Pendaftaran G-Startup di Indonesia telah Dibuka, Janjikan Investasi Hingga 2 Miliar Rupiah

Kompetisi startup berskala global G-Startup mengumumkan kerja samanya dengan beberapa pihak untuk meningkatkan perolehan hadiah bagi para pemenang. Bersama GDP Venture, Kejora Ventures, Sequoia Capital, dan FbStart, G-Startup akan mencari kandidat startup terbaik pada acara Global Mobile Internet Conference (GMIC) Jakarta pada bulan September mendatang.

Sebanyak 15 startup akan dipilih untuk melakukan presentasi di depan beberapa investor dan disaksikan tech leader yang diundang dalam GMIC Jakarta. Pemenang akan mendapatkan investasi sebesar $150.000 (atau senilai 2 miliar rupiah) dari hasil patungan antara GWC Innovator Fund, GDP Venture dan Kejora Ventures.

Selain investasi tersebut, pemenang juga akan diterbangkan gratis ke Silicon Valley untuk mengikuti kompetisi final G-Startup Worldwide untuk mendapatkan tambahan investasi $250.000.

“Melihat bagaimana G-Startup mampu menarik minat dari para pengusaha dan investor terkemuka dunia, kami tahu bahwa kami juga harus turut mengambil kesempatan ini untuk mendukung lebih lanjut perkembangan startup di Indonesia dan Asia Tenggara. Kejora sangat bersemangat untuk ikut memberikan investasi sebesar $50.000 kepada pemenang utama,” sambut Founding Partner Kejora Ventures Andy Zain.

15 startup terpilih juga akan otomatis diterima ke dalam program FbStart dari Facebook. Mereka akan mendapatkan dukungan seperti Ad Credits, Partner Services dan pelatihan dari Product Manager serta Engineer Facebook kepada startup yang memiliki aplikasi messenger bot. Khusus untuk pemenang G-Startup Jakarta, FbStart akan memberikan Ad Credits sebesar $5000.

“GDP Venture dengan bangga mengumumkan bahwa kami akan memberikan investasi sebesar $50.000 kepada pemenang pertama dari G-Startup Jakarta. Tahun ini, kami juga ingin berperan aktif dalam kompetisi ini. Sebagai venture builder, kami ingin membantu dan mendorong kesuksesan dari komunitas startup di Indonesia, inilah yang membuat hubungan kerja sama kami dengan G-Startup menjadi sangat natural,” ujar CMO GDP Venture Danny Oei Wirianto.

G-Startup merupakan kompetisi yang dikhususkan untuk startup di tahap awal (jika sudah mendapatkan investasi, maka tidak boleh lebih dari $2 juta).

Pendaftaran G-Startup saat ini sudah dibuka melalui tautan https://www.f6s.com/g-startupworldwideapplications/apply dan akan ditutup pada 20 Agustus mendatang. G-Startup sudah memulai debutnya sejak tahun 2010, hingga saat ini telah membukukan investasi keseluruhan senilai $11,6 miliar. Beberapa alumni ajang G-Startup juga berhasil diakuisisi perusahaan teknologi raksasa dunia seperti Google, Amazon, Alibaba, Apple, dan Pinterest.

Kejora Ventures Suntik Pendanaan, Startup Edtech Hong Kong SnapAsk Segera Masuk Pasar Indonesia

Startup penyedia layanan pendidikan, atau edtech, asal Hong Kong SnapAsk mengumumkan raihan pendanaan sebesar $5 juta dalam putaran Pra-Seri A yang dipimpin Kejora Ventures. Dengan pendanaan ini SnapAsk mencoba melirik pasar baru, yakni Asia Tenggara, Australia, dan Inggris.

SnapAsk merupakan layanan yang menggabungkan teknologi kecerdasan buatan dengan layanan on-demand pendidikan. Layanan ini memberikan kemudahan bagi para penggunanya dalam belajar dan memecahkan persoalan dalam pelajaran. Sejak kuartal keempat tahun lalu, SnapAsk mengalami lonjakan pengguna. Disebutkan saat ini SnapAsk sudah bisa menjaring 300.000 pengguna di seluruh Hong Kong, Singapura, dan Taiwan.

“Saat ini kami fokus untuk ekspansi ke pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Kami harap untuk bisa memberikan layanan kami kepada empat juta siswa di wilayah Asia Tenggara di kuartal kedua dan untuk Australia dan Inggris di kuartal ketiga. Saat membangun pasar baru kami bersikeras untuk merekrut tim lokal karena mereka yang lebih baik memahami pasar lokal. Modal segar akan digunakan untuk mengakuisisi bakat lokal,” terang CEO SnapAsk Timothy Yu.

