Layanan Streaming Video Disney Kabarnya Akan Lebih Ekonomis dari Netflix

Dampak masif yang diberikan oleh meledaknya kepopularitasan layanan video on-demand adalah tumbangnya industri DVD, termasuk bisnis rental. Dan bukan cuma itu. Perubahan ini juga mendorong nama-nama besar di bidang hiburan untuk mengekspansi bisnisnya, dengan menghidangkan servis hampir serupa atau melakukan kolaborasi bersama penyedia layanan streaming.

Menariknya, langkah berbeda dilakukan oleh The Walt Disney Company. Setelah sebelumnya dilaporkan melangsungkan perundingan dengan Netflix agar perusahaan yang dinahkodai Reed Hastings itu bisa menayangkan sejumlah franchise Disney secara permanen, Disney malah mengumumkan agendanya untuk menarik semua film mereka dari Netflix di bulan September kemarin. Sebagai gantinya, mereka menyingkap rencana buat menyediakan servis streaming sendiri, dengan sebuah twist.

Disney kabarnya akan menyajikan layanan video on-demand mereka di  harga yang lebih murah dari Netflix, diungkap oleh COE Bob Iger di konferensi earnings call minggu lalu. Hal ini merupakan langkah strategis Disney karena mereka menyadari servis tersebut mempunyai konten lebih sedikit dari kompetitor utamanya. Meski begitu, Disney juga berjanji tidak ada kompromi pada kualitasnya.

Disney memang belum memberi tahu info harga paket berlangganan secara spesifik, namun perbandingan harga antara layanan streaming mereka dengan Netflix diklaim cukup ‘substansial’.

Di sana, Anda akan menemukan segala macam konten familier, di antaranya ada film-film Pixar, Lucasfilm, Marvel Studios, hingga ABC. Untuk sementara, IP-IP punya Disney yang dikembangkan buat Netflix (contohnya Daredevil, Jessica Jones, Luke Cage, dan Iron Fist) boleh jadi tetap berada di platform Netflix; sedangkan film feature seperti Rogue One: A Star Wars Story kemungkinan besar akan dipindahkan.

“Aplikasi ini nantinya akan kaya dengan konten,” kata Iger di Konferensi Komunikasi dan Hiburan Bank of America Merrill Lynch 2017 Media di Los Angeles hari Kamis kemarin. “Kami akan melepasnya secara besar-besaran.”

Ketika meluncur nanti, target utama Disney adalah merangkul pelanggan sebanyak-banyaknya, dan jika memungkinkan, mereka akan mencoba mengalihkan pengguna Netflix ke servis tersebut. Perusahaan menetapkan tahun 2019 sebagai waktu rilis layanan streaming video itu, berlaku di wilayah Amerika Serikat.

Selain itu, Disney turut mengumumkan rencana peluncuran layanan streaming ESPN standalone baru, siap hadir di tahun 2018. Sebelumnya, ESPN sempat kehilangan 12 juta pelanggan, dan memaksa mereka merumahkan tak kurang dari 100 karyawan – termasuk staf high-profile seperti reporter Marc Stein dan Chad Ford.

Via Digital Trends & CNET. Header: StarWars.com.

Video on Demand dan Penerimaannya oleh Masyarakat Indonesia

Ponsel pintar berhasil mengubah banyak hal, tidak hanya terkait aktivitas keseharian, juga pada preferensi seseorang dalam menikmati konten. Semuanya kini menjadi serba on demand, yang mengisyaratkan sebuah fleksibilitas dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan kriteria tertentu, pun demikian dengan layanan konten. Salah satu yang mulai populer saat ini adalah video on demand (VoD).

Layanan VoD sederhananya sebuah sistem penyampaian konten video online, versi premium dengan mekanisme pembayaran berlangganan atau berdasarkan apa yang ingin dilihat. Trennya saat ini hampir semua layanan VoD di Indonesia menjalin kerja sama khusus dengan perusahaan telekomunikasi, dijajakan sebagai keuntungan/bonus atas paket berlangganan internet yang telah dibayar setiap bulannya. Lantas, apakah VoD ini diminati oleh masyarakat Indonesia secara umum?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial bekerja sama dengan JakPat mengadakan sebuah survei terhadap 1037 pengguna ponsel pintar di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagian besar responden sudah memahami apa itu layanan VoD, paling banyak (51,21%) mendefinisikan sebagai konten video yang ditonton melalui medium internet, sebagiannya lagi (49,66%) mendefinisikan sebagai konten video yang dibayar berdasarkan judul apa yang dipilih.

