Tak Perlu ‘Developer Mode’, Windows 10 Kini Bisa Langsung Jalankan Linux

Pada perhelatan Microsoft Build 2016 tahun lalu, Microsoft mengumumkan tentang fitur menarik bagi para developer untuk bisa menjalankan Linux melalui command line menggunakan Bash Shell, namun fitur tersebut hanya tersedia dengan mengaktifkan Windows Developer Mode yang terdapat pada versi Windows 10 Anniversary Update.

Belum lama ini, perusahaan software raksasa yang bermarkas di Redmond, California itu telah kembali mengeluarkan kejutan menarik, melalui blog resminya mereka mengatakan bahwa pada Windows 10 Insider versi teranyar (build 16215) yang akan dirilis pekan ini, pengguna tidak lagi harus beralih ke Windows Developer Mode ketika ingin menjalankan Linux di Windows, hal ini bisa dilakukan lantaran Microsoft telah merilis resmi fitur yang bernama Windows Subsystem for Linux (WSL).

Pihak Microsoft sebenarnya telah lebih dari setahun lalu menyertakan fitur WSL ini pada bagian Windows Features namun karena masih dalam testing Windows Insider maka fitur WSL ini masih memiliki embel-embel beta. Namun kini, pihak Microsoft memastikan bahwa fitur WSL ini telah benar-benar stabil untuk digunakan.

Untuk bisa memanfaatkan fitur ini, pengguna diharuskan mengaktifkan fitur WSL ini terlebih dahulu melalui opsi Turn Windows features on or off, karena secara default fitur ini belum diaktifkan.

3-WSL

Fitur yang lebih difokuskan untuk para pengembang ini menghadirkan dukungan pada platform Windows bagi pengguna untuk menjalankan Linux melalui command line di Windows, sehingga para pengembang yang banyak bekerja dengan command line tool di Linux tidak harus berpindah-pindah sistem operasi ketika bekerja.

Selain platform Ubuntu, kabarnya pihak Microsoft juga akan segera memperluas dukungan WSL ini untuk bisa menjalankan distro Linux lainnya seperti SuSE dan Fedora.

Dukungan serupa yang dilakukan oleh Microsoft ini sebenarnya bukanlah hal baru, sebelumnya ada aplikasi bernama Cygwin yang memungkinkan pengguna untuk bisa menjalankan Linux di lingkungan Windows, namun karena aplikasi ini tidak dikembangkan langsung oleh Microsoft seringkali Cygwin tidak begitu mulus ketika dijalankan.

Di ranah mobile, Microsoft juga pernah mengembangkan Project Astoria, yang memungkinkan bagi pengguna perangkat smartphone Windows Phone untuk bisa menjalankan aplikasi Android di smartphone mereka, namun Project Astoria kini telah dihentikan.

Sumber: Liliputing | Gambar Header: Pixabay

Asus Tinker Board Ibarat Raspberry Pi yang Disuntik Steroid

Jauh sebelum ada ZenFone, Asus mengawali kiprahnya di dunia teknologi sebagai produsen motherboard untuk PC. Pabrikan asal Taiwan tersebut pada dasarnya sudah sangat kenyang dengan pengalaman mengutak-atik papan sirkuit, dan kini mereka memutuskan untuk mencicipi segmen baru, yakni komputer single-board.

Anda mungkin lebih mengenal nama Raspberry Pi ketimbang istilah tersebut. Yup, Asus baru saja memperkenalkan Raspberry Pi versinya sendiri. Dijuluki Asus Tinker Board, ia bisa diibaratkan sebagai Raspberry Pi yang disuntik steroid.

Mengapa demikian? Karena spesifikasinya cukup mengagumkan: prosesor quad-core ARM Cortex A17 dengan kecepatan 1,8 GHz, GPU ARM Mali-T764 dan RAM DDR3 berkapasitas 2 GB. Semuanya ditambatkan ke papan sirkuit dengan dimensi 8,5 x 5,3 cm, kurang lebih seukuran dengan Raspberry Pi 3 Model B yang merupakan versi terbaru.

