Microsoft Tawarkan Keamanan Perbankan Berbasis AI, Mampu Deteksi Penipuan Dalam 2 Detik

Pengembangan teknologi kecerdasan buatan sejauh ini telah sampai di level yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Kita telah melihat banyak perangkat inovatif yang mampu mengerjakan tugas-tugas layaknya manusia, bahkan lebih.

Microsoft sebagai salah satu perusahaan raksasa di bidang teknologi piranti lunak seakan punya kewajiban untuk menghadirkan kecerdasan yang mampu meningkatkan produktivitas pengguna. Bukan menggantikan peran manusia atau sebatas membenamkan kemampuan unik AI ke portofolionya saja.

Menjawab tuntutan itu, Microsoft mencoba menawarkan solusi teknologi AI yang dijabarkan mampu menjadi alat bantu untuk memerangi penipuan internet yang memanfaatkan perangkat mobile.

Kita ketahui bersama, kini perbankan telah melibatkan teknologi untuk menawarkan cara baru dalam bertransaksi mulai mengirim uang, melakukan pembayaran dan lain sebagainya. Seluruh layanan tersebut kini sudah menjangkau perangkat mobile yang di sisi lain menyimpan potensi ancaman, salah satunya penipuan.

 

Dijelaskan oleh Microsoft, model AI yang mereka tawarkan mampu mengendus situasi yang mengarah pada penipuan dalam waktu kurang dari dua detik, memberi waktu ekstra kepada pelanggan untuk mengambil langkah pencegahan. Microsoft mengatakan sebagian besar penipuan ponsel yang diamati dilancarkan melalui “serangan swap SIM”. Cara ini pada dasarnya terjadi ketika nomor ponsel diretas atau dikloning. Walhasil, peretas leluasa untuk memonitor dan mengakses seluruh pesan dan panggilan ke nomor tersebut.

Sejumlah perbankan telah mengadopsi teknologi semacam ini. Namun, model yang ditanamkan ke Azure berbeda, di mana ia mampu secara signifikan memangkas waktu respon dan sebaliknya meningkatkan akurasi deteksi dini. Aktivitas seluler yang masuk sepenuhnya akan diawasi, profil perilaku juga dibangun, dan setiap transaksi akan dievaluasi untuk memastikan bersih dari upaya penipuan serta tindakan yang relevan pasca deteksi juga telah ditentukan. Semua proses rumit itu dilakukan dalam waktu kurang dari 2 detik.

Sumber berita Microsoft dan gambar header ilustrasi Pixabay.

Tawarkan Proteksi Ekstra, Google Rilis Titan Security Key

Keamanan sejak lama menjadi elemen terpenting bagi hampir semua orang yang menggunakan perangkat terkoneksi di luar sana, dari bisnis hingga pengguna personal. Dan Google tampaknya memahami kebutuhan itu dengan meluncurkan beberapa update layanan dan produk baru, salah satunya perangkat keamanan berbentuk fisik bernama Titan Security Key.

Diumumkan di ajang konferensi Cloud Next di San Francisco, Titan Security Key dirancang untuk membantu melindungi proses login ke layanan secara ketat. Perangkat ini dirancang untuk mengautentikasi login melalui Bluetooth dan USB, dan Google juga menyertakan firmware khusus yang dirancang untuk memverifikasi keasliannya.

Cara kerjanya sangat mirip dengan kunci buatan Yubico yang telah lama ditetapkan oleh Google sebagai standar otentikasi dua faktor berbasis perangkat keras untuk Gmail dan layanan lainnya.

Kunci yang kompatibel dengan FIDO ini diproduksi dalam dua versi. Versi pertama memiliki dukungan Bluetooth untuk perangkat mobile. Versi ini juga mempunyai dukungan NFC dan pengisian melalui USB tipe C.

titan security key_2

Kemudian satu versi lainnya dihubungkan langsung ke port USB perangkat komputer. Dalam hal penampilan dan fungsionalitas, Titan Security Key memiliki sejumlah tombol yang hampir serupa dengan yang ada di kunci Yubico, meskipun dari sisi desain Google sepertinya punya konsep sendiri.

Titan Security Key tersedia untuk pelanggan Google Cloud mulai hari ini, dan akan tersedia secara luas di penghujung tahun melalui Google Store.