Layanan VoD populer di Indonesia

Di Indonesia saat ini sudah ada beberapa layanan VoD, rata-rata yang memiliki persentase besar sebarannya dibarengkan dengan paket data sebuah provider, misal HOOQ dan Viu bersama Telkomsel, iflix bersama Indosat Ooredoo. Berikut untuk persentase daftar layanan VoD berbayar yang paling populer berdasarkan masukan dari responden survei:

Hasil Survei VoD 1

Dan berikut ini adalah persentase hasil survei untuk penggunaan layanan VoD yang dapat dinikmati secara gratis di internet:

Hasil Survei VoD 2

Dari survei juga mengungkapkan sebuah data, bahwa sebagian besar responden (sekitar 70%) menyadari benefit layanan VoD yang mereka dapatkan dari hasil berlangganan paket data seluler ataupun pemasangan layanan tv kabel atau sejenisnya. Dari situ mereka memutuskan untuk memanfaatkan layanan tersebut. Dan keberadaan model VoD ternyata cukup mempengaruhi kebiasaan responden dalam menyaksikan konten video. Sebagian besar kini lebih suka melalui perangkat ponsel dan komputer.

Hasil Survei VoD 3

Apakah pengguna VoD di Indonesia bersedia untuk membayar?

Kendati layanan seperti YouTube sudah menjadi bagian dari konsumsi harian pengguna ponsel pintar, lantas apakah mereka bersedia untuk membayar layanan VoD untuk konten-konten premium? Berbicara rentang harga, sebanyak 54,32% responden mengharapkan harga jual konten tidak melebihi dari Rp25.000, lalu di rentang Rp25.000 – Rp50.000 ada sekitar 28,90% responden yang merasa masih mau untuk membayar. Sedangkan untuk harga di atas itu hanya persentase minoritas responden yang bersedia membayar.

Hal tersebut dikarenakan memang lebih banyak pengguna yang lebih suka menonton layanan VoD gratis, pun demikian saat dibandingkan dengan alternatif kanal video lainnya.

Hasil Survei VoD 4

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa pendekatan yang dilakukan oleh pemilik layanan VoD dengan menggandeng dan membundel paket video dengan paket internet operator seluler menjadi langkah yang tepat. Pendekatan ke pengguna memang harus dilakukan secara bertahap, dengan mengenalkan seberapa eksklusif konten yang ada di VoD misalnya, sembari membuat ketertarikan semakin meningkat.

Di atas adalah beberapa cuplikan dari Video on Demand Survey 2017 yang telah dilakukan oleh DailySocial. Untuk mengunduh survei lengkap, dapat mengunjungi tautan berikut ini: klik di sini. Simak juga pembaruan berita tentang penyedia layanan VoD Indonesia di sini.

Assassin’s Creed Bakal Diadaptasikan Menjadi Anime

Kabar gembira buat para penggemar franchise Assassin’s Creed – terutama mereka yang kecewa dengan adaptasi filmnya akhir tahun kemarin – Ubisoft kini punya niatan untuk mengadaptasikannya ke serial anime. Dan untuk mewujudkannya, mereka telah menggandeng Adi Shankar, produser dari serial anime Castlevania, yang bakal segera tayang secara eksklusif di Netflix.

Lewat Facebook, Adi bilang kalau Ubisoft telah memintanya membuatkan cerita orisinil (bukan diambil dari deretan game-nya) untuk serial anime ini. Film Assassin’s Creed yang dibintangi Michael Fassbender tahun lalu sebenarnya juga mengusung jalan ceritanya sendiri, namun respon penonton dan kritikus banyak yang negatif. Alhasil, peluang kehadiran sekuelnya terbilang kecil.

Assassin's Creed The Movie

Namun Ubisoft tampaknya belum mau menyerah dengan perluasan franchise Assassin’s Creed ke industri perfilman. Anime memang bukan untuk semua orang, akan tetapi saya tahu betul para penggemar anime itu sangatlah loyal, dan kalau eksekusi anime Assassin’s Creed ini bagus, mereka pasti bakal menanti kelanjutannya.