Posisi pin GPIO dan lubang mounting Asus Tinker Board sama persis seperti Raspberry Pi 3 Model B / CPC
Posisi pin GPIO dan lubang mounting Asus Tinker Board sama persis seperti Raspberry Pi 3 Model B / CPC

Masih soal spesifikasi, Tinker Board memang hanya mengemas prosesor 32-bit – Pi 3 Model B sudah 64-bit – akan tetapi chip pengolah grafisnya jauh lebih perkasa, sanggup memutar video 4K dengan codec H.265 sekaligus audio 24-bit. Asus juga mengklaim performa 3D-nya jauh lebih baik berdasarkan skor benchmark di Geekbench yang hampir dua kali lipat lebih tinggi.

Perihal konektivitas, Tinker Board mengemas 4x port USB 2.0, HDMI 2.0, Ethernet, Bluetooth 4.0, Wi-Fi N dan microSD. Tidak kalah menarik adalah posisi pin GPIO dan lubang mounting yang sama persis seperti Raspberry Pi, menjadi bukti kuat kalau Asus berniat menggusur Raspberry Pi dari takhtanya.

Sistem operasi yang dijalankan Tinker Board adalah rancangan Asus sendiri, dengan Debian sebagai basisnya – sama seperti Raspberry Pi. Ke depannya, Asus berjanji untuk menyediakan dukungan OS yang lebih lengkap, termasuk Ubuntu, OpenSUSE serta Kodi.

Pre-order Asus Tinker Board saat ini sudah dibuka dengan harga £55 atau sekitar $68, jauh lebih mahal dibanding Pi 3 Model B yang dibanderol sekitar $40.

Sumber: Ars Technica.

Aplikasi LibreOffice 5.2.1 Hadirkan Berbagai Fitur Tambahan

LibreOffice saat ini telah menjadi aplikasi perkantoran yang paling banyak dijejalkan pada sejumlah distro Linux, selain itu, sang developer aplikasi juga semakin giat melakukan pembaharuan. Tak heran jika banyak pengguna open source yang beralih untuk menggunakan LibreOffice sebagai aplikasi perkantoran pada perangkat komputer mereka.

Belum lama ini, The Document Foundation yang berada di balik aplikasi LibreOffice telah mengumumkan kehadiran pembaharuan dari aplikasi perkantoran racikannya tersebut yang kini telah menyentuh versi 5.2.1. Sejumlah peningkatan telah disematkan untuk aplikasi seperti Writer, Calc, Draw, Math dan yang lainnya, termasuk tampilan antarmuka baru khususnya bagi pengguna platform Linux.

Seperti yang kami kutip melalui situs Softpedia, sedikitnya ada sekitar 105 buah pembaharuan yang telah dijejalkan, Italo Vignoli dari The Document Foundation telah mengumumkan kehadiran dari versi baru ini di sela-sela perhelatan LibOCon LibreOffice Developer Conference yang diadakan di Brno, Republik Ceko yang berlangsung dari tanggal 7 hingga 9 September 2016.

Selain tersedia untuk pengguna sistem operasi Linux, pembaharuan aplikasi perkantoran berbasis open source ini juga telah tersedia dan siap untuk diunduh secara cuma-cuma bagi pengguna komputer ber-platform Windows dan Mac OS X, jika Anda ingin mencoba aplikasi ini, dapat mengarahkan peramban Anda pada tautan berikut ini.

Sumber: SoftPedia| Gambar Header: LibreOffice

Omega2 Ialah PC Mungil Seharga $ 5 Untuk Internet of Things

Selain Google dan Samsung yang berani berinvestasi besar buat mengembangkan IoT, pertumbuhannya dipercepat dengan ketersediaan beragam development  board seperti Arduino dan Raspberry Pi. Kendalanya, ukuran mereka tidak cukup kecil, lalu proses setup-nya juga sangat rumit. Kekurangan-kekurangan inilah yang menjadi fokus utama satu developer asal Boston.

