Wantedly Umumkan Penghentian Operasional di Indonesia (UPDATED)

[Update terbaru dari Kentaro Adachi]

Pasca pemberitaan ini Kentaro kembali menghubungi DailySocial dan mengklarifikasi bahwa apa yang ia kirimkan (email pengumuman mengenai penghentian layanan) merupakan sebuah kesalahan. Ia turut menginformasikan saat ini belum ada keputusan apa-apa mengenai operasi Wantedly di Indonesia. Kecuali Kentaro yang secara personal tidak akan bersama Wantedly lagi.

Melalui email kedua yang dikirimkan Kentaro, pihak Wantedly mengoreksi sekaligus mengonfirmasi tidak akan menghentikan layanannya di Indonesia ke seluruh penggunanya.

Wantedly salah satu platform pencarian kerja asal Jepang yang masuk ke Indonesia tahun 2015 silam mengumumkan menghentikan operasionalnya di Indonesia. Pengumuman itu disampaikan oleh Head of Market Expansion Wantedly Indonesia Kentaro Adachi yang dikirim melalui email yang dikirim untuk semua pengguna Wantedly.

Dalam emailnya Kentaro menulis bahwa Wantedly akan menghentikan operasional dan dukungan pelanggan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan perusahaan yang sudah mengumumkan mengenai lowongan pekerjaan tidak bisa lagi mengumpulkan kandidat. Namun disebutkan bahwa pihak Wantedly merencanakan akan kembali ke pasar Indonesia dengan produk yang lebih baik.

“Saya minta maaf karena notifikasi ini terlalu mendadak. Namun kami pasti akan segera kembali ke Indonesia pada waktu yang akan datang dengan revisi produk dan pelokalan yang bagus. Ini karena kami masih percaya dalam kemungkinan dan masa depan pasar Indonesia,” tulis Kentaro.

Sampai saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai alasan sebenarnya dan apa yang tengah direncanakan oleh Wantedly. Hanya pernyataan dari Kentaro bisa menggambarkan bahwa Wantedly kesulitan dalam bersaing di pasar Indonesia.

Sebelumnya kinerja Wantedly di Indonesia juga terlihat belum memuaskan. Kondisi Wantedly yang kesulitan berkembang di pasar Indonesia sebelumnya juga tergambar dalam wawancara DailySocial dengan CEO Wantedly Akiko Naka tahun 2016 silam. Dalam wawancara tersebut Naka selaku CEO mengakui bahwa pihaknya tengah mengumpulkan tim lokal untuk bisa mengakselerasi pertumbuhan Wantedly.

Bahkan Wantedly direncanakan melakukan re-launch pada tahun 2017 kemarin. Namun pada kenyataannya Wantedly malah menghentikan operasionalnya di awal tahun 2018. Dalam email pengumuman tersebut Kentaro juga menyiratkan akan meninggalkan Wantedly selepas bulan Januari.

Sebagai informasi, Wantedly merupakan layanan yang berasal dari Jepang yang memudahkan para pencari kerja untuk mencari lowongan pekerjaan maupun kesempatan magang. Ada beberapa aplikasi yang terdapat di dalamnya, yakni, Wantedly sebagai layanan utama, Wantedly Chat, Wantedly Contact, Wantedly People, dan Wantedly Siori. Semuanya memiliki fungsi yang berbeda namun saling melengkapi.

Application Information Will Show Up Here

Mencermati Popularitas Situs dan Aplikasi Job Listing

Sejak internet sudah mulai banyak digunakan di tanah air, tepatnya sekitar awal tahun 2000-an, sudah banyak pencari kerja yang memanfaatkan situs job listing lokal hingga asing untuk menemukan tempat berkarier. Hal tersebut membuktikan bahwa pencarian lowongan pekerjaan secara online sudah mulai banyak dipilih oleh pengguna.

Di tahun 2017 ini, teknologi sudah semakin advance, demikian juga dengan pilihan dan alternatif untuk mencari lowongan pekerjaan. Bukan hanya situs job listing, namun aplikasi hingga media sosial, sudah menjadi pilihan tersebut.

DailySocial bersama dengan Jakpat meluncurkan hasil survei yang melibatkan 994 responden yang kebanyakan adalah kalangan millennial terkait dengan kebiasaan penggunaan situs dan aplikasi favorit pencarian pekerjaan secara online.

