Kodak Hidupkan Kembali Kamera Legendaris Kodak Super 8

Meski popularitasnya sudah tidak setenar dulu, generasi saya tahu betul kebesaran nama Kodak di era pra-kamera digital. Lebih jauh ke belakang lagi, generasi orang tua saya pun paham bagaimana Kodak sempat merevolusi industri perfilman lewat kamera Super 8 yang legendaris.

Kini digital sudah mengambil alih, tapi itu bukan berarti analog dan film sudah ditinggalkan begitu saja. Buktinya, film-film blockbuster macam Star Wars: The Force Awakens maupun Interstellar masih direkam menggunakan film besutan Kodak. Ya, Kodak memang belum menyerah memproduksi film, dan mereka justru bermisi untuk ‘menghidupkannya’ kembali.

Caranya adalah dengan mendatangkan kembali kamera Kodak Super 8. Sudah 50 tahun berselang sejak Super 8 orisinil diperkenalkan pertama kalinya, dan Kodak sekarang tengah bersiap untuk meluncurkan versi baru Super 8 dengan teknologi yang disesuaikan untuk generasi modern.

Menurut Kodak, kalau tren di industri musik ternyata mengacu pada kembalinya popularitas vinyl, mengapa di industri film tidak bisa demikian? Digital memang punya kelebihan tersendiri, begitu juga dengan analog. Jadi, kenapa tidak menyatukan keduanya saja?

Kodak Super 8

Itulah ide mendasar yang melahirkan Kodak Super 8 baru ini. Wujudnya masih serupa dengan yang lawas, ada grip berlapis kulit di atas, tapi ada juga grip di bawah untuk digenggam layaknya sebuah pistol. Kamera ini pun juga masih menggunakan cartridge film Super 8 seperti yang dulu.

Kendati demikian, Kodak Super 8 baru ini telah dibentuk menggunakan material-material berkualitas tinggi. Kodak tak mau main-main, mereka menunjuk desainer kenamaan Yves Behar guna menciptakan sebuah produk yang di satu sisi tampak retro, tapi di saat yang sama juga terasa amat modern.

Lalu apa wujud digitalisasi Kodak Super 8 yang bisa kita lihat? Yang pertama adalah sebuah viewfinder 3,5 inci yang bisa dimiring-miringkan untuk membantu pengguna mengatur komposisi. Kemudian pada bagian atasnya tertanam sebuah mikrofon yang menghadap ke depan seperti lensa Ricoh 6 mm miliknya – atau lensa zoom 6-48 mm yang opsional.

Kodak Super 8

Konektivitas digital pun turut mendapat perhatian penting bagi Kodak. Di belakang Super 8, Anda akan menjumpai slot SD card, port HDMI maupun USB. Super 8 generasi modern ini bisa Anda charge menggunakan kabel USB dan adapter seperti smartphone atau tablet.

Namun yang tak kalah menarik adalah bagaimana Kodak menginginkan seluruh kalangan, baik kaum profesional maupun konsumen secara umum, bisa sama-sama berkreasi menggunakan Super 8. Setiap kali pengguna selesai merekam, mereka bisa mengirimkan cartridge filmnya kembali ke Kodak. Selanjutnya, Kodak akan mengolahnya menjadi sebuah kopi digital beserta rol film 8 mm standar, dan mengirimkannya kembali kepada pengguna.

Inkarnasi terbaru Kodak Super 8 ini rencananya akan mulai dipasarkan pada musim gugur tahun ini juga. Belum ada kepastian soal harganya, kemungkinan berkisar antara $400 sampai $750, sedangkan proses digitalisasi cartridge filmnya dihargai sekitar $50 sampai $75.

Sumber: PetaPixel. Sumber gambar: Kodak.

