Fore Coffee’s Outlet Cutbacks and the Urgency of Fast Business Adapting

Retail business is getting out of breath amid the Covid-19 pandemic. Relying only on offline business will not cover the whole operation, therefore, online innovation is necessary in order to accommodate orders and deliveries.

Even when the situation is getting normal, there will be nothing like the previous normal, or some people prefer to call it “the new normal”. There will be many strategic adjustments by retails to be relevant to the current condition.

“All retail models will change along with this pandemic. It will lead to social distancing until the vaccine is found. Dine-in may need more space that it becomes inefficient, instead, online delivery and pick-up will be the focus. This will change the landscape and cost structure of all F&B outlets, “East Ventures’ Managing Director Willson Cuaca told DailySocial on Tuesday (19/05).

Cuaca’s prediction is more or less in accordance with what is presented by the BCG Henderson Institute, the work from home situation, for a number of businesses are leading quite miserable output yet some players are harvesting profits. Food delivery services will be the most on-demand service, while dine-ins will be significantly affected.

This condition is reflected in the Fore Coffee’s strategy. Fore Coffee’s CEO Elisa Suteja said management was adapting to changing business situations during the pandemic, one of its initiatives was optimizing offline store services.

It is said several shops have temporarily closed, some stores are merged, and the system is upgraded to improve online sales services. Some assets that will no longer be used as a result of the merging of shops are decided to be sold.

As quoted from Tech In Asia, Fore has permanently closed 16 stores, 45 others were temporarily closed during Ramadan. The remaining 72 stores are still in operation today.

It was confirmed, rumors about the termination of Fore operation were untrue. One of the staff, according to Elisa, had spread some of the company’s internal information, it then delivers wrong perceptions in the public.

“Fore will not shut down and still continue to operate. We closed several outlets and are in the process of selling assets related to these locations. Information circulating that Fore closed all locations permanently is not true, “he said in an official statement on Monday (5/18).

DailySocial contacted Elisa to inquire further on which locations were merged or closed and whether there was a reduction in the number of employees. But until this news was revealed there was no response.

Since the large-scale social restrictions (PSBB), the company follows the applicable rules by limiting services through online delivery and pick-up. According to him, online channels make a high contribution to the Fore business. Claimed to be an increase of 12.8% online sales every week.

To keep up with the demand, the company added more options for coffee and non-coffee beverage products in one-liter packaging that can be purchased at the Fore, Tokopedia, Shopee, and Bukalapak applications. There are nine product variations offered to consumers and sales continue to increase by 22% each week.

Not only that, the company offers Do It Yourself products, consumers can make their own drinks or food with the basic ingredients of Fore products and variety of drinks to support the fitness of the consumer’s body.

This week, he continued, the company launched a delivery service from an application order named Barista Delivery. This only applies to orders less than two kilometers from the Fore outlet, which will be delivered directly by Fore’s Barista.

“We believe this can improve the convenience of consumers who receive their products directly from the team that is always in good health as we monitored.”

Tight competition

The new retail competition map such as Fore Coffee, in the midst of the pandemic will be increasingly fierce, especially as its closest competitor Kopi Kenangan just announced the acquisition of funding of more than 1 trillion Rupiah. So far the funding for Fore has not been that big, both in total and in total.

Optimism to do the next raising, according to Willson, remains wide open for Fore. He thinks, the principle of funding is to create value. As long as Fore can provide more value, funding is definitely available.

“And this is not a winner takes all, which is good to drink one type of coffee, Fore has enough capital to survive.” For the record, Fore is under the East Ventures portfolio. Initially Fore was a trial project until it finally became an official startup.

Adjusting the location of outlets, he continued, is part of adaptation and relevance. Stores that should be closed or combined with locations that clearly have much better operations in these conditions, will certainly be chosen rather than imposing irrelevant strategies.

Kopi Kenangan has also temporarily closed some of its stores. Only 47% of the approximately 300 stores are operating normally. The rest experienced a reduction in operating hours and were temporarily closed due to the pandemic and PSBB situation.

“We are still expanding to open around 30 outlets per month, last April we added 30 more outlets, as well as in the following months,” said Coffee Kenangan’s CEO Edward Tirtanata, as quoted by Bisnis.com.

Coffee consumption has become a part of Indonesian culture. Evidently, during the pandemic, the demand remained. In a GDP Venture summary titled “The Impact of Covid-19 Pandemic” added that there were changes in food consumption patterns that occurred during the pandemic, according to Firmenich FAST Survey: Indonesians In Time of Covid-19, W3 Mar20.

It was explained that Indonesians ate healthier foods, marked by the highest increase in purchases of fruit, vegetable, rice and flour products, and fish. Then followed by tea and coffee products, dairy products, and juices to maintain their health. Consumption of carbonated drinks, alcohol, sweets, desserts, processed foods tends to decrease.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengurangan Gerai Fore Coffee dan Urgensi Adaptasi Bisnis dengan Cepat

Nafas bisnis ritel kini tersengal-sengal harus bertahan di tengah gempuran pandemi Covid-19. Mengandalkan bisnis offline saja, tidak akan cukup mampu menopang operasional, maka perlu berinovasi ke ranah online untuk mengakomodasi pemesanan dan pengantaran.

