OPCY, Platform Direktori Bisnis yang Fokus pada Pemasaran Digital

Mungkin pernah merasakan pengalaman seperti ini juga, ketika berada di daerah yang cukup asing dan sendiri, lalu ingin melakukan sesuatu, katakanlah mencetak poster, yang biasa dilakukan memanfaatkan mesin pencari untuk menemukan informasi. Biasanya informasi yang disajikan juga tidak detail, karena beberapa jasa yang dimaksud kadang tidak memiliki publikasi online. Dari permasalahan tersebut OPCY (Open City Business Directory) dikembangkan, menjadi sebuah direktori bisnis yang didasarkan pada letak geografis.

Cara kerja OPCY adalah memberikan kesempatan bagi mitra untuk lebih dikenal masyarakat melalui kanal digital. Salah satu fokusnya pada digital marketing, untuk membantu mitra dalam melakukan growth hacking. Dari sisi pengguna, selain listing, OPCY juga memberikan informasi terkini mengenai promo, kegiatan, dan tips yang menunjang kebutuhannya.

“Dari aspek pelaku usaha, tantangan memasarkan usahanya masih belum maksimal dengan metode yang konvensional, OPCY hadir untuk memberikan solusi, baik memberikan cara pemasaran secara online maupun penyiapan konten. Sehingga menjadi one stop digital marketing solution dengan konsep B2B,” jelas CEO OPCY Khoirul Hadi.

Selain sebagai direktori, juga fokus di pembayaran

Selain menyajikan direktori bisnis di suatu daerah, OPCY juga memiliki layanan OPAY untuk pembayaran dan pemesanan. Untuk saat ini, layaknya layanan yang sudah banyak ada, pembayaran seperti token listrik, pulsa dan BPJS juga diakomodasi OPAY yang saat ini tengah dalam tahap penyempurnaan. Selain itu pihaknya juga baru merilis layanan pemesanan tiket pesawat dan hotel. Dalam waktu dekat juga akan dirilis sebuah bot untuk membantu pengguna melalui fasilitas chatting untuk menemukan informasi terkait direktori.

“Untuk pengguna OPCY layanan bisa digunakan tanpa biaya berlangganan, karena monetisasi OPCY hanya disasarkan kepada mitra dengan pendekatan B2B. Sejak di-launching pada Mei 2017, OPCY masih dalam tahap bootstrap sepenuhnya,” lanjut Khoirul.

Target awal mematangkan bisnis di Jawa Tengah

Dalam waktu dekat, tim OPCY menyampaikan beberapa target yang ingin diraih. Pada aspek bisnis, untuk setahun ke depan OPCY memiliki target menjadi rujukan dan portal informasi mengenai direktori bisnis di Jawa Tengah, kemudian juga menjembatani pelaku usaha dari UMKM hingga pebisnis besar untuk memanfaatkan OPCY sebagai sarana digital marketing-nya.

“Jumlah pengguna OPCY saat ini bila dilihat dari jumlah angka total download aplikasi di Android sendiri sudah mencapai 13.000. Dengan rata-rata pengunjung harian di website kami sebanyak hampir 1000 orang per hari,” ujar Khoirul.

Pada pertengahan Mei lalu, grand launching OPCY diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah di Solo. Hal ini menjadi sebuah kesempatan kemitraan strategis sendiri bagi OPCY untuk memaksimalkan debut pertamanya di Jawa Tengah.

Application Information Will Show Up Here

Marketplace P2P Lending Investree Ekspansi ke Jawa Tengah

Investree, startup penyedia marketplace peer-to-peer (P2P) lending hari ini meresmikan ekspansi bisnisnya ke wilayah Jawa Tengah. Untuk memantapkan langkah ini, Investree juga baru saja meresmikan kantor perwakilan di Kota Semarang.

Disampaikan Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi, ekspansi ke Jawa Tengah bukan tanpa alasan. Berdasarkan data dari BPS Jateng, terdapat peningkatan jumlah UMKM sebanyak lebih dari 40 ribu dan hal tersebut merupakan potensi yang besar untuk dieksplorasi. Seperti diketahui bahwa salah satu fokus Investree ialah memberikan pinjaman bagi UMKM di Indonesia.