 

Sumber berita GoogleBlog.

Hati-Hati, Teknik Phishing Baru Ini Eksploitasi Celah Keamanan Google Docs

Keamanan berinternet adalah hal kompleks. Penyedia layanan serta pengembang sistem operasi tidak pernah lelah untuk menyempurnakan sistem mereka. Tapi celahnya selalu saja ada, dan dengan memanfaatkan ketidaktahuan atau kelalaian pengguna, pihak-pihak tak bertanggung jawab terus mencoba mencuri data-data pribadi kita.

Ada insiden baru terjadi di hari Rabu kemarin. Sebuah usaha phishing sempat dilakukan dengan menggunakan sistem pengesahan OAuth punya Google buat menginstal aplikasi-aplikasi web jahat. Tidak seperti upaya phishing (‘memancing’ informasi dengan menyamar jadi entitas terpercaya) biasa yang memanfaatkan alamat internet palsu, serangan ini muncul sebagai permintaan otorisasi app.

Usaha peretasan tersebut memakai teknik yang berbeda. Ia memperdaya user untuk memberikan informasi sensitif tanpa meminta password. Caranya adalah mengelabui melalui Google Docs.

Prosesnya sangat simpel, dan hal inilah yang membuatnya berbahaya. Pertama, calon korban menerima email yang menawarkan akses sharing file Google Docs. Dengan mengklik ‘Open in Docs’, akan muncul layar seleksi akun Google asli, dan diikuti oleh permintaan otorisasi buat mengakses informasi kontak Gmail dan Google. Anda telah jatuh dalam perangkap jika menekan link yang ada di sana.

Kecanggihan dari teknik ini adalah ada banyak orang mudah mempercayai permintaan share file Google Docs. Dan jika kebetulan Anda sudah jadi korbannya, Anda perlu memutus akses app tersebut. Caranya adalah dengan pergi ke security page Google, pilih Manage App, lalu buang Google Docs dari daftar itu. Ada baiknya ada mengecek hal ini sekarang juga.

Menurut penjelasan CTO PhishMe Inc. via Reuters, metode ini merupakan ‘masa depan’ dari kegiatan phishing. Sang peretas bisa mendapatkan apa yang ia inginkan tanpa perlu repot-repot membubuhkan malware pada device.

Alphabet merespons serangan tersebut dengan segera memberikan peringatan dan panduan buat menanggulanginya. Google juga meyakinkan para pengguna bahwa mereka telah mengambil langkah serius – mematikan akun, menghapus laman palsu, memberikan update, dan tim bekerja keras supaya hal ini tidak terjadi lagi. Mereka juga menyarankan Anda untuk melaporkan alamat-alamat email phishing.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian ini adalah, jika Anda tidak menantikan pemberian akses ke dokumen di Google Docs, maka jangan dibuka. Lalu seandainya tidak yakin siapa pengirimnya, langsung cek identitasnya dan pastikan email dikirm oleh orang-orang yang Anda kenal.

Sumber: Reuters & Ars Technica.

Tren Ancaman Serangan Siber di 2017

Tren keamanan digital tidak menurun di tahun 2017. Justru semakin tinggi adopsi teknologi digital membawa ancaman keamanan ke level yang lebih tinggi. Dimension Data sebuah perusahaan yang bergerak di bidang ICT mengeluarkan sebuah laporan mengenai tren IT di 2017, salah satu yang menjadi sorotan adalah keamanan siber. Bisa diprediksikan bahwa meningkatkan keamanan siber ini tidak lepas dari tingginya adopsi digital dan rendahnya kesadaran mengenai ancaman keamanan siber.

Marketing Communication Dimension Data Nina Dwi Setiani menerangkan bahwa dari temuan Dimension Data, Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi risiko ancaman dan serangan siber tertinggi di dunia. Bukan hanya dari kuantitasnya tetapi juga kualitasnya.

“Ancaman dan serangan-serangan siber pun sudah semakin canggih dengan berkembangnya teknologi dan juga taktik pelakunya, karena itu, peningkatan keamanan siber diterapkan bukan pada saat perlu saja atau sebagai cara untuk menangkal ancaman atau serangan siber saja, melainkan sudah merupakan suatu tindakan darurat dan keharusan, mengantisipasi ancaman dan serangan siber yang lebih parah pada pencurian data-data negara, organisasi dan pribadi.”