Pun saat kondisi menuju normal, tidak ada kondisi normal yang biasa dulu terbayang, atau kini lebih familiar disebut “the new normal”. Akan ada banyak penyesuaian strategi yang dilakukan peritel agar tetap relevan dengan kondisi.

“Semua model retail akan berubah dengan adanya pandemi ini. Bakal mengarah ke social distancing, sampai vaksin ditemukan. Dine-in mungkin butuh space lebih besar sehingga tidak efisien, jadi online delivery dan pick-up bakal jadi fokus. Ini akan mengubah landscape dan cost structure semua outlet F&B,” ujar Managing Director East Ventures Willson Cuaca kepada DailySocial, Selasa (19/05).

Pendapat Willson memberikan ramalan yang kurang lebih sesuai dengan apa yang dipaparkan BCG Henderson Institute, implikasi karantina di rumah, bagi sejumlah bisnis ada yang merana ada yang panen untung. Jasa pengiriman makanan akan menjadi layanan yang paling diminati, sementara dine-in paling terdampak.

Kondisi ini tercermin dalam strategi yang dipilih oleh Fore Coffee. CEO Fore Coffee Elisa Suteja mengatakan, manajemen beradaptasi dengan perubahan situasi bisnis selama pandemi, salah satu inisiatifnya adalah optimalisasi layanan toko offline.

Disebutkan ada toko yang ditutup sementara, penggabungan sebagian toko, dan peningkatan sistem untuk meningkatkan layanan penjualan online. Beberapa aset yang tidak akan digunakan lagi akibat dari penggabungan toko diputuskan untuk dijual.

Mengutip dari Tech In Asia, Fore menutup 16 toko secara permanen, 45 toko lainnya ditutup sementara selama Ramadan. Sisanya, 72 toko masih beroperasi saat ini.

Ditegaskan pula, rumor tentang penutupan operasi Fore tidak benar. Salah satu staf, menurut Elisa, telah menyebarkan sebagian informasi internal perusahaan sehingga menimbulkan persepsi yang salah di publik.

“Fore tidak akan tutup dan akan terus beroperasi. Kami menutup beberapa outlet dan sedang dalam proses penjualan aset terkait lokasi-lokasi tersebut. Informasi yang beredar bahwa Fore melakukan penutupan semua lokasi secara permanen adalah tidak benar,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (18/5).

DailySocial menghubungi Elisa untuk menanyakan lebih jauh lokasi mana saja yang digabung atau ditutup dan apakah ada pengurangan jumlah karyawan. Namun hingga berita ini diturunkan belum ada respons.

Semenjak pembatasan sosial berskala besar (PSBB), perusahaan mengikuti aturan yang berlaku dengan membatas layanan melalui pengantaran online dan pick up. Menurutnya, kanal online memberikan kontribusi tinggi untuk bisnis Fore. Diklaim ada kenaikan sebesar 12,8% penjualan online tiap minggunya.

Untuk menjaga permintaan, perusahaan menambah variasi produk minuman kopi dan non-kopi dalam kemasan satu liter yang dapat dibeli di aplikasi Fore, Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Ada sembilan variasi produk yang ditawarkan kepada konsumen dan penjualan terus meningkat hingga 22% tiap minggunya.

Tidak hanya itu, perusahaan menawarkan produk Do It Yourself, konsumen dapat membuat sendiri minuman atau makanan dengan bahan dasar produk Fore dan variasi minuman untuk menunjang kebugaran tubuh konsumen.

Pekan ini, lanjutnya, perusahaan meluncurkan layanan pengantaran dari pesanan aplikasi bertajuk Barista Delivery. Ini hanya berlaku untuk pesanan berjarak kurang dari dua kilometer dari outlet Fore, akan langsung diantarkan oleh Barista Fore.

“Kami percaya ini bisa meningkatkan kenyamanan konsumen yang menerima produknya langsung dari tim yang kami monitor selalu dalam keadaan sehat.”

Persaingan ketat

Peta persaingan new retail seperti Fore Coffee, di tengah pandemi akan semakin sengit, apalagi pesaing terdekatnya Kopi Kenangan baru mengumumkan perolehan pendanaan lebih dari 1 triliun Rupiah. Pendanaan yang diraup Fore sejauh ini belum sebesar itu, baik ditotal secara keseluruhan.

Optimisme untuk melakukan penggalangan berikutnya, menurut Willson, tetap terbuka lebar untuk Fore. Dia beranggapan, prinsip pendanaan adalah menciptakan sebuah nilai. Selama Fore bisa memberikan nilai lebih, pendanaan pasti tersedia.

