Canon PowerShot PICK Adalah Kamera Pintar yang Mengandalkan AI untuk Beroperasi Secara Otomatis

Canon punya kamera baru yang cukup menarik. Bukan yang ditujukan untuk bersaing dengan Sony A1 maupun Fujifilm GFX 100S, melainkan yang berwujud imut-imut dan mengandalkan kecerdasan buatan (AI) untuk beroperasi secara otomatis.

Namanya Canon PowerShot PICK, dan kelebihan utamanya terletak pada kemampuannya mengenali individu demi individu, melacak wajahnya, sebelum akhirnya menentukan momen yang paling pas untuk mengambil foto atau video. Semuanya berlangsung secara otomatis berkat keterlibatan AI.

Tentu Canon bukan yang pertama mengimplementasikan ide seperti ini. Nyatanya, cara kerja PICK ini langsung mengingatkan saya pada Google Clip, kamera pintar yang Google perkenalkan di tahun 2017, dan yang sudah di-discontinue sejak 2019 kemarin.

Agar dapat mengikuti pergerakan subjek, tentu saja PICK bisa berputar (170° searah atau berlawanan jarum jam) maupun miring ke atas atau bawah (110°). Lensanya pun memiliki focal length 19-57mm dengan bukaan maksimum sebesar f/2.8, dan perangkat turut dibekali sistem image stabilization terintegrasi.

Sensor yang digunakan merupakan sensor CMOS 1/2,3 inci dengan resolusi 12 megapixel. Resolusi video tertinggi yang dapat direkam adalah 1080p 60 fps. PICK mengandalkan kartu microSD untuk menyimpan seluruh hasil foto dan videonya.

Dalam kondisi yang ideal, PICK memang dirancang untuk bekerja dengan sendirinya, mengabadikan momen-momen berharga yang terjadi di sekitarnya. Kendati demikian, pengguna tetap bisa mengoperasikannya secara manual, baik dengan menggunakan perintah suara, maupun dengan memakai aplikasi pendampingnya di smartphone. Lewat aplikasi yang sama itu pula pengguna bisa langsung melihat semua hasil tangkapan PICK.

Satu catatan penting terkait PICK adalah, ia harus selalu terhubung ke smartphone agar dapat beroperasi. Jadi ketika proses pairing-nya sudah berhasil, pengguna tinggal menyalakan PICK dan menempatkannya di titik yang diinginkan. Selain di atas meja, ia juga bisa diletakkan di atas tripod.

Secara fisik, PICK dirancang agar tidak terlalu mencuri perhatian. Wujudnya tergolong low-profile, ditambah lagi dimensinya memang cukup mungil, dengan tinggi 90 mm dan berat 170 gram. Satu informasi yang masih misterius adalah seberapa lama baterai rechargeable-nya bisa bertahan dalam sekali pengisian.

PICK bukan untuk semua orang. Pada kenyataannya, Canon memang belum menjual kamera ini secara luas, dan sejauh ini baru menawarkannya ke konsumen di Jepang melalui situs crowdfunding Makuake. Harganya dipatok 40.900 yen, atau kurang lebih setara 5,5 jutaan rupiah.

Sumber: DPReview.

Fujifilm GFX 100S Ialah Kamera Large Format, Lebih Ringkas dengan Film Simulation Baru Nostalgic Neg

Selain merilis Fujifilm X-E4, Fuji juga memperkenalkan kamera mirrorless dengan sensor medium format Fujifilm GFX 100S dan lensa GF 80mm F1.7 R WR. Dibanding pendahulunya (GFX 100), kamera large format sistem GFX keempat Fujifilm ini dikemas dalam bodi lebih ringkas.

Sebagai perbandingan, Fujifilm GFX 100 memiliki dimensi 156x144x75 mm dan bobot 1.320 gram. Sementara, bodi Fujifilm GFX 100S berukuran lebih ringkas dan ringan, berdimensi 150x104x87 mm dengan bobot 900 gram. Fujifilm GFX 100S pun mewarisi sensor BSI CMOS berukuran medium format 44×33 mm dengan resolusi 102MP yang sama.

Hadir dengan bodi lebih ringkas, Fujifilm juga menggunakan sistem 5-axis in-body image stabilization (IBIS) rancangan baru yang ukurannya 20% lebih kecil dan 10% lebih ringan dibanding GFX 100. Meski lebih kecil, performanya justru meningkat 0,5 stop dari GFX 100 dan menawarkan stabilisasi hingga 6 stop.

Lebih lanjut, GFX 100S menggunakan prosesor gambar X-Processor 4 dan memiliki sistem AF phase detection pixel yang mencakup hampir 100% area. Fuji mengklaim GFX 100S dapat menangkap fokus hanya dalam 0,16 detik dan AF dapat bekerja meski di kondisi cahaya rendah -5,5 EV.

Fujifilm merancang GFX 100S agar tetap dapat beroperasi pada suhu serendah 14°F (-10°C), bodinya juga sudah tahan debu dan kelembaban. Casing yang digunakan terbuat dari magnesium alloy yang sengaja didesain 1mm lebih padat di sekitar dudukan lensa dibanding GFX 100.

