Daftar Startup Mental Health Indonesia untuk Solusi Peredam Stres

Memahami psikologis seseorang saat ini sangat penting, karena hal tersebut akan mempengaruhi kinerja serta aktivitas sehari-hari. Saat ini, banyak sekali startup mental health Indonesia yang menawarkan berbagai macam layanan psikologis yang terampil.

Ingin mengetahui lebih lanjut? Yuk mari simak 10 startup mental health yang ada di Indonesia!

Ami

Startup mental health yang pertama adalah Ami, didirikan oleh Justin Kim (CEO) dan Beknazar Abdikamalov (CTO) pada tahun 2020. Layanan yang dikembangkan startup mental health yang satu ini adalah dapat memanfaatkan WhatsApp sebagai media untuk mengkomunikasikan layanan konsultasi psikologi.

Pada tahun 2021, Ami sendiri mendapatkan pendanaan dari Meta senilai 43,6 miliar Rupiah. Dana segar ini akan digunakan untuk mengembangkan aplikasi Ami dan melakukan ekspansi pengguna.

Bicarakan.id

Platform yang satu ini dikemas dengan sangat unik. Karena bicarakan.id ini merupakan startup mental health Indonesia yang dapat menawarkan pelayanan online dan tatap muka mulai dari individual ataupun pasangan.

Bicarakan.id didirikan oleh Andreas Handani (CEO) pada tahun 2018. Startup ini memiliki misi untuk semua masyarakat Indonesia memiliki kesehatan mental yang baik. Platform yang satu ini mendapatkan pendanaan dari East Ventures dengan dana yang dirahasiakan.

Diceritain

Layanan ini menyediakan konselor sebaya serta menargetkan mahasiswa. Startup mental health ini didirikan oleh tiga founder yaitu Lathifa Dinar (CEO), Hanum Thalia (CPO), dan Rischa Indiria (COO) pada tahun 2020.

Platform ini memiliki psikolog bersertifikat profesional secara anonim. Pastinya dengan menggunakan Diceritain, diharapkan pengguna mendapatkan pengalaman konsultasi yang unik.

Kalbu

Startup mental health Indonesia yang satu ini diluncurkan pada Agustus 2021. Kalbu ini tidak hanya melayani konsultasi secara individu dan pasangan saja. Startup mental health yang satu ini juga bisa berbasis secara B2B, semisal ada perusahaan atau universitas yang ingin memberikan layanan konsultasi untuk karyawan atau mahasiswanya.

Imam Hanggautomo selaku CEO dari Kalbu menjelaskan “Tren konsultasi kesehatan mental ini akan naik dalam beberapa tahun ke depan, pastinya kita akan berbenah dan melakukan perkembangan secara masif untuk memaksimalkan layanan kita kepada masyarakat.”

Kalm

Kalm diluncurkan pada Oktober 2018, Angela Widjaja selaku CEO bersama tiga orang temannya. Ingin mengembangkan startup mental health Indonesia agar masyarakat Indonesia bisa melek akan kesehatan mental.

Ada beberapa layanan terbaru dari Kalm yakni Increasing Wellness dan Increasing Value agar pengguna dapat mengetahui dan mencapai target yang diinginkan. Platform yang satu ini masih menggunakan dana operasionalnya sendiri.

Oncom

Oncom (Online Consultation & Mentorship) adalah platform berupa aplikasi digital yang berupaya menjembatani kebutuhan masyarakat yang ingin berkonsultasi secara live chat dengan pakar dan mentor dari berbagai bidang seperti psikologi, kesehatan, hukum, hobi, dan lain-lain.

Startup mental health Indonesia ini didirikan oleh Bima Sastra Gordhi di tahun 2016. Hal ini pastinya menjadi salah satu pesaing dan meramaikan startup mental health yang ada di Indonesia.