Sayang sejauh ini belum ada sama sekali yang menyinggung soal jadwal rilis maupun detail-detail lainnya mengenai anime Assassin’s Creed ini. Apakah anime ini nantinya juga akan tayang secara eksklusif di Netflix seperti Castlevania? Untuk sekarang belum ada yang berani menjawab.

Ubisoft sendiri saat ini sepertinya masih sibuk menyiapkan game Assassin’s Creed: Origins, yang dijadwalkan rilis untuk PS4, Xbox One dan PC pada tanggal 27 Oktober mendatang. Selain Assassin’s Creed, proyek adaptasi film mereka juga mencakup Splinter Cell, Watch Dogs, Far Cry dan The Division.

Sumber: IGN.

Netflix Luncurkan Konten Interaktif, Ajak Penonton untuk Menentukan Jalan Cerita Film

Ada yang baru dari Netfllix. Layanan streaming film tersebut baru saja meluncurkan jenis konten baru yang bersifat interaktif. Interaktif? Video game maksudnya? Bukan, konten ini masih berupa film, akan tetapi yang bisa Anda dikte jalan ceritanya.

Film interaktif pertama yang telah disiapkan adalah “Puss in Book: Trapped in an Epic Tale” garapan DreamWorks, yang mengisahkan Puss, karakter kucing dari serial Shrek yang tengah terjebak di dalam buku dongeng. Untuk membebaskan diri, dia harus melewati sejumlah tantangan, dan tantangannya ini penonton yang menentukan.

Tentukan plot film dengan memilih satu dari dua opsi yang diberikan / Netflix
Tentukan plot film dengan memilih satu dari dua opsi yang diberikan / Netflix

Dalam beberapa kesempatan selama menonton film, penonton akan diminta untuk memilih di antara dua opsi menggunakan remote control TV atau dengan langsung menyentuh layar tablet. Pilihan penonton ini akan langsung berpengaruh pada plot film, bahkan ending-nya pun bisa jadi berbeda.

Menurut pengakuan Carla Engelbrecht Fisher selaku Director of Product Innovation di Netflix, salah satu yang menjadi inspirasi adalah putrinya sendiri yang masih berusia enam tahun. Putrinya tersebut senang menonton acara TV seperti “Dora the Explorer” atau “Blue’s Clues”, dan selagi menonton, dia kerap mengajak karakternya berbicara.

Acara-acara TV semacam itu memang cukup sering mendorong penontonnya untuk melontarkan jawaban. Namun tentu saja ini bukan interaksi dua arah yang sebenarnya, sebab semuanya akan lanjut berjalan sesuai naskah yang sudah disiapkan tanpa ada naskah alternatif.

Jalan cerita yang bercabang untuk Puss in Book yang berujung pada dua ending yang berbeda / Netflix
Jalan cerita yang bercabang untuk Puss in Book yang berujung pada dua ending yang berbeda / Netflix

Lain halnya dengan konten interaktif yang Netflix luncurkan ini. Sejumlah naskah alternatif telah disiapkan untuk Puss in Book demi menyesuaikan dengan opsi yang dipilih oleh penonton, dan seperti yang sudah saya singgung, ending-nya pun ada dua.

Selain Puss in Book, film interaktif lain yang akan hadir mulai 14 Juli mendatang adalah “Buddy Thunderstruck: The Maybe Pile” yang memiliki empat ending, kemudian disusul oleh “Stretch Armstrong: The Breakout” tahun depan. Setidaknya untuk sekarang, film-film interaktif ini memang ditujukan buat kalangan anak-anak.

Untuk Buddy Thunderstruck, ending-nya malah ada empat / Netflix
Untuk Buddy Thunderstruck, ending-nya malah ada empat / Netflix

Konten interaktif ini untuk sekarang baru bisa dinikmati di sejumlah smart TV, set-top-box dan perangkat iOS; sedangkan kompatibilitas dengan perangkat Android, Chromecast, Apple TV maupun versi web akan menyusul ke depannya. Di samping itu, Netflix juga sudah punya rencana untuk bereksperimen dengan elemen interaktif yang lebih kompleks.

Sumber: 1, 2, 3.