Kamera Ini Dirancang Secara Khusus untuk Kegiatan Livestreaming

2015 adalah tahunnya livestreaming berkat kemunculan aplikasi seperti Periscope dan Meerkat, dan tren ini bakal terus menguat di tahun yang baru ini. Pun demikian, Livestream beranggapan sedikit berbeda. Perusahaan asal kota New York yang bergerak di bidang yang sama dengan Periscope dan Meerkat ini merasa kualitas video livestreaming yang ada perlu ditingkatkan dengan sebuah perangkat terpisah.

Dari situ lahirlah Movi. Movi merupakan sebuah kamera berbentuk seperti tabung yang benar-benar dirancang secara spesifik untuk kegiatan livestreaming. Di dalamnya bernaung sensor 12,4 megapixel, dan ia sanggup merekam sekaligus menyiarkan video secara langsung dalam resolusi 720p 30 fps.

Livestream Movi

Wujud Movi cukup ringkas; diameternya 50 mm, sedangkan tingginya 63 mm. Secara keseluruhan, bobotnya cuma 130 gram. Ia sanggup merekam dan menyiarkan video selama sekitar 1 jam, tapi Livestream juga bakal memasarkan aksesori terpisah bernama Movi Boost yang dapat memberikan daya tahan ekstra selama 10 jam – aksesori ini juga mengemas port Ethernet dan USB sehingga pengguna bisa meneruskan koneksi internet secara langsung ke kamera.

Livestream Movi

Bagian depan Movi didominasi oleh lensa f/2.8 bersudut pandang 150 derajat, lengkap beserta mikrofon stereo di bagian bawahnya. Movi tidak mempunyai layar. Sebagai gantinya, pengguna bisa memakai smartphone sebagai viewfinder sekaligus untuk mengubah berbagai macam setelan yang ditawarkan.

Aplikasi pendamping Movi punya sejumlah fitur yang dikhususkan untuk kegiatan livestreaming. Pengguna bisa mengatur porsi video yang hendak direkam atau disiarkan. Kemudian ada pula sejenis mode autopilot dimana video akan diedit secara otomatis menggunakan teknologi face detection dan scene detection.

Livestream Movi app

Lebih lanjut, aplikasi yang sama juga bisa mengontrol lebih dari satu kamera Movi sekaligus. Bayangan saya, skenario ini akan menjadi sangat ideal ketika sebuah band indie hendak menyiarkan video jamming session mereka di sebuah studio yang diambil dari berbagai sudut.

Livestream Movi sejatinya ditujukan buat kebutuhan komersial, akan tetapi melihat harganya yang cukup terjangkau, konsumen secara umum pun juga bisa menikmati fitur-fiturnya dengan mudah. Banderol harga yang ditetapkan adalah $199, tapi akan naik menjadi $399 saat masa pre-order-nya berakhir. Livestream juga menyediakan bundle Movi Pro seharga $399 – retail-nya $649 – yang mencakup aksesori Movi Boost dan Movi Stand.

Sumber: PC Magazine.

Enlaps Tikee Ajak Anda Mengambil Video Timelapse Tanpa Henti

Siapa yang tidak suka menonton video timelapse, apalagi kalau pemandangan yang ditangkap benar-benar sangat menawan? Namun yang sering orang-orang tidak tahu adalah, proses pembuatan video yang cuma berdurasi 1-2 menit itu ternyata bisa memakan waktu sampai berhari-hari.

Membuat video timelapse sebenarnya tidak sulit, hampir semua smartphone kelas flagship menawarkan fitur ini sekarang. Akan tetapi yang kerap menjadi masalah adalah baterai dan kapasitas memori. Yup, karena mengambil foto secara konstan selama berjam-jam, perangkat jelas akan kehabisan daya, atau malah memorinya penuh lebih dulu.

Sebuah startup asal Perancis bernama Enlaps ingin menawarkan solusi atas permasalahan semacam ini. Ide yang digagasnya adalah sebuah perangkat yang dapat mengambil video timelapse tanpa harus berhenti karena kehabisan daya atau memorinya penuh. Dari situ lahirlah Enlaps Tikee.