Kemudian pada bagian belakang terdapat LCD monitor 3,2 inci beresolusi 2,36 juta dot dengan mekanisme tilting yang dapat dimiringkan ke tiga arah, 90° ke atas, 45° ke bawah, dan 60° ke kanan. Juga ada LCD monitor 1,8 inci di pelat atas yang dapat menampilkan sejumlah parameter seperti shutter speed, aperture, ISO, dan exposure compensation. Lalu, ada jendela bidik elekronik dengan panel OLED 3,68 juta dot, tetapi posisinya tetap.

Keistimewaan lainnya ialah kamera ini memiliki mode film simulation baru yang saat ini tersedia secara eksklusif untuk GFX 100S dan totalnya menjadi 19 film simulation. Bernama Nostalgic Neg dengan warna dan nada yang mengingatkan pada “American New Color” yang muncul di tahun 1970-an.

Terkait videografi, GFX 100S dapat merekam video 4K pada 30fps dengan bit rate hingga 400Mbps dalam 10-bit 4:2:0 F-log secara internal. Juga mendukung 10-bit 4:2:2 F-Log atau 12-bit RAW lewat port HDMI.

Soal harga juga sangat menarik, pasalnya Fujifilm GFX 100S dibanderol lebih murah dibanding GFX 100 yakni US$5.999 atau sekitar Rp84,6 jutaan dan akan dipasarkan mulai bulan Maret. Bersama GFX 100S, Fuji juga meluncurkan lensa baru GF 80mm F1.7 R WR seharga US$2.299 atau Rp32,4 jutaan.

Lensa Fujifilm GF 80mm F1.7 R WR ini menawarkan focal lenght setara dengan 63mm di full frame. Lensa GFX ini memiliki 12 elemen yang mencakup satu elemen aspherical dan dua Super ED. Jarak fokus minimumnya 70cm dengan perbesaran maksimum 0,15x, beratnya 795 gram dan filternya berdiameter 77mm.

Sumber: DPreview

Fujifilm X-E4 Resmi Diumumkan, Kombinasi X-Pro3 & X100V dengan Harga Lebih Terjangkau

Pada tanggal 27 Januari kemarin, Fujifilm menggelar acara virtual bertajuk ‘X Summit Global 2021‘. Di ajang tersebut, mereka memperkenalkan beberapa produk meliputi kamera mirrorless medium format Fujifilm GFX 100S dan lensa GF 80mm F1.7 R WR. Serta, kamera mirrorless APS-C Fujifilm X-E4, lensa XF 27mm F2.8 R WR, dan XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR.

Sesuai judul, di artikel ini saya akan membahas Fujifilm X-E4 dan dua lensa XF terbarunya. Untuk Fujifilm GFX 100S dan lensa GF 80mm F1.7 R WR akan saya bahas pada artikel terpisah.

Fujifilm X-E4

Saya termasuk penggemar Fujifilm, kamera Fuji pertama saya ialah X100F. Saya suka film simulation dan desain rangefinder dengan kontrol manual serta dimensi yang ringkas.

Saat mengulas Fujifilm X-Pro3, kamera tersebut bikin saya mabuk kepayang. Namun saya harus menahan diri karena faktanya LCD yang tersembunyi tersebut menjadi deal breaker buat saya dan faktor harga yang juga belum masuk.

Fujifilm X-T3 dan X-T30 lebih cocok untuk kebutuhan saya, namun desain dan belum adanya film simulation Classic Negative menjadi pertimbangan saya. Fujifilm X100V sangat mempesona, tetapi sempurna untuk kamera sekunder dan saya tidak bisa bekerja dengan satu focal length. Saya hampir memilih Fujifilm X-S10, sudah ada film simulation Classic Negative tetapi tidak sreg dengan desain ala DSLR-nya.

Saya ingin kombinasi Fujifilm X-Pro3 dengan lensa yang dapat ditukar dalam desain seringkas X100V, serta harga yang lebih terjangkau dan memiliki semua mode film simulation terbaru. Itu akhirnya terwujud pada Fujifilm X-E4.

Meski terdapat sejumlah perbedaan, tetapi kalau dipandang sekilas desain Fujifilm X-E4 sangat mirip dengan X100V dan tersedia dalam warna hitam serta silver. Penampilannya tidak lagi kaku seperti X-E3, terlihat lebih modern.

Untuk ukuran dimensi bodinya saja bahkan sedikit lebih ringkas, yakni 121x73x33 mm vs 128x75x53 mm. Fujifilm mengatakan bahwa X-E4 didesain serata mungkin agar lebih mudah masuk ke dalam saku.

Bila dipasang dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR yang baru, ukuran X-E4 masih sangat ringkas dan menawarkan focal length ekuivalen 40,5mm yang tidak terlalu jauh dengan 35mm di X100V. Yang juga penting ialah layar sentuh 3 inci beresolusi 1,63 juta dot-nya kini bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan untuk kemudahaan pengambilan foto maupun video dari berbagai macam sudut.

Jendela bidik eletronik-nya punya cup bulat dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot dengan magnification 0.62x. Di pelat atas, masih terdapat dial shutter speed, exposure compensation, tombol shutter beserta tuas on/off, dan ada tambahan tombol Q.

Bagian dalam, Fujifilm X-E4 mengemas sensor BSI-CMOS 4 26MP tanpa IBIS dan digerakkan prosesor gambar quad-core ‘X-Processor 4’ yang menyuguhkan performa autofocus yang sama dengan flagship X-T4. Kamera dapat memotret beruntung 20fps dengan electronic shutter dan 8fps dengan mechanical shutter. Dilengkapi 18 film simulation, termasuk yang terbaru ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative.