Nantinya di Indonesia SnapAsk akan berhadapan dengan layanan edtech lain seperti RuangGuru, HarukaEdu, Kelase, dan lain sebagainya. Pasar edtech sendiri diperkirakan cukup besar meski masih banyak tantangan di sana sini. Edtech pada tahun 2020 mendatang nilainya diperkirakan mencapai $252 miliar secara global. Nilai investasi di sektor edtech tiga tahun terakhir yang mencapai $55 miliar.

Potensi Cerah Produk SaaS dan Makin Maraknya Kehadiran Investor Tiongkok di Indonesia

Memasuki hari kedua kegiatan Global Ventures Summit 2017, rangkaian acara lebih banyak diisi dengan penjabaran serta diskusi dari investor asing dan lokal. Venture capital lokal yang dihadirkan adalah Kejora Ventures dan Convergence Ventures. Ada pula VC asing seperti Wavemaker Partners yang memiliki beberapa portofolio di Asia Tenggara. Terdapat tiga hal yang menjadi sorotan dan disepakati oleh masing-masing investor tersebut, yaitu networking, SaaS dan pelokalan sebagai kunci kesuksesan membangun startup di Indonesia.

Kejora dan rencana ekpansi ke mancanegara

Sebagai salah satu venture capital dari Indonesia yang termasuk aktif membina startup lokal, Kejora Ventures memiliki rencana yang cukup agresif sepanjang tahun 2017. Salah satu rencana yang akan diwujudkan Kejora adalah menambah lebih banyak lagi kantor perwakilan Kejora di berbagai negara dan menambah jumlah partner dari Eropa, Korea Selatan, dan Thailand.

“Kami memang sedang menempatkan beberapa kantor oprasional di negara tujuan yang kami anggap memiliki potensi dan layak untuk ditempatkan kantor perwakilan, seperti yang baru kami lakukan di Bangkok baru-baru ini,” kata Managing Director Kejora Ventures Andy Zain.

Dalam proses pemilihan startup yang tepat di Indonesia, Andy dan tim melihat ke industri yang hingga kini masih belum disentuh oleh pemain lainnya. Contoh keberhasilan yang telah diterapkan Kejora adalah dengan menjadi salah satu venture capital yang serius mengembangkan layanan financial technology (fintech).

“Kami dari Kejora melihat nampaknya sudah cukup sulit untuk memasuki industri e-commerce di Indonesia. Dengan alasan itulah kami akhirnya memilih layanan fintech, HR dan logisitik yang menjadikan Kejora salah satu pionir di industri tersebut,” kata Founding Partner Kejora Group (Mountain Kejora Ventures) Sebastian Togelang.

Kekuatan networking untuk mendukung pertumbuhan startup

David Siemer dari Wavemaker Partners

Dalam beberapa diskusi yang digelar dalam cara GVS 2017 hari kedua, pentingnya networking saat membangun startup banyak disampaikan oleh para investor. Menurut Andy, sebaik apa pun ide yang dimiliki atau seberapa besar pendanaan yang didapatkan, tidak akan memberikan impact yang cukup baik jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk networking yang baik.

Kekuatan networking juga disinggung David Siemer dari Wavemaker Partners. Wavemaker adalah venture capital asal Amerika Serikat yang telah mendalami dunia startup di Asia Tenggara selama 10 tahun terakhir. Menurut Andrew, penggiat startup wajib mencermati seperti apa jaringan atau networking yang dimiliki oleh venture capital tersebut sebelum mendapatkan pendanaan. Jaringan tersebut seyogyanya akan memberikan keuntungan lebih kepada startup.

“Selain jaringan, hal lain yang harus diperhatikan oleh startup ketika memilih VC adalah siapa saja capital partner mereka, personality dari VC tersebut dan tentunya LP (limited partner).”

Potensi menjanjikan SaaS

Terkait dengan sektor yang paling menjanjikan untuk diinvestasikan di Indonesia, Adrian Li dari Convergence Ventures menyebutkan layanan atau produk Software as a Service (SaaS) tidak disangka memiliki potensi yang cukup cerah di Indonesia. Adrian juga menambahkan selain SaaS, sektor yang menarik untuk dikembangkan adalah mobile internet, O2O dan fintech.

“Awalnya saya tidak yakin dengan produk SaaS atau bisnis software di Indonesia, namun saat ini sudah banyak produk SaaS dan software tumbuh dengan baik di Indonesia,” kata Adrian.

Sementara itu menurut Andrew dari Wavemaker, produk SaaS di Asia Tenggara, nilai valuasinya masih sangat rendah. Namun hal tersebut tidak menjadikan sektor SaaS kurang diminati.

Kehadiran perusahaan dan VC Tiongkok di Indonesia

Adrian Li dari Convergence, Jefferson Chen dari GSR Ventures, Ian Goh dari 01VC

Salah satu topik menarik yang juga dibahas dalam acara GVS 2017 adalah kehadiran investor dan perusahaan raksasa asal Tiongkok seperti Alibaba ke Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang banyak dan kebiasaan konsumen yang tidak jauh berbeda dengan Tiongkok, Indonesia menjadi pasar yang menarik untuk dijajaki  investor Tiongkok.