“Dan ini bukan winner takes all, mana enak sih minum kopi satu jenis doang, Fore punya cukup modal untuk bertahan.” Sebagai catatan, Fore yang berada di bawah portofolio East Ventures. Awalnya Fore merupakan proyek percobaan hingga akhirnya menjadi startup resmi.

Penyesuaian lokasi gerai, sambungnya, adalah bagian dari adaptasi dan relevansi. Toko yang sebaiknya ditutup atau digabungkan dengan lokasi yang jelas punya operasional jauh lebih baik di kondisi seperti ini, tentu akan dipilih daripada memaksakan strategi yang tidak relevan.

Kopi Kenangan pun juga menutup sementara sebagian tokonya. Dari sekitar 300 toko, hanya 47% di antaranya beroperasi normal seperti biasa. Sisanya, mengalami pengurangan jam operasional dan ditutup sementara karena pandemi dan pemberlakuan PSBB.

“Kami tetap ekspansi membuka sekitar 30 gerai per bulan, kemarin April sudah tambah 30 gerai, begitu pun dengan bulan-bulan ke depan,” kata CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata seperti dikutip dari Bisnis.com.

Konsumsi kopi itu sendiri sudah menjadi bagian dari budaya orang Indonesia. Terbukti, selama pandemi, permintaannya tetap ada. Dalam rangkuman GDP Venture bertajuk “The Impact of Covid-19 Pandemic” menambahkan ada perubahan pola konsumsi makanan yang terjadi selama pandemi, menurut Firmenich FAST Survey: Indonesians In Time of Covid-19, W3 Mar20.

Dipaparkan orang Indonesia mengonsumsi makanan lebih sehat, tertanda dari naiknya pembelian tertinggi untuk produk buah-buahan, sayur, nasi dan tepung-tepungan, dan ikan. Lalu disusul produk teh dan kopi, dairy products, dan jus demi menjaga kesehatan mereka. Konsumsi minuman berkarbonasi, alkohol, gula-gula, desserts, makanan olahan cenderung menurun.

[Weekly Updates] Kopi Kenangan Secures $109 Million Funding, IDN Media Acquires Production House; and More

Coffee startup Kopi Kenangan has making the headlines as it secures $109 million new funding led by Sequoia India. Also there are bunch of new investments announced last week, like KlikDaily and Dekoruma.

In the meantime, new media rising star IDN Media has snapped Demi Istri Production to create IDN Pictures, company’s new venture in video content creation.

Kopi Kenangan Announces Over 1.6 Trillion Rupiah Worth of Series B Funding

The new retail startup Kopi Kenangan has announced a Series B funding worth of $109 million (over 1.6 trillion Rupiah) led by the existing investor investor, Sequoia Capital India. New investors include B Capital, Horizon Ventures, Verlinvest, Kunlun, and Sofina. Also participated in this round is Alpha JWC Ventures.

Following this round, B Capital and Facebook co-founder Eduardo Saverin will sit on Kopi Kenangan’s board of directors. He’s eager to help the company to make faster business transformation.

It’s said that the company is now valued at almost $500 million.

KlikDaily Secures Series A Funding, to Facilitate Small Shops with Supply Chain

B2B marketplace Klikdaily has booked Series A funding in May 2020. The value is still undisclosed. This funding was led by their existing investor, Global Founders Capital (GFC), a Rocket Internet’s venture arm.

The fund will be utilized to accelerate the company’s mission–to empower traditional stalls across the country through technology and infrastructure development.

Klikdaily also plans to replicate its current business model to bring more distribution centers in major cities of Indonesia until the end of 2020.

Dekoruma Secures Investor’s Fund on Pre Series C

Dekoruma, an interior design and construction services platform, announced Pre-Series C funding with an undisclosed value. The lead investors in this round include InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, and Skystar Ventures. Also participated are investors from the previous round.

Dimas Harry Priawan, Dekoruma’s CEO, said the fund will be used to further invest in the development of SOMA products, as an interior design and project management application that connects designers, suppliers, contractors, and customers. Currently, the application has been used in more than 3000 interior design projects.

Dekoruma claims to achieve positive EBITDA by early 2021.

IDN Officially Acquires Demi Istri Production House, Introducing IDN Pictures

New media mogul IDN Media has officially announced the acquisition of an independent film company or production house, Demi Istri Production. The production house was founded in 2013 by director Fajar Nugros and producer Susanti Dewi. Following the acquisition, those two to lead the newly formed IDN Pictures.

Through film, IDN intends to re-shape the Indonesian film industry while at the same time brings positive influence to the community.

Kopi Kenangan Announces Over 1.6 Trillion Rupiah Worth of Series B Funding

The new retail startup Kopi Kenangan has announced Series B funding worth of $109 million (over 1.6 trillion Rupiah) led by the previous investor, Sequoia Capital India. There are some new investors, such as B Capital, Horizon Ventures, Verlinvest, Kunlun, and Sofina participated in this round, also the seed investor, Alpha JWC Ventures.