Untuk perekam videonya, X-E4 sanggup menangkap footage 4K DCI atau 4K UHD hingga 30fps 4: 2: 0 8-bit dan juga mendukung 4K 30P 4:2:2 10-bit melalui port HDMI-nya. Selain itu, pada resolusi 1080p kamera dapat merekam video frame rate tinggi hingga 240fps.

Fujifilm X-E4 rencananya akan tersedia mulai awal Maret. Dengan harga US$850 atau sekitar Rp12 jutaan untuk body only dan US$1050 atau Rp14,8 jutaan dengan kit lensa 27mm F2.8 R WR.

Fujifilm XF 27mm F2.8 R WR dan Fujifilm XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR

Lensa pancake populer 27mm Fuji akhirnya mendapatkan pembaruan, XF 27mm F2.8 R WR yang baru ini sudah weather-sealing dan memiliki ring aperture yang dapat dikunci tanpa memperbesar ukuran lensa. Filter depannya berukuran 39mm dan beratnya hanya 84mm.

Sementara, XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR merupakan lensa zoom telephoto berukuran ringkas yang menawarkan focal length setara 107mm-457mm pada kamera Fujifilm X-series. Lensa ini menawarkan stabilisasi hingga 5,5 stop, memiliki 17 elemen dalam 12 grup termasuk elemen aspherical dan ED glass.

Jarak fokus minimumnya 83cm dengan perbesaran maksimum 0,33x, ring aperture dan zoom-nya bisa dikunci untuk mencegahnya memanjang saat dibawa. Ukuran filternya 67mm dan mendukung telekonverter Fujifilm 1,4x maupun 2x.

Fujifilm XF 27mm F2.8 R WR akan dijual seharga US$399 (Rp5,6 jutaan) dan US$799 (Rp11,2 jutaan) untuk Fujifilm XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR. Sama seperti Fujifilm X-E4, rencananya kedua lensa juga akan tersedia mulai awal Maret 2021 mendatang.

Sumber: DPReview

Sony Umumkan Mirrorless Full Frame Alpha 1, 50MP dengan Perekam Video 8K

Sony memiliki lima lini kamera mirrorless full frame. Sony Alpha 7 series sekarang mencakup A7 yang merupakan model dasar, A7R menawarkan resolusi tinggi, A7S dengan sensivitas dan videonya, serta A7C dengan desain compact seukuran kamera APS-C. Serta, lini teratas Sony ialah Alpha 9 yang menawarkan kecepatan.

Sony menambah satu lagi lini baru, mereka telah memperkenalkan Sony Alpha 1 (A1). Kalau saya perhatikan dari kemampuannya, boleh dibilang Sony A1 ini gabungan kekuatan terbaik antara seri A7R, A7S, dan A9. Menurut saya, ini keputusan yang tepat untuk melawan gempuran kompetitor macam Canon, Nikon, dan Panasonic yang tak bisa dianggap remeh.

Mari mulai dari resolusi, Sony A1 mengusung sensor gambar baru Exmor RS full frame stacked beresolusi 50MP. Tidak lebih besar dari Sony A7R IV dengan 61MP, tetapi lebih besar dari A7R III dengan 42MP. Sebagai perbandingan, Canon EOS R5 memiliki 45MP, Nikon Z7 II 46MP, dan Panasonic Lumix S1R 47MP.

Berkat sepasang prosesor gambar Bionz XR baru, walaupun resolusinya tinggi – Sony A1 dapat memotret beruntun (continuous shooting) tanpa blackout atau jeda hingga 30fps. Ya, bahkan lebih cepat dari Sony A9 II yang mengunggulkan kecepatan burst shooting hingga 20fps.

Kamera ini memiliki buffer dengan kapasitas besar, memungkinkan bagi fotografer olahraga dan aksi memotret hingga 155 foto full-frame dengan format compressed RAW dan 165 foto full-frame pada format JPEG hingga 30fps dengan electronic shutter sambil mempertahankan full AF dan performa AE tracking.

Sistem autofocus pada Sony A1 mencakup 92% area gambar dengan 759 phase detection point. Fitur Real-time Eye AF untuk manusia dan hewan ditingkatkan, serta untuk pertama kalinya dapat bekerja untuk mendeteksi burung. Jumlah penghitungan AF dan AE yang dapat dilakukan ialah 120 per detik atau dua kali lebih banyak dari yang dapat dilakukan A9 II.

Pembacaan kecepatan tinggi dari sensor gambar baru memungkinkan pengurangan rolling shutter hingga 1,5 kali dibanding A9 II. Untuk pertama kalinya, dengan electronic shutter – flash dapat disinkronkan hingga 1/200 detik dan 1/400 detik dengan mechanical shutter.

Bagaimana dengan perekam videonya? Tak kalah canggih dengan Canon EOS R5, Sony A1 juga sanggup merekam video hingga 8K 30p menggunakan seluruh lebar sensor. Kamera menggunakan semua piksel horizontal, menangkap footage 8,6K dan kemudian memperkecil ukurannya menjadi 8K. Footage 8K dapat ditangkap hingga 10-bit 4:2:0 menggunakan format XAVC HS.