Psikologimu

Platform yang satu ini menghadirkan layanan konsultasi yang startegis. Psikologimu adalah startup mental health yang didirikan oleh Nova Ariyanto Jono pada tahun 2013. Pastinya psikologimu ini menghadirkan banyak sekali psikolog profesional dengan berbagai macam konsultasi via chat, email. voice call dan sebagainya.

Dari segi pendanaan sendiri psikologimu ini masih menggalangkan dana untuk mengekspansi bisnis kesehatan mental  yang pastinya sangat dibutuhkan dan bermanfaat di Indonesia.

Riliv

Riliv didirikan oleh kakak beradik yaitu Maxi dan Audy pada tahun 2015 di Surabaya, keduanya ingin membagikan kesenangan belajar mengenai mental health serta pentingnya mental health lewat program aplikasi yang mereka buat.

Startup penyedia layanan kesehatan mentalRiliv mengumumkan telah meraih pendanaan tahap awal (seed round) yang dipimpin oleh East Ventures. Tidak disebutkan nominal investasi yang diberikan, sejumlah investor turut andil di putaran ini termasuk Benson Capital, Sankalpa Ventures, Teja Ventures, Telkom Indonesia melalui program akselerasi Indigo, dan angel investor Shweta Shrivastava.

Satu Persen

Startup mental health Indonesia yang satu ini memiliki tagline Indonesian Life School. Startup ini didirikan oleh Ifandi Khainur Rahim (CEO) dan Rizky Adriawan (CTO) yang diberi nama satu persen

Alasan satu persen mengaku sebagai life school Indonesia adalah karena startup ini mengajarkan pengetahuan dan keterampilan penting dalam hidup yang belum mereka dapatkan di sekolah dan masyarakat luas. 

Bidang kesehatan mental dan pengembangan diri adalah salah satunya. Startup ini bertujuan untuk membuat masyarakat Indonesia lebih mengenal kesadaran identitas, pemecahan masalah aktif dan pola pikir berkembang. 

Satu persen yang merupakan life school tentunya juga memiliki kurikulum tersendiri, sama seperti sekolah pada umumnya. Bedanya, kurikulumnya berupa produk dan layanan seperti Pendampingan, Konseling, Kelas Online, Webinar, Tes Online Gratis, dan Pelatihan Kesehatan Jiwa Dasar. Satu persen juga memberikan layanan gratis melalui podcast dan video di saluran YouTube mereka.

Peranan Startup Memperluas Jangkauan Layanan Kesehatan Mental di Indonesia

Kesehatan mental masih menjadi isu dengan tingkat literasi yang relatif rendah di antara masyarakat Indonesia. Seringkali tidak kasat mata, esensi kesehatan mental tidak kalah penting dengan kesehatan fisik. Keduanya memiliki keterlibatan satu sama lain. Bila seseorang terganggu fisiknya, mungkin saja mental atau psikisnya juga terganggu, begitu pula sebaliknya.

Ada banyak faktor yang memengaruhi tingkat kesehatan mental seseorang, mulai dari sosial, psikologis, dan biologis. Kesehatan mental yang buruk juga dikaitkan dengan perubahan sosial yang cepat, kondisi kerja yang penuh tekanan, diskriminasi gender, pengucilan sosial, gaya hidup tidak sehat, kesehatan fisik yang buruk, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Hal ini makin menjadi di masa pandemi. Kondisi stres, cemas, depresi, hingga keinginan bunuh diri muncul sebagai respons atas isolasi, masa depan yang tak pasti, hingga kondisi ekonomi yang menurun. Rendahnya literasi terkait kesehatan mental membuat banyak persoalan jiwa yang bisa dicegah dan diatasi sejak dini justru ditemukan dalam kondisi berat dan memengaruhi kualitas hidup masyarakat.

Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) mengatakan, kesehatan mental adalah salah satu bidang kesehatan masyarakat yang paling terabaikan. Hampir 1 miliar orang di dunia memiliki gangguan kesehatan mental, 3 juta orang meninggal setiap tahun akibat penggunaan alkohol yang berbahaya, dan satu orang meninggal setiap 40 detik karena bunuh diri.

Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016 menunjukkan adanya 1.800 laporan bunuh diri per tahun di Indonesia atau setara lima orang per hari menghabisi nyawa mereka sendiri. Dari total tersebut, 47,7% korban bunuh diri ditengarai pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.

Selain itu, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan adanya lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami masalah mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami depresi. Dengan total lebih dari 30 juta masyarakat yang berpotensi membutuhkan penanganan mental, Indonesia baru memiliki sekitar 2500 psikolog klinis dan 600-800 psikiater yang terdaftar.

Sekumpulan fakta di atas menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi berbagai pihak dan mendorong hadirnya inovasi untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan mental di seluruh tingkatan. Juga makin banyak platform yang fokus menjangkau masyarakat yang rentan dengan isu kesehatan mental. Perlahan tapi pasti, isu kesehatan mental mulai mendapat perhatian dan menciptakan potensi bisnis.

Layanan konseling di masa pandemi

Seiring perkembangan dan pemanfaatan teknologi yang semakin luas, inovasi mulai hadir dalam industri kesehatan mental. Di masa pandemi yang membatasi ruang gerak dan interaksi sosial masyarakat, mulai bermunculan startup yang fokus menawarkan layanan konseling online, seminar mendalam bersama praktisi profesional, serta aktivitas lain yang menunjang kesehatan mental pada umumnya.

Sebut saja KALM. Layanan yang mulai beroperasi di tahun 2018 ini merupakan salah satu aplikasi konseling online yang menyediakan layanan yang fleksibel, privat, dan terjangkau dengan para profesional. Selain konseling online, KALM juga menawarkan fitur penulisan jurnal dengan ekspektasi untuk membantu memperbaiki pola pikir positif, menurunkan tingkat stres, dan memperbaiki tidur.

Karina Negara, Psikolog Klinis & Co-Founder KALM, mengungkapkan, pada awalnya konseling online dianggap hanya sebagai pelengkap, namun di masa sekarang, konsep ini telah menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat. Di akhir tahun 2020, menurut data dari KALM sendiri, 60% pengguna mengaku baru pertama kali menggunakan layanan konseling online.

Senada dengan Karina, Chief Visionary Officer (CVO) Kalbu Iman Hanggautomo juga mengungkapkan peningkatan signifikan di jumlah pengguna platform-nya. Berdasarkan keterangan beberapa praktisi yang sudah terdaftar di Kalbu, seorang psikolog yang biasanya menangani 1-2 pasien per hari, di masa pandemi pandemi meningkat jadi 8-10 pasien. Kalbu sendiri menawarkan berbagai layanan untuk pemulihan serta pemeliharaan kesehatan mental.

Di Indonesia, sudah ada beberapa layanan yang lebih dulu menyasar segmen ini, seperti Satu Persen, Bicarakan.id dan Riliv yang baru saja mendapat pendanaan tahap awal dari East Ventures.

Kehadiran platform-platform ini memberikan validasi terhadap kebutuhan layanan kesehatan mental di Indonesia. Pendanaan yang berhasil dituai pun menunjukkan segmen ini mulai dilirik investor.

Nama Biaya Konseling Pengguna Psikolog
Riliv Mulai dari Rp100ribu/sesi 500 ribu+ 100+
Kalm Mulai dari Rp250 ribu/minggu 12 ribu+ 167
Bicarakan.id Mulai dari Rp189 ribu/sesi 5 ribu+ 26
Satu Persen Mulai dari Rp250 ribu/sesi 270 ribu+ 9
Kalbu Rp300-350 ribu/sesi 200+ 15

Salah satu platform healthtech terkemuka Halodoc juga melihat potensi besar yang ada di segmen ini. Mulai tahun 2020 lalu, Halodoc sudah memiliki kanal atau fitur khusus untuk memberikan layanan konsultasi kesehatan mental bagi penggunanya dengan dukungan 500 psikolog dan psikiater. Kompetitornya, Alodokter, juga menawarkan fitur ini dan mengaku mengalami kenaikan jumlah sesi konsultasi kesehatan mental selama pandemi.