Situs job listing populer

Pertama yang patut dicermati adalah hingga kini situs job listing yang sudah eksis sejak awal tahun 2000-an seperti Jobstreet (60.00%), Karir (44.06%) hingga JobsDB (37.22%) masih menjadi tiga pilihan paling popular pencari kerja untuk menemukan lowongan yang sesuai. Sementara situs job listing yang terbilang baru hadir mulai dilirik oleh sebagian pencari kerja. Di antaranya adalah, KerjaDulu (10.87%), Karirpad (9.05%), Jofom (5.94%) hingga Jora dan Creasi (5.33%).

Selain memanfaatkan situs job listing, banyak juga pencari kerja yang menemukan lowongan pekerjaan melalui situs berita seperti DailySocial (21.63%) hingga Kompas Karier (31.09%). Hal tersebut membuktikan, informasi lowongan yang relevan di masing-masing situs berita tersebut, mulai dijadikan pilihan oleh pencari pekerjaan.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, banyak juga responden (74.65%) yang menyebutkan melihat langsung lowongan yang tersedia melalui situs resmi perusahaan yang diincar.

Pencarian melalui media sosial dan online chat

Hal menarik lainnya adalah kehadiran LinkedIn yang telah memberikan alternatif baru bagi pencari kerja, atau mereka yang sekedar “melihat” lowongan pekerjaan yang diinginkan, meskipun masih memiliki pekerjaan. Namun demikian tidak terlalu banyak orang mencari pekerjaan secara khusus melalui LinkedIn hanya sekitar (30.28%) responden menyebutkan mereka mencari pekerjaan melalui Linkedin.

Pilihan lainnya yang digunakan oleh responden adalah online chat group seperti WhatsApp (52.11%), Telegram (13.58%), Facebook Groups (44.47%), Line Groups (30.89%). Sementara sisanya (29.07%) mengaku tidak pernah memanfaatkan online chat group untuk mencari pekerjaan.

Kesempatan untuk job listing di sektor informal

Di lain sisi, hasil temuan survei menyebutkan bahwa kebanyakan pencari kerja untuk pekerjaan formal yang banyak menggunakan teknologi saat mencari pekerjaan. Sementara untuk pencari kerja di sektor informal sebanyak (60.66%) masih belum banyak yang memanfaatkan situs hingga aplikasi job listing.

Hal tersebut yang kemudian patut dicermati oleh startup seperti Sejasa (23.34%), Tukang.com (22.94%) hingga Findtukang (10.56%) untuk lebih agresif lagi melakukan kegiatan pemasaran menyasar pencari kerja di sektor informal.

Unduh laporan hasil survei selengkapnya: Job Recruitment Sites & Services Survey 2017

Helpster Bukukan Pendanaan Pra-Seri A Senilai 33,8 Miliar Rupiah, Tetap Fokus di Pasar Indonesia dan Thailand

Hari ini (12/12) pengembang platform penyedia tenaga kerja temporer asal Thailand Helpster mengumumkan penutupan putaran pendanaan pra-seri A sebesar 33,8 miliar yang dipimpin oleh Mojo Partners dan Wavemaker. Investor sebelumnya, termasuk Convergence Ventures, turut berpartisipasi dalam pendanaan tersebut. Dengan pendanaan ini, Helpster berhasil mengumpulkan total pendanaan senilai 67,7 miliar rupiah.

Seperti diketahui sebelumnya, Helpster melakukan ekspansi pertamanya ke Indonesia pasca pendanaan awal yang diterima pada akhir 2016 lalu. Mencoba menguasai dua pangsa pasar tersebut, Indonesia dan Thailand, saat ini Helpster memiliki anggota tim sebanyak 60 orang. Helpster didirikan oleh Mathew Ward dan John Srivorakul, yang sebelumnya mendirikan Admax Network, Ardent Capital, Ensogo, dan aCommerce.

“Helpster berbeda dari aplikasi lain karena kami beroperasi seperti agen tenaga kerja resmi. Kami mengelola proses kepegawaian end-to-end. Mulai dari screening, wawancara, hingga pembayaran gaji, semua termasuk ke dalam deskripsi kerja kami. Pada akhirnya, kami ingin menciptakan kembali model agen tenaga kerja baru di wilayah ini,” sambut Ward.