Serial Film The Witcher Akan Hadir di Netflix, Simak Detailnya di Sini

Dari mulai Mortal Kombat, Warcraft hingga Assassin’s Creed, adaptasi video game ke layar lebar mempunyai reputasi buruk baik di kalangan penikmat film ataupun gamer. Ada banyak usaha menganalisis penyebab masalahnya, beberapa alasannya ialah karena film tidak seinteraktif game, dan waktu tayang juga menghambat sineas mengeluarkan seluruh potensinya.

Pandangan ini mungkin dirasakan fans ketika rumah produksi Platige Image mengumumkan bahwa Netflix sedang mengembangkan serial drama The Witcher. Tapi ada hal yang berbeda dari proses adaptasi kali ini: The Witcher pada dasarnya tak lahir sebagai permainan video. Game hanya merupakan ‘lanjutan’ dari cerita tulisan Andrzej Sapkowski.

Serial The Witcher di Netflix nanti kabarnya akan berpedoman karya-karya Sapkowski, bukan trilogi permainan. Sang penulis telah memublikasikan delapan novel serta kompilasi cerita pendek, mengisahkan sekelompok witcher, orang-orang yang dilatih sejak kecil sekaligus memperoleh modifikasi genetis agar mahir memburu monster. Buku-buku tersebut memperoleh banyak penghargaan, dan sudah diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa.

“Andrzej Sapkowski telah menciptakan dunia yang kaya dan mengesankan, magis sekaligus familier,” kata vice president Netflix Erik Barmack. “Kami sangat bersemangat buat menghadirkannya untuk pelanggan Netflix di seluruh dunia.”

Antusiasme serupa juga diungkapkan Sapkowski, apalagi Netflix berjanji untuk betul-betul berkiblat pada sumber asli yang telah ia buat selama lebih dari 30 puluh tahun. Ada fakta menarik mengenai pandangan Andrzej Sapkowski terhadap versi video game The Witcher. Ia ternyata tidak menyukai permainan video, dan kabarnya Sapkowski menganggap narasi trilogi The Witcher sebagai ‘non-canon‘.

Serial di Netflix tersebut bukanlah upaya pertama menyuguhkan kisah Geralt dan kawan-kawan di layar lebar. Di awal tahun 2000-an, perusahaan produksi film Polandia sempat mengangkatnya jadi film dan serial TV di bawah judul Wiedźmin (atau The Hexer dalam bahasa Inggris). Film ini disutradarai oleh Marek Brodzki, dibintangi hMichał Żebrowski sebagai Geralt of Rivia, sayang respons khalayak tidak begitu positif.

Di versi Netflix, Sean Daniel (The Mummy, Ben-Hur, The Expanse) berkolaborasi dengan Jason Brown untuk jadi executive producer, lalu menggandeng Tomek Baginski dan Jarek Sawko dari Platige Image. Platige Image adalah studio yang turut menciptakan video sinematik singkat di The Witcher 2: Assassin’s of Kings dan The Witcher 3: Wild Hunt. Baginski rencananya akan menjadi sutradara setidaknya di satu episode tiap season.

Buat sekarang, belum diketahui kapan serial The Witcher akan tayang.

Netflix Hadirkan Dukungan Video HDR pada Aplikasi Android-nya

High Dynamic Range, atau yang biasa kita kenal dengan istilah HDR, merupakan tren terbaru dalam perkembangan teknologi video. YouTube sebagai layanan video terbesar sudah mendukung format HDR sejak November lalu, dan kini giliran Netflix yang tidak mau ketinggalan, dimana mereka telah menambahkan dukungan video HDR untuk aplikasi Android-nya.

Sayang sekali untuk sekarang hanya ada satu ponsel saja yang dapat menikmati koleksi video HDR persembahan Netflix, yakni LG G6. Hal ini dikarenakan Netflix hanya mendukung standar Dolby Vision HDR atau HDR10, dan sejauh ini baru LG G6 saja yang sanggup memutar video dalam format besutan Dolby itu.

Ponsel lain dengan dukungan video HDR memang ada, apalagi kalau bukan Samsung Galaxy S8. Pun begitu, Samsung menggunakan standar baru bernama Mobile HDR Premium yang hingga kini masih di luar jangkauan Netflix.