It is reported that one of Facebook’s co-founders, Eduardo Saverin has joined Kopi Kenangan’s board of commissioners, through B Capital. His participation is expected to help make a faster business transformation.

“I look forward to working with Kopi Kenangan and building a global brand that celebrates the distinctive flavors of Indonesia and Southeast Asia,” Saverin stated in the official release, Tuesday (5/12).

Historically, Kopi Kenangan has acquired seed funding from Alpha JWC Ventures worth of $8 million in 2018. A year later, they raised a series A round of $20 million led by Sequoia Capital India with additional funds at an undisclosed value from Arrive, Serena Ventures, NBA’s Caris LeVert, and Sweetgreen’s founder, Jonathan Neman.

In separate occasion, Kopi Kenangan’s Co-Founder & CEO, Edward Tirtanata confirmed to DailySocial that the company is yet to acquire the unicorn status. As a general note, Kopi Kenangan’s valuation is said to exceed the centaur position. “Kopi Kenangan is yet to be a unicorn,” he said.

He revealed the plan with this fresh funding is to tighten its positionn in Indonesia. One thing, it’s the plan to offer food and beverages from local partners and developing a cloud kitchen.

“As a startup in the growth stage, we are quickly adapting to challenges through contactless transactions and highly-curated hygiene standards throughout our stores. Employee welfare is a big priority and we are investing in their safety, along with increasing health benefits and additional training to help them cope with this big change,” he said.

The pandemic hits Kopi Kenangan’s business hard. Edward said all other industries, including F&B, are experiencing a significant decline, especially offline outlets. However, thanks to the grab and go business model, the company saw an increase in online orders by 50% in certain locations.

He believes businesses that quickly adapt to conditions can survive in a crisis, unlike the most brilliant or with large capital ones. “Kopi Kenangan has gained investor trust by adopting a grab and go business model that fits the current situation.”

To date, Kopi Kenangan employs 3 thousand employees in 324 outlets in all cities in Indonesia. It is expected that this year the store can add up to 500 stores. The company also has ambitions for post-pandemic regional expansion. Thailand, the Philippines, and Malaysia, are the countries they are after.

“Regional expansion is still on schedule, by adapting to the post-Covid-19 situation,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kopi Kenangan Umumkan Pendanaan Seri B Lebih dari 1,6 Triliun Rupiah

Startup new retail Kopi Kenangan mengumumkan pendanaan seri B senilai $109 juta (lebih dari 1,6 triliun Rupiah) yang dipimpin investor terdahulunya Sequoia Capital India. Beberapa nama baru seperti B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, dan Sofina turut bergabung dalam putaran ini, sekaligus investor pertamanya Alpha JWC Ventures.

Dikabarkan pula, salah satu co-founder Facebook Eduardo Saverin bergabung ke dalam jajaran komisaris Kopi Kenangan, melalui B Capital. Keterlibatannya diharapkan dapat membantu transformasi perusahaan jauh lebih cepat.

“Saya berharap dapat bekerja sama dengan Kopi Kenangan dan membangun merek global yang merayakan citarasa khas Indonesia dan Asia Tenggara,” kata Saverin dalam keterangan resmi, Selasa (12/5).

Dalam rekam jejaknya, Kopi Kenangan pertama kali mengantongi pendanaan tahap awal dari Alpha JWC Ventures senilai $8 juta pada 2018. Setahun kemudian, menggalang pendanaan seri A sebesar $20 juta dipimpin oleh Sequoia Capital India dan tambahan dana dengan nilai dirahasiakan dari Arrive, Serena Ventures, pebasket NBA Caris LeVert, dan pendiri Sweetgreen Jonathan Neman.

Bila ditotal, investasi yang diterima perusahaan mencapai lebih dari $137 juta (lebih dari 2 triliun Rupiah).

Secara terpisah, kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata mengonfirmasi, sampai tahap ini perusahaan belum menyandang status unicorn, sebelumnya diketahui bahwa valuasi Kopi Kenangan sudah tembus status centaur. “Sampai saat ini Kopi Kenangan belum menjadi unicorn,” ujarnya.

Dia menerangkan mengatakan pendanaan segar ini akan digunakan untuk memperkuat posisinya di Indonesia. Salah satunya, rencana untuk menawarkan berbagai produk makanan dan minuman dari pedagang lokal serta mengembangkan cloud kitchen.

“Sebagai startup yang sedang tumbuh, kami cepat beradaptasi terhadap tantangan melalui transaksi tanpa kontak dan standar kebersihan yang tidak kenal kompromi di seluruh toko kami. Kesejahteraan karyawan adalah prioritas besar dan kami berinvestasi untuk keselamatan mereka, bersamaan dengan itu peningkatan manfaat kesehatan dan pelatihan tambahan untuk membantu mereka mengatasi perubahan besar ini,” ujarnya.