Namun demikian, pelokalan masih menjadi faktor penentu keberhasilan perusahaan asing yang berencana masuk ke Indonesia. Hal ini ditegaskan Jefferson Chen dari GSR Ventures.

“Untuk menjalankan bisnis di Indonesia harus mengerti kultur dan pasar di Indonesia. Hal ini berlaku untuk semua bisnis dari luar negeri untuk selalu menempatkan tim lokal terlebih dahulu di Indonesia.”

Akuisisi yang dilakukan oleh Alibaba kepada Lazada, kolaborasi antara Emtek dengan Alipay juga membuktikan bahwa secara perlahan makin banyak investor asal Tiongkok yang mulai melirik pasar di Indonesia. Menurut Ian Goh, Founding Partner 01vc, diperkirakan akan lebih banyak lagi investor asal Tiongkok yang berinvestasi di Indonesia.

“Saya melihat akan makin banyak Chinese capital masuk ke bisnis di Indonesia. Untuk itu masalah seperti kurangnya talenta yang berkualitas hingga minimnya kemampuan dan pengalaman dari pendiri startup harus diminimalisir,” kata Goh.


DailySocial adalah media partner Global Venture Summit 2017

Yacademy Boyong Tiga Startup Malaysia Ekspansi ke Indonesia Lewat Program “Market Immersion”

Yacademy, salah satu portfolio investasi dari Kejora Ventures, memboyong tiga startup dari Malaysia untuk berekspansi ke Indonesia lewat program “Market Immersion”. Tidak sekedar memboyong, Yacademy akan mengajak ketiga startup tersebut untuk terlebih dahulu mempelajari pasar Indonesia dengan menemui stakeholder dari berbagai unsur seperti kementerian kominfo, asosiasi, dan pemain.

Ketiga startup tersebut adalah Bantu.my, Mobiversa, dan Recite Lab. Ketiganya terpilih dari 10 startup yang mengajukan diri ke Yacademy. Belajar dari pengalaman terdahulu, kini Yacademy memilih startup dengan prospek bisnis yang bisa diaplikasikan di Indonesia sehingga secara skalabilitas dinilai dapat bertahan lama.

“Program ini kedua kalinya kami adakan, tahun lalu hasilnya kurang sukses karena tiga startup yang kami pilih tidak bertahan lama bermain di Indonesia. Mungkin penyebabnya karena bisnis modelnya yang kurang matang. Namun untuk kali ini, kami yakin dengan bisnis model yang matang mereka berkomitmen bisa bertahan untuk jangka waktu lama,” terang CEO dan Founder Yacademy Arne an Looveren, Senin (17/4).

Pada minggu pertama, peserta Market Immersion akan mengikuti virtual workshop atau webseminar untuk mempelajari pengetahuan umum mengenai regulasi dan tren bisnis di Indonesia. Ada tiga topik yang akan dipelajari, seperti Macro Framework, Investment Climate in Indonesia, dan Consumer Insights.

Mereka juga akan mendapat sesi pembinaan secara eksklusif, untuk membahas rencana bisnis dan mematangkannya. Pada minggu kedua, peserta akan menjalani serangkaian jadwal untuk bertemu dengan Asosiasi Fintech Indonesia, Lazada, DOKU, Coworkinc, Jakarta Business Networkers, beberapa perusahaan modal ventura, dan berkunjung ke Kementerian Kominfo.

“Lewat kegiatan tersebut, kami bertujuan ingin memperkenalkan tim kepada seluruh sisi keuntungan dan tantangan yang akan mereka hadapi saat bermain di pasar Indonesia nantinya.”

Looveren melanjutkan, program ini diharapkan menjadi jalan konkrit demi memastikan kolaborasi yang solid antar negara, sekaligus mendorong pematangan ekosistem startup di Asia Tenggara. Oleh karena itu, pihaknya berencana untuk mereplikasi program Market Immersion di negara lain.

Untuk lebih jelas dengan ketiga peserta yang terpilih dalam Market Immersion, berikut detilnya:

1. Bantu.my

Bantu.my adalah platform khusus pekerja lepas yang sudah berdiri sejak November 2015, dan menjaring sekitar 6 ribu orang pekerja. Pengguna Bantu.my tidak hanya dari Malaysia saja, tetapi sudah menjaring ke Brunei Darussalam, Amerika Serikat, Kanada, dan Singapura.

Bantu.my memiliki enam kategori lapangan kerja yang bisa dipilih, mulai dari penasehat, dokumentasi, kreatif, pemasaran, teknologi, dan copywriting. Co-Founder Bantu.my Zharif Samani menerangkan alasan pihaknya ekspansi di Indonesia dilihat dari populasi dan wilayah yang luas. Sehingga, tingkat permintaan untuk kehadiran pekerja lepas cukup tinggi.