Jadi, beruntunglah Anda yang pada akhirnya jatuh hati dengan LG G6 ketimbang Galaxy S8, sebab ponsel Anda itu bisa digunakan untuk memutar video dalam kualitas tertinggi yang Netflix tawarkan. Satu catatan tambahan, Anda wajib berlangganan paket termahal Netflix yang mencakup streaming dalam resolusi 4K untuk bisa menikmati video HDR ini.

Sumber: The Verge.

Ada Lebih Banyak Penikmat Stream Game Dibanding HBO, Netflix, ESPN dan Hulu

Platform streaming seperti Netflix dan Hulu telah menjadi kekuatan dominan di dunia hiburan, memaksa HBO serta jaringan televisi premium ‘tradisional’ meluncurkan layanan sejenis. Namun bahkan jika seluruh pelanggan cord cutter mainstream dijumlahkan, ternyata angkanya masih belum mampu mengalahkan hobi baru di kalangan gamer: stream permainan video.

Berdasarkan laporan dari SuperData, konten video game merupakan jenis hiburan paling penting dan paling besar setelah sosial media. Meskipun sentimen mengenai ‘buat apa menonton orang lain yang sedang bermain video game?’ masih tetap ada, faktanya khalayak penikmat GVC (singkatan dari gaming video content) sudah mencapai 665 juta jiwa – mengalahkan jumlah user dari HBO, Netflix, ESPN dan Hulu.

Sebagai komparasi, pelanggan Netflix kini hampir mendekati 100 juta user, sedangkan Hulu berhasil menghimpun 12 juta pengguna. PewDiePie sendiri mempunyai lebih dari 54 juta subscriber di YouTube, dan kita belum menghitung personality lain di platform video sharing tersebut. Penyebabnya tentu saja ialah karena jangkauan servis serta kemudahan dalam mengakses konten.

Walaupun sangat besar, layanan Netflix tidak tersedia di Tiongkok. Namun bahkan jika suatu saat ia meluncur di sana, penikmat konten video game boleh jadi tetap lebih banyak karena video-video tersebut dapat diperoleh tanpa perlu membayar atau berlangganan. Di kategori itu, Twitch terlihat mendominasi dengan jumlah penonton sangat besar, mencapai 185 juta jiwa.

Informasi dari SuperData juga menampik anggapan kuno yang menyatakan bahwa ranah video game dipenuhi kaum Adam. Faktanya, jumlah gamer core wanita hampir menyamai pria, yaitu di 46 persen. Konsumen di kategori ini adalah orang-orang yang sangat memahami teknologi, berpenghasilan cukup tinggi (khususnya di negara-negara maju), dan lebih memilih GVC dibanding acara televisi konvensional.

Para gamer yang gemar menyaksikan stream video umumnya tak ragu mengeluarkan uang lebih banyak buat membeli permainan dan add-on, angkanya bisa melampaui US$ 70 tiap bulan; ketimbang mereka yang tidak suka menonton konten game. Di bulan Februari kemarin, pemain menghabiskan waktu hampir 100 jam untuk men-stream pertandingan League of Legend, disusul oleh CS:GO sebesar 40 juta jam via Twitch.

Sebagai kesimpulannya, SuperData menyampaikan bahwa para publisher, brand dan pengiklan sebaiknya membangun hubungan baik dengan khalayak ini sejak dini. Tim analis memprediksi, pemasukan dari game dan streaming di tahun 2017 berpotensi mencapai US$ 4,6 miliar.

Via PC Gamer.

Netflix Ganti Sistem Rating Lima Bintang dengan Opsi Like atau Dislike

Begitu besarnya katalog film yang dimiliki Netflix, terkadang kita bingung harus menonton apa. Di situlah algoritma rekomendasi Netflix bekerja, menyuguhkan rekomendasi supaya kita bisa menemukan konten yang menarik secepat mungkin. Sayangnya, algoritma ini kurang begitu efektif karena mengandalkan sistem rating lima bintang.

Gampangnya, bintang lima buat Anda bisa jadi bintang satu buat saya. Masing-masing konsumen memiliki selera yang berbeda. Itulah mengapa Netflix memutuskan untuk menghapuskan sistem rating lima bintang dan menggantinya dengan yang lebih simpel: like atau dislike.

Netflix memang tidak menyebut sistem baru ini dengan istilah tersebut, namun setidaknya itulah yang muncul di benak saya ketika melihat icon “thumbs-up” atau “thumbs-down”. Kalau Anda tidak suka dengan filmnya, tinggal pilih opsi dislike, maka Netflix pun tidak akan merekomendasikannya lagi kepada Anda.