“Berdasarkan hasil laporan Global Threat Intelligence 2016 yang dikeluarkan Dimension Data, sektor industri yang menempati peringkat pertama rentan kejahatan siber adalah Retail dibandingkan sektor-sektor industri lainnya,” ujar Nina.

Meningkatnya serangan di sektor industri ini terjadi karena pertumbuhan bisnis ritel yang masuk ke ranah online. Peningkatan jumlah transaksi pembelian dan pembayaran menjadi target yang dibidik para pelaku kejahatan siber. Yang menarik dari tren meningkatnya serangan siber adalah masih belum tingginya kesadaran untuk mengantisipasinya.

“Yang memprihatinkan sistem keamanan mereka masih dibangun dan dikembangkan dengan pola reaktif. Kejahatan siber yang sering terjadi beragam baik pencurian data pelanggan, transaksi palsu sampai penyusupan ke transaksi pembayaran hingga serangan yang mengakibatkan matinya keseluruhan sistem,” lanjut Nina menjelaskan.

Keamanan siber di 2017

Dalam sebuah pemberitaan, CIO menyebutkan akan ada beberapa tren keamanan yang terjadi di 2017, seperti tumbuhnya ancaman kelalaian password yang didominasi password yang mudah ditebak atau password yang menggunakan pengaturan standar. Kelalaian ini bisa menyebabkan tingkat keberhasilan serangan brute force attack melonjak.

Selain itu tren internet of things (IoT) juga diprediksi membawa sebuah celah tersendiri untuk ancaman keamanan siber. Meningkatnya penggunaan solusi IoT di masyarakat perlu diwaspadai dengan mencoba mengamankan jalur komunikasi atau perangkat dari ancaman serangan siber. Untuk itu pemilihan vendor atau penyedia layanan IoT yang memiliki kepedulian terhadap keamanan wajib untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Tidak jauh berbeda dengan CIO, Forbes juga memprediksikan permasalahan keamanan siber terus tumbuh dari tahun ke tahun. Masalah seperti serangan, ancaman penerobosan sistem, dan kebocoran data menjadi sesuatu yang harus diwaspadai. Baik oleh pengguna biasa (individu) atau pengguna skala bisnis atau perusahaan.

Pola pikir mencegah bukan mengobati

Kita sering mendengar jargon “lebih baik mencegah dari pada mengobati” dalam konteks kesehatan. Jargon tersebut juga berlaku untuk mengatasi ancaman serangan siber. Meningkatnya serangan siber salah satunya dikarenakan sikap pengamanan yang cenderung reaktif, tidak dilakukan jika tidak ada kejadian. Ini yang berbahaya.

Utuk memberikan jaminan keamanan dan mencegah usaha penyerangan yang terjadi, rencana pengamanan harusnya dirancang dari awal. Lengkap dengan analisis risiko dan juga antisipasi celah mana saja yang sekiranya membutuhkan pengamanan.

Kekhawatiran Pada Masalah Privasi Dorong User Windows 10 Beralih ke Mac?

Sudahkah Anda beralih ke Windows 10? Ternyata berakhirnya masa upgrade gratis tidak membuat pengguna buru-buru update ke OS baru Microsoft itu. Masing-masing orang mempunyai alasan kuat untuk tetap menggunakan Windows 7 ataupun 8.1, namun ada indikasi bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah kecemasan terhadap privasi.

Masalah ini bahkan berpotensi mendorong user untuk tidak lagi memakai Windows. Dalam sebuah survei OnePoll yang dilakukan oleh Comparitech, hampir dua pertiga responden cenderung tidak keberatan pindah ke Mac karena sejumlah hal yang dilakukan plaform anyar Microsoft. Hasil pemungutan suara disingkap tak lama setelah pemerintah Perancis meminta sang raksasa asal Redmond memperbaiki celah keamanan di Windows 10.

Angket diberikan pada 1.000 orang peserta, 500 berasal dari Inggris dan sisanya dari Amerika Serikat. Pertanyaannya adalah: “Jika praktek pengumpulan data pengguna Windows 10 mulai menyebabkan munculnya rasa khawatir, berkenankah Anda pindah dari Windows ke Mac?”