Dampak pandemi, juga menghantam bisnis Kopi Kenangan. Edward menuturkan, semua industri lain, F&B juga mengalami penurunan signifikan, terutama di gerai offline. Tapi berkat model bisnis grab & go, perusahaan melihat adanya peningkatan online order sebesar 50% di lokasi-lokasi tertentu.

Dia pun percaya, bisnis yang cepat beradaptasi dengan kondisi dapat bertahan di tengah krisis, bukanlah mereka yang terpintar atau punya modal besar. “Kopi Kenangan mendapatkan kepercayaan investor dengan mengangkat model bisnis grab and go yang cocok dengan situasi saat ini.”

Saat ini Kopi Kenangan memperkerjakan 3 ribu karyawan tersebar di 324 gerai di seluruh kota di Indonesia. Diharapkan pada tahun ini dapat menambah lokasi toko hingga mencapai 500 gerai. Perusahaan juga berambisi untuk ekspansi regional pasca pandemi. Thailand, Filipina, dan Malaysia, menjadi negara yang mereka incar.

“Rencana ekspansi regional akan tetap dilaksanakan, dengan melihat situasi pasca-Covid-19,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Validating “New Retail” Startups in Indonesia

New retail has been trying to connect traders with technology. The objective is to facilitate business in leveraging benefits and consumer coverage. In terms of concept, the approach is to empower some previous features with mature implementation in the e-commerce platform to conventional retail. It’s not digitizing the whole business process, but aiming for certain aspects that weren’t optimized.

Concept Details
Payment Integrating payment applications, such as digital wallets or pay later feature, for payment options to customers.
Supply Chain Providing digital access to traders to connect with FMCG product distributors for more variant products at affordable prices.
Customer Experience Improving customer experience by providing purchasing apps. Some in the form of loyalty programs giving point credits for every transaction
Digital Product Allowing traders to serve purchasing or payment activities of various digital products, such as PPOB tax payment, train ticket, e-money top-up, and many more.

Those four models are getting adopted by local startups with various lines of products or retail segments. The public, either traders or buyers, are adjusting to the transformation. It was proven by the well-developed new retail startups.

The beginning of new retail in Indonesia

In 2014, Kudo (an acronym for Kios untuk Dagang) or kiosk for trading was launched. The service is to allow everyone, especially kiosk owners, to be able to sell any kinds of e-commerce products. The buyers allowed to choose any kinds of products and make payments through the kiosk. The concept was proven successful, as Kudo has been used by 2.6 million partners and become the biggest agent-based service in Indonesia.

Post Grab acquisition in 2019, they rebranded into GrabKios. The business model gets adjusted, from an e-commerce digital arm to focus more on the partner’s side to facilitate various kinds of payments, such as electricity bills, PDAM, and many more.

“Through technology, GrabKios expands the types of services offered by stalls such as credit and various bill payments, reduces the cost of stalls by providing convenience for traditional stalls to order merchandise (wholesale), and provides access to additional business capital and financial services through money transfer services (domestic remittance) and micro insurance and cash loans will be provided,” Head of GrabKios, Agung Nugroho said.

Furthermore, some e-commerce platforms are following the trend, such as Mitra Tokopedia and Bukalapak. It’s the same concept, allowing partners to become a digital arm to facilitate consumers for purchasing goods. The online-to-offline approach becoming the best extension among broadband expansion and digital literacy in the community.

Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products
Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products

Entering the year 2018, Kopi Kenangan has debuted with 121 billion Rupiah funding from Alpha JWC Ventures. The investment is said to be focused on business development through technology, one is to launch an app for store locator, ordering, payment support and loyalty program.

The well-received business model in the market providing a well-poured investment. After a few months, Kopi Kenangan announced follow-on funding worth of 282 billion Rupiah from Sequoia. In late 2019, they had secured Series A funding from several investors, including Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, and Jonathan Neman. They have managed to sell 3 million cups of coffee per month.

There is also Fore Coffee, a startup founded by East Ventures with similar products and approaches. The latest news, they’ve announced follow-on funding worth of 118 billion Rupiah from East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, and several angel investors.

“We also use various technologies, from our own mobile app to the existing technologies, such as Moka to monitor payments, Member.id for loyalty platforms, and Go-Food, GrabFood, and TravelokaEats as distribution platforms,” Fore Coffee’s Co-Founder & CEO Robin Boe explained the technology role in his startup.

Wahyoo also offers a new retail approach, targeting warteg (small restaurants) by providing digital access to the supply chain. The Founder & CEO, Peter Shearer said they have partnered with at least 7000 merchants from various regions. They’ve also received seed funding from Agaeti Ventures, Kinesys Group, Chapter 1 Ventures, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

There are also some other startups offering new retail concepts with various business approaches.