Di Bangkok dan Jakarta, Helpster mengaku telah berhasil memfasilitasi ribuan pekerja untuk mendapatkan pekerjaan temporer setiap bulannya. Bisnis ini memiliki tingkat pertumbuhan month-to-month sebanyak 100 persen dalam hal jumlah hari kerja yang dilakukan oleh penggunanya. Beberapa pelanggan awal platform Helpster di Indonesia termasuk Ismaya Group, Lazada, dan Union Group.

Helpster cukup percaya diri dengan debutnya, karena ditaksirkan pasar tenaga kerja temporer di wilayah Asia Tenggara dapat menghasilkan hingga 94,8 triliun setiap tahunnya. Di lain sisi sebanyak 35 persen pelaku bisnis di wilayah tersebut menginginkan solusi tenaga kerja yang lebih efektif. Dari sisi pengguna (pekerja), Helpster membantu dengan memberikan notifikasi mengenai lowongan kerja dalam aplikasi, serta membebaskan mereka untuk memilih pekerjaan yang ingin mereka lakukan.

Ward menambahkan bahwa penggunaan platform digital sangat penting di Asia Tenggara.

“Ada 100 juta pekerja di Asia Tenggara yang bekerja di bidang jasa. Sebanyak 40 persen dari mereka terikat kontrak atau mengambil kesempatan kerja seadanya dan  menemukan pekerjaan melalui saluran offline, namun mayoritas dari mereka kini lebih memilih untuk menggunakan smartphone. Teknologi kini dapat membantu para pelaku bisnis dan pekerja untuk saling menemukan dan terhubung satu sama lain.”

Application Information Will Show Up Here

TEMU Kembangkan Aplikasi untuk Serap Tenaga Kerja “Low Skill”

Portal pencarian kerja (job listing) menjadi salah satu terobosan menarik untuk menjembatani kebutuhan masyarakat akan pekerjaan dan korporasi sebagai penyedia lapangan kerja. Sudah banyak saat ini portal pencari kerja, namun kebanyakan memfokuskan untuk pekerja dengan pendidikan tinggi (minimal lulusan kuliah). Sementara itu tingkat terserapnya pekerja dengan pendidikan di bawah standar tersebut semakin kecil. Dengan latar belakang tersebut layanan TEMU dihadirkan.

TEMU (PT TEMU Sejahtera Visi Utama) merupakan startup pengembang portal job listing dalam web dan aplikasi yang mengkhususkan untuk menjaring tenaga kerja low skill, menyasar lulusan SD – SMA/K. Beberapa kesempatan kerja yang ditawarkan seperti sopir, penjaga toko, kasir, SPG, OB, dan lainnya. Para tenaga kerja disalurkan ke berbagai perusahaan dan kantor BUMN. Dengan misi sosial untuk memutus siklus kemiskinan yang ada di kampung kota di Indonesia, TEMU ingin memberikan solusi atas permasalahan komunikasi dan akses kepada berbagai informasi kesempatan kerja.

“Untuk memberikan informasi lowongan pekerjaan terbaik kepada para Pencari Kerja lulusan SD sampai SMA/SMK, pada Juni 2017 TEMU meluncurkan produk berupa aplikasi Android dengan nama TEMU KERJA yang dapat diunduh pada aplikasi Google Play Store,” jelas Co-founder TEMU Gustian Mahardika.

Berdiri sebagai perusahaan dengan misi sosial sejak 2015, TEMU berkomitmen untuk tidak mengambil keuntungan apa pun dari pihak pencari kerja. TEMU yang juga sebagai pasar tenaga kerja (job marketplace) memberikan fitur layanan gratis kepada pihak perusahaan yang ingin memasang lowongan pekerjaan melalui TEMU.

“Meskipun berdiri sebagai perusahaan dengan misi sosial, TEMU tetap menargetkan untuk mendapatkan keuntungan. Saat ini TEMU telah meluncurkan layanan berbayar bagi perusahaan yang memiliki kebutuhan tenaga kerja dengan keahlian yang tepat secara cepat. Layanan tersebut bernama headhunting low skill. Layanan headhunting saat ini hanya tersedia bagi perusahaan di daerah Jadetabek.” lanjut Gustian.