Meskipun 35,8 persen partisipan menjawab mereka tidak mau mengungsi ke sistem operasi ciptaan Apple itu, separuh dari mereka (50,1 persen, tepatnya 501 individu) menyatakan akan mempertimbangkan gagasan tersebut, sedangkan 14,1 persen lainnya tidak ragu-ragu buat beralih ke Mac OS. Melihat secara lebih rinci lagi, peserta polling Inggris lebih antusias untuk pindah ke Mac dibanding Amerika dengan perbandingan ‘pasti’ 15,2 versus 13 persen, dan ‘mungkin’ 51,8 versus 48,4 persen.

Windows to Mac 2

Respons dari peserta juga didasari faktor umur. 71,4 persen dari pengguna berusia 18 sampai 24 tahun menyatakan mereka siap hijrah ke Mac, lalu 34-44 tahun merupakan rentang umur konsumen yang paling sedikit menunjukkan loyalitas pada Windows. Fakta menarik lainnya ialah: semakin tua usia user, khususnya 55 tahun ke atas, semakin kecil ketakutan mereka terhadap problem privasi. Hanya ada 9,3 persen yang betul-betul ingin beralih ke Mac.

Windows to Mac 1

Komisi Keamanan Data Nasional Perancis (CNIL) sendiri menjabarkan tiga ‘kasus’ keamanan di Windows 10. Pertama, Windows Store mengumpulkan data mengenai app unduhan user dan waktu yang mereka habiskan buat menggunakannya tanpa izin. Kedua, OS memasang advertising identifier secara default, memungkinkan Microsoft mengawasi kegiatan browsing dan menargetkan pengguna dengan iklan. Terakhir adalah sistem otentikasi empat digit angka di mana Microsoft tidak membatasi percobaan input-nya jika salah. Sejak peringatan diturunkan oleh CNIL di akhir Juli, Microsoft diberi waktu tiga bulan untuk membereskan masalah-masalah tersebut.

Walaupun besar kemungkinan respons akan lebih bervariasi jika survei dilakukan di negara-negara lain, hasil angket menunjukkan bahwa banyak pengguna telah memahami persoalan privasi di Windows 10.

Keyboard SilentKeys Jaga Privasi dan Keamanan Anda Saat Menjelajahi Web

Tak banyak orang menyadari bahwa keyboard bisa menjadi celah masuknya ancaman keamanan. Ambil contohnya metode keylogger, ia dapat dihadirkan dalam bentuk malware dan disisipkan ke sistem Anda, atau menggunakan chip yang dipasangkan ke PC. Apapun caranya, keylogger mengetahui tiap kata yang diketik, mengekspos segala data dan informasi pribadi Anda.

Melihat besarnya dampak buruk yang bisa disebabkan oleh masalah ini, satu startup kecil dari Perancis terpanggil untuk memberikan solusi. Preevio memperkenalkan SilentKeys, yaitu keyboard unik spesialis perlindungan privasi serta keamanan. Periferal tersebut dapat menangkis serangan virus, peretas, menghadang iklan-iklan pengganggu, serta menghalangi upaya pencurian identitas.

SilentKeys
SilentKeys memiliki desain yang ringkas, bisa langsung digunakan begitu dicolokkan ke PC.

SilentKeys adalah keyboard USB plug-and-play, bekerja baik saat Anda online maupun offline. Perangkat juga mengusung desain tenkeyless yang mungil dan tipis, sehingga praktis dibawa-bawa. SilentKeys juga dilengkapi sebuah port USB, memudahkan Anda menyambungkan mouse ataupun flash drive. Developer turut menyediakan opsi layout, antara lain US, UK, FR (Perancis), DE (Jerman), dan ES (Spanyol).

Cara pemakaian SilentKeys sangat sederhana. Anda cukup mencolokkannya ke PC, tekan tombol SK di area atas keyboard, kemudian pilih level privasi. Device dibekali sistem operasi embedded Satya Desktop, ia beroperasi otomatis dan mampu mengabaikan OS serta hard drive di PC, menjaganya dari sistem-sistem terinfeksi serta mengenkripsi arus data. Pendeknya, Anda bisa bekerja ataupun menjelajahi web secara leluasa dan anonim.

SilentKeys 2
Isi dari satu paket pembelian SilentKeys.