Sony A1 menggunakan desain sistem penghilang panas yang mirip dengan A7S III, yang memungkinkannya merekam 8K hingga 30 menit. Juga mewarisi kemampuan A7S III dan dapat merekam video 4K hingga 120p 10-bit 4:2:2.

Fitur lain pada Sony A1 ialah 5-axis optical in-body image stabilization 5.5EV dan digunakan untuk menawarkan mode resolusi tinggi 4 atau 16 bidikan yang menghasilkan foto hingga resolusi 199MP. Resolusi jendela bidik elektroniknya juga sangat mengesankan, 9,44 juta dot dengan OLED Quad-XGA dan menawarkan refresh rate 240fps.

Masih ada banyak lagi fitur-fitur yang ditawarkan oleh Sony A1, lantas berapa harganya? Sony mengatakan kamera ini akan tersedia pada bulan Maret dengan harga US$6.500 atau sekitar Rp91,5 juta.

Sumber: DPreview

7 Kamera Fujifilm dengan Sensor X-Trans CMOS 4

Pada bulan September 2018, Fujifilm mengumumkan X-T3. Kamera mirrorless flagship mereka yang pertama menggunakan sensor baru BSI CMOS X-Trans beresolusi 26MP dan X-Processor generasi ke-4.

Sensor X-Trans CMOS 4 ini sudah mengusung struktur backside illuminated yang meningkatkan performanya di kondisi minim cahaya. Serta, menawarkan sistem autofocus hybrid canggih dengan 425 phase-detect point yang mencakup seluruh frame.

Kemudian pada tahun 2019 Fujifilm merilis X-T30 dan X-Pro3. Serta, X-T4 dan X100V di awal tahun 2020. Keempat kamera ini juga tetap mengandalkan sensor BSI CMOS X-Trans 26MP dan X-Processor 4. Meski begitu, masing-masing kamera ini punya daya tariknya sendiri.  Mari bahas satu per satu.

1. Fujifilm X-T3

Fujifilm X-T3
Fujifilm X-T3 | Foto Fujifilm

Meski penerusnya sudah ada, tapi kemampuan Fujifilm X-T3 masih sangat mumpuni. Dalam hal video, ia sanggup merekam video 4K 60fps dengan output video 10-bit 4:2:0 langsung ke SD card (menggunakan codec H.265/HEVC) atau 10-bit 4:2:2 ke external recorder melalui HDMI.

Dari fisik, Fujifilm X-T3 memiliki body dan grip kamera yang cukup besar, dengan sistem kontrol fisik yang lengkap dan intuitif sehingga sangat nyaman digunakan untuk bekerja dan produksi konten yang serius. Layarnya bisa dimiringkan ke atas-bawah maupun ke kiri untuk memudahkan memotret secara vertikal.

Jelas bahwa Fujifilm merancang kamera ini untuk mereka para fotografer maupun videografer profesional. Soal harga, Fujifilm X-T3 body only dibanderol sekitar Rp20 juta dan bisa lebih murah bila belinya saat ada diskon.

2. Fujifilm X-T30

Fujifilm X-T30
Fujifilm X-T30 |Foto Fujifilm

Kamera ini mengemas sensor, prosesor, dan sistem autofocus baru yang sama milik flagship X-T3 ke dalam body X-T30 yang jauh lebih ringkas dan harga lebih terjangkau (body only Rp14 juta). Artinya lebih mudah dibawa bepergian dan tidak terlalu mencolok saat memotret di tempat umum. Sangat cocok bagi para pecinta fotografi, content creator yang ingin meningkatkan kualitas kontennya, dan traveler.

Body yang kecil membuat kemampuan videonya terpangkas. Namun, Fujifilm X-T30 masih sanggup merekam video 4K UHD dan DCI pada 30 fps 200 Mbps dengan output video 4:2:0 8-bit menggunakan internal recording dan output video 4:2:2 10-bit menggunakan external recorder lewat HDMI.

3. Fujifilm X-Pro3

Fujifilm X-Pro3
Fujifilm X-Pro3 | Foto Fujifilm

Fujifilm X-Pro3 ditujukan untuk para fotografer berpengalaman yang merindukan sensasi memotret menggunakan kamera film. Punya hybrid viewfinder tipe optical dan electronic, dengan dual screen. Di mana panel LCD utamanya menghadap ke belakang dan perlu dibalik untuk menggunakannya.

Mekanisme layarnya tampak seperti perubahan kecil, namun secara dramatis akan mengubah ‘kebiasaan’ cara memotret para penggunanya. Misalnya kebiasaan mengambil gambar lewat layar dan mengintip foto setelah memotret, pengguna pun didorong untuk memotret melalui jendela bidik. Harga Fujifilm X-Pro3 body only dibanderol Rp28 juta.

4. Fujifilm X-T4

Fujifilm X-T4
Fujifilm X-T4 | Foto Fujifilm

Seperti Fujifilm X-T3, X-T4 juga dirancang untuk produksi konten serius dan ditujukan untuk para fotografer dan videografer profesional. Lantas apa saja peningkatannya?

Pertama adalah fitur in-body image stabilization atau IBIS yang mampu mengurangi guncangan hingga 6,5 stop. Kemudian layarnya kini memiliki mekanisme fully articulated yang sangat berguna untuk memastikan framing dan autofocus-nya tepat saat syuting.