The momentum

Kopi kenangan product, beverage at affordable price
Kopi kenangan product, beverage at affordable price

Numbers of partners, transaction value and capital flows received imply that new retail has been quite successful to validate the concept for the past few years. On further observation, they are prudent in placing their products to the most suitable customer segment.

Take the example of previously mentioned coffee products startup, they see a trend of “daily coffee” among millennials. To the existing coffee shop, as well-known Starbucks, the standard price is quite high. They offer beverages at relatively cheaper prices, but with improved customer experience.

It is very likely what startups like Kudo did, that is targeting partners from the countryside.

The large investment stream will allow players to perform the “growth hacking” strategy which has been successfully applied by startups in other verticals, such as ride-hailing or fintech. They could increase traction with a series of promo or massive expansion at many locations – and indeed, all the players are heading that way.

With a broader market share, more mature players and enthusiast investors; will new retail be the next big thing in the following years?


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Memvalidasi Startup “New Retail” di Indonesia (UPDATED)

New retail mencoba menghubungkan pedagang dengan teknologi. Tujuannya memudahkan bisnis meningkatkan keuntungan dan menjangkau konsumen yang lebih luas. Secara konsep, pendekatan ini mencoba memberdayakan beberapa fitur yang sebelumnya telah matang diaplikasikan pada sistem e-commerce ke ritel konvensional. Tidak mendigitalkan seluruh proses bisnis, namun menyasar aspek-aspek tertentu yang dinilai belum optimal.

Konsep Keterangan
Pembayaran Membaurkan aplikasi pembayaran, misalnya digital wallet atau layanan pay later, untuk memberikan opsi pembayaran kepada pelanggan.
Rantai Pasokan Memberikan akses digital ke pedagang untuk terhubung dengan distributor produk FMCG, sehingga mendapatkan varian produk yang lebih beragam dan harga yang lebih terjangkau.
Pengalaman Pelanggan Meningkatkan pengalaman pelanggan dengan menyediakan aplikasi pemesanan. Beberapa dalam bentuk program loyalitas untuk memberikan kredit poin di tiap transaksi yang dilakukan.
Produk Digital Memungkinkan pedagang untuk melayani pembelian atau pembayaran berbagai jenis produk digital, misalnya pembayaran PPOB, pembelian tiket kereta, pengisian e-money dan lain sebagainya,

Empat model di atas kini banyak diadopsi startup lokal dengan lini produk atau menyasar segmen ritel yang cukup beragam. Masyarakat pun, baik dari sisi pedagang maupun pembeli, menerima pembaruan itu dengan cukup baik. Terbukti dengan pertumbuhan bisnis banyak startup new retail yang mengagumkan.

Awal perkembangan new retail di Indonesia

Tahun 2014 Kudo (akronim dari Kios untuk Dagang Online) diluncurkan. Layanannya saat itu memungkinkan siapa saja, terutama pemilik warung untuk menjadi agen Kudo dan dapat menjual berbagai produk yang ada di e-commerce. Pembeli bisa memilih produk yang diinginkan dan membayar pesanan ke agen tersebut.

Namun seiring perkembangan bisnisnya, Kudo berfokus untuk memajukan warung tradisional di Indonesia agar menjadi serba bisa melayani berbagai produk dan layanan. Konsep tersebut cukup berhasil diaplikasikan, menjadikan Kudo dimanfaatkan 2,8 juta mitra usaha dan menjadi layanan keagenan terbesar di Indonesia. Pasca diakuisisi Grab, tahun 2019 mereka berubah nama jadi GrabKios dan semakin mempertegas komitmen untuk memberdayakan warung tradisional.

“Melalui teknologi, GrabKios memperluas jenis layanan yang ditawarkan warung seperti pulsa dan berbagai pembayaran tagihan, mengurangi biaya usaha warung dengan memberikan kemudahan kepada warung tradisional untuk memesan barang dagangan (grosir), serta menyediakan akses terhadap tambahan modal usaha dan layanan keuangan melalui layanan pengiriman uang (domestic remittance) dan akan disediakannya asuransi mikro dan pinjaman tunai,” jelas Head of GrabKios Agung Nugroho.

Setelah itu beberapa e-commerce menyusul, misalnya Mitra Tokopedia dan Bukalapak. Pendekatan online-to-offline menjadi jembatan terbaik di tengah perluasan pitalebar dan peningkatan literasi digital masyarakat.

Mitra Tokopedia
Program Mitra Tokopedia yang menyasar warung-warung di berbagai daerah untuk menjualkan produknya

Memasuki tahun 2018, Kopi Kenangan debut umumkan pendanaan 121 miliar Rupiah dari Alpha JWC Ventures. Investasi tersebut akan difokuskan perusahaan untuk peningkatan bisnis melalui teknologi, salah satunya meluncurkan aplikasi untuk pencarian toko, pemesanan, dukungan pembayaran dan program loyalitas.