Onion, tim jebolan Boston Techstars Startup Accelerator Program, mengungkap komputer super-kecil dan super-murah bernama Omega2. Sejatinya, Omega2 adalah server dengan sistem operasi Linux paling kecil di dunia. Ia dibekali konektivitas Wi-Fi buildin, didesain untuk mempermudah para kreator dan hacker dalam berkreasi menciptakan perangkat-perangkat internet  of  things.

omega2 2

Dilihat sekilas, wujud Omega2 hampir menyerupai memory  stick, dimensinya kurang dari seperempat ukuran Raspberry Pi dan kurang dari sepertiga Arduino Uno, dirancang agar muat di proyek-proyek DIY serta produk-produk komersial. Omega2 diramu secara spesifik untuk membangun hardware berbasis app, mengombinasikan faktor hemat listrik Arduino dan fleksibilitas tinggi Raspberry Pi.

Penyajian Omega2 sangat simpel demi memudahkan para pemula, dimaksudkan agar semua orang bisa segera berkecimpung di bidang pengembangan hardware. Dengan adanya sambungan Wi-Fi dan flash  memory  onboard, device dapat langsung bekerja begitu Anda mengaktifkannya, tanpa perlu repot-repot menambahkan modul koneksi atau menginstal sistem operasi ke SD card eksternal.

omega2 3

Penggunaan Omega2 tidak jauh berbeda dari PC desktop. Sistem beroperasi di versi full Linux, dilengkapi berbagai app intuitif sehingga Anda bisa langsung memanfaatkannya (mampu menjalankan Apache). Contoh lain keunggulan Linux adalah ia mendukung bermacam-macam bahasa pemrograman. Onion juga tak lupa menyiapkan app  store, dan Anda dipersilakan menciptakan aplikasi sendiri berbekal SDK, kemudian men-share-nya di sana.

Omega2 terintegrasi ke Onion Cloud, memungkinkan Anda mengendalikan perangkan dari mana pun lewat Web UI atau RESTful API. Anda bisa mengakses status Omega2 secara realtime, dan mendistribusikan update ketika perangkat sedang beroperasi. Uniknya lagi, Omega2 mengusung desain modular plugandplay, sehingga pengguna dapat melakukan ekspansi dan menambahkan kemampuan baru.

Harga adalah salah satu faktor andalan Onion Omega2. Di situs crowdfunding  Kickstarter, Anda bisa membelinya seharga mulai dari US$ 5. Terdapat pula varian Omega2 Plus (US$ 9), dan Anda juga dipersilakan membeli bundel docking serta expansion. Proses distribusi ke backer rencananya akan dilaksanakan pada bulan November 2016.

Endless OS Adalah Sistem Operasi Gratis untuk PC dan Laptop Tanpa Akses Internet

Melalui Endless One dan Endless Mini, sebuah startup bernama Endless Computers ingin mewujudkan misi mulianya kepada dunia. Dua komputer mungil tersebut mereka ciptakan secara khusus untuk konsumen di negara-negara berkembang, lebih tepatnya kawasan dimana akses internet sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali.

Kini startup yang sama sekali lagi ingin membuktikan bahwa komitmen mereka tidak semata didasari oleh faktor mencari keuntungan saja. Mereka pun memutuskan untuk merilis sistem operasi berbasis Linux yang mereka kembangkan sendiri untuk kedua PC mungil buatannya. Namanya tak lain dari Endless OS, dan ia bisa didapatkan tanpa perlu membayar uang sepeser pun.

Endless OS datang membawa lebih dari 100 aplikasi yang dirancang untuk kebutuhan belajar, bekerja maupun bermain. Mulai dari Wikipedia, Khan Academy, LibreOffice sampai game balap mobil, semuanya telah ter-install dalam OS dan bisa diakses kapan saja tanpa perlu mengandalkan koneksi internet sama sekali.