Enlaps Tikee

Bentuk Tikee sangat tidak umum untuk sebuah kamera. Ia lebih mirip seperti scanner, tapi setelah melihat sepasang ‘mata’ di bagian depannya, Anda bakal paham bahwa tugasnya memang untuk menangkap gambar.

Di balik sepasang lensa fish-eye 149 derajat tersebut, tertanam sensor Exmor R garapan Sony dengan resolusi 16 megapixel. Keduanya bekerja secara bersamaan, yang pada akhirnya membentuk gambar dengan sudut pandang 220 derajat setelah diproses.

Namun senjata utama Tikee justru terletak pada permukaan atasnya, yang sejatinya merupakan panel surya yang dapat diatur posisinya. Dengan memanfaatkan tenaga matahari, secara teori Tikee dapat bekerja tanpa henti. Dalam posisi baterai terisi penuh dan panel suryanya nonaktif, Tikee bahkan bisa beroperasi selama satu minggu penuh, menangkap gambar dengan interval 10 menit.

Enlaps Tikee

Problem yang kedua, yakni keterbatasan memori, diselesaikan dengan bantuan cloud. Semua hasil yang ditangkap akan diunggah ke cloud secara bertahap selagi proses pengambilan video timelapse berlangsung. Tapi kalau memang tidak ada akses internet, Tikee masih punya slot microSD yang bisa menampung hingga 128 GB.

Enlaps juga bakal menyertakan software editing yang komplet, memungkinkan pengaplikasian efek seperti panning maupun zooming sehingga hasil video timelapse-nya tampak seperti garapan seorang profesional.

Sejauh ini Enlaps Tikee baru berupa prototipe dan ditawarkan melalui Kickstarter. Buat yang benar-benar tertarik, pledge paling rendah yang tersedia adalah €349, atau €449 untuk versi PRO-nya yang dilengkapi slot kartu SIM dan GPS.

Kamera Ini Hanya Sebesar Bola Biliar, Tapi Bisa Merekam Video 360 Derajat

Kamera 360 derajat tidak selamanya ditujukan buat kaum profesional. Perangkat semacam ini memang bertanggung jawab atas ekosistem konten virtual reality (VR), akan tetapi konsumen umum seperti kita pun juga berhak memberikan kontribusi.

Maka dari itulah produk seperti Ricoh Theta dan Kodak PixPro SP360 lahir ke dunia. Keduanya merupakan kamera 360 derajat yang diciptakan buat publik, memiliki wujud yang ringkas dan cara pengoperasian yang begitu mudah. Dua aspek ini adalah kunci saat kita berbicara soal produk kelas konsumen.

Sebuah startup asal Taiwan bernama Memora tampaknya juga tak ingin ketinggalan kesempatan dalam memulai tren kamera 360 derajat ini. Lewat situs crowdfunding Indiegogo, mereka memperkenalkan Luna 360 Camera. Apa istimewanya? Well, ia diklaim sebagai kamera 360 derajat terkecil sejagat.

luna-360-camera-02

Luna benar-benar memenuhi aspek yang pertama yaitu portabilitas. Ia berwujud bola dengan diameter 6 cm dan bobot 170 gram, tidak lebih besar dari bola biliar. Melihat bentuknya, saya teringat dengan Polaroid Cube. Hanya saja kalau Cube merupakan action cam berwujud kubus, Luna merupakan kamera 360 derajat berwujud bola.

Meski berfisik kecil, Luna sepertinya punya daya tahan yang cukup baik. Case-nya terbuat dari aluminium, dan ia siap Anda cemplungkan ke dalam air karena ia telah mengemas sertifikasi IP68. Sisi bawahnya merupakan magnet, sehingga ia bisa Anda tancapkan ke permukaan apapun yang berbahan logam – sekaligus pada dock-nya untuk keperluan charging dan transfer data.