Sekilas, model bisnis Bantu.my seperti Sribulancer. Yang membedakannya, menurut Zharif terletak dari sisi jaringan pekerja lepas yang sudah mereka kumpulkan berada di cakupan global. Sehingga diharapkan ini bisa menjadi nilai tambah bagi Bantu.my di Indonesia.

2. Recite Lab

Ini adalah aplikasi mengaji yang dapat menghubungkan ustadz dan ustadzah untuk validasi kualitas bacaan Al Quran. Startup ini baru berdiri sejak awal tahun ini dan mengklaim sudah diunduh 20 ribu kali.

Dalam prosesnya, pengguna yang ingin belajar kemampuan dan pelafalan Al Quran dapat mengakses aplikasi Recite Lab. Ketika sudah suara pengguna sudah diunduh, akan ada ustadz dan ustadzah terdekat yang akan meninjau kualitas bacaan, berbentuk suara dan pesan.

Lewat kegiatan ini, para pengajar dapat menerima imbalan dari setiap ulasan yang mereka berikan. Di Malaysia sendiri, Recite Lab mengklaim sudah menjaring 60 pengajar bersertifikat resmi dari sekolah agama berlisensi.

“Kami memiliki komitmen yang tinggi untuk bertahan di Indonesia, strategi yang akan dilakukan adalah menjaring talenta berkualitas sebagai tenaga pengajar. Untuk itu kami rencananya akan berkolaborasi dengan lembaga agama di Indonesia, mulai dari Nahdlatul Ulama,” terang COO Recite Lab Mazlita Mat Hassan.

3. Mobiversa


Mobiversa adalah perusahaan fintech yang menyediakan layanan pembayaran mobile berupa mPOS. Perusahaan ini telah berdiri sejak Februari 2015 dan mengklaim sudah menjaring lebih dari 700 merchant.

Solusi yang disasar Mobiversa, hampir mirip dengan sejumlah bisnis yang telah beroperasi di Indonesia. Sebut saja Moka, Cashlez, Pawoon, Olsera, dan lainnya.

Kejora Ventures Buka Kantor Baru di Thailand

Kejora Ventures, salah satu perusahaan venture capital di Asia Tenggara, hari ini mengumumkan pembukaan kantor mereka di Thailand m,elengkapi tiga negara sebelumnya, yakni Indonesia, Filipina, dan Singapura. Pembukaan kantor di Thailand ini menegaskan bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang dipandang Kejora Ventures sebagai negara yang potensial untuk industri digital.

Disampaikan dalam rilis resminya, Kejora Ventures menjelaskan bahwa pembukaan kantor di Thailand ini merupakan upaya untuk mencapai misi perusahaan yakni membantu pengusaha dengan memperluas akses mereka ke mitra strategis dan jaringan investor Asia Tenggara. Thailand juga dipandang sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia dan memilik potensi yang senada untuk industri digitalnya.

Untuk ekosistem startup sendiri, disebutkan pemerintah Thailand memberikan dukungannya. Salah satu buktinya dengan pengumuman rencana penyediaan dana ventura sebesar 20 milyar Baht di tahun 2016 silam, yang setengahnya akan diinvestasikan untuk startup.

“Kami melihat besarnya peluang di industri startup teknologi Thailand dan kami ingin berada di barisan depan dalam upaya mendukung inovasi korporasi di negeri ini. Thailand adalah bagian dari kelanjutan visi kami dalam mewujudkan komunitas teknologi yang akan terus bekerja sama dalam berbagi pengetahuan,” tutur Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang.

Ia juga menuturkan bahwa di tahun 2017 ini akan banyak konsolidasi industri. Momen yang tepat bagi korporasi dan pelaku Industrindo ASEAN bergabung dan bahu membahu untuk melahirkan pemimpin regional di sektor teknologi.

“Dengan jaringan bisnis yang kuat dan peluang ekonomi yang tinggi, kami ingin mewujudkan hal ini,” ucap Sebastian.

Seremonial pembukaan kantor Kejora Ventures di Bangkok dihadiri berbagai investor regional dan diresmikan langsung oleh Chatchaval Jiaravanon, mewakili Dewan Penasehat Kejora Ventures dan anggota Dewan Direksi di True Corporation, bersama Sebastian.

Tahun ini akan menjadi tahun yang sibuk untuk Kejora Ventures. Sebelumnya, Kejora Ventures mengumumkan penutupan pertama dari modal ventura Kejora Star Capital II Fund yang telah berhasil menggalang lebih dari sepertiga dari target USD 80 juta berkat dukungan kuat investor ternama seperti Barito Pacific Group, Charoen Pokphan Thailand, dan Hubert Burda Media. Dana Kejora Star Capital II Fund telah diinvestasikan di 6 startup, yaitu C88Fintech Group, Qareer Group Asia, Etobee, Investree, Pawoon, dan MoneyTable.