Selain itu, Fujifilm X-T4 menggunakan jenis baterai baru NP-W235 yang memiliki kapasitas sekitar 1,5 kali lebih besar dibanding NP-W126S. Sehingga sanggup menjepret hingga 500 sekali charge, bahkan 600 jepretan bila menggunakan mode ‘economy‘. Harga Fujifilm X-T4 dibanderol Rp26.999.000 untuk body only.

5. Fujifilm X100V

Fujifilm X100V
Fujifilm X100V | Foto Fujifilm

Fujifilm X100V adalah kamera compact premium penerus X100F yang dikenal sebagai kamera untuk street photography dan traveler.

Generasi ke-5 dari X100 series ini sudah menggunakan sensor dan prosesor baru. Namun tetap mempertahankan ciri khasnya seperti hybrid viewfinder optical dan electronic dan lensa fix 23mm f/2 yang tidak bisa diganti.

Meski begitu, Fujifilm telah membenahi rancangan optiknya supaya lebih cekatan mengunci fokus dari jarak dekat dan dapat menghasilkan gambar yang lebih tajam di bagian ujung frame. Serta, menyempurnakan viewfinder electronic-nya lewat panel OLED beresolusi 3,69 juta dot.

Selain itu, layarnya kini sudah touchscreen dan bisa di-tilt dua arah. Serta, mampu merekam video 4K 30 fps dengan mode F-log. Tertarik? Fujifilm X100V dibanderol Rp21.999.000 di Indonesia.

6. Fujifilm X-S10

Fujifilm-X-S10-1
Fujifilm X-S10 | Foto Fujifilm

Fujifilm X-S10 merupakan lini baru kamera Fuji dengan desain berbeda tidak seperti Fuji X-series lain. Fisiknya bergaya DSLR dengan grip cukup besar seperti X-H1, tetapi dimensinya lebih compact. Harga Fujifilm X-S10 untuk body only di Indonesia dibanderol Rp15.999.000.

Sementara bila dilihat dari atas, X-S10 menyerupai banyak kamera mirrorless lain di pasaran. Panel atas yang biasanya dihuni oleh dial untuk mengatur shutter speed, ISO, dan exposure compensation kini telah digantikan oleh dial PASM dan dua dial generik di ujung kiri dan kanan.

Sangat jelas bahwa Fujifilm X-S10 ini lebih berkonstrasi pada video. Kamera ini dapat merekam video 4K hingga 30fps dengan bit rate 200Mbps, belum secanggih X-T3 mengingat posisinya berada di kelas menengah. Juga dapat merekam video 1080p dengan frame rate tinggi pada 120fps atau 240fps.

Layar 3 incinya memiliki mekanisme fully articulated, punya port mikrofon 3,5mm, port USB-C bisa digunakan untuk headphone guna memonitor audio, dan juga telah dilengkapi sistem in-body image stabilization (IBIS). Sebagai kamera Fuji dengan Sensor X-Trans CMOS 4 terbaru, X-S10 juga mengemas mode film simulatio anyar termasuk Classic Negative dan Eterna Bleack Bypass.

7. Fujifilm X-E4

Fijifilm X-E4 1
Fijifilm X-E4 | Foto Fujifilm

Fujifilm X-E4 merupakan kamera Fuji terbaru dengan sensor X-Trans CMOS 4 dan juga mengemas 18 mode film simulation termasuk ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative. Berbeda dengan X-S10 yang mengusung desain bergaya DSLR dan memiliki IBIS, X-E4 tidak punya IBIS tapi mengusung desain rangefinder yang ringkas dengan pengalaman gabungan X-Pro3 dan X100V dengan harga lebih terjangkau.

Penampilan X-E4 sekilas mirip X100V, tidak lagi kaku seperti X-E3 dan lebih modern. Upgrade penting lainnya ialah ia punya layar sentuh 3 inci 1,63 juta dot yang kini bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan untuk kemudahaan pengambilan foto maupun video dari berbagai macam sudut.

Jendela bidik eletronik-nya punya cup bulat dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot dengan magnification 0.62x. Di pelat atas, masih terdapat dial shutter speed, exposure compensation, tombol shutter beserta tuas on/off, dan ada tambahan tombol Q.

Untuk perekam videonya, X-E4 sanggup menangkap footage 4K DCI atau 4K UHD hingga 30fps 4: 2: 0 8-bit dan juga mendukung 4K 30P 4:2:2 10-bit melalui port HDMI-nya. Selain itu, pada resolusi 1080p kamera dapat merekam video frame rate tinggi hingga 240fps.

Keterangan: Artikel ini pertama kali tayang pada 20 April 2020 dan di-update dengan menambahkan Fujifilm X-S10 ke dalam daftar pada 25 Januari 2021 dan menambahkan Fujifilm X-E4 pada 28 Januari 2021. 

Sony Indonesia Umumkan Lensa Full-Frame Seri G Master, FE 35mm F1.4 GM

Lensa dengan jarak fokal ekuivalen 35mm merupakan salah satu lensa populer yang banyak digemari oleh fotografer. Tidak terlalu lebar dan juga tidak begitu sempit, lebih fleksibel bila dibandingkan dengan lensa 50mm.

Untuk foto portrait atau objek jarak dekat, perspektifnya masih relatif normal dan tetap mendapatkan bokeh yang dramatis bila menggunakan aperture besar. Sementara, bila ingin memotret area yang lebih luas cukup mundur beberapa langkah.