Anda pun juga bisa memindah foto dan video melalui Wi-Fi. Pengguna juga dapat memanfaatkan smartphone atau tablet-nya (Android dan iOS) sebagai viewfinder dari Luna.

Jeroan Luna terdiri dari sepasang sensor 5 megapixel identik yang ditemani oleh lensa f/1.8, masing-masing dengan sudut pandang 190 derajat. Video yang ditangkap memiliki resolusi 1920 x 960 pixel, dan akan disimpan ke dalam storage berkapasitas 32 GB miliknya. Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama 40 menit penggunaan.

luna-360-camera-03

Terkait aspek kunci yang kedua, yaitu kemudahan pengoperasian, di sini Luna pun turut bersinar. Ia hanya memiliki satu tombol pada sisi atasnya. Tekan dan tahan tombol itu selama tiga detik untuk menyalakan kamera, tekan satu kali untuk mengambil foto 360 derajat, dan tekan dua kali untuk memulai perekaman video 360 derajat. Selama perekaman berlangsung, gyroscope milik Luna akan berusaha menstabilkan video semaksimal mungkin.

Untuk sekarang, Luna 360 Camera bisa dipesan lewat Indiegogo seharga $299. Pihak pengembangnya juga menawarkan paket aksesori yang bisa dibeli secara terpisah, yang mencakup monopod, gantungan kunci dan power dock.

Action Cam Ini Bisa Menancap di Permukaan Logam Apa Saja dan Merekam Video 4K

Dalam dunia teknologi, kita tahu betul bahwa ukuran perangkat tak bisa dijadikan patokan utama atas kualitasnya. Namun dalam aspek-aspek tertentu, ukuran memang memegang peranan besar, sehingga terkadang kita pun menganggap remeh suatu perangkat yang ukurannya lebih kecil dari biasanya.

Kendati demikian, ukuran kecil selalu identik dengan aspek kepraktisan. Bicara soal action cam misalnya, semakin kecil ukurannya, maka semakin fleksibel pula penggunaannya. Tren ini bahkan diamini oleh GoPro dengan meluncurkan Hero4 Session, yang terinspirasi oleh Polaroid Cube.

Kini sebuah startup asal Hong Kong ingin ikut meramaikan tren action cam imut-imut tersebut. Mereka memperkenalkan Mokacam. Premisnya sama, yaitu sebuah action cam yang mudah dibawa-bawa karena ukurannya sangat kecil, tapi performanya masih bisa disetarakan dengan yang berukuran lebih besar.

Fisik Mokacam sangatlah ringkas, dengan dimensi 45 x 45 x 35 mm dan bobot 96 gram. Memang tidak sekecil GoPro Hero4 Session dan Polaroid Cube yang masing-masing memiliki panjang sisi 38 dan 35 mm, tetapi masih sangat mungil jika dibandingkan action cam lainnya.

Mokacam

Spesifikasi tentu saja menjadi pertimbangan utama konsumen saat menilai sebuah action cam. Maka dari itu, pengembang Mokacam telah membekalinya dengan spesifikasi yang cukup wah. Di balik tubuhnya yang kecil itu, tertanam sensor 16 megapixel buatan Sony dan lensa bersudut pandang 152 derajat, sanggup merekam video dalam resolusi 4K 15 fps atau 1080p 60 fps.

Tapi itu saja belum cukup, Mokacam juga dilengkapi sejumlah fitur yang membuatnya pantas disorot di antara serbuan action cam lainnya. Yang pertama adalah sisi belakang berlapis magnet, yang berarti Anda bisa menancapkan Mokacam di permukaan logam apa saja tanpa membutuhkan aksesori tambahan.

Selanjutnya ada modul layar yang bisa ditancapkan dengan mudah di sisi kanan Mokacam. Modul layar ini bisa diputar 270 derajat dan dilengkapi komponen baterai untuk memberikan daya ekstra. Kalau itu belum cukup, terdapat sebuah modul baterai yang bisa ditancapkan ke sisi belakang Mokacam. Ditotal, ada daya 3.300 mAh yang bisa Anda manfaatkan untuk mengabadikan momen.