Indosat Ooredoo, Mountain Partners, dan Kejora Dirikan Modal Ventura “Ideabox Ventures”

Indosat Ooredoo, Mountain Partners, dan Kejora bersepakat untuk mendirikan perusahaan gabungan modal ventura Ideabox Ventures. Perusahaan ini adalah hasil tindak lanjut dari kerja sama yang sebelumnya sudah dilakukan oleh ketiga pihak saat menjalankan program akselerator Inkubator sejak 2013.

Dengan adanya perusahaan baru ini, artinya pelaku startup bisa bergabung ke dalam jaringan Indosat, Mountain Ventures, dan Kejora lewat dua jalur. Yakni lewat Ideabox Ventures atau program akselerator Ideabox Alpha. Hanya saja, ada perbedaan spesifikasi untuk startup yang ingin bergabung.

Untuk masuk lewat Ideabox Ventures, hanya bisa menerima startup yang sudah tergolong perusahaan jadi, bergerak di bidang digital, memiliki founder dengan tim yang komplit, belum pernah menerima pendanaan seri A, dan traksi yang telah terbukti berkembang diantaranya bidang e-commerce, layanan web, pembayaran digital & fintech, serta teknologi & security.

Adapun suntikan modal yang disiapkan untuk startup yang masuk lewat jalur ini maksimal $500 ribu melalui venture capital fund, ditambah dukungan lainnya, seperti konsultasi strategis, dan komersial yang akan membantu perusahaan untuk tumbuh dan memperluas jangkauan bisnisnya.

Andy Zain, Managing Director Kejora, menerangkan dari Ideabox Ventures pihaknya hanya akan mengambil enam hingga delapan startup yang dapat bergabung ke Ideabox Ventures. “Ini komitmen awal selama tiga tahun, setelah tiga tahun berakhir akan dievaluasi bagaimana tindakan berikutnya,” terang dia, Kamis (24/11).

Alexander Rusli, CEO dan Presiden Direktur Indosat Ooredoo, menambahkan, “Selain dapat investasi, bedanya di Ideabox Ventures para peserta juga diberi fasilitas kantor sebagai tempat bekerja dan dukungan dari kami untuk go-to-market. Kami gembira dapat bekerja sama dengan Mountain Partners, mengingat perusahaan ini telah beroperasi secara global.”

Sementara itu, bila masuk melalui program akselerator Ideabox Alpha nominal investasi yang diberikan tidak lebih dari $50 ribu. Pasalnya, kriteria startup yang bisa masuk juga berbeda. Salah satu kategorinya adalah sudah memiliki ide bisnis, namun produknya masih berbentuk prototipe.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Andy, program akselerator Ideabox Alpha merupakan keempat kalinya digelar. Sejauh ini sudah ada 15 lulusan dari program ini, di antaranya Dealoka, Pawoon, Wobe, Cupslice, dan lainnya yang berasal dari enam lokasi Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Singapura, dan Australia.

Tim yang nantinya terpilih masuk ke batch 4 diwajibkan untuk mempresentasikan model bisnis mereka selama selama 120 hari di Jakarta dengan dukungan dan mentoring dari Indosat Ooredoo, Mountain Partners, dan Kejora. Selanjutnya, mereka juga berpeluang dapat meningkatkan operasinya melalui kemitraan komersial dengan Indosat Ooredoo.

“Melalui kombinasi dari pengetahuan dan jaringan yang ada, kami percaya dapat membantu startup mengurangi risiko teknologi, market, model bisnis, dan eksekusi. Bila startup memiliki akses langsung kepada pengguna yang berjumlah 85 juta orang. Hal tersebut sangat mungkin terjadi melalui Ideabox,” ujar Andy.

Sekadar informasi, Indosat juga memiliki perusahaan JV modal ventura lainnya yakni dengan SoftBank dengan nama SB ISAT. Perusahaan ini memiliki preferensi startup yang lebih tinggi dari Ideabox Ventures, hanya dikhususkan untuk startup yang sudah mature dari segala hal dan mereka butuh uang investasi.

“Untuk venture capital dengan SoftBank masih tetap berjalan, hanya saja ada preferensi yang berbeda. Yakni untuk startup mature yang sedang need money,” pungkas Alex.

Kejora Ventures Dorong Kolaborasi Bisnis Antar Startup dalam Grup

Banyaknya perusahaan startup yang bermunculan di Tanah Air, di satu sisi memang memicu persaingan apalagi dengan perusahaan yang memiliki ranah bisnis yang serupa. Namun di sisi lain, perlu ada proses sinergi sebagai bentuk dukungan satu sama lain. Hal inilah yang ingin didorong oleh Kejora Ventures untuk seluruh startup inkubatornya.