Aplikasi TEMU Kerja

Kebutuhan masyarakat

TEMU didirikan oleh dua orang founder, yakni Maral Dipodiputro dan Gustian Mahardika. Ide awal pengembangannya saat itu Maral ditugaskan untuk bergabung menjadi tim Pokja Papua yang dibentuk Presiden. Dari program tersebut Maral mempelajari betul tentang bagaimana memberdayakan masyarakat, dan melihat langsung berbagai permasalahan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan tepat dengan pendekatan digital.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015, masih terdapat 7,4 juta pengangguran di Indonesia dengan 89% atau 6,6 juta jiwa di antaranya merupakan warga yang putus sekolah hingga tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki adalah SMA/K. Di sisi lain, statistik pertumbuhan badan usaha terus mengalami peningkatan sebesar 10% setiap tahunnya yang tentu akan berdampak pada kebutuhan tenaga kerja low-skill.

Hal ini kemudian divalidasi Maral dan Gustian dengan riset turun ke lapangan selama lebih dari 8 bulan guna melihat keadaan nyata dan mencari permasalahan utama yang selama ini terjadi.

Hasil dari riset tersebut mengidentifikasikan bahwa permasalahan utamanya adalah adanya kesenjangan informasi dan komunikasi antara pihak pencari kerja dan penyedia kerja. Baik pihak perusahaan maupun pihak pencari kerja selama ini merasa kebingungan dan tidak tahu bagaimana cara untuk mencari/menyampaikan informasi lowongan pekerjaan secara tepat.

Job portal yang selama ini ada, lebih menyasar untuk kalangan pencari kerja lulusan di atas SMA, yang tentu kurang tepat bagi para pencari kerja low-skill maupun perusahaan yang butuh pekerja low-skill. Penetrasi penggunaan smartphone dan internet yang tinggi dirasa merupakan hal yang harus dimanfaatkan untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Dari hal tersebut, TEMU menciptakan sebuah pasar tenaga kerja berbasis teknologi dan informasi,” ujar Gustian.

Sembari mengembangkan basis pengguna, saat ini TEMU tengah mengikuti sebuah program akselerator Remake City Jakarta yang diadakan oleh UnLtd bekerja sama dengan KOICA. Gustian juga mengungkapkan bahwa saat ini TEMU terbuka dan dalam tahap pencarian pendanaan tambahan.

“TEMU memiliki beberapa target yang ingin dicapai dalam waktu satu tahun ke depan yakni penambahan fitur pada produk aplikasi TEMU KERJA dan juga website, perluasan wilayah layanan headhunting pada beberapa kota besar di Indonesia, dan meningkatkan jumlah pencari kerja yang menerima manfaat hingga 500.000 orang,” pungkas Gustian.

Application Information Will Show Up Here

Situs Pencari Kerja “Gawean” Meluncur, Fokus di Bidang F&B, Ritel, dan Perhotelan

Berawal dari pengalaman pribadi sang founder saat studi di Brisbane Australia, startup yang menghadirkan platform untuk pencari kerja di bidang food and beverage (F&B) hadir di Indonesia. Startup lokal bernama Gawean ini fokus kepada pencarian pekerjaan hingga tenaga kerja di restoran, hotel hingga bisnis ritel lainnya. Kepada DailySocial Founder & CEO Gawean Kevin Fami Anggara mengungkapkan, Gawean ingin menjembatani tenaga profesional yang fokus mencari kerja di bidang F&B.

“Pada saat itu saya mengalami masalah finansial sehingga mengharuskan saya untuk mencari pekerjaan part-time untuk mendapatkan uang. Saya print banyak sekali CV dan mendatangi restoran, cafe, dan convenience store di sana untuk melamar pekerjaan, dan itu sangat melelahkan. Dari sekian banyak CV yang saya berikan hanya satu restoran yang menghubungi saya. Dari situlah saya terinspirasi untuk mendirikan Gawean.”

Fitur penilaian dan rating pencari kerja

Untuk memastikan CV dari kandidat terlihat baik dan profesional, Gawean melakukan standardisasi CV dari para pelamar kerja. Hal ini dilakukan oleh Gawean, karena masih banyak dari para pelamar kerja terutama di bidang F&B yang tidak tahu membuat CV yg baik dan benar.

“Terkadang banyak informasi yang tidak penting yang dicantumkan di CV dan itu merupakan salah satu keluhan dari beberapa tempat kerja yang sudah menjadi partner kita,” kata Kevin.