Tampilan desktop Endless OS terinspirasi oleh smartphone / Endless Computers
Tampilan desktop Endless OS terinspirasi oleh smartphone / Endless Computers

Ada dua versi Endless OS yang ditawarkan, yaitu Light dan Full. Versi Light ukurannya cuma sekitar 2 GB, ditujukan untuk pengguna yang memiliki akses internet. Sedangkan versi Full ukurannya sekitar 16 GB, telah diisi oleh lebih dari 100 aplikasi dan konten seperti yang disinggung tadi sehingga pengguna bisa langsung memakainya sesaat setelah selesai di-install.

Lalu perangkat seperti apa yang bisa menjalankan Endless OS? Menurut Endless sendiri, mayoritas laptop atau komputer yang dibuat setelah tahun 2007 dapat menjalankannya, dengan dukungan RAM 2 GB dan kapasitas penyimpanan minimal 32 GB untuk versi Full-nya.

Anda punya laptop usang yang memenuhi spesifikasi minimum ini? Silakan unduh Endless OS dan ‘hidupkan’ kembali perangkat tersebut menjadi sarana belajar, bekerja sekaligus bermain yang efektif.

Sumber: Forbes dan Endless Computers.

MeLE PCG02U Ialah Stick PC Berbasis Ubuntu Seharga $70

Bicara soal komputer mini, saya yakin Anda akan langsung teringat dengan Intel Compute Stick. Tapi seandainya Windows 10 bukan OS yang diincar, mungkin perhatian Anda akan tertuju pada Asus Chromebit yang menjalankan Chrome OS. Hmm, Chrome OS, apakah tidak ada alternatif lain? Ada, yaitu Ubuntu.

MeLE, sebuah pabrikan perangkat Android asal Tiongkok, baru-baru ini memperkenalkan sebuah stick PC berbasis Ubuntu. Sama seperti stick PC lain, fungsinya adalah mengubah monitor atau TV menjadi sebuah komputer lewat sambungan HDMI.

Ubuntu sendiri merupakan sistem operasi yang bisa didapatkan secara cuma-cuma. Maka dari itu, keunggulan MeLE PCG02U ada pada harganya. Ia dibanderol tidak lebih dari $70, atau dengan kata lain merupakan stick PC yang paling terjangkau sejauh ini.

Namun tentu saja Anda tak bisa mengharapkan spesifikasi yang wah dari perangkat seharga $70. Ia ditenagai prosesor Intel BayTrail Z3735F yang sudah termasuk lawas, RAM 2 GB dan storage internal 32 GB. Port USB-nya pun cuma satu, sehingga salah satu peripheral Anda (keyboard atau mouse) haruslah berbasis Bluetooth seandainya ingin dipakai bersamaan.

Pun begitu, MeLE masih menawarkan dua hal yang tak dimiliki Intel Compute Stick: 1) antena eksternal untuk memperkuat sinyal koneksi Wi-Fi dan 2) port Ethernet untuk menyambungkan kabel LAN.

Hal lain yang disayangkan adalah versi Ubuntu-nya 14.0.4, jauh tertinggal dari yang terbaru, tapi toh pengguna tetap bisa meng-update dengan mudah. Terlepas dari itu, $70 adalah angka yang jarang bisa dijumpai untuk perangkat semacam ini.

Sumber: Digital Trends.

Rilis Versi Chrome ke-50, Google Singkap Pencapaian dan Strategi Mereka

Di masa kepemimpinannya, selama enam tahun CEO Google Eric Schmidt menentang ide untuk pembuatan browser web. Ia berpendapat bahwa Google masih merupakan perusahaan kecil, kurang bijak jika mereka turut serta dalam perang browser. Keputusan tidak berubah hingga akhirnya Sergey Brin dan Larry Page menyewa developer Mozilla buat menggarap versi demo Chrome.

Delapan tahun telah berlalu semenjak Chrome dilepas untuk publik di Windows XP. Kini ia adalah browser terfavorit, menguasai ranah desktop, dan juga menjadi pilihan 45 persen pemilik perangkat bergerak. Dan bulan April ini merupakan momen penting bagi Google, karena mereka sedang merayakan pelepasan versi Chrome ke-50. Varian mobile menyusul tak lama setelah peluncuran Chrome 50 di Windows, Mac dan Linux.