Bagi pengguna kamera mirrorless full frame Sony, terdapat beberapa opsi lensa 35mm native. Sebut saja Sony FE 35mm F1.8, Sony Distagon T* FE 35mm F1.4 ZA, dan Sony FE 35mm F2.8 ZA Carl Zeiss Sonnar T*.

[FOTO 2] Tampilan Lensa FE 35mm F1.4 GM dengan Sony Alpha 7R IV

Kini Sony melengkapinya dengan merilis lensa 35mm seri G Master, yakni Sony FE 35mm F1.4 GM (model SEL35F14GM). Lensa ini menawarkan kualitas gambar kelas atas, bokeh yang indah, autofocus cepat untuk berbagai penggunaan seperti pemotretan landscape, portrait, dan street photography, baik still maupun video.

Sony FE 35mm F1.4 GM akan segera tersedia di Indonesia mulai bulan Februari 2021 dengan harga Rp22.999.000. Pemesanan secara pre-order dapat dilakukan mulai tanggal 21 Januari – 7 Februari 2021 di seluruh Sony Authorized Dealers dan offline stores. Setiap pembelian dalam masa pre-order akan mendapatkan hadiah bundling spesial berupa strap eksklusif peak design, Alpha special edition senilai Rp499.000.

Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia menyampaikan, “Sony memiliki misi untuk menghiasi dunia dengan kekuatan kreativitas dan teknologi, sehingga kami merancang lensa FE 35mm F1.4 GM agar dapat menangkap momen yang perlu disimpan selamanya dengan sempurna. Dengan resolusi istimewa dan teknologi fokus pintar, dibungkus oleh desain yang kecil dan ringan, FE 35mm F1.4 GM merupakan lensa esensial yang tidak akan mengurangi kualitas gambar.”

[FOTO 1] Tampilan Lensa FE 35mm F1.4 GM

Ukuran lensa ini cukup ringkas, diameternya 76x96mm dengan diameter filter 67mm dan bobotnya hanya 524 gram, sehingga sangat cocok bila dipasangkan dengan Sony A7C. Pada bodi lensa terdapat focus hold button dan tombol mode fokus untuk beralih ke AF dan MF.

Juga memiliki ring aperture dengan tombol click stops yang dapat dimatikan saat perekaman video. Focus hold button juga dapat digunakan di sejumlah fungsi lain melalui menu bodi kamera, memberikan akses langsung ke fungsi yang penting.

Totalnya punya 14 elemen dalam 10 grup, termasuk dua elemen XA (extreme aspherical) yang dapat secara efektif mempertahankan resolusi di seluruh area gambar. Serta, elemen kaca ED dan penyempurnaan optik lainnya untuk meredam aberasi kromatik dan purple fringing. Punya desain tahan debu dan kelembapan, serta lapisan elemen depan fluor yang dapat menahan air, minyak dan kontaminan lainnya.

Selain itu, lensa Sony FE 35mm F1.4 GM memiliki aperture yang nyaris melingkar berkat konstruksi 11-blade. Punya jarak pemfokusan minimum 27cm dan pembesaran maksimum 0.23x pada mode autofocus. Sistem autofocus-nya mengandalkan dua Motor Linear XD (extreme dynamic) Sony dan memiliki MF Respons Linear yang ideal untuk efek pemfokusan kreatif pada saat merekam video, karena teknologi ini dapat memastikan ring focus untuk merespon kontrol halus saat pemfokusan manual.

Lensa Wide Angle atau Makro? Yang Perlu Diketahui Sebelum Membeli Lensa Laowa

Bicara soal lensa Laowa dari Venus Optics, namanya dikenal luas di kalangan fotografer landscape dan makro sebagai pembuat lensa wide angle atau sudut lebar dan makro yang berkualitas. Dilihat dari portofolio produknya, sangat jelas Venus Optics tidak menargetkan fotografer di level pemula melainkan enthusiast dan profesional.

Sebab lensa-lensa Laowa tidak memiliki fitur autofocus, kontrol fokus dilakukan secara manual. Lalu, meski merupakan produsen lensa pihak ketiga dan berasal dari Tiongkok, harga lensa Laowa tidaklah murah. Namun kualitas optiknya sangat baik, build quality lensanya solid terbuat dari logam, ukurannya compact, dan tetap relatif lebih terjangkau bila dibanding lensa dari pihak pertama.

Tiga fokus utama Venus Optics ialah merancang lensa untuk keperluan landscape, makro, dan cinema. Mereka membuat untuk sistem kamera mirrorless maupun DSLR, untuk berbagai sensor meliputi Micro Four Thirds (MFT), APS-C, full frame, medium format, serta dengan dukungan mounting berbeda termasuk Sony E-Mount, Fujifilm X-Mount, Canon RF, Nikon Z, dan juga L-Mount.

Lantas, apa keunggulan lensa Laowa besutan Venus Optics ini?

Lensa Wide Angle Minim Distorsi

Laowa 15mm F4.5 Zero-D Shift
Laowa 15mm F4.5 Zero-D Shift

Salah satu tantangan memotret dengan lensa wide angle ialah timbulnya efek distorsi perpekstif yang membuat foto terlihat kurang proporsional. Namun sebagai spesialis pembuat lensa sudut lebar, Venus Optics memiliki teknologi khusus untuk meminimalkan distorsi yang disebut Zero-Distortion.