Sejak 2,5 tahun Kejora berdiri, sudah ada 28 startup yang pernah didanai. Beberapa di antaranya adalah CekAja, Qerja, Y Digital Asia, Etobee, Investree, Jualo, Wavoo, dan ProSehat. Hampir semua startup disatukan dalam space coworking seluas 4.000 m2 bernama Kejora Headquarters.

Sebastian Togelang, Founding Partner Kejora Ventures, menjelaskan dengan menyatukan seluruh startup yang pernah mereka danai menunjukkan keinginan agar antar perusahaan saling membantu satu sama lain untuk mendukung pertumbuhannya bisnisnya.

[Baca juga: Kejora Ventures Siap Berinvestasi di Startup Baru Akhir Tahun Ini]

Tak hanya itu, dengan penyatuan ruangan kerja pada akhirnya akan tercipta ide baru dan kolaborasi yang bakal tercipta. Pasalnya, antar startup memiliki hubungan komplementer satu sama lain.

Tidak hanya itu, sambungnya, pihaknya juga menyediakan berbagai kegiatan sharing session dengan para pembicara dan ahli dari bidang startup, konferensi developer seperti kerja sama dengan Facebook, hingga mengadakan Founder Institute Acceleration untuk meningkatkan kapabilitas pemimpin startup.

“Tujuan kami menyatukan startup yang pernah didanai agar mereka saling belajar satu sama lain. Dari situ akan banyak tercipta ide, masukan, bahkan kerja sama lain yang bisa membantu akselerasi pertumbuhannya. Tak hanya itu, kami ingin membentuk suatu ekosistem yang positif dalam pengembangan industri startup di Tanah Air lewat berbagai kegiatan yang kami adakan,” ujarnya, Kamis (20/10).

Suasana ruangan kerja dalam salah satu lantai di Kejora Headquarters / Kejora
Suasana ruangan kerja dalam salah satu lantai di Kejora Headquarters / Kejora

Salah satu kolaborasi bisnis yang akan segera hadir sebelum akhir tahun ini adalah kerja sama antara Investree dengan CekAja dan Etobee. Adrian Gunadi, Co-Founder dan Chairman Investree, menjelaskan dengan CekAja pihaknya akan memanfaatkan platform untuk distribusi produk Investree.

“Investree juga pernah melakukan kerja sama dengan Qerja dalam hal referral memperkenalkan produk kami ke klien mereka. Untuk Etobee dan CekAja diharapkan sebelum akhir tahun ini sudah bisa dilaksanakan,” terangnya.

Irijanto, Head of Content and Media Relations CekAja, menjelaskan dalam situs CekAja terdapat kolom afiliasi, di situ rekanan CekAja dapat dibantu penjualan dan promosi produk-produknya. Bentuknya, melalui penempatan banner, rekomendasi, produk finansial terbaik, kalkulator finansial, dan lainnya.

Iman Kusnadi, Co-Founder dan COO Etobee, menambahkan tak hanya mengandalkan kerja sama dengan antar startup dalam inkubator Kejora, pihaknya ingin terus menambah eksistensi di luar inkubator agar branding bisa lebih kuat. “Kami ingin branding Etobee bisa lebih terdengar di luar grup Kejora, klien kami adalah perusahaan e-commerce. Hal ini jadi langkah kami dalam mengejar volume bisnis.”

Kejora juga aktif melakukan kerja sama dengan berbagai institusi yang bergerak di bidang teknologi digital, mulai dari operator telekomunikasi, cloud server, dan lainnya guna mendukung akselerasi bisnis.

Veronika Linardi, Co-Founder Qerja, menjelaskan pasca pihaknya bergabung sebagai inkubator startup dari Kejora banyak arahan ilmu yang bisa didapat, serta jaringan relasinya pun semakin luas. “Kejora tidak hanya memberikan dana, tetapi juga memberi kami guidance saat mencari pendanaan, biasanya diberi arahan siapa investor potensial. Untuk menjadi besar di bidang teknologi itu butuh kolaborasi, tidak bisa besar sendirian.”

Krisis Talenta dan Regulasi Pemerintah Masih Batasi Pertumbuhan Startup

Hari pertama Festival Kreatif Ideafest 2016 menghadirkan pewakilan dari Bekraf, Kemenkominfo, dan asosiasi untuk berdiskusi secara langsung dengan para pelaku startup di Indonesia. Sesi diskusi yang bertajuk “How Government Can Actually Help Incubate Startup” turut mengundang pelaku startup dan venture capital Indonesia, yaitu CEO Kudo Albert Lucius, Managing Director Kejora Ventures Andy Zain dan Nazier Ariffin dari Fenox Venture Capital.

Para pelaku startup, venture capital, akademisi, dan pelaku media diberikan kesempatan untuk menyampaikan unek-uneknya di hadapan Direktur e- Business Ditjen Aplikasi dan Telematika Kementerian Kominfo Azhar Hasyim, Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia Ricky Pesik, dan CEO OLX Indonesia Daniel Tumiwa yang sebelumnya menjabat Ketua Umum idEA sebagai wakil komunitas.