Mokacam

Sebagai sebuah action cam, sudah sewajarnya Mokacam disertai sebuah case anti-air yang sanggup membawanya hingga ke kedalaman 60 meter. Supaya jauh lebih memikat lagi, sebuah adapter turut disertakan agar Mokacam menjadi kompatibel dengan semua mount milik GoPro.

Mokacam saat ini sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Indiegogo. Di sana, harganya dipatok $169, sudah mencakup case anti-air, modul layar dan modul baterai.

Cyclops Gear CGX2 Coba Saingi GoPro dengan Harga Terjangkau dan Aksesori Melimpah

Kalau kita melihat action camera yang dijual di pasaran saat ini, tidak jarang yang menjadikan GoPro sebagai acuan spesifikasi. Bahkan beberapa di antaranya malah menjadikan GoPro sebagai rujukan langsung dalam hal desain, seperti yang dilakukan oleh pbarikan bernama Cyclops Gear ini.

Cyclops Gear sendiri selama ini cukup dikenal akan produk kacamata hitam dan goggle yang dilengkapi kamera. Tapi melihat pesatnya perkembangan pasar action cam, perusahaan yang bermarkas di kota Denver, AS tersebut ternyata juga ingin mencoba peruntungan. Alhasil, lahirlah Cyclops Gear CGX2.

Melihat namanya, kita sudah tahu bahwa ini bukan pertama kalinya Cyclops Gear merancang action cam. Maka dari itu, sudah seharusnya sang kamera penerus jauh lebih mumpuni daripada pendahulunya.

Cyclops Gear CGX2

Dilihat dari sisi manapun, CGX2 tampak begitu mirip dengan GoPro Hero4 Silver. Yang berubah hanyalah posisi tombol, warna bodi, dan tentu saja logo Cyclops Gear itu sendiri. Tapi bagaimanapun juga, saya yakin semua orang bakal berpendapat bahwa Cyclops Gear benar-benar menjiplak GoPro kali ini.

Tidak apa-apa, yang penting spesifikasinya cukup mumpuni untuk digunakan merekam aksi-aksi ekstrem. Untuk itu, Cyclops Gear telah membekali CGX2 dengan sensor 12 megapixel yang sanggup merekam video dengan resolusi 1080p. Terdapat opsi perekaman 4K, tapi sayang hanya terbatas di angka 15 fps saja.

Dibandingkan GoPro Hero4 Silver, fitur perekaman CGX2 masih kalah lengkap. Pun begitu, pengguna masih bisa mengaktifkan bermacam mode, mulai dari burst shot hingga slow motion dalam kecepatan tinggi. Tidak seperti GoPro Hero4 Silver, LCD 2 inci milik CGX2 rupanya tidak dilengkapi panel sentuh. Jadi fungsinya cuma sebagai viewfinder saja.

Cyclops Gear CGX2

Untungnya, Cyclops Gear bisa menutupi sejumlah kekurangannya dengan pilihan aksesori yang melimpah. Salah satunya adalah remote anti-air yang sangat bermanfaat ketika kamera dipakai menemani surfing atau kegiatan lain yang melibatkan air. Tentu saja ada sejumlah mount untuk berbagai keperluan – 9 jenis lebih tepatnya – plus sebuah case anti-air dengan ketahanan hingga 50 meter.

Semua ini ditawarkan hanya seharga $300 saja, membuat Cyclops Gear CGX2 makin menarik buat yang mencari alternatif lebih murah dari GoPro.

Sumber: Digital Trends.

Leica M (Typ 262) Diungkap, Disebut Entry Level Meski Berharga di Atas $5.000

Pabrikan kamera asal Jerman, Leica, belum lama ini memperkenalkan sebuah kamera rangefinder baru yang mereka anggap masuk dalam kategori entry level. Bernama Leica M (Typ 262), ini merupakan alternatif yang lebih terjangkau dari Leica M (Typ 240).