Google Chrome 50 02

Meski terbilang penting, Google tidak mengumumkannya dengan cara yang heboh. Mereka mengundang beberapa media untuk berbincang-bincang langsung bersama Rahul Roy-Chowdhury mengenai pencapaian selama ini dan langkah-langkah apa yang telah mereka ambil. Pembahasan lebih didominasi app Chrome di handset karena ternyata penggunaan smartphone dan tablet turut memengaruhi evolusinya di era mobile.

Sebelum membahasnya lebih jauh, via infografis Google menginformasikan bahwa saat ini terhitung ada satu miliar pengguna Chrome di perangkat bergerak tiap bulan – 118 kali lebih banyak dari populasi kota New York. Selama 30 hari itu, user membuka page sebanyak 771 miliar kali. Google juga bangga dengan prestasi Chrome, terutama dalam menyajikan kecepatan, kesederhanaan dan keamanan.

Google Chrome 50 06

Berkat Chrome, pengguna menghemat pengetikan lebih dari 500 miliar karakter dan dua juta gigabyte data tiap bulan. Di periode yang sama, browser membantu menerjemahkan 3,6 miliar page serta menyederhanakan proses input password sebanyak 9,1 miliar kali. Di bidang keamanan, Chrome melindungi user hingga 145 juta kali. Untuk terus meningkatkan level proteksi, Google akan memberikan hadiah US$ 2,5 juta bagi siapapun yang bisa menemukan bug di sistem.

Kemudian bagaimana selanjutnya? Target mereka cukup simpel: agar Chrome lebih cepat, lebih sederhana dan lebih aman. Google ingin terus mengembangkan platform ini ke arah open web. Di negara maju, smartphone umumnya berperan sebagai gadget komplemen, namun bagi mayoritas user di Indonesia dan India, handset merupakan satu-satunya device yang mereka punya. Di sini, data plan adalah hal sensitif bagi konsumen. Dan tahukah Anda, gambar-gambar di internet ternyata mengonsumsi bandwidth sebesar 70 persen.

Google Chrome 50 03

Menyadari keadaan ini, Google bertekad untuk meramu app browser agar sesuai dengan pengguna yang peduli terhadap data plan. Rahul menjelaskan, platform web perlu berubah, dari yang tadinya fokus ke desktop menjadi ke mobile. Itulah alasannya mereka memperkenalkan Progressive Web App. Ia mengombinasikan elemen web dan aplikasi, serta bekerja untuk semua user apapun pilihan browser mereka. ‘Cepat, immersive dan selalu melibatkan pengguna’ begitu janji sang product lead Chrome.

Kehadiran Progressive Web App mendapatkan sambutan hangat serta antusiasme tinggi dari developer-developer di negara ‘mobile first‘ seperti India dan Indonesia. Di sini, sejumlah tim secara aktif memanfaatkannya, contohnya BaBe, JalanTikus, Buka Lapak, KapanLagi, serta Kaskus. Mereka ini adalah para pengguna awal, dan Rahul yakin Progressive Web App akan digunakan oleh lebih banyak developer, dan Indonesia serta India menjadi ujung tombaknya.

Google Chrome 50 05

“Kami gembira melihat banyak perubahan, mobile web mengubah banyak aspek. Google merespons perubahan itu dengan tanggap dan usaha kami belum selesai. Ada banyak hal yang masih harus dikerjakan,” ucap Rahul.

Di desktop, Chrome versi 50 (tepatnya 50.0.2661.75) telah tersedia semenjak tanggal 13 April lalu, dan Google menjabarkan berbagai macam perbaikan dan fitur baru secara lengkap di Blogspot mereka. Pembaruan dapat dilakukan melalui dua cara: via fitur silent update build-in atau langsung mengunduhnya di Google.com/Chrome. Perlu Anda ketahui juga, bersamaan dengan versi ke-50, Chrome tak lagi mendukung Windows XP, Vista, OS X 10.6 Snow Leopard, OS X 10.7 Lion, serta OS X 10.8 Mountain Lion.