Banyak hal menarik yang diutarakan Andy Zain dan Nazier Ariffin sebagai perwakilan venture capital, di antaranya adalah krisis talenta. Makin maraknya pertumbuhan startup di Indonesia membuat tenaga kerja atau talenta yang memiliki skill dan kemampuan khusus menjadi semakin sulit untuk ditemukan. Dalam hal ini Andy menyarankan kepada pemerintah untuk menghadirkan tokoh serta pelaku startup internasional yang telah memiliki pengalaman serta wawasan yang luas untuk membantu para pelaku startup di Indonesia.

“Saya melihat saat ini sudah banyak orang Indonesia dikirim keluar negeri untuk belajar. Saya melihat langkah tersebut sudah terlambat. Yang baiknya dilakukan adalah mendatangkan orang-orang pintar dari mancanegara ke Indonesia,” kata Andy.

Ditambahkan juga oleh Nazier bahwa saat ini hanya 10% saja talenta Indonesia yang memilki skill dan kemampuan yang baik untuk bisa dimanfaatkan oleh startup. Solusi yang kemudian disarankan Nazier adalah dengan meng-outsource talenta dari luar negeri untuk bekerja dengan startup di Indonesia.

“Saat ini sudah ada issue yang beredar anak muda yang sekolah di luar negeri pulang ke Indonesia dan memilih untuk bekerja di perusahaan besar. Mereka masih enggan untuk memilih bekerja di startup,” kata Nazier.

Regulasi yang selalu berubah dan kurang mendukung

Di sisi lain CEO Kudo Albert Lucius mengungkapkan beberapa cerita kurang menyenangkan di balik regulasi lisensi e-money yang sudah lama tidak dikeluarkan lagi oleh pemerintah.

“Saya melihat saat ini dari sisi fasilitas pembayaran masih banyak kekurangan dari pemerintah, ketika ada beberapa startup yang mencoba untuk meng-cater potensi tersebut ke masyarakat Indonesia yang lebih luas, startup tersebut kemudian diminta untuk segera tutup dan memberhentikan bisnis mereka,” kata Albert.

Dalam hal ini Albert melihat masih tidak ada kejelasan dari pemerintah, dalam hal regulasi, menjadikan startup sulit untuk berkembang. Diharapkan kedepannya pemerintah bisa lebih terbuka terkait dengan hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh disinggung oleh startup, sehingga regulasi menjadi lebih relevan untuk startup.

What’s next untuk pemerintah

Sesi diskusi kemudian ditutup dengan tanggapan dari Bekraf, Kemenkominfo, dan perwakilan asosiasi untuk bisa memberikan tanggapannya terkait dengan ‘unek-unek’ yang disampaikan oleh pelaku startup dan venture capital.

Meskipun belum maksimal, pemerintah mengklaim sudah melakukan beberapa kegiatan strategis dalam hal perbaikan infrastruktur, kesempatan untuk memberikan program akselerasi dan inkubator serta memberikan kesempatan lebih kepada UMKM di Indonesia. Ke depannya diharapkan akan lebih banyak lagi inovasi serta dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada industri startup di Indonesia.

“Kami dari Kemenkominfo akan berusaha untuk menyediakan ICT, karena akan sulit bagi startup untuk tumbuh tanpa adanya prasarana telekomunikasi yang diberikan oleh pemerintah,” kata Azhar.


DailySocial adalah media partner Ideafest 2016

Lojai Diakuisisi Layanan E-Commerce Malaysia Jocom Mshopping

Usai menandatangani perjanjian kerja sama antara Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC) dengan Kejora Ventures hari Jumat (03/06) lalu, MDEC melalui Jocom Mshopping mengumumkan akuisisi layanan e-commerce Indonesia Lojai. Akuisisi Lojai ini merupakan bagian dari rencana MDEC yang berkomitmen untuk berinvestasi kepada startup dan e-commerce di Indonesia.

Lojai, yang telah berdiri sejak tahun 2011, merupakan layanan e-commerce yang menyediakan produk beragam mulai dari peralatan rumah tangga, aksesories gawai (gadget), dan suplemen. Dengan akuisisi Lojai yang dilakukan oleh Jocom Mshopping melalui MDEC, peluang layanan e-commerce dan startup Indonesia untuk mendapat pendanaan hingga kesempatan akuisisi oleh layanan e-commerce dari Malaysia kini semakin terbuka.

“Kerja sama ini memungkinkan MDEC untuk berbagi pengalaman serta pengetahuan sekaligus menghubungkan keahlian MDEC dalam hal kebijakan dan investor yang ada di Malaysia untuk startup dan layanan e-commerce Indonesia,” kata CEO MDEC Yasmin Mahmood.