Lini lensa Zero-D Laowa dapat menghasilkan foto sudut lebar yang lebih natural. Beberapa lensa Laowa terbaru dengan teknologi tersebut antara lain Laowa 10mm F2 Zero-D MFT yang menawarkan focal length setara 20mm di full frame, Laowa 15mm F4.5 Zero-D Shift (full frame), dan Laowa 14mm F4 FF RL Zero-D (full frame).

Karakteristik lain lensa wide angle ialah mampu menciptakan efek kelainan bentuk yang menarik apabila memotret dari jarak dekat, yang dapat dimanfaatkan untuk menonjolkan bentuk subjek atau menambah kedalaman foto landscape. Kuncinya perhatian posisi dan sudut pemotretan, karena sedikit pergeseran dapat mengubah perspektif foto.

Lensa Macro dengan Rasio Pembesaran Maksimum 2:1

Laowa 65mm F2.8 2x Ultra Macro APO
Laowa 65mm F2.8 2x Ultra Macro APO

Kepiawaian Venus Optics dalam membuat lensa makro juga tak perlu diragukan lagi. Definisi klasik lensa makro adalah lensa harus mempunyai rasio pembesaran maksimum setidaknya 1:1, namun lensa Laowa menawarkan rasio reproduksi 2x lipat.

Artinya subjek dapat direproduksi dalam ukuran 2x lebih besar pada sensor gambar kamera, misalnya memotret objek 10mm dapat diproyeksikan ke dalam sensor sebagai foto 20mm. Beberapa lensa terbarunya antara lain Laowa 50mm F2.8 2X Ultra Macro APO untuk MFT, Laowa 65mm F2.8 2x Ultra Macro APO untuk APS-C, dan Laowa 100mm F2.8 2X Ultra Macro APO untuk full frame.

Semakin panjang focal length, kita akan mendapatkan jarak kerja yang lebih jauh sehingga tidak perlu sangat dekat dengan objek. Namun yang unik, Venus Optics juga menawarkan lensa makro sudut lebar seperti Laowa 24mm F14 2x Macro Probe, Laowa 25mm F2.8 2.5-5X Ultra Macro, dan Laowa 15mm F4 1:1 Macro.

Lensa makro sudut lebar memberikan kedalaman bidang yang relatif lebih dalam, lebih mudah mendapatkan ketajaman yang merata. Adapaun tantangan memotret dengan lensa makro ialah pada saat digunakan pada jarak pendek, lensa memiliki kedalaman bidang sempit. Artinya, harus difokuskan dengan sangat hati-hati untuk mendapatkan detail yang diinginkan.

Drone dan Action Cam 8K Bakal Hadir pada Awal Tahun 2022

Di kalangan produsen system-on-a-chip (SoC), nama Ambarella memang kalah populer dibanding Qualcomm atau MediaTek. Kendati demikian, Ambarella selama ini punya peran besar dalam memajukan industri kamera dan drone, dan chip buatannya juga sudah lama menjadi otak di balik produk-produk populer keluaran GoPro maupun DJI.

Yang terbaru, Ambarella memperkenalkan AI vision processor CV5 di ajang CES 2021, dan SoC anyar ini bakal memulai tren action cam beserta drone dengan kemampuan merekam video 8K. Bukan sembarang 8K, melainkan 8K 60 fps. Sebagai referensi, ponsel flagship terbaru Samsung pun ‘hanya’ mampu merekam video 8K 24 fps.

Secara teknis, Ambarella CV5 memadukan AI engine CVflow dengan sepasang prosesor ARM Cortex-A76. Produksinya telah memanfaatkan teknologi pabrikasi 5 nanometer, dan itu berujung pada efisiensi energinya yang luar biasa: untuk encoding video 8K 30 fps misalnya, CV5 hanya mengonsumsi daya sebesar 2 watt saja.

Karena sangat irit daya, SoC ini tidak cuma ideal untuk action cam maupun drone saja, melainkan juga perangkat seperti kamera pengawas maupun kamera mobil. Namun tidak bisa dipungkiri, CV5 punya daya tarik tersendiri di mata produsen drone, terlebih berkat kemampuannya mengeksekusi fitur-fitur navigasi pintar selagi sedang mengolah data hasil perekaman video 8K 60 fps secara real-time.

Ambarella CV5 AI vision processor

Untuk produsen action cam, CV5 juga kian menarik berkat kemampuannya mengatasi perekaman video 4K 240 fps, yang berarti adegan slow-motion bisa diabadikan dalam resolusi yang lebih tinggi lagi. Lebih lanjut, fakta bahwa CV5 dapat memproses empat 4K stream sekaligus tentu bakal menarik perhatian para produsen kamera 360 derajat.

Ambarella sejauh ini memang belum menyebutkan pabrikan mana saja yang sudah berniat menggunakan SoC CV5 pada produknya, tapi semestinya brand besar seperti GoPro, Insta360, atau DJI tentu tidak akan melewatkan peluang untuk menciptakan kamera maupun drone dengan kemampuan merekam video 8K 60 fps atau 4K 240 fps, tidak ketinggalan pula dukungan terhadap fitur-fitur advanced macam HDR maupun image stabilization.