Ada dua fitur penting yang dipangkas dari Typ 262: kamera ini tidak bisa merekam video dan tidak dilengkapi fitur live view (mengatur komposisi menggunakan layar LCD). Melihat hal ini, bisa dikatakan bahwa Typ 262 sebenarnya bisa menarik perhatian para penggemar setia Leica yang tergolong kaum purist, yaitu mereka yang sedikit keberatan melihat Leica terlalu banyak berkutat dengan teknologi digital.

Tentu saja, sebagai sebuah rangefinder, kamera ini tak mengenal sistem autofocus. Semuanya harus diatur secara manual melalui optical viewfinder, baik itu titik fokus ataupun exposure. Leica juga menjelaskan bahwa absennya fitur live view dan video membuat tampilan menunya jadi lebih simpel dan mudah dinavigasikan.

Leica M (Typ 262)

 

Dari segi kualitas gambar, sepertinya tidak ada perbedaan antara Typ 262 dengan Typ 240 yang lebih dulu dirilis. Kamera ini masaih mengemas sensor CMOS full-frame 24 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 6400. Tentu saja angka-angka ini tak bisa dijadikan patokan utama, karena pada dasarnya foto-foto yang dihasilkan pasti mempunyai ‘cita rasa’ khas Leica.

Soal fisik, Typ 262 telah dirancang supaya tetap solid meski bobotnya lebih ringan sekitar 100 gram daripada Typ 240. Rahasianya terletak pada pemakaian bahan aluminium sebagai pelat atasnya. Bentuknya sendiri tidak jauh berbeda, ‘sangat Leica’ kalau kata orang-orang.

Leica M (Typ 262)

Satu hal yang baru dari Typ 262 adalah sistem shutter-nya. Leica mengklaim kamera ini hampir tak menimbulkan suara saat menjepret gambar. Hal ini pun menjadikannya sebagai kamera yang ideal untuk kegiatan street photography, dimana pengguna bisa lebih bebas mengabadikan bapak-bapak yang tengah tertidur selagi menunggu kedatangan bus di terminal – tentu saja tangannya harus cepat mengatur fokus kalau tidak mau terpergok.

Namun terlepas dari pemangkasan sejumlah fitur dan klaim bahwa ini merupakan kamera entry level, Leica M (Typ 262) masih dihargai cukup mahal. $5.195 adalah banderol resmi dari kamera ini tanpa disertai lensa sama sekali. Dibandingkan Typ 240 yang berharga $6.950, selisihnya memang cukup jauh, tapi masih saja di luar budget mayoritas konsumen.

Berikut dua contoh hasil foto dari Leica M (Typ 262) tangkapan fotografer Andrea Boccalini, sisanya bisa Anda lihat langsung di blog Leica.

Leica M (Typ 262) Sample Photo

Leica M (Typ 262) Sample Photo

Sumber: Wired.

Makin Serius Tekuni Aerial Photography, DJI Beli Saham Hasselblad

DJI belum lama ini memberikan kabar yang agak mengejutkan. Pabrikan drone asal Tiongkok tersebut telah membeli saham Hasselblad – meski hanya sebagian kecil darinya, tapi DJI sekarang menduduki kursi dewan direksi Hasselblad. Sekedar informasi, Hasselblad sendiri merupakan perusahaan asal Swedia yang dikenal akan kamera medium-format buatannya.

Mengapa Hasselblad? Karena perusahaan ini sejatinya punya banyak pengalaman di bidang aerial photography, dimana kamera buatan Hasselblad telah dijadikan kepercayaan di sejumlah misi NASA, termasuk halnya Program Apollo yang mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di Bulan.

Nah, seperti yang kita tahu, aerial photography sendiri merupakan bidang dimana drone besutan DJI banyak memegang peranan penting. DJI sendiri belakangan juga tidak segan memperkenalkan kamera buatannya sendiri. Maka dari itu, tidak heran apabila DJI tertarik untuk saling berbagi keahlian teknis bersama Hasselblad demi memajukan industri aerial photography.