“Hadirnya kantor perwakilan Investree yang berlokasi di Semarang akan memudahkan kami dalam menjangkau calon borrower yang mayoritas adalah pegiat UMKM di Jawa Tengah dan sekitarnya, sehingga transaksi dapat berjalan lebih efektif dan efisien,” ujar Adrian.

[Baca: Investree Segera Ekspansi ke Vietnam dan Luncurkan Pembiayaan Syariah]

Langkah serius untuk mengakomodasi pasar UMKM di Indonesia dilakukan pasca Investree resmi terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak bulan Mei 2017 lalu. Investree dinyatakan terdaftar sebagai Penyelenggara Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan diatur dalam administrasi Direktorat Kelembagaan dan Produk Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).

“Seluruh aktivitas atau transaksi pinjam meminjam di Investree dilakukan secara online, khususnya bagi lender. Setiap tahapan mulai dari registrasi, melihat daftar pinjaman di marketplace, hingga mentransfer pendanaan dijalankan melalui situs Investree. Untuk pengelolaan dana, kami juga telah bekerja sama dengan bank rekanan Danamon dalam hal sistem manajemen kas berupa fasilitas automatic payment dan automatic posting atau yang biasa disebut dengan host-to-host service, sehingga mempercepat proses pemberian pinjaman kepada borrower,” imbuh Adrian.

Saat ini Investree memiliki dua produk unggulan, yakni Pinjaman Bisnis (Business Loan) dan Pembiayaan Karyawan (Employee Loan). Pinjaman Bisnis adalah modal kerja untuk memperlancar arus kas (cashflow) dengan menjaminkan tagihan atau invoice. Sedangkan Pembiayaan Karyawan adalah pinjaman serbaguna yang diberikan kepada karyawan yang bekerja di perusahaan yang bekerja sama dengan Investree.

[Baca juga: Investree: Tingkat Kepercayaan Konsumen terhadap Bisnis “P2P Lending” Mulai Meningkat]

Sampai dengan saat ini, Investree berhasil membukukan catatan total fasilitas pinjaman sebesar Rp 237 Miliar, nilai pinjaman tersalurkan sebesar Rp 187 Miliar, dan nilai pinjaman lunas sebesar Rp 144 Miliar dengan tingkat pinjaman gagal bayar atau default 0%. Kebanyakan peminjam di Investree masih merupakan pemain bisnis kecil dan menengah dari kategori kreatif.

Kendalikan Harga Pangan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Luncurkan Aplikasi SiHati

Secara resmi 8 Januari lalu pemerintah provinsi Jawa Tengah meluncurkan aplikasi Android yang menginformasikan harga produk komoditi di provinsi tersebut, SiHati. Aplikasi ini nantinya bisa digunakan untuk memonitor harga bahan pangan terkini, berbasis situs SiHati yang sudah tersedia sejak tahun 2013, yang diharapkan bisa menjadi acuan bagi tim pengendali inflasi daerah di Jawa Tengah.

“Kami sudah mengunakan aplikasi sejak Desember 2015, sebelum diluncurkan secara resmi pada saat ini,” kata Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah Iskandar Simorangkir kepada Tempo.

Untuk versi 2.0 ini, SiHati telah dilengkapi dengan virtual meeting dalam aplikasi platform berbasis Android supaya orang-orang terkait, termasuk gubernur dan bupati, bisa langsung mengambil aksi terhadap pergerakan harga yang ada. Target pengguna aplikasi ini adalah pegawai pemerintahan di lingkungan provinsi Jawa Tengah.

Entah apakah kebetulan atau tidak, angka inflasi di provinsi Jawa Tengah pada bulan Desember 2015 hanya sebesar 0,99 %, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2014.

“Sekali ada info kenaikan komoditas yang rawan menganggu langsung gubernur keluarkan kebijakan lewat virtual meeting,” kata Iskandar.