Kapan perangkat-perangkat tersebut bakal tersedia masih tanda tanya. Namun kalau menurut perwakilan Ambarella sendiri, yakni Christopher Day yang menjabat sebagai VP of Marketing and Business Development, biasanya butuh waktu sekitar satu tahun sebelum perangkat-perangkat yang menggunakan SoC terbaru Ambarella bisa diluncurkan ke pasaran. Dengan kata lain, sepertinya kita masih harus bersabar sampai awal tahun depan.

Sumber: CNET dan Ambarella.

Sirui 24mm F2.8 1.33x Ialah Lensa Anamorphic Ketiga Sirui, Kampanye Crowdfunding-nya Dimulai

Pada bulan Februari 2020, Sirui memperkenalkan lensa anamorphic pertamanya; 50mm F1.8 1.33x. Lensa ini cukup mengejutkan para video content creator dan filmmaker karena harganya terbilang terjangkau, di Indonesia dijual seharga Rp10,5 juta.

Kemudian Sirui mengumumkan lensa anamorphic keduanya, 35mm F1.8 1.33x pada Juli 2020. Kini lensa anamorphic Sirui mencakup semua focal length terpenting dalam pembuatan sebuah film, Sirui telah memulai kampanye crowdfunding di Indiegogo untuk lensa anamorphic wide-angle 24mm F2.8 1.33x.

Seperti sebelumnya, lensa anamorphic 24mm F2.8 1.33x memungkinkan merekam video dalam aspek rasio 2.4:1. Lensa ini dirancang untuk sistem kamera APS-C dan tersedia dalam berbagai mount kamera. Mulai dari Canon EF-M mount, Fujifilm X-mount, Micro Four Thirds (MFT), Nikon Z-mount, dan Sony E-mount.

Lebih detail, lensa anamorphic terbaru Sirui ini terdiri dari 13 elemen dalam 10 kelompok. Dilengkapi aperture dengan diafragma delapan bilah, dengan rentang F2.8 hingga F16, dan punya minimum focusing distance 80mm.

Dimensi lensa dan bobotnya agak berbeda tergantung pada mount yang dipilih, panjangnya berkisar 125mm, diameter 65mm, dan bobotnya antara 770 sampai 810 gram. Selain harga terjangkau, daya tarik lensa ini ialah ukurannya yang ringkas meski dimensinya sedikit lebih besar bila dibandingkan model 50mm dan 35mm.

Harga normal lensa anamorphic Sirui 24mm F2.8 1.33x dibanderol US$999 atau sekitar Rp13,9 jutaan dan US$749 atau Rp10,4 jutaan khusus penawaran terbatas early-bird di Indiegogo. Bila ingin memborong ketika model yakni 50mm, 35mm, dan 24mm – tersedia paket seharga US$2.098 atau Rp29,2 jutaan.

Sumber: DPreview

Olympus Menyelesaikan Transfer Bisnis Pencitraan ke OM Digital Solutions

Pada Juni 2020, salah satu pelopor tren kamera mirrorless Olympus dengan sensor Micro Four Thirds (MFT) memutuskan untuk menjual bisnis pencitraannya ke Japan Industrial Partners Inc (JIP). Rincian lebih lanjut terungkap pada bulan September 2020, ketika Olympus menjabarkan kerangka kerja tentang bagaimana transfer akan dilakukan.

Kini Olympus menegaskan bahwa transisi telah selesai seperti yang diharapkan. Efektif per tanggal 1 Januari 2021, Olympus telah menyelesaikan transfer divisi pencitraannya ke OM Digital Solutions Corporation, anak perusahaan Japan Industrial Partners Inc (JIP) yang sekarang meneruskan brand Zuiko dan OM.

Olympus_JIP

Dalam pengumumannya, Olympus mengatakan Shigemi Sugimoto telah ditunjuk sebagai presiden dan CEO OM Digital Solutions di bawah bendera JIP. Bisnisnya berpusat pada kamera digital terutama mirrorless, lensa yang dapat dipertukarkan, IC recorder, dan lainnya.

Pengumuman juga menyebutkan, kepala penjualan, marketing, serta research dan development untuk produk pencitraan akan dipindahkan ke kantor pusat OM Digital Solutions Co di Takakuramachi, Hachioji-shi, Tokyo. Sementara, untuk produksi akan dilakukan di fasilitas pabrik yang ada di Provinsi Dong Nai, Vietnam.

OM Digital Solutions juga memastikan akan memberikan dukungan pelanggan untuk produk pencitraan yang dijual oleh Olympus. Pada 1 Januari 2021, OM Digital Solutions memiliki total modal 37 miliar yen dan memiliki sekitar 2.000 karyawan global. Sementara, Olympus Corporation akan berkonsentrasi pada Medical dan Scientific Solutions dalam upayanya menjadi perusahaan teknologi medis global.

Shigemi Sugimoto mengatakan akan terus mengembangkan dan memperkenalkan produk unik untuk menciptakan nilai baru sambil terus menyediakan produk berkualitas tinggi dan sangat andal. Termasuk brand Zuiko dan OM yang didasarkan pada teknologi optik dan pencitraan digital yang dikembangkan oleh Olympus selama bertahun-tahun.

Penjualan kamera digital memang mengalami penurunan dari tahun ke tahun, keadaan diperparah dengan pandemi covid-19. Faktornya lain karena pasar kamera digital tergerus oleh kamera smartphone yang meski menggunakan sensor gambar kecil tetapi pemrosesan gambarnya bisa dibilang canggih.

Sumber: DPreview