Akuisisi saham ini juga bukan berarti brand Hasselblad akan sirna begitu saja dan dilebur dengan DJI, mengingat jumlahnya tergolong minoritas. Keduanya masih akan beroperasi sendiri-sendiri, dan Hasselblad pun masih akan terus memproduksi kamera beserta perlengkapan lainnya di markasnya di Swedia.

Menurut CEO DJI, Frank Wang, Hasselblad dan DJI sama-sama memiliki passion untuk menyediakan teknologi imaging yang terbaik buat para sosok kreatif, membuat kedua perusahaan tergerak untuk menggabungkan keahlian masing-masing dalam berinovasi. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan kalau ke depannya DJI akan merilis drone kelas profesional yang dilengkapi kamera rancangan Hasselblad.

Sumber: PR Newswire dan Wired.

Trio Sony Xperia Z5 Hadir di Indonesia, Janjikan Pengalaman Kamera Next-Gen

Melalui arahan baru, divisi PlayStation dan sensor kamera sangat membantu Sony mengumpulkan keuntungan. Tapi hingga periode setahun ke belakang, Sony Mobile masih terus bergumul. Dari laporan terakhir, mereka mengeluarkan US$ 1,9 juta per hari demi menjaga lini smartphone tetap hidup. Dan kini ujung tombak perjuangan berada di keluarga handset Xperia Z5.

Famili Sony Xperia Z5 tersedia secara kurang lebih dua bulan silam. Lalu pada minggu keempat bulan Oktober, Z5 versi dual SIM diluncurkan di India. Dan dalam ekspansi Sony Mobile di Asia, akhirnya dibawalah jajaran smartphone flagship tersebut ke Indonesia. Penerus dari Z3+ itu tidak sendiri, ia turut ditemani Z5 Compact dan Z5 Premium. Ketiganya mengedepankan tiga hal utama: kamera mumpuni, stamina baterai tahan lama, dan desain anggun namun tangguh.

Sony Xperia Z5 Indonesia 02

Seperti para pendahulunya, Xperia Z5 sanggup menahan air dan terpaan debu, mendapatkan sertifikasi IP65 dan 68. Mereka merupakan perangkat pertama Sony yang menyimpan sensor pemindai sidik jari, disematkan di sisi kanan tubuh ber-frame aluminium kokoh. Perbedaan terbesar di antara mereka terletak pada ukuran body dan luas layar. Compact, Z5, dan Premium masing-masing mempunyai display 4,6-inci 720p, 5,2-inci 1080p, dan 5,5-inci 4K.

Sony Xperia Z5 Indonesia 07

Sebagai salah satu fitur unggulan, Sony Mobile tidak mau main-main soal kamera. Mereka membubuhkan sensor image model terbaru, yaitu 1/2.3 Exmor RS 23-megapixel dipadu lensa f/2.0. Anak perusahaan dari produsen consumer electronics asal Tokyo itu menjelaskan bahwa modul kamera ditopang teknologi Sony Alpha. ISO tertinggi berada di 12800 untuk mode low light, dan 4000 di mode night scene.

Sony Xperia Z5 Indonesia 05

Sony Xperia Z5 Indonesia 14

Klaim Sony atas kapabilitas fotografi dan video tak berhenti di sana. Mereka bilang, Xperia memiliki waktu autofocus paling cepat untuk sebuah kamera smartphone, memecahkan rekor di 0,03 detik – lebih cepat dari mata manusia (sekitar 0,1-0,4 detik). Di laboratoriam DxO, Z5 tercatat sebagai smartphone dengan nilai foto terbaik: 87. Aspek ini tercapai berkat sistem hybrid, mengusung phase detection autofocus. Optical zoom memang belum ada, tapi 5x clear image zoom katanya sanggup meminimalisir penurunan mutu gambar.