Di opsi tingkat privasi rendah, SilentKeys segera membuka browser Satya, menyajikan aktivitas jelajah internet secara anonim, dan dapat menyaring iklan. Lalu ketika Anda pilih level tertinggi, sistem akan restart dan membawa pengguna masuk ke OS Satya Desktop. Fitur-fitur tadi tetap ada, ditambah kapabilitas menangkal virus serta malware, plus jaringan terenkripsi dan ruang penyimpanan super-aman.

Sewaktu Satya Desktop beroperasi, segala software keylogger yang tersembunyi di OS default tidak bisa jalan. Satya dikembangkan dari Tails Operating System, merupakan platform rekomendasi para profesional IT, dari mulai Edward Snowden sampai Electronic Frontier Foundation. Browser anonim Satya sendiri berbasis Tor Browser dan Linux. Di sisi hardware, SilentKeys tidak dapat diakali dan tidak menginstal apapun di PC, sehingga tak meninggalkan jejak.

SilentKeys bisa Anda pesan sekarang via situs crowdfunding Kickstarter. Di sana Preevio menjajakannya seharga € 170 (US$ 189-an), lebih murah € 80 dibanding versi retail, mulai didistribusikan November 2016 nanti.

Menyikapi Penggunaan Teknologi Komputasi Awan untuk Jaminan Keamanan

Sama seperti teknologi lainnya, komputasi awan di balik segala kelebihan yang ditawarkan menyimpan potensi ancaman keamanan yang cukup besar. Kehilangan atau kebocoran data yang disimpan dalam infrastruktur komputasi awan bisa menjadi risiko yang dapat berimbas fatal bagi bisnis. Terlebih data bisa bocor dari dalam, bukan dari luar.

Komputasi awan dan semua layanan-layanan yang melengkapinya dewasa ini menjadi perbincangan serius di forum-forum teknologi, termasuk di dalamnya tentang sektor keamanan. Seiring mulai naik daunnya layanan komputasi awan kebutuhan perusahaan atau organisasi terhadap penyedia layanan keamanan terus meningkat.

Perusahaan mulai mengantisipasi kemungkinan serangan-serangan yang mengganggu kinerja sistem atau infrastruktur komputasi awan yang mereka bangun. Namun tak bisa dipungkiri satu yang cukup menjadi ancaman serius adalah ancaman kebocoran data yang justru terjadi dari dalam sistem, dari para pengguna sistem. Tak hanya faktor teknis, tetapi juga non teknis.

Permasalahan teknis pada keamanan komputasi awan tidak terbatas pada apakah layanan yang digunakan itu privat maupun publik. Keduanya menyimpan potensi meski dalam kadar yang berbeda. Inisiatif pengamanan sistem harus terus berkembang mengingat jenis serangan yang juga terus berkembang.

Selain faktor teknis yang sudah pasti menjadi tanggung jawab divisi IT, faktor non-teknis juga menyimpan potensi untuk celah dalam kebocoran data dalam sistem komputasi awan. Hal ini terkait dengan pengalaman pengguna.

Dari sekian banyak karyawan di perusahaan tentu tidak semua memiliki kecermatan dan ketelitian yang sama dalam menggunakan perangkat teknologi. Kemungkinan infrastruktur komputasi awan bisa diakses di mana saja membuat kemungkinan mereka yang tidak begitu aware dengan permasalahan keamanan, seenaknya saja meninggalkan hal-hal krusial seperti informasi akun sistem, kata sandi atau hal krusial lainnya di ranah publik. Belum lagi kemungkinan pembajakan informasi ketika mereka berada di jaringan publik.

Untuk kasus seperti ini divisi IT harus bekerja sama dengan seluruh elemen dalam perusahaan untuk merumuskan kebijakan yang bisa mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Misalnya dengan membatasi akses dari jaringan tertentu dan lain sebagainya.

Belum lagi antisipasi akses terhadap para karyawan yang bermasalah. Selain dibatasi dengan hal-hal teknis, harus ada aturan dan kebijakan non-teknis. Misalnya dengan perjanjian yang sah di mata hukum untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan di kemudian hari.

Disclosure : DailySocial bekerja sama dengan Big Data-Madesimple dalam penulisan artikel ini.