Model bisnis yang diterima baik oleh pasar melancarkan kucuran investasi. Selang beberapa bulan, Kopi Kenangan umumkan pendanaan lanjutan 282 miliar Rupiah dari Sequoia dan akhir tahun 2019 kemarin mereka bukukan pendanaan seri A dari sejumlah investor, termasuk Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert dan Jonathan Neman. Mereka telah berhasil menjual 3 juta gelas kopi per bulan.

Dengan produk dan pendekatan yang hampir serupa ada juga Fore Coffee, startup binaan East Ventures. Terakhir mereka umumkan pendanaan lanjutan 118 miliar Rupiah dari East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, dan beberapa angel investor.

“Kami menggunakan berbagai teknologi, mulai dari aplikasi mobile yang kami buat sendiri, serta teknologi yang telah ada, seperti Moka untuk memantau pembayaran, Member.id untuk loyalty platform, serta Go-Food, GrabFood dan TravelokaEats sebagai platform distribusi,” terang Co-Founder & CEO Fore Coffee Robin Boe menerangkan pemanfaatan teknologi dalam startupnya.

Wahyoo juga tawarkan pendekatan new retail, menyasar warteg dengan memberikan akses digital untuk rantai pasokan. Dari pernyataan Founder & CEO Peter Shearer, saat ini mereka telah merangkul sekurangnya 7000 mitra dari berbagai wilayah. Mereka juga telah membukukan pendanaan awal dari Agaeti Ventures, Kinesys Group, Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures dan Rentracks.

Masih ada beberapa startup yang tawarkan konsep new retail dengan berbagai pendekatan bisnis.

Berkesempatan dapat momentum

Kopi Kenangan
Produk Kopi Kenangan, minuman kopi dengan harga yang relatif terjangkau

Capaian jumlah mitra, nilai transaksi dan arus modal yang diterima menyiratkan bahwa new retail cukup berhasil memvalidasi konsepnya selama beberapa tahun terakhir. Jika dianalisis lebih mendalam, mereka cukup cermat dalam menempatkan produknya ke segmentasi pelanggan yang tepat.

Ambil contoh untuk startup dengan produk kopi di atas, mereka melihat adanya tren “ngopi kekinian” di kalangan milenial. Ke kedai kopi yang ada, sebut saja Starbucks, standar harganya cukup tinggi. Lantas mereka hadir dengan produk kopi dengan harga yang relatif lebih murah, namun dengan pengalaman pelanggan yang juga ditingkatkan.

Pun demikian yang dilakukan oleh startup seperti Kudo yang lebih fokus menyasar mitra dari pedesaan.

Kucuran investasi besar yang didapat juga memungkinkan para pemain melakukan strategi “growth hacking” yang selama ini sukses diterapkan startup di vertikal lain, seperti ride-hailing atau fintech. Bisa saja mereka meningkatkan traksi dengan rangkaian program promo atau ekspansi besar-besaran di banyak titik – dan memang kini semua pemain tengah menuju arah sana.

Dengan pangsa pasar yang luas, pemain yang semakin matang dan investor yang makin terpikat; apakah new retail akan menjadi the next big thing di tahun-tahun berikutnya?

Update : Tambahan informasi dan komentar dari Head of GrabKios Agung Nugroho.

Kopi Kenangan Peroleh Tambahan Pendanaan Seri A, Incar Ekspansi Regional

Startup new retail Kopi Kenangan umumkan tambahan pendanaan Seri A dari Arrive, Serena Ventures, pebasket NBA Caris LeVert, dan pendiri Sweetgreen Jonathan Neman dengan nominal dirahasiakan. Sequoia India, yang memimpin pendanaan seri A senilai $20 juta pada Juni 2019, juga berpartisipasi dalam putaran ini.

Arrive adalah VC yang didirikan oleh selebriti internasional Jay-Z, menandakan debut keduanya mendanai startup di ASEAN. Sementara Serena Ventures adalah VC yang dibentuk petenis internasional Serena William. Kedua VC ini sama-sama fokus pada pendanaan tahap awal.

“Kami ingin membangun brand yang legendaris dan kami sangat senang dapat bekerja sama para investor dan penasihat baru kami yang telah sukses membangun waralaba konsumen global di bidang olahraga, hiburan, makanan dan minuman, serta teknologi,” ucap Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata dalam keterangan resmi.

Edward berujar pendanaan akan dipakai untuk melancarkan ekspansi ke ASEAN, menambah lebih dari 1000 gerai dalam dua tahun ke depan. Tercatat, Kopi Kenangan telah hadir di lebih dari 200 gerai secara nasional di 18 kota, mempekerjakan 1800 pegawai.

Kenaikan pesat ini begitu terasa, sambungnya, tahun lalu perusahaan baru mengelola 16 toko dan menjual beberapa ribu gelas per hari. Sekarang perusahaan berhasil menjual lebih dari 3 juta gelas kopi per bulan.