Selain mengakuisisi Lojai, MDEC melalui Lembaga Managemen Finansial Malaysia meresmikan perjanjian kerja sama dengan TriAset, layanan teknologi informasi (TI) milik Telekomunikasi Indonesia. Lewat perjanjian ini nantinya Lembaga Managemen Finansial Malaysia akan mengimplementasikan software manajemen untuk pasar Indonesia.

Peluang investor Indonesia berinvestasi

Kerja sama non-eksklusif MDEC dengan Kejora Ventures diharapkan bisa memberikan peluang baru kepada startup dan layanan e-commerce Indonesia yang saat ini masih kesulitan mendapatkan pendanaan dari investor asing. Di samping itu juga memungkinkan investor asal Indonesia untuk kemudian berinvestasi di startup dan layanan e-commerce yang ada di Malaysia. Salah satu property developer lokal Sindeli Propertindo sudah berencana untuk berinvestasi kepada web-portal milik Malaysia, yaitu IFCA Property 365.

Dengan demikian bukan hanya pendanaan saja yang akan didapat, kerja sama ini juga akan memberikan wawasan, pengetahuan, dan informasi yang diperlukan oleh startup dan layanan e-commerce di Indonesia. Ini adalah bentuk komitmen dari MDEC untuk berbagi pengalaman dan edukasi kepada semua pelaku startup dan layanan e-commerce, khususnya yang ada di Indonesia.

“MDEC berkomitmen untuk untuk menghubungkan kepemimpinan dalam hal akses pasar dan penciptaan IP (Intellectual Property) dengan keandalan yang dimiliki oleh Kejora, terutama untuk ekosistem pendanaan di Indonesia,” tuntas Yasmin Mahmood.

Arena One Demo Day 2016 Kejora Ventures Kembali Digelar

Kejora Ventures kembali menggelar kegiatan Arena One Demo Day 2016 di Jakarta. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan investor serta startup milik Kejora. Acara yang diisi dengan eksibisi serta pitching day ini menghadirkan sekitar 300 investor dan 38 startup dari Indonesia dan Malaysia. Kegiatan yang dibuka langsung oleh Founding Partner Kejora Group Andy Zain, diawali dengan sesi pitching dengan 12 startup.

Di antara startup tersebut terdapat 3 startup yang merupakan lulusan batch 3 Ideabox. Masing-masing startup diberikan waktu sekitar 10 menit untuk memaparkan visi dan misi serta kelebihan produk yang ditawarkan. Selain lulusan Ideabox, terdapat juga 6 startup baru yang diinvestasi Kejora Ventures dan 3 startup lain yang berasal dari Malaysia.

  • Sociabuzz, platform yang mencoba memfasilitasi para pemilik merek untuk mencapai target mereka melalui marketing influencer. Sociabuzz merupakan salah satu lulusan Ideabox Batch ke-3.
  • Karental, platform penyewaan mobil online dan manajemen armada. Merupakan startup yang berhasil lulus dari program akselerator Ideabox.
  • Kidipalonline marketplace yang berfokus untuk menjual mainan anak-anak.
  • Cognitix, platform pembelian tiket secara online untuk ragam acara (Ticketing Management System).
  • Zetta Media, digital media network yang secara khusus menciptakan cerita-cerita penuh inspirasi dari kalangan milenial di Indonesia.
  • Etobeemarketplace yang menghubungkan perusahaan logistik dengan permintaan untuk pengiriman barang dari pelanggan yang membutuhkan jasa pengiriman instan.
  • Investree, penyedia layanan P2P (Peer-to-Peer) lending marketplace di Indonesia.
  • ProSehat, startup asal Indonesia dengan fokus sebagai layanan marketplace untuk membantu konsumen dalam menemukan dan membeli obat asli lewat e-Resep dan auto refill subs.
  • bDigital, Solusi lengkap mencakup pembuatan situs, marketing online, pengelolaan media sosial, akuntansi dan tenaga kerja.

Sementara 3 startup Malaysia yaitu INNO8TIF, Tapway, Primekeeper. Kehadiran 3 startup ini turut meramaikan kegiatan Arena One Demo Day 2016.

Jalin kemitraan dengan Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC)

Dalam kesempatan tersebut Kejora juga meresmikan kemitraan dengan Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC), kemitraan strategis ini bertujuan untuk memfasilitasi peluang ekspansi bisnis kedua belah pihak berdasarkan portfolio masing-masing

Nantinya MDEC akan memfasilitasi Kejora berupa akses kepada klien potensial dari Malaysia, begitu juga dengan jaringan venture capital. Hal tersebut yang juga nantinya akan diberikan Kejora kepada MDEC.

“Dengan kemitraan ini diharapkan masing-masing pihak bisa saling belajar dan memungkinkan Kejora untuk berinvestasi kepada startup dan menciptakan ekosistem VC, investor, incubator hingga co-working space. Kami menantikan kontribusi lebih untuk pembangunan roadmap digital nasional,” kata Andy.