Google Godok Metode Login Akun Tanpa Kata Sandi

Bagi pengguna pribadi, kata sandi adalah bagian terpenting dalam menjaga privasi mereka di layanan apapun. Sementara bagi penyedia layanan seperti Google, keamanan pengguna adalah aset yang harus dilindungi. Tak berlebihan bila sang raksasa internet getol mengupayakan segala cara untuk mewujudkan keamanan optimal bagi penggunanya.

Baru-baru ini Google kedapatan sedang melakukan uji coba sebuah metode di mana pengguna dapat mengakses akun Google mereka hanya menggunakan ponsel, tanpa perlu lagi mengetikkan kata sandi seperti dalam prosedur login konvensional yang selama ini masih gunakan. Atau harus repot mengingat karakter angka dan huruf yang kenyataannya tetap sering terlupakan.

Pengujian fitur baru ini pertama kali dilaporkan oleh salah seorang pengguna Reddit bernama Rohit Paul. Menurut Paul, ia menerima surat elektronik berisikan undangan untuk bergabung ke grup penguji yang apabila setuju nantinya akan mendapatkan akses untuk mencoba sendiri teknologi baru tersebut di perangkatnya.

Grup penguji yang dimaksudkan Paul dinamai “Sign-in Experiments at Google”, meskipun dapat dijumpai di Google Groups dan tautannya dapat ditemukan namun Anda tidak dapat berpartisipasi di dalamnya tanpa undangan langsung.

Menurut penjelasan yang diberikan oleh Google, fitur sign in tanpa kata sandi ini menawarkan cara baru untuk mengakses akun yang diyakini merupaka motode terbaik untuk menghindari aksi-aksi phishing. Pemanfaatan perangkat ponsel yang memang merupakan barang pribadi menyulitkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan serangan yang kerap menempuh segala macam cara.

Upaya Google ini sebenarnya bukan yang pertama, sebab sebelumnya Yahoo sudah lebih duluan mengembangkan fitur serupa yang dinamai Yahoo Account Key. Tiba bersama proyek rancangan ulang Yahoo Mail, Account Key menawarkan cara baru untuk masuk ke akun dengan menghubungkan perangkat ke akun. Setiap kali pengguna mengakses akun, maka sistem akan mengiirimkan notifikasi ke ponsel secara realtime.

Sumber berita Venturebeat dan gambar header Shutterstock.

Drone Keamanan dari Secom Ini Bisa Mendeteksi Wajah dan Mengikuti Penyusup

Orang awam mungkin menganggap drone sebagai mainan terbang canggih, biasanya dilengkapi kemampuan foto atau videography mumpuni. Namun sebetulnya, UAV telah lama diterapkan buat fungsi militer serta keamanan. Dan berkat makin terjangkaunya komponen-komponen drone, para produsen mulai meraciknya untuk keperluan yang lebih umum.

Belum lama, tim asal Jepang bernama Secom memperkenalkan quad-copter yang berpotensi jadi mimpi buruk para kriminal. Dipasarkan untuk konsumen kelas enterprise, Secom Drone ialah sebuah robot terbang pengawas dan penjaga keamanan. Ia dijanjikan mempunyai kapabilitas pintar, ditopang sistem otomatis serta teknologi imaging mumpuni, sengaja diciptakan buat memonitor bangunan-bangunan besar serta bidang tanah berukuran luas.

Melihat video demonstrasi unggahan Kyodo News, desain Secom Drone tampak lebih futuristis dibanding UAV videography standard. Tubuhnya bulat, diikuti empat lengan melengkung. Baling-baling berada di bawahnya, dilindungi bingkai melingkar dari plastik transparan yang saling menyambung. Rancangannya menyerupai miniatur UFO. Drone memiliki ukuran 570x570x225-milimeter dan berbobot 2,2-kilogram sudah termasuk baterai.

Secom Drone dilengkapi sabuah kamera dan lampu LED, berfungsi untuk memotret individu-individu mencurigakan beserta kendaraan yang mereka gunakan. Prosedur kerjanya seperti ini: UAV Secom diletakkan di atas landing pad sekaligus unit charging agar ia selalu siap diaktifkan. Ketika penyusup terdeteksi, drone akan segera melesat dan melayang setinggi tiga sampai lima meter di atas tersangka.

