Startup Digitalisasi Konstruksi Gravel Dapat Pendanaan Rp216 Miliar

Startup teknologi konstruksi Gravel mengumumkan pendanaan $14 juta (sekitar Rp216 miliar) dari sejumlah investor, di antaranya New Enterprise Associates, Weili Dai (Co-founder Marvell Technology), Lip-Bu Tan (Executive Chairman Cadence Design System dan Chairman Ketua Walden International), SMDV, East Ventures, bersama dengan investor strategis lainnya.

Dukungan ini memperkuat posisi Gravel untuk memperluas eksistensinya di sektor teknologi konstruksi global. Perusahaan berencana untuk meluncurkan model prediktif yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien.

Gravel berdiri pada 2019 oleh Georgi Ferdwindra Putra, Fredy Yanto, dan Nicholas Sutardja. Mereka hadir sebagai aplikasi yang menghubungkan pelanggan dengan pekerja konstruksi terampil, mulai dari mitra tukang mencapai puluhan ribu orang (disebut Dulur), membentuk kerja sama yang kuat dengan kontraktor, arsitek, konsultan, pemasok material, serta pemerintah.

Seiring berjalannya waktu, Gravel memperluas layanannya dengan menyediakan jasa konstruksi yang terintegrasi. Teknologi Gravel tak hanya menghubungkan pelanggan dengan tukang berkualitas, namun juga membuka akses untuk mendapatkan peralatan konstruksi, bahan bangunan, dan tim yang ahli, membuat pembangunan, renovasi, perbaikan hunian, perkantoran dan ruang komersial semakin efisien.

Terdapat empat fitur di aplikasi untuk menjawab tuntutan industri akan layanan konstruksi holistik:

  • Gravel Harian untuk cari tukang bangunan, Gravel Borongan untuk proyek dengan kesepakatan anggaran,
  • Gravel Maintenance untuk perbaikan hunian, dan
  • Gravel Material untuk belanja bahan bangunan.
  • Semua fitur ini terhubung dengan SalamChat – aplikasi instant messaging yang dikembangkan Gravel untuk memfasilitasi kelancaran komunikasi dan kolaborasi antar pihak-pihak yang terlibat.

Dalam menjalankan prinsip fairness bagi konsumen (pengguna aplikasi) dan mitra usaha (pekerja konstruksi), Gravel menerapkan sistem penetapan harga yang layak dan standar yang adil bagi kedua belah pihak. Penetapan harga tukang Gravel masih berada di kisaran harga pasar dengan memastikan nilai yang diterima konsumen terukur dan berbanding seimbang dengan kualitas jasa yang diberikan.

Untuk itu, Gravel menyediakan tukang yang memiliki kualitas keterampilan sesuai standar industri konstruksi dan sudah berpengalaman. Setiap tukang yang ingin menjadi mitra harus melewati tahap seleksi keterampilan yang ketat.

Selain nilai yang seimbang dengan harga, konsumen juga mendapatkan transparansi harga dan informasi pekerja melalui aplikasi Gravel. Keahlian dan pengalaman tukang dapat dicek terlebih dulu sebelum melakukan pemesanan. Keterbukaan ini tak hanya membuat konsumen percaya, tapi juga memudahkan mereka karena perlu lagi negosiasi harga yang seringkali alot dan ketidakjelasan kualitas kerja yang sering terjadi saat mencari tukang dengan cara konvensional.

Aplikasi Gravel

Co-Founder & Co-Chief Executive Officer Gravel Georgi Ferdwindra Putra menyampaikan, di dalam ekosistem Gravel pelanggan bisa bertemu arsitek atau studio desain untuk pembuatan konsep dan gambar bangunan, menunjuk kontraktor berlisensi yang sesuai dengan jenis pembangunan dan anggaran mereka.

Kemudian, memperkerjakan tukang yang keterampilannya teruji hingga mendapatkan bahan bangunan dan alat konstruksi berkualitas. Setelah proyek selesai, pelanggan dapat memanfaatkan jasa perbaikan dan perawatan bangunan untuk memastikan kondisinya tetap prima.

