masif akan menjadi tantangan lain. Salah satu yang mengganjal juga regulasi pemerintah, karena nyaris seluruh solusi IoT membutuhkan perangkat nirkabel. Sementara setiap perangkat nirkabel baru wajib melalui proses sertifikasi. Ini bisa menghambat produksi massal,” tutupnya.

Jepret Allegra by DyCodeX / DailySocial

 

Update:
Kami meralat penamaan DyCodeX menjadi DycodeX, serta tautan menuju dycodex.com

MIT Ciptakan Aplikasi untuk Menghubungkan dan Mengontrol Perangkat Pintar

Seperti yang kita tahu, tren Internet of Things (IoT) semakin lama semakin menjamur. Setiap objek yang kita jumpai sehari-harinya perlahan berevolusi menjadi perangkat pintar. Pun demikian, kita masih kesulitan dalam hal mengontrolnya, mengingat masing-masing perangkat biasanya didampingi oleh aplikasinya sendiri-sendiri.

Inilah problem yang ingin dipecahkan divisi riset Fluid Interfaces dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Selama tiga tahun mereka mengembangkan sebuah aplikasi berjuluk Reality Editor, yang pada dasarnya merupakan aplikasi untuk mengontrol perangkat IoT atau smart home berbasiskan teknologi augmented reality (AR).

Reality Editor

Aplikasi ini sepintas tampak terinspirasi oleh film Minority Report yang dibintangi oleh Tom Cruise. Tapi bukan tampilannya semata yang membuatnya menarik, tetapi juga fungsinya. Dengan Reality Editor, pengguna dapat menghubungkan perangkat pintar ke yang lain hanya dengan menarik garis saja.

Jadi, semisal Anda menginginkan lampu kamar tidur bisa mati dengan sendirinya saat TV dimatikan, Anda tinggal menarik garis dari lampu ke TV pada aplikasi. Dari situ Anda tinggal memanipulasi fungsi-fungsi yang ingin diterapkan, semuanya melalui tampilan yang sangat mudah dipahami.

Contoh lain misalnya di dalam mobil. Anda ingin mengutak-atik equalizer sistem audio tapi malas mengakses menu demi menu pada layar. Dengan Reality Editor, Anda bisa menghubungkan sistem audio ke sepasang kenop pada dashboard. Dari situ Anda tinggal memilih fungsi apa yang bisa diatur dengan kenop A dan B, seperti misalnya mengatur bass dan treble.

Reality Editor

Potensi yang dimiliki Reality Editor sangat luas, dan aplikasi ini bukan sekedar konsep belaka. Tim pengembangnya telah merilis Reality Editor untuk perangkat iOS. Hanya saja, perangkat IoT atau smart home yang didukung belum ada – Reality Editor memanfaatkan platform open-source bernama Open Hybrid.

Solusinya sejauh ini adalah dengan jalan DIY. Menurut tim pengembangnya, pengguna bisa membuat adaptor untuk perangkat sehingga bisa dikenali oleh aplikasi Reality Editor. Tapi ke depannya, di saat sudah banyak perangkat yang mengusung kompatibilitas Open Hybrid, aplikasi ini bisa dipastikan akan menjadi cukup tenar.

Sumber: Fast Company.