Google Chrome 50 04

Varian mobile-nya sendiri baru meluncur beberapa jam lalu. Tampaknya proses pembaruan diterapkan secara bertahap, karena saat artikel ini ditulis, Chrome di tablet tujuh-inci dan smartphone Android saya masih menunjukkan angka 49.

Peralihan dari 49 ke 50 menandai langkah besar, namun selain itu, Google tak lupa selalu menyajikan update kecil secara berkala paling tidak setiap enam minggu sekali.

Pendiri Oculus: VR Headset Kami Sementara Hanya Kompatibel dengan Windows

Melihat daftar spesifikasi yang dibutuhkan untuk menjalankan Oculus Rift, tampak jelas bahwa sistem operasi yang didukung hanyalah Windows. Tapi benarkah seperti itu? Apa mungkin Oculus lupa mencantumkan Mac OS X dan Linux pada saat itu?

Tidak, Oculus sama sekali tidak lupa. Berdasarkan penjelasan terbaru dari pendiri Oculus, Palmer Luckey, salah satu VR headset yang paling dinanti tersebut memang hanya akan kompatibel dengan PC bersistem operasi Windows 7 SP1 atau lebih.

Dalam wawancaranya dengan ShackNews, beliau menjelaskan bahwa semuanya kembali pada fakta dimana Apple tidak memprioritaskan kartu grafis kelas atas. Bahkan varian Mac Pro termahal seharga $6.000 yang ditenagai kartu grafis AMD FirePro D700 pun masih belum bisa menyamai spesifikasi yang direkomendasikan, yakni Nvidia GeForce GTX 970.

Bukan, ini bukan soal Nvidia vs. AMD, tapi memang kartu grafis FirePro D700 itu bukan dirancang untuk kebutuhan gaming, melainkan untuk proses rendering di kalangan pembuat film atau desainer profesional. Oculus bukannya tidak mau mendukung lini perangkat Mac, tapi memang kenyataannya belum ada laptop atau komputer buatan Apple yang ditenagai kartu grafis seperkasa GeForce GTX 970.

Jadi dengan kata lain, sebelum Apple meluncurkan perangkat Mac yang ditenagai kartu grafis kelas atas macam GTX 970, Oculus Rift hanya akan kompatibel dengan platform Windows saja.

Luckey lanjut menjelaskan bahwa tahap pengembangan Oculus untuk platform OS X dan Linux sengaja dihentikan guna berfokus pada Windows. Maksudnya, mereka ingin semuanya berjalan mulus ketika Oculus Rift sudah resmi meluncur ke pasaran nanti, baik dari segi hardware, software maupun konten. Untuk sementara tidak ada rencana kapan Oculus bakal menghadirkan dukungan buat OS X dan Linux.

Sumber: Cult of Mac. Gambar header: Oculus.

Solu Adalah Sebuah Tablet, Mini PC Sekaligus Trackpad Bertenaga Linux

Fitur Continuum milik Windows 10 bisa menjadi indikasi bahwa ke depannya mungkin kita cuma membutuhkan satu perangkat mobile saja untuk semua kegiatan komputasi. Meski terdengar ambisius, namun Microsoft tidak sendirian merealisasikan ide tersebut. Continue reading Solu Adalah Sebuah Tablet, Mini PC Sekaligus Trackpad Bertenaga Linux

Armello Hidupkan Dongeng Menjadi Video Game

Industri video game berhutang besar pada permainan board. Tanpa mereka, franchise semisal Dungeons & Dragons dan Warhammer tidak akan sebesar sekarang. Hingga kini, adaptasi masih sering dimanfaatkan developer melalui eksekusi berbeda. Dan satu tim dari Australia mengklaim mereka berhasil menemukan titik keseimbangan antara dua medium itu. Continue reading Armello Hidupkan Dongeng Menjadi Video Game