“Jadi, pelanggan dan pelaku proyek konstruksi sama-sama berdaya di setiap prosesnya,” terangnya dalam keterangan resmi, Senin (4/12).

Untuk mendukung sektor konstruksi, perusahaan mengoptimalkan smart matching technology yang disebut Personalized Job Feed untuk menyederhanakan proses mempertemukan tukang dengan kebutuhan proyek. Teknologi ini memastikan pelanggan mendapatkan tukang berkualitas tinggi hanya dalam satu setengah menit.

Waktu ini sangat jauh dari proses pencarian tukang secara konvensional yang rata-rata butuh 5-14 hari. Teknologi ini tidak hanya mempercepat proses konstruksi namun secara substansial juga mengurangi biaya. Selain itu, platform data Gravel mempu menghadirkan analisis kegiatan proyek secara real-time yang berguna dalam pengambilan keputusan berbasis data.

Ke depannya, Gravel akan meluncurkan model prediktif berbasis AI yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien dan meningkatkan akurasi yang lebih tinggi.

Co-Founder dan Chairman Gravel Dr. Nicholas Sutardja menambahkan, “Strategi inovatif kami tidak semata merevolusi industri tetapi juga meningkatkan kehidupan pekerja konstruksi di seluruh Indonesia. Saya bangga dengan pencapaian Gravel karena ini lebih dari sekedar bisnis. Ada misi dengan dampak sosial yang tinggi dimana Indonesia hanyalah permulaan, karena impact-nya dapat menyebar secara global,” ujarnya.

Dalam waktu dua tahun, diklaim Gravel tumbuh hingga 45 kali lipat. Sebanyak lebih dari 6 ribu proyek tersebar di 20 provinsi telah ditangani. Portofolionya mencakup proyek besar, seperti LRT Jabodetabek, Jakarta International Stadium, RS Pelni, Theater IMAX Keong Mas, hingga beragam proyek pembangunan dan renovasi hunian.

Pangsa pasar konstruksi

Kinerja Gravel yang solid menjadi daya tarik bagi para investor yang masuk dalam putaran ini. NEA Partner, Chairman, dan Head of Asia Carmen Chang menyampaikan, Gravel adalah investasi pertamanya di Asia Tenggara. Pihaknya meyakini prospektifnya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan industri konstruksi Indonesia.

“Kami yakin kekuatan tim Gravel akan membawa dampak bagi Indonesia dan industri konstruksi global. Kami harap dukungan kami dapat mendorong pertumbuhan dan perluasan bisnis Gravel ke depan,” kata Chang.

Principal SMDV Edward Judokusumo menambahkan, di tengah gencarnya Indonesia mengejar pemerataan pembangunan di penjuru nusantara, teknologi Gravel muncul sebagai pendorong yang dapat mendukung pertumbuhan pembangunan nasional. Gravel juga akan menjadi kolabolator kunci dalam mendukung pertumbuhan ekosistem Sinar Mas.

“Gravel menerapkan praktik konstruksi modern dan berkelanjutan yang dapat merespon bisnis Sinar Mas yang terus tumbuh. Kolaborasi ini tidak hanya sejalan dengan nilai-nilai Sinar Mas, tetapi juga sebagai katalisator untuk kemajuan di Sinar Mas di berbagai sektor.”

Saat ini, Gravel tengah menjalani proses diskusi dengan beberapa perusahaan terkemuka terkait potensi proyek konstruksi, termasuk Sinarmas Land, developer properti besar di balik proyek BSD City, Kota Deltamas, dan Grand Wisata. Kerja sama ini akan mencakup pembangunan di kawasan perumahan, ruang komersial, perhotelan, pusat konvensi, dan kawasan industri.