Sementara dari sisi perusahaan, setelah membuat profil di situs Gawean, perusahaan bisa membuka lowongan pekerjaan secara langsung. Perusahaan juga bisa melihat CV dari kandidat yang diinginkan melalui rating atau nilai tertinggi yang sudah tercantum dalam CV kandidat. Hanya dengan satu klik perusahaan bisa memilih kandidat dengan nilai tertinggi dan melanjutkan sampai ke tahap wawancara.

Perusahaan juga bisa membuat profil yang terdaftar di Gawean, sehingga para pelamar kerja dapat mengetahui seperti apa kultur kerja dan kisaran gaji di tempat kerja di perusahaan.

“Yang membedakan Gawean dengan layanan serupa lainnya adalah kami mempunyai fitur GPA (Gawean Point Average) yang memberikan penilaian ke setiap pencari kerja, sehingga pemilik usaha tidak usah repot lagi menyortir CV para kandidat secara konvensional,” kata Kevin.

Masih dalam versi Beta, saat ini situs Gawean sudah bisa diakses, dan Gawean telah memiliki sekitar 90 pencari kerja dan 4 perusahaan yang sudah terdaftar di Gawean yang masih dalam tahap beta testing.

Rencana fundraising dan target Gawean

Selain menambah jumlah pengguna dan perusahaan untuk bergabung di Gawean, target dari Gawean selanjutnya adalah melakukan penggalangan dana untuk tahap Seed. Diharapkan melalui platform Gawean bisa membantu pencari kerja menemukan pekerjaan yang tepat sekaligus mengurangi jumlah pengangguran dan kesenjangan sosial di Indonesia.

“Kami sangat berharap dapat membantu pencari kerja mempertemukan mereka dengan pekerjaan yang sesuai dengan mereka dan membantu pemilik usaha mendapatkan pekerja yang kompeten,” tutup Kevin.

Terapkan Fitur “Swipe” ala Tinder, Layanan “Job Listing” Rob’s Jobs Diluncurkan

Setelah sebelumnya YesJob meluncurkan aplikasi “Digital Recruiter” yang fokus kepada jajaran manajemen dan profesional, layanan HR serupa yang fokus kepada staf non-eksekutif Rob’s Jobs hadir di Indonesia.

Kepada DailySocial, Co-founder dan Director Rob’s Jobs Indonesia Ika Novi mengungkapkan masih besarnya potensi kalangan tersebut menjadi salah satu alasan mengapa Rob’s Jobs yang didirikan tahun ini menyediakan pilihan dengan menggunakan teknologi terkini kepada pencari kerja dan perusahaan.

“Potensi market blue collar dan non managerial level di Indonesia yang cukup besar dan saat ini belum banyak job portal yang menggarapnya.”

Cara kerja yang diterapkan Rob’s Jobs serupa dengan layanan dating Tinder, swipe ke kanan jika cocok dan swipe ke kiri jika merasa tidak cocok.

“Cara kerja Rob’s Jobs seperti halnya Tinder dengan melihat jarak pelamar dengan perusahaan, skill, pendidikan, dan range salary. Aplikasi kami mampu melakukan screening secara otomatis dan menampilkan pada aplikasi,” kata Ika.

Sedikitnya terdapat 12 kriteria yang bakal menentukan kecocokan antara pencari kerja dengan perusahaan, masing-masing kategori tersebut wajib dipilih oleh kedua belah pihak.

Selain di aplikasi, Rob’s Jobs juga bisa diakses melalui situs yang dilengkapi dengan fitur chat yang bisa digunakan perusahaan.

“Situs Rob’s Jobs hanya untuk sisi pemberi kerja sementara aplikasi digunakan untuk pencari kerja,” kata Ika.

Fokus layanan dan target Rob’s Jobs

Saat ini Rob’s Jobs baru tersedia di Jakarta dan telah memiliki sekitar 22 ribu pencari kerja dengan jumlah pilihan pekerjaan sebanyak 21 ribu. Selanjutnya target dari ROBS Jobs adalah mampu mencapai 300 ribu pengguna dan 50 ribu lowongan pekerjaan hingga akhir tahun 2017.

Masih belum melancarkan kegiatan monetisasi, saat ini Rob’s Jobs masih bisa dinikmati secara gratis oleh perusahaan dan pencari kerja.