Tentunya film tersebut masih bisa Anda temukan lewat hasil pencarian, namun Netflix memastikan film itu tidak akan muncul lagi di homepage Anda. Sistem baru ini sejatinya banyak terinspirasi oleh aplikasi dating yang dipelopori Tinder.

Tujuan akhir yang ingin dicapai Netflix adalah memberikan rekomendasi yang lebih personal dan akurat buat masing-masing pengguna. Rating berbasis bintang tadinya akan digantikan oleh persentase cocok atau tidak film itu dengan selera Anda, dan ini didasari oleh like atau dislike yang Anda bubuhkan tadi, bukan berdasarkan popularitas film itu di kalangan pengguna lain.

Sejak sistem baru ini diuji coba, Netflix melihat kenaikan sebesar 200 persen dalam hal pemberian rating oleh pengguna. Singkat cerita, semakin sering Anda memilah-milah mana yang Anda suka dan mana yang tidak, semakin sempurna pula rekomendasi yang akan diberikan oleh Netflix.

Sumber: Netflix.

Fitur Download Netflix Kini Tersedia untuk Perangkat Windows 10

Sekitar empat bulan yang lalu, Netflix resmi menghadirkan fitur download pada aplikasi Android dan iOS-nya, memungkinkan pengguna untuk menikmati konten yang sudah diunduh tanpa koneksi internet – unduh dulu di rumah, lalu tonton saat berada di luar, kira-kira seperti itu praktek umumnya.

Kabar baiknya, Netflix telah menambahkan fitur yang sama pada aplikasi Windows 10-nya. Fitur download ini jelas sangat berguna bagi mereka yang hendak menonton dalam kualitas HD, akan tetapi koneksi internetnya tidak cukup kuat untuk streaming dengan lancar.

Seperti di mobile, konten yang bisa diunduh dapat ditemukan di kategori “Available for Download”. Sayangnya sampai sejauh ini variasi kontennya hanya terbatas pada film atau serial yang ditayangkan secara eksklusif oleh Netflix macam Narcos. Ke depannya jumlahnya mungkin akan bertambah seiring Netflix mendapat persetujuan dari para pemegang lisensi.

Untuk melihat daftar film atau serial yang sudah diunduh, Anda bisa membuka menu dan memilih opsi “My Downloads”. Semua yang tertera di situ bisa Anda nikmati secara offline. Sekali lagi, fitur ini mungkin kurang begitu berarti buat yang koneksi internetnya mumpuni, tapi sangat membantu bagi yang kewalahan streaming dalam kualitas HD.

Sumber: Windows Central.

Netflix Hadirkan Tombol untuk Melewati Adegan Pembuka Serial TV

Serial TV umumnya menampilkan adegan pembuka di setiap episodenya, dan tradisi ini masih belum berubah hingga sekarang – meski terkadang ada juga yang memilih memakai teknik cold open.

Buat mayoritas penonton, tidak ada yang salah dari hal ini. Namun bagi para binge-watcher (mereka yang menunggu sebuah serial TV tayang hingga satu season lalu menonton episode-episodenya secara beruntun), seringkali mereka memilih untuk melewatinya. Saya sendiri termasuk penonton jenis ini, dan kehadiran layanan streaming seperti Netflix membuat kebiasaan binge-watching semakin sulit untuk dihilangkan.

Beruntung Netflix baru-baru ini memenuhi permintaan banyak konsumennya. Layanan streaming terpopuler ini telah menghadirkan sebuah tombol khusus untuk melewati adegan pembuka sehingga penonton dapat langsung lompat ke adegan awal di setiap episode serial TV.

Tombol “Skip Intro” ini akan muncul di bagian kanan bawah saat Anda mengarahkan kursor mouse. Ya, untuk sementara fitur ini baru tersedia di Netflix versi web saja, dan belum merambah aplikasi mobile-nya sama sekali.

Menariknya, saat pengguna memilih untuk mengaktifkan auto-play semua episode dalam satu season, fitur ini akan aktif dengan sendirinya dan adegan pembuka akan langsung dilewati. Sungguh ini merupakan impian para binge-watcher sejak lama.

Sumber: The Verge.