Potensi di sektor B2B

Salah faktor yang memicu isu kesehatan mental adalah lingkungan pekerjaan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019 menyebut kelelahan mental sebagai “fenomena yang dipicu pekerjaan”. Dampak masalah kesehatan mental di tempat kerja memiliki konsekuensi serius. Tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk produktivitas perusahaan.

Menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan mental terhadap kinerja karyawan, beberapa perusahaan mulai mencari solusi untuk mengatasi hal ini. Karina mengungkapkan, sejak awal tahun 2020 permintaan perusahaan untuk layanan kesehatan mental semakin tinggi. Hal ini menjadi salah satu alasan KALM mulai menjalankan KALMporate, layanan kesehatan mental untuk korporasi, di akhir kuartal pertama 2020.

Di sisi lain, startup kesehatan mental memiliki layanan yang terbatas karena menyasar ceruk pasar yang lebih sempit dibandingkan layanan healthtech pada umumnya. Potensi layanan kesehatan mental dinilai akan lebih maksimal diarahkan pada kebutuhan korporasi. Konsep ini dinilai lebih scalable sekaligus dapat menjangkau pasar yang lebih luas.

“Kita merasa dengan menyediakan layanan KALMporate, bisnis akan lebih scalable secara finansial. Tentunya sembari tetap mempertahankan kualitas layanan B2C kita,” tambah Karina.

Terkait potensi skema B2B untuk layanan kesehatan mental, Riliv telah meluncurkan Riliv for Company, sementara Kalbu juga menyasar institusi dan komunitas. Dalam wawancara terpisah, Iman mengungkapkan bahwa konsep B2B ini juga sebagai upaya tepat untuk meningkatkan literasi kesehatan mental di ranah institusi dan komunitas.

“Tantangannya ada dalam hal literasi kesehatan mental pada masyarakat Indonesia. Maka dari itu, kami mulai masuk dari penetrasi ke beberapa sekolah yang masif, juga perusahaan besar dengan harapan informasi dapat tersebar secara inklusif,” ungkap Iman.

Tantangan yang membayangi

Dengan hadirnya berbagai layanan kesehatan mental beserta potensinya, masih ada beberapa tantangan yang masih membayangi di segmen ini. Salah satunya adalah stigma negatif yang masih kuat terhadap orang yang mengalami isu kesehatan mental di Indonesia. Keterbatasan pemahaman dan pengetahuan mengenai kesehatan mental di negara kita tidak dapat lepas dari nilai-nilai tradisi budaya atau kepercayaan masyarakat.

Sebagian masyarakat masih mempercayai penyebab isu kesehatan mental berasal dari hal-hal supernatural atau takhayul sehingga mengategorikan hal tersebut sebagai aib. Pelabelan, pengucilan, dan stereotipe terhadap orang yang mengalami isu kesehatan mental acap kali membuat mereka memilih bungkam atau menolak berkonsultasi kepada ahli.

Di sisi lain, isu finansial kembali mencuat. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalani praktik konseling terkait isu kesehatan mental dinilai tidak sebanding. Pasalnya, layanan yang diberikan hanya dianggap sebatas “curhat” dan tidak menawarkan tindakan medis khusus dengan harga yang tidak jauh berbeda ketika melakukan konsultasi ke dokter spesialis.

Selain itu, akses yang tidak merata juga menjadi tantangan tersendiri. Di Indonesia, masih banyak provinsi yang tidak memiliki instansi khusus serta sumber daya profesional untuk isu kesehatan mental ini. Kementerian Kesehatan Indonesia memprediksi setidaknya 90% orang dengan gangguan kesehatan mental tidak mendapatkan akses terhadap perawatan yang memadai.