“Rencana fitur berbayar dikenakan kepada perusahaan yang mempromosikan lowongan lebih dari 3 posisi dalam waktu 3 bulan. Kapan layanan tersebut diterapkan? Kira-kira di akhir tahun 2017. Untuk perusahaan yang hanya menampilkan 1 lowongan saja dalam waktu 3 bulan tidak dikenakan biaya, demikian juga untuk pencari kerja,” kata Ika.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi “Digital Recruiter” YesJob Resmi Hadir

Startup penyedia platform pencari kerja di Indonesia belum menunjukkan penurunan jumlahnya, baik dari sisi layanan hingga inovasi. Setelah hadir 12 startup yang menyasar penyedia lapangan pekerjaan, satu lagi startup lokal hadir di Indonesia YesJob, yang menggunakan algoritma kompleks bernama DRIve (Digital Recruitment Disruptive Technology).

Selain teknologi canggih tersebut, YesJob juga bisa merekrut para kandidat pasif yang pada umumnya lebih memiliki potensi sebagai kandidat dibandingkan dengan kandidat aktif secara online.

Kepada media kemarin (26/07), Founder dan CEO YesJob James Umpleby mengungkapkan berdasarkan dari pengalaman sebelumnya sebagai seorang head hunter, YesJob memberikan pilihan kandidat yang lebih sukses tingkat kecocokannya dalam waktu yang cepat.

“Saat ini kebanyakan job listing online yang hadir di Indonesia lebih banyak memberikan pilihan tenaga kerja baru atau fresh graduate, sementara dari pengalaman saya sebagai head hunter banyak juga kandidat pasif yang memiliki potensi. Selain itu banyaknya aplikasi yang masuk juga kerap membuat pihak HR dalam hal ini sering kewalahan saat proses filtering kandidat yang tepat, YesJob mencoba untuk menjawab permasalahan tersebut.”

“Bukan hanya pencari kerja di entry level, namun untuk perusahaan atau startup yang mencari kandidat untuk level senior atau executive juga bisa dilakukan menggunakan aplikasi YesJob,” lanjutnya.

James menambahkan saat ini belum ada platform job listing online yang menyediakan pilihan untuk passive user yang biasanya lebih menjanjikan sebagai kandidat dibandingkan dengan para lulusan baru yang sedang mencari pekerjaan. Biaya yang dikenakan perusahaan adalah sebesar Rp 20 ribu untuk mendapatkan kontak dari setiap pelamar kerja yang sesuai dengan kriteria. Sementara untuk pencari kerja tidak dikenakan biaya.

“Dengan layanan dan teknologi yang ada YesJob berharap bisa menjadi seperti Go-Jek dalam hal perekrutan tenaga kerja secara digital.”

Mencocokkan kandidat dengan teknologi digital recruiter

Saat ini sudah 1000 perusahaan yang bergabung dengan YesJob. Untuk memastikan perusahaan tidak membuang waktu saat melakukan proses penyaringan aplikasi kandidat yang masuk, YesJob mengembangkan sistem Digital Recruiter dengan berbasis algoritma yang mampu memfasilitasi kedua belah pihak, pihak perusahaan dan pencari kerja.

“Jadi algotitma ini memang kami desain untuk berpikir layaknya head hunter berpengalaman. Algoritma ini dapat bekerja cepat, tepat dan otomatis sehingga proses rekrutmen bisa langsung berjalan ke tahapan wawancara,” kata Senior Technology Advisor YesJob Rama Notowidigdo.

Keterlibatan Rama, yang sebelumnya pernah bekerja sebagai Chief Product Officer Go-Jek, sebagai penasihat teknologi di YesJob dipercaya mampu menghadirkan teknologi yang diklaim merupakan satu-satunya dan pertama di Indonesia meskipun belum menerapkan machine learning.

Untuk tahap awal YesJob masih berusaha untuk mengembangkan sistem pencocokan yang akurat, namun ke depannya jika sudah dibutuhkan fitur seperti video interview juga akan hadir.

“Kami menjamin 100% tingkat keamanan untuk setiap data pelamar kerja dan data perusahaan termasuk data lowongan pekerjaan yang ada dalam database YesJob,” kata Rama.