Sony Xperia Z5 Indonesia 06

Sony Xperia Z5 Indonesia 04

Melalui sesi hands-on singkat, saya menduga autofocus sesingkat itu sepertinya baru bisa terpenuhi dengan syarat dan di situasi tertentu. Di ruang indoor konferensi pers, hasil pengambilan foto kereta mainan tidak semaksimal teorinya. Meski dibantu pencahayaan cukup terang, tanpa mengaktifkan flash saya belum berhasil memperoleh gambar yang benar-benar tajam, dan sejumlah area tampak blur.

Sony Xperia Z5 Indonesia 03

Sony Xperia Z5 Indonesia 13

Jika suka menikmati video dan berminat pada videography mobile, Anda akan sangat mengapresiasi Xperia Z5 Premium. Kata ‘premium’ mengacu pada bagian luar dan dalam smartphone. Sisi depan dan belakang dilapisi tempered glass anti-baret plus coating anti-sidik jari. Namun kemampuan paling istimewa di sana adalah layar 3840×2160-pixel, dan fitur perekaman 4K (juga diimplementasikan ke Z5 dan Compact). Supaya proses mengabadikan tak terganggu, Sony merekomendasikan kita menambahkan microSD, kompatibel hingga 200GB.

Sony Xperia Z5 Indonesia 08

Saya juga sempat menjajal merekam video 4K. Menariknya, begitu Anda mengaktifkan app, Xperia segera mengingatkan bahwa aktivitas ini menyebabkan temperatur smartphone meningkat. Representasi Sony mengakui, keadaan tersebut ialah dampak dari penggunaan system-on-chip Qualcomm MSM8995 Snapdragon 810, berisi prosesor quad-core Cortex-A53 1,5GHz ditambah quad-core Cortex-A57 2GHz, serta GPU Adreno 430.

Sony Xperia Z5 Indonesia 15

Menurut Sony, Snapdragon 810 memungkinkan handset menyajikan performa tinggi untuk video, fotografi, gaming, serta multi-tasking. Chip tersebut didukung RAM 3GB di Z5 dan Z5 Premium, serta 2GB RAM di Z5 Compact. Kapasitas baterainya cukup besar, dari 2.700mAh di Compact, 2.900mAh untuk Z5 biasa, dan 3.430mAh dalam Premium. Di presentasinya, Country Head Sony Mobile Indonesia Jason Smith menuturkan, baterai mampu aktif sampai dua hari.

Sony Xperia Z5 Indonesia 09

Kita tahu brand Sony juga terkenal dengan teknologi audio, dan mereka membenamkannya pada ketiga smartphone. Terdapat DSEEHX untuk mengangkat suara ‘terkompresi’ di format MP3, ACC atau Spotify ke level lebih tinggi. Dan buat sambungan wireless, codec Sony LDAC mampu mengirimkan data tiga kali lebih efisien dibanding Bluetooth. Pasangkan Xperia Z5 ke headphone MDR-NC750, digital noise cancelling akan optimal, bisa membungkam bunyi-bunyian eksternal hingga 98 persen – tidak dianjurkan dikenakan ketika berkendara.

Ketiga Xperia Z5 akan mendarat tidak lama lagi, harganya sebagai berikut:

  • Xperia Z5 Compact, single SIM – Rp 8 juta
  • XPeria Z5, dual SIM – Rp 10 juta
  • Xperia Z5 Premium, dual SIM – Rp 12 juta

Sony Xperia Z5 Indonesia 10

Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K

Sepertinya kita sudah sampai pada titik dimana DSLR tak lagi bisa dianggap lebih superior dari kamera mirrorless. Lihat saja brandbrand seperti Sony atau Panasonic yang tak segan menarget kalangan profesional lewat kamera mirrorless-nya. Dan anggapan ini akan semakin diperkuat berkat keikutsertaan dari salah satu nama paling legendaris di industri fotografi, Leica. Continue reading Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K