Diklaim perusahaan telah mencatatkan keuntungan dan menorehkan pertumbuhan pendapatan sebanyak 20 kali lipat sejak menerima pendanaan tahap awal yang dipimpin Alpha JWC pada tahun lalu.

“Kami telah bertumbuh pesat sejak bisnis ini dimulai dua tahun lalu dan kami ingin terus belajar, serta meningkatkan layanan dan produk kami untuk memenuhi harapan pelanggan kami di Indonesia dan negara lain.”

Kopi Kenangan didirikan pada 2017 oleh Edward Tirtanata, James Prananto, dan Cynthia Chaerunnisa. Perusahaan berhasil mengisi kesenjangan antara kopi mahal yang disajikan peritel kopi internasional, yang tidak terjangkau sebagian masyarakat Indonesia, dan kopi instan yang dijual oleh kedai di pinggir jalan.

Menurut Nielsen Company, Kopi Kenangan adalah merek dengan top-of-mind awareness nomor satu untuk kategori Kopi Susu dan merek nomor dua setelah jaringan kopi internasional untuk kategori kopi umum.

Application Information Will Show Up Here

Kopi Kenangan Receives Funding Worth of 282 Billion Rupiah from Sequoia India

Kopi Kenangan today (7/25) announced funding in the closing of “growth round” from Sequoia India. It’s worth $20 million or around 282 billion Rupiah. This is the follow-on funding of the previous $8 million from Alpha JWC Venture in October 2018.

Post funding, the startup founded by Edward Tirtanata and James Prananto is to focus on making the more personalized experience and efficient production process. The realization is on the app development and IoT implementation in outlets.

This app will be developed further to be “private barista” for consumers. They can have information on the coffee recipe or taste – as if they asking the real barista at the cafe.

Founded in 2017, Kopi Kenangan has opened 80 outlets in 8 cities. Based on the data, the average order has reached 1 million per month. Aside from perfecting the app, the fresh fund will also be used for expansion to more cities, opening 150 new outlets by the end of this year.

We’ve been informed that the startup is at a “profitable” stage. It boosts their confidence to the level of Southeast Asia expansion in the next few years.

Since the debut, Kopi Kenangan has been offering “new retail” concept, by elaborating online technology but keep the offline shop experience. Consumers can order coffee through the app and pick it up from the selected outlet – or using a delivery service like Grab or Gojek.

There is a competitor, with a similar business model and concept, named Fore Coffee. The new retail concept is there with business support and funding from East Ventures. In addition, Anomali Coffee has offered a similar online-offline model for coffee orders.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kopi Kenangan Umumkan Perolehan Pendanaan 282 Miliar Rupiah dari Sequoia India

Kopi Kenangan hari ini (25/7) mengumumkan perolehan pendanaan dalam penutupan “growth round” dari Sequoia India. Nilainya mencapai $20 juta atau setara dengan 282 miliar Rupiah. Pendanaan ini menjadi lanjutan putaran sebelumnya senilai $8 juta dari Alpha JWC Venture pada Oktober 2018 lalu.

Pasca penambahan modal, startup yang didirikan oleh Edward Tirtanata dan James Prananto tersebut akan fokus membuat pengalaman yang makin dipersonalisasi dan efisiensi proses produksi. Realisasinya pada pengembangan aplikasi dan penerapan teknologi IoT di gerai.

Aplikasi akan dikembangkan sedemikian rupa hingga berasa menjadi “barista pribadi” para konsumen. Melalui aplikasi, konsumen bisa mendapatkan informasi mengenai takaran atau rasa dari kopi yang dipesan — layaknya mereka bertanya kepada barista di cafe.

Sejak berdiri pada tahun 2017, Kopi Kenangan telah memiliki 80 gerai di 8 kota. Dari data yang dikirimkan, rata-rata pemesanan kopi hampir mencapai 1 juta cangkir per bulannya. Selain menyempurnakan aplikasi, dengan pendanaan ini Kopi Kenangan juga akan menggencarkan ekspansi ke berbagai kota dengan membuka 150 gerai baru hingga akhir tahun.

Diinformasikan saat ini startup juga sudah dalam kondisi “profitable“. Capaian tersebut membuat Kopi Kenangan percaya diri untuk segera melakukan ekspansi ke Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.

Sejak debutnya, Kopi Kenangan menawarkan konsep “new retail”, yakni dengan mengelaborasikan kapabilitas teknologi online dengan tetap menyediakan pengalaman berbelanja offline. Konsumen dapat memesan kopi melakukan aplikasi, untuk selanjutnya diambil dari kedai yang dipilih — atau meminta untuk diantarkan melalui jasa Grab atau Gojek.

Dengan konsep dan model bisnis yang nyaris sama, ada juga pemain lain yakni Fore Coffe. Konsep new retail turut ditawarkan dengan dukungan bisnis dan pendanaan dari East Ventures. Selain itu ada juga Anomali Coffee yang menawarkan model online-offline serupa untuk pemesanan produk kopi.

Application Information Will Show Up Here