Tak cuma terbang, Secom Drone sanggup mengikuti target, bergerak di kecepatan mencapai 10-kilometer per jam. Sembari melacak, kamera turut berusaha mengambil foto wajah sang penyusup, alat transportasi, serta area di sekitarnya. Data-data tersebut – berupa informasi warna kulit, tipe kendaraan, nomor pelat, dan lain-lain – segera dikirim ke server pusat, dan sistem akan menganalisis level bahaya serta urgensi.

Secom Drone 02

Bagi Anda yang belum familier dengan Secom, mereka adalah perusahaan pribadi spesialis keamanan, telah memperluas layanannya ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia, Australia dan Selandia Baru. Secom menawarkan bermacam-macam sistem alarm, CCTV, solusi kontrol akses, sampai penyediaan petugas keamanan. Tapi tentu, mereka belum mampu mengalahkan kecanggihan Secom Drone.

Secom Drone disajikan sebagai servis berlangganan. Satu unit drone ditawarkan di harga ¥ 800.000 (US$ 6.575), dan Anda perlu mengeluarkan biaya sebesar ¥ 5,000 (US$ 40) per bulan.

Via Digital Trends. Sumber: Secom.co.jp.

Angee Bertugas Mengamankan Rumah, dan Membuatnya Jadi ‘Pintar’

Memastikan rumah tetap aman sebetulnya sederhana, Anda hanya perlu tahu apa yang sedang terjadi walaupun lagi tidak berada di sana. Sayangnya bahkan ketika konsumen memasang sistem alarm, ternyata 41 persen di antara mereka sama sekali tak mengaktifkannya. Metode lain ialah menyewa penjaga rumah, tapi tentu saja menuntut biaya tinggi dan sama sekali tidak praktis.

Satu tim developer dari San Francisco menawarkan solusi menjanjikan buat kita. Karya mereka adalah sebuah sistem keamanan dan komunikasi bernama Angee. Berbekal rangkaian teknologi canggih, ia tak hanya bisa menjaga tempat tinggal, namun juga membubuhkan kemampuan pintar, serta turut menyuguhkan mekanisme baru bagi pengguna untuk mengakses rumah.

Dengan Angee, Anda diberikan kesempatan untuk mengawasi seisi rumah dalam sudut 360 derajat. Ia dilengkapi fitur pengenal suara, pendeteksi gerak, kesanggupan buat belajar, hingga portabilitas tanpa kabel; semua tanpa perlu membayar uang berlangganan. Angee diramu demi menggantikan sistem keamanan tradisional yang merepotkan, sepenuhnya beroperasi secara otomatis, dapat dipersonalisasi, dan pastinya mudah digunakan konsumen awam.

Angee 02

Wujud Angee mirip tabung, dengan bagian atas yang bisa berputar horisontal. Ia tahu kapan Anda datang dan pergi, dan begitu kita meninggalkan rumah, Angee langsung segera melakukan pemantauan. Perangkat mengetahui keberadaan Anda melalui proses verifikasi dua tingkat. Ia mendeteksi Anda lewat sambungan Bluetooth di smartphone, dipadu kemampuan pengenal suara. Bagaimana jika handset sedang tidak aktif? Jangan cemas, Angee dapat mendengar ucapan kita.

Angee 03

Tak hanya satu ruangan, Angee juga sanggup memproteksi bagian rumah lain, cukup dengan menempelkan security tag. Ia tidak akan keliru membedakan anggota keluarga, hewan peliharaan, dan penyusup. Device bisa di-setting fokus pada satu area secara spesifik, misalnya pintu belakang atau ruang kerja. Angee ditenagai baterai built-in, mampu beroperasi seandainya listrik rumah mati. Lalu saat Wi-Fi offline, server segera mengabari Anda, dan Angee tetap merekam situasi rumah, dan hasilnya disimpan dalam storage internal.

Seluruh notifikasi tersaji via aplikasi mobile (disiapkan untuk device Android maupun iOS), segera muncul ketika Angee melihat aktivitas mencurigakan. Informasinya real-time, dan kita dapat melihat langsung kondisi rumah lewat kamera Angee.

Kampanye crowdfunding Angee sukses di Kickstarter, dan kini developer menjajakannya melalui situs Indie Gogo. Di sana, Angee ditawarkan seharga mulai dari US$ 330.