Application Information Will Show Up Here

Platform Pencarian Kerja Wantedly Mempersiapkan Peluncuran Ulang di Indonesia

Sempat mengumumkan ekspansinya di Indonesia pada tahun 2015, platform perekrutan berbasis media sosial asal Jepang Wantedly kini sedang mempersiapkan diri untuk melakukan re-launch (peluncuran ulang) bisnisnya yang akan dilaksanakan pada tahun depan. Langkah re-launch dipilih oleh pihak Wantedly lantaran perkembangan bisnis sebelumnya dinilai belum begitu memuaskan, mengingat operasional di tangani bukan dari tim lokal melainkan dari tim Wantedly dari negara asal.

CEO dan Founder Wantedly Akiko Naka menjelaskan saat ini pihaknya sedang mengumpulkan orang-orang lokal untuk bergabung. Terhitung saat ini Wantedly sudah memiliki pengguna di Indonesia sebanyak 10 ribu orang dan 500 klien bisnis. Di Jepang Wantedly sudah beroperasi kurang lebih selama lima tahun. Kini platform tersebut memiliki 10 juta pengguna dengan total klien hingga 20 ribu.

“Kami akan re-launch Wantedly di Indonesia, rencananya tahun depan sudah resmi kembali beroperasi. Sebelumnya, kinerja Wantedly di Indonesia tidak begitu memuaskan karena operasionalnya dikerjakan bukan dari lokal. Namun sekarang kami sudah memiliki tim lokal dan sedang mencari orang untuk menjabat sebagai Country Head,” terang Naka kepada DailySocial.

Tak hanya di Indonesia, Wantedly rencananya juga sedang mempersiapkan tim barunya untuk ekspansinya di Singapura. Menurut Naka, dengan adanya tim lokal proses bisnis dirasa akan lebih berjalan mulus. Pasalnya, pasar Indonesia menjadi salah satu fokus utama Wantedly setelah Jepang, mengingat jumlah pengguna internet mencapai 132 juta menurut survei dari APJII.

Tak hanya itu, geliat pertumbuhan startup juga terbilang masif. Menurut Naka karena banyaknya startup digital, cara pencarian kerja jadi tidak bisa diterapkan secara tradisional. Mengingat nilai yang dijual oleh startup adalah misi dan value, bukan berapa besar gaji yang ditawarkan.

Hal inilah yang sejalan dengan model bisnis Wantedly, membedakan dengan platform pencari kerja lainnya semisal Jobstreet atau LinkedIn. Dalam Wantedly tidak diterangkan berapa gaji yang ditawarkan perusahaan, melainkan apa ide, misi dan value yang mereka tawarkan.

Pencari kerja juga dapat menelusuri profil perusahaan yang sedang membuka rekrutmen, siapa saja orang-orang yang bekerja di sana, dan bagaimana review dari mereka, sekaligus mengirim pesan singkat. Tujuan akhirnya, menghubungkan pencari kerja dengan pekerjaan yang sesuai passion, seiring dengan visi yang mereka hendak capai.

“Model bisnis kami menyesuaikan dengan target usia pencari kerja saat ini rata-rata adalah generasi millennial rentang usia 20-30 tahun. Kami ingin membantu mereka mendapatkan pekerjaan yang sesuai passion, bukan hanya lihat dari gaji yang ditawarkan tapi apa saja visi dan misi yang hendak dicapai bila dilakukan secara bersama.”

Wantedly memiliki lima aplikasi yang saling terintegrasi satu sama lain, yakni Wantedly, Wantedly Chat, Wantedly Contact, Wantedly People, dan Wantedly Siori. Masing-masing aplikasi memiliki fungsi yang berbeda. Misalnya Wantedly sebagai main core aplikasi yang digunakan oleh pencari kerja menelusuri peluang pekerjaan atau magang apa saja yang sedang tersedia.

Atau Wantedly Chat digunakan untuk saling berkirim pesan antar pengguna, transfer dokumen, undangan, atau lainnya. Sementara Wantedly People adalah aplikasi pencatat kartu nama otomatis dari hasil jepretan kamera. Rata-rata aplikasi tersebut baru tersedia untuk Jepang saja, rencananya untuk Indonesia aplikasi yang bakal tersedia adalah produk utama Wantedly.