Terkait visi ekspansi global, Gravel meyakini bahwa solusi teknologi yang dimiliki mampu diimplementasikan lebih luas lagi secara global. Untuk itu, kini Gravel tengah memperkuat kesiapannya untuk masuki ranah teknologi konstruksi internasional.

Secara konsisten, Gravel menyambut kerja sama dari beragam proyek, mulai skala kecil hingga besar, seperti pembangunan fasilitas umum, jaringan restoran, area perbelanjaan, dan siap mengambil peran penting dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nasional (IKN).

Application Information Will Show Up Here

Social Commerce Platform Super Secures Over 1 Trillion Rupiah Series C Funding

Super social commerce announced a $70 million (over 1 trillion Rupiah) series C funding round led by New Enterprise Associates (NEA), a Silicon Valley-based VC. Also participating in this round, Insignia Ventures Partners, SoftBank Ventures Asia, DST Global Partners, Amasia, B Capital, and TNB Aura.

In fact, a number of angle investors were also involved, including Stephen Pagliuca (Chairman of Bain Capital), Eric Feng (former General Partner of Kleiner Perkins and Gold House), and Moses Lo (Xendit’s CEO).

It is said that they have reached $106 million (over 1.5 trillion Rupiah) in total funding since its debut. Also, this is the highest figure for the social commerce vertical in Indonesia. The latest round was announced after a year of Super’s $28 million Series B funding led by SoftBank Ventures Asia.

In an official statement today (2/6), Super’s Co-founder and CEO, Steven Wongsoredjo said the company will use the additional capital to continue its mission of equal access for people in Kalimantan, Bali, West Nusa Tenggara, East Nusa Tenggara, Maluku, and Papua in the next few years.

One way is to focus on regional expansion for multinational and local FMCG suppliers in rural areas. In the meantime, empowering more community leaders to optimize their income to have a better quality of life.

“The two and third tier cities have 3-5 times lower GDP per capita than Jakarta. However, the cost of consumer goods is higher by 20-200%. In fact, more than 30% of Indonesia’s GDP comes from East Java, Kalimantan and East Indonesia. Super is targeting a huge untapped market,” Steven said.

NEA’s partner, Andrew Schoen added, “We are thrilled to be able to support the entire Super team. The company is positioned to improve the lives of the 260 million Indonesians living outside the Indonesian capital. Super will continue to improve access to basic goods, create meaningful and rewarding jobs, and streamline supply chains for tier-2, tier-3, and Indonesian rural areas.”

Future plans

Super’s Head of Strategy and Business Development, Gisella Tjoanda said, in its fourth year, Super gets the meaning of data collection and analysis as one of the keys to success in launching new SKUs. Therefore, they will expand the engineer team to improve the warehouse management system.

“By applying machine learning, we can help Super make better use of data to expand its SKUs in the future,” she said.

Currently, Super has successfully launched two private-label brands to realize product-market fit. The company is to reinvest some of the fresh money to develop additional private-label FMCG brands in the next few years. In addition, launching cosmetic products due to the increasing market demand for this segment throughout Indonesia.

In order to accomplish its mission of being a sustainable company, Super will launch a feature for community agents to track end consumer transactions to help community agents offer better-designed experiences for end customers.

Super was founded in 2018, offering differentiation that utilizes a hyperlocal logistics platform to deliver consumer goods to thousands of agents within 24 hours of ordering. Super partners with thousands of community agents such as individuals and stalls to collect and distribute millions of dollars worth of goods to their communities each month.

It is said that Super is currently available in 30 cities in East Java and South Sulawesi, primarily targeting areas with $5,000 or lower GDP per capita.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Social Commerce “Super” Raih Pendanaan Seri C Lebih dari 1 Triliun Rupiah

Startup social commerce Super mengumumkan perolehan pendanaan seri C sebesar $70 juta (lebih dari 1 triliun Rupiah) yang dipimpin New Enterprise Associates (NEA), VC berbasis di Silicon Valley. Jajaran investor lain yang turut berpartisipasi meliputi Insignia Ventures Partners, SoftBank Ventures Asia, DST Global Partners, Amasia, B Capital, dan TNB Aura.

