Pemasukan Industri Game di Arab Saudi Tembus US$1 Miliar

Industri game terus tumbuh. Pada 2020, total pemasukan industri game diperkirakan hampir mencapai US$160 miliar. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan industri game adalah pandemi virus corona. Asia Tenggara merupakan salah satu pasar game yang masih berpotensi untuk tumbuh. Begitu juga dengan Timur Tengah dan Afrika.

Untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika, Arab Saudi menjadi salah satu negara utama yang mendorong pertumbuhan pasar gaming. Pada 2019, populasi di Arab Saudi mencapai 34,27 juta orang. Jika dibandingkan dengan populasi Indonesia — yang mencapai lebih dari 270 juta orang — populasi Arab Saudi memang jauh lebih sedikit. Meskipun begitu, banyak gamer di Arab Saudi yang tidak segan untuk mengeluarkan uang saat bermain game. Berikut data lengkapnya.

 

75% Warga Perkotaan di Arab Saudi Bermain Game

Banyak warga Arab Saudi yang mengisi waktu luangnya dengan bermain game. Faktanya, sekitar 75% dari total masyarakat perkotaan bermain game. Dari 34 juta warga Arab Saudi, sekitar 21,1 juta orang merupakan gamer.

Meksipun industri game masih sering diidentikkan sebagai dunia pria, para perempuan di Arab Saudi juga aktif bermain game. Buktinya, 72% perempuan di Arab Saudi bermain mobile game. Sebagai perbandingan, persentase laki-laki yang bermain mobile gamer adalah 73%, hanya 1% lebih tinggi dari populasi gamer perempuan. Satu hal yang harus diingat, jumlah gamer perempuan yang bermain di PC dan konsol lebih sedikit dari para pemain mobile game, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

Persentase pemain game di mobile, PC, dan konsol berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo
Persentase pemain game di mobile, PC, dan konsol berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo

Para mobile gamer di Arab Saudi menghabiskan cukup banyak waktunya untuk bermain. Berdasarkan data dari Newzoo, hampir 25% dari netizen Arab Saudi bermain mobile game dalam 5 hari setiap minggu. Hanya saja, angka ini turun drastis di kalangan gamer konsol atau PC. Di Arab Saudi, persentase gamer PC dan konsol yang bermain pada 5 hari dalam seminggu tidak mencapai 10%. .

 

Genre Favorit Gamer Arab Saudi

Di Indonesia, genre favorit para mobile gamer adalah strategi, diikuti oleh MOBA dan action/adventure. Sementara tiga genre favorit gamer PC di Indonesia adalah MOBA, strategi, dan shooter. Jika dibandingkan dengan gamer Indonesia, gamer Arab Saudi punya preferensi genre game yang jauh berbeda. Para gamer Arab Saudi senang untuk bermain game kasual. Genre game favorit mereka adalah puzzle. Sekitar 39% netizen di Arab Saudi mengungkap, mereka senang bermain game puzzle di mobile. Memang, kebanyakan gamer di sana mengaku bahwa puzzle solving merupakan bagian favorit mereka saat bermain game.

Sementara itu, game olahraga menjadi genre favorit gamer Arab Saudi kedua setelah puzzle. Sebanyak 34% netizen Arab Saudi memainkan game dengan genre olahraga. Melihat betapa populernya game olahraga di Arab Saudi, tidak aneh jika FIFA menjadi franchise game paling populer dari negara tersebut. Genre game favorit ketiga di Arab Saudi adalah racing, dengan jumlah pemain mencapai 31% dari populasi online di Arab Saudi. Adventure menjadi genre game favorit keempat. Jumlah pemain dari game adventure di Arab Saudi diperkirakan mencapai 29% dari total populasi online.

Alasan para gamer di Arab Saudi bermain game. | Sumber: Newzoo
Alasan para gamer di Arab Saudi bermain game. | Sumber: Newzoo

Dalam laporan tentang kebiasaan spending para gamer Arab Saudi, Newzoo juga membahas tentang alasan para gamer bermain game. Sebagian besar gamer mengaku alasan mereka bermain game adalah untuk mengisi waktu luang. Hal ini menjelaskan mengapa kebanyakan gamer di Arab Saudi senang bermain game kasual yang tidak membutuhkan waktu lama atau komitmen.

Selain