Application Information Will Show Up Here

KapanKerja Siap Naungi UMKM Mencari SDM Yang Dibutuhkan

Demi meredam angka pengangguran di Indonesia, KapanKerja dibentuk guna mewadahi pelaku usaha dan pencari kerja mengikuti era transformasi digital saat ini. Dengan mengambil perhatian lebih besar pada pemain UMKM, KapanKerja ingin menjadi platform yang bersahabat kaum “kecil”.

Telah mengudara dan tersedia sejak akhir bulan Desember 2015 silam, KapanKerja terus mengembangkan aspek teknis layanannya hingga memutuskan untuk memperkenalkannya secara resmi di pertengahan Februari 2016. CEO KapanKerja William Salim mengatakan pada tim DailySocial bahwa potensi terbesar yang dimiliki bangsa ini bukanlah pada sumber daya alamnya melainkan pada sumber daya manusianya. Dasar tersebut yang terus dipegang William untuk menjalankan misi mulia mempertemukan para pencari pekerjaan, dan yang membutuhkannya dengan cepat dan mudah.

“KapanKerja dibentuk atas dasar keprihatinan atas tingginya tingkat pengangguran di Indonesia, namun di satu sisi banyak sekali pelaku usaha yang kesulitan mencari karyawan. Oleh karena itu dengan menyediakan platform lapangan pekerjaan yang gratis bagi pemasang iklan lowongan pekerjaan, maupun user. Kami berharap KapanKerja dapat memberikan kontribusinya bagi masyarakat,” kata William.

Masih terbilang hijau, KapanKerja terus mengupayakan kanal media sosial sebagai ujung tombak untuk menyuarakan bisnisnya. Strategi “word of mouth” dari para pengguna turut menjadi harapan William untuk membawa nama KapanKerja diterima baik di tengah masyarakat Indonesia.

“Yang menjadi core value dari KapanKerja adalah kami memberikan layanan gratis bagi pengusaha maupun kandidat pencari kerja. Kami menyediakan layanan gratis untuk para pelaku UMKM maupun corporate untuk memposting lowongan pekerjaan sehingga akan membantu bisnis untuk berkembang. Hal ini berbeda dengan platform lowongan pekerjaan lain di mana mereka mengenakan biaya pada perusahaan yang ingin memposting lowongan pekerjaan,” tambah William.

Karena satu dan lain hal tersebut, William berpendapat bahwa itu yang menjadi penghambat para pelaku UMKM untuk memposting informasi lowongan pekerjaan di platform online, dan tenaga kerja yang non-ahli pun pada akhirnya tidak pula mendapatkannya.

“Hal ini lah yang ingin kami edukasikan ke masyarakat bahwa cari tenaga kerja itu tidak susah, bahkan cari supir atau pembantu pun bisa lewat kami tanpa dikenakan biaya. Mungkin bisa dianggap KapanKerja ini sebagai platformnya “wong cilik”. Dan ini kami putuskan karena visi besar kami adalah mengurangi pengangguran dan meningkatkan perekonomian di Indonesia,” tandasnya.

Sejauh ini, KapanKerja mengklaim ada sekitar 80 perusahaan yang terdaftar dari berbagai skala di platformnya. William menjabarkan terdapat setidaknya 50 informasi lowongan pekerjaan, namun angka itu kerap berubah mengingat adanya expiry date untuk tiap-tiap lowongan.

“Untuk sementara kami belum fokus untuk memonetisasi layanan kami sehingga kamu belum memiliki revenue. Namun nantinya rencana kami akan mengambil revenue dari advertisement (produk/ jasa bukan iklan lowongan pekerjaan) dan juga kami akan mengadakan premium account di mana nantinya employer akan bisa mencari kandidat sesuai dengan requirement mereka dan juga kami ingin mengadakan program online certification yang tentunya terjangkau untuk masyarakat (pelatihan bahasa Inggris, public speaking, accounting , dan sebagainya),” tutup William.

Tutor, Layanan Marketplace Untuk Pengajar

Jika desainer grafis mempunyai KayaKarya atau Kreavi untuk menjadi portofolio mereka, seorang pengajar atau tutor bisa mendapatkan layanan sejenis melalui Tutor.co.id. Layanan Tutor.co.id memungkinkan seorang pengajar mempromosikan diri mereka agar lebih mudah ditemukan oleh calon murid. Continue reading Tutor, Layanan Marketplace Untuk Pengajar