Selanjutnya, sejumlah angle investor juga turut terlibat, di antaranya Stephen Pagliuca (Chairman Bain Capital), Eric Feng (eks-General Partner Kleiner Perkins dan Gold House), dan Moses Lo (CEO Xendit).

Disebutkan, total perolehan dana yang berhasil raih Super hingga kini mencapai $106 juta (lebih dari 1,5 triliun Rupiah) sejak pertama kali berdiri. Diklaim angka ini tertinggi untuk vertikal social commerce di Indonesia. Putaran teranyar ini didapat selang setahun lebih pasca Super mengantongi pendanaan Seri B sebesar $28 juta yang dipimpin oleh SoftBank Ventures Asia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (2/6), Co-founder dan CEO Super Steven Wongsoredjo menuturkan, dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk melanjutkan misinya pada pemerataan akses bagi masyarakat di Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua dalam beberapa tahun ke depan.

Salah satunya caranya, yakni berfokus pada perluasan wilayah bagi para pemasok FMCG multinasional dan lokal di daerah pedesaan. Sekaligus, memberdayakan lebih banyak pemimpin masyarakat untuk mengoptimalkan pendapatan mereka agar memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

“PDB per kapita di kota-kota tingkat dua dan tiga itu lebih rendah hingga 3-5x dari Jakarta. Namun, biaya barang-barang konsumsi lebih tinggi sebesar 20-200%. Padahal, lebih dari 30% PDB Indonesia berasal dari Jawa Timur, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Super mengejar pasar besar yang belum dimanfaatkan,” kata Steven.

Partner NEA Andrew Schoen menambahkan, “Kami sangat senang dapat mendukung seluruh tim Super. Super diposisikan untuk meningkatkan kehidupan 260 juta orang Indonesia yang tinggal di luar ibu kota Indonesia. Super akan terus meningkatkan akses ke barang-barang dasar, menciptakan pekerjaan yang berarti dan bermanfaat, dan merampingkan rantai pasokan untuk wilayah tingkat-2, tingkat-3, dan pedesaan di Indonesia.”

Rencana berikutnya Super

Head of Strategy and Business Development Super Gisella Tjoanda menuturkan, di tahun keempatnya, Super memahami pentingnya pengumpulan dan analisis data sebagai salah satu kunci sukses dalam meluncurkan SKU baru. Oleh karena itu, pihaknya akan memperluas tim engineer untuk meningkatkan sistem manajemen gudang.

“Dengan menerapkan machine learning, dapat membantu Super memanfaatkan data dengan lebih baik untuk memperluas SKU-nya di masa mendatang,” kata dia.

Saat ini, Super berhasil meluncurkan dua merek private-label untuk merealisasikan product-market fit. Perusahaan akan kembali berinvestasi sebagian dari modal baru mereka untuk mengembangkan merek private-label FMCG tambahan dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, meluncurkan produk kosmetik karena melihat dari keinginan pasar yang meningkat untuk segmen ini di seluruh Indonesia.

Untuk melanjutkan misinya menjadi perusahaan berkelanjutan, Super akan meluncurkan fitur bagi agen komunitas untuk melacak transaksi konsumen akhir guna membantu agen komunitas menawarkan pengalaman yang dirancang lebih baik bagi pelanggan akhir.

Super dirintis sejak 2018, membawa diferensiasi yang memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mengirimkan barang-barang konsumen ke ribuan agen dalam waktu 24 jam dari waktu pemesanan. Super bermitra dengan ribuan agen komunitas seperti individu dan warung untuk mengumpulkan dan mendistribusikan barang bernilai jutaan dolar AS ke komunitas mereka setiap bulan.

Diklaim, saat ini Super beroperasi di 30 kota di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, terutama menargetkan daerah yang memiliki PDB per kapita $5.000 atau lebih rendah.

Application Information Will Show Up Here