SiHati diciptakan secara khusus oleh pemerintah propinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan kantor Perwakilan Bank Indonesia. SiHati sendiri merupakan singkatan dari Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi, situs ini sengaja dibuat untuk menekan spekulasi harga di pasar yang berdampak pada inflasi.

Untuk memudahkan masyarakat mengakses situs SiHati, tersedia beberapa menu utama seperti Peta Komoditi dan Tabel Komoditi. Cara mudah juga bisa dipilih oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi, yaitu melalui media SMS. Nantinya secara otomatis semua informasi terkini akan disampaikan melalui pesan langsung. Masyarakat juga bisa berbagi infromasi seputar harga dan berita lainnya melalui situs SiHati.

Sejak versi pertamanya diluncurkan pada tahun 2013 silam, situs SiHati sudah digunakan oleh pemerintah Jawa Tengah untuk menginformasikan harga-harga bahan pangan seperti beras, telur, daging ayam, cabe merah, dan bawang merah.

Bawang merah sendiri merupakan fokus utama komoditas karena Jawa Tengah dikenal sebagai daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Empat puluh persen hasil pertanian di kawasan ini adalah bawang merah.

“Prioritasnya baru bawang merah, karena Jawa Tengah jadi pusat produksi bawang terbesar di Indonesia. Harapannya, aplikasi ini cocok jadi proyek percontohan sebelum dikembangkan ke komoditas lainnya,” kata Iskandar.

Polytron Bangun Pabrik Smartphone di Kudus

Persaingan pasar ponsel lokal untuk “melokalisasi” produknya kian memanas. Setelah merek lokal Evercoss yang terlebih dahulu membangun pabrik untuk produksi mandiri, Polytron kini mengikuti jejaknya. PT. Hartono Istana Teknologi selaku produsen Polytron berencana tahun ini memproduksi smartphone di pabriknya yang didirikan di Kudus.

Direktur Jendral Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi, seperti dikutip Tempo, mengatakan, “Akhir Desember lalu (Polytron) sudah melakukan trial production. Intinya industrialisasi handphone di Tanah Air jalan terus. Mereka akan produksi smartphone.”

Pabrik ini sebenarnya sudah memproduksi produk elektronik seperti Video dan Audio. Namun sejak awal 2014 telah mulai memproduksi Feature Phone di pabrik yang sama. Seperti dikutip dari SindoNews, Public Relations dan Marketing Event Manager Polytron Santo Kadarusman menyatakan di lahan seluas 130.000 meter persegi tersebut Polytron menargetkan untuk dapat memproduksi 2,4 juta unit per tahun.

Santo mengakui sebagai pemain baru pangsa pasar ponsel Polytron di Indonesia masih belum begitu besar. Seiring dengan pertumbuhansmartphone kini 60% produksi ponsel Polytron di dominasi oleh smartphoneAndroid, sementara 40% lainnya masih di segmen feature phone. Pihaknya menargetkan di tahun 2015 pertumbuhannya mampu melonjak tajam.

Saat ini produk unggulan Polytron di pasaran adalah Polytron W9500 dan Polytron Crystal 4 yang masih diproduksi di Tiongkok dan masuk di segmen smartphone yang ditawarkan di kisaran harga Rp 2 juta.

“Saat ini Polytron masih fokus pada penetrasi pasar terlebih dahulu sembari edukasi produk ponsel Polytron ini ke masyarakat. Hal ini dilakukan karena selama ini masyarakat lebih mengenal Polytron pada produk elektroniknya saja. Padahal kami sudah punya handphone juga,” tegas Santo lebih lanjut.

Masih dari sumber yang sama, Santo mengklaim bahwa ponsel Polytron merupakan ponsel bikinan lokal dan satu-satunya merek asli Indonesia. Adapun bahan baku produksi, sesuai aturan dari pemerintah sebagai produk lokal, hampir 55% komponen produksi berasal dari dalam negeri. Jika permintaan pasar makin tinggi, Polytron akan terus meningkatkan produksinya, apalagi lini produksi ponsel masih bisa dioptimalkan hingga 100.000 unit per lini.

[Ilustrasi: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Adjie Priambada.