Tantangan lain datang dari sisi pengguna. Dengan berbagai solusi yang ditawarkan platform kesehatan mental, bagaimanapun juga, isu yang kerap memicu tidak stabilnya mental seseorang datang dari ranah yang cukup privat. Untuk itu tidak mudah bagi pengguna untuk langsung memutuskan berbagi (ke orang lain) terkait persoalan pribadi.

Salah seorang pengguna layanan konseling yang berdomisili di Jakarta mengakui dampak positif dari layanan konsultasi kesehatan mental pada dirinya. Meskipun harus melalui lebih dari satu kali pertemuan di beberapa platform berbeda, ia akhirnya menemukan konselor yang tepat dan nyaman untuk membagikan beban emosionalnya.

“Nyamannya orang beda-beda. Syukur kalau bisa langsung ketemu yang pas. Kalau enggak, ya harus cari-cari lagi,” tuturnya.

Demikian juga ketika melangsungkan sesi konseling. Layaknya sebuah treatment atau perawatan, konseling didesain untuk berkelanjutan. Karina menuturkan, “Untuk setiap sesi kita akan tentukan goal-nya apa dan akan ada ‘pekerjaan rumah’ yang harus diselesaikan.”

Lagipula, seseorang yang mengalami masalah hidup selama bertahun-tahun tidak akan seketika pulih dalam konseling yang ditargetkan selesai dalam satu jam.

Mimpi Karina adalah memosisikan layanan kesehatan mental setara dengan layanan kesehatan pada umumnya. Semakin kuat penetrasi layanan kesehatan mental di Indonesia, maka pemahaman terkait kesehatan mental diharapkan bisa lebih mendalam dan merata. Dengan demikian jalan untuk mengatasi tantangan-tantangan lainnya disinyalir akan lebih mulus.

Layanan Konseling Digital Kian Dibutuhkan di Masa Pandemi

Pandemi yang berlangsung saat ini merupakan ancaman kesehatan terbesar di abad ke-21. Hingga tulisan ini dibuat, sudah lebih dari 2,7 juta kasus dengan total kematian 191.176 jiwa terjadi di seluruh dunia. Beraktivitas sepenuhnya di rumah merupakan cara utama memutus rantai corona virus disease 2019 (Covid-19) ini.

Namun virus ini nyatanya tak hanya mengancam kesehatan fisik, tapi juga kesehatan mental. Gempuran kabar buruk sepanjang pandemi dan minimnya pilihan kegiatan dapat meningkatankan ancaman terhadap kesehatan mental. Layanan konseling digital merupakan alternatif untuk mendapatkan konseling sembari menerapkan social distancing.

Psikologimu dan KALM merupakan dua dari sekian penyedia layanan konseling digital. Mereka berbagi cerita mengenai perubahan yang dibawa oleh pandemi terhadap layanan mereka masing-masing.

Meningkatnya jumlah pengguna

Situasi kesehatan dan ekonomi yang memburuk saat ini adalah kombinasi maut penyebab stres. Hal ini sudah diperkirakan oleh pakar kesehatan sebagai dampak tak langsung dari Covid-19. Tak heran apabila jumlah pengguna layanan konseling digital melonjak.

CEO Psikologimu Nova Ariyanto Jono menyebut platform mereka mengalami pertambahan pengguna hingga 8-10% selama pandemi ini berlangsung. Menurut Jono layanan konsultasi mereka yang kian populer adalah konsultasi perihal keluarga dan asmara. Sedangkan untuk pertambahan pengguna untuk konsultasi mengenai rasa cemas disebut masih sedang-sedang saja.

“Memang terjadi peningkatan users yang merasa cemas dan khawatir, namun peningkatannya tidak terlalu signifikan,” ujar Jono.

Perlu dicatat meski terjadi kenaikan pelanggan, Psikologimu belum menarik keuntungan atas layanan mereka. Jono menekankan Psikologimu yang masih berstatus bootstrap bertekad meningkatkan produk dan layanan mereka terlebih dahulu.

Hal serupa terjadi pada KALM. CMO & Co-Founder KALM Lukas Limanjaya menceritakan ada pergeseran yang tak terelakkan oleh pengguna layanan konseling tatap muka ke layanan digital. Hal ini terlihat dari pembelian paket konseling mereka yang terus bertambah.

Menurut Lukas layanan konseling mereka baik yang berupa chat, video, serta teks jadi favorit para pengguna untuk melewati keseharian mereka. “Kami juga melihat banyak perusahaan-perusahaan yang mencari layanan konseling untuk karyawan mereka,” ucap Lukas.

Model bisnis KALM menerapkan sistem berlangganan yang dibagi per paket berdasarkan durasi. Didukung oleh 160 konselor, KALM menjual paket termurahnya senilai Rp99.000 untuk konsultasi selama tiga hari. Sementara paket termahal berkisar Rp2 juta dengan masa konsultasi selama 12 pekan. KALM juga menawarkan layanannya kepada korporasi yang memerlukan dukungan kesehatan mental atau emosional bagi pegawainya.

Sudah diantisipasi

Beruntung mereka cepat mengantisipasi lonjakan di atas. KALM menggunakan momen ini untuk mengembangkan aplikasinya. Lukas bercerita mereka menambah konten-konten edukasi dan menggelar lokakarya yang tentu saja secara online. Di samping itu, mereka juga mempersiapkan sistem konseling video.

Pendekatan berbeda dilakukan oleh Psikologimu. Jono mengatakan pihaknya lebih giat menambah tenaga psikolog untuk bergabung dengan mereka. Ia mengklaim telah berhasil mengajak sedikitnya enam psikolog ikut melayani di Psikologimu, menambah 100 lebih psikolog yang sudah ada di platform. Tak hanya itu, Jono berniat menggandeng organisasi sosial untuk menyediakan dukungan kesehatan mental masyarakat yang terdampak pandemi.

“Dengan maraknya dukungan sehat mental dari Himpunan Psikologi Indonesia – HIMPSI (HIMPSI pusat maupun Daerah), kami masih akan terus meng-onboard serta menjalin kerjasama, sehingga users serta masyarakat Indonesia lebih mudah mendapatkan bantuan sehat mental oleh Psikolog tersertifikasi,” imbuh Jono.

Sektor layanan kesehatan memang menjadi satu dari sedikit sektor yang bisnisnya yang tak hanya bertahan tapi juga tumbuh di tengah terjangan wabah Covid-19. Hal ini menjadikan mereka sebagai salah satu jenis bisnis yang diprediksi akan kian cemerlang selepas pandemi berakhir.

World Health Organization (WHO) sendiri sudah memberi peringatan bahwa wabah Covid-19 ini akan berdampak besar terhadap kesehatan mental banyak orang. Potensi serupa juga dihadapi oleh para tenaga kesehatan yang menangani langsung wabah Covid-19. Beberapa kasus bunuh diri akibat menanggung dampak wabah sudah tercatat di beberapa negara termasuk di Indonesia.

Aplikasi Kalm Redam Stres dengan Konseling Berbasis Chat

Tinggal di kota besar, tekanan lingkungan, dan masalah di kantor bisa jadi salah satu pemicu stres. Banyak di antaranya sampai terjebak, sayangnya tidak mencari bantuan yang sesungguhnya mereka butuhkan. Entah karena ada rasa malu, minim pengetahuan, atau halangan praktis. Alhasil, kondisi terus memburuk.

Tidak ingin hal ini terus berlanjut, Angela Widjaja bersama dua temannya yang sama-sama berlatar belakang pendidikan konseling dan psikologi mendirikan Kalm. Aplikasi ini menyediakan layanan konseling online berbasis chat yang sifatnya unlimited dan berkesinambungan.

“Kami memutuskan untuk membangun sebuah online platform yang membuka akses kepada konselor profesional bagi siapa saja, dengan cara yang mudah dan nyaman tanpa perlu ada rasa malu,” ujar Co-Founder Kalm, Angela Widjaja, kepada DailySocial.

Ia juga menerangkan diferensiasi Kalm dengan layanan sejenis. Umumnya mereka meminta pengguna untuk membuat janji dengan konselor online untuk sesi konseling chatting selama 50 menit sampai 1 jam. Namun di Kalm, pengguna tidak perlu melakukan hal tersebut.

Mereka bisa kirim chat jam berapapun dan sesering ke Kalmselor (sebutan konselor di Kalm), selama masih dalam masa berlangganan. Kalmselor pun diwajibkan menjawab chat tersebut minimal dua kali dalam 24 jam.

“Kami merasa proses konseling online memberikan fleksibilitas bagi para konselor, terutama agar mereka tidak terburu-buru mencerna pesan klien sehingga dapat memberikan tanggapan yang lebih bermakna.”

Apabila pengguna merasa kurang cocok dengan Kalmselor, mereka bisa menggantinya kapanpun. Seluruh proses konseling dari pendaftaran, matching, dan chatting dilakukan dalam aplikasi. Pihaknya menjamin privasi pengguna betul-betul dijaga penuh keamanan dan privasinya.

Agar konselor bisa memberikan masukan yang betul-betul dibutuhkan pengguna, ada skema bagi hasil yang didapat dari biaya paket berlangganan yang dibayarkan. Hal ini dimaksudkan agar para konselor dapat memiliki nilai lebih di Indonesia, bukan hanya bekerja secara cuma-cuma.

“Kami percaya bahwa para konselor itu harus mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan jasanya.”

Utamakan privasi pengguna

Tim Kalm / Kalm
Tim pengembang Kalm / Kalm

Demi menjaga kepercayaan pengguna, sambung Angela, perusahaan fokus pada keamanan data. Ada beberapa hal dilakukan untuk mitigasi risiko keamanan. Pertama, pengguna dapat mendaftar dan melakukan konseling online secara anonim, cukup dengan nama panggilan dan alamat e-mail. Kalm tidak meminta nama asli, nomor telepon, alamat rumah, atau informasi identifikasi lainnya.

Sedangkan untuk Kalmselor, ada persyaratan yang harus dipenuhi seperti informasi pribadi yang lengkap, termasuk salinan KTP, ijazah, surat izin praktik, dan lainnya. Berikutnya ada proses verifikasi kepada setiap pendaftaran konselor yang masuk, sebelum disetujui untuk jadi Kalmselor.

Dari segi produknya juga dilindungi karena perusahaan bekerja sama dengan Digital Security Indonesia (DSI) yang ahli di bidang keamanan digital. DSI melakukan penetration testing dan memberikan laporan mengenai segala kemungkinan adanya ancaman keamanan yang kemudian bisa segera ditangani.

“DSI akan terus mendampingi Kalm untuk memastikan platform kami aman bagi pengguna.”

Untuk menikmati layanan Kalm, pengguna cukup berlangganan dengan membeli paket harga 1 minggu, 1 bulan, atau 3 bulan. Per minggunya berkisar antara Rp250 ribu sampai Rp350 ribu.

Kalm meluncur di Google Play sejak 7 Oktober 2018, semenjak itu Kalm memiliki sekitar 30 Kalmselor aktif yang melayani lebih dari 200 pengguna.

Angela mengungkapkan rencana ke depannya, perusahaan akan terus mengembangkan aplikasi Kalm dan Kalmselor untuk memberikan layanan terbaik. Bakal ada fitur baru yang siap dihadirkan sehingga tujuan increasing wellness pengguna dan increasing value untuk konselor bisa tercapai.

Saat ini Kalm masih menggunakan dana sendiri untuk operasionalnya. Angela mengatakan pihaknya mulai eksplorasi dengan beberapa investor untuk kemungkinan mendapatkan pendanaan investasi.

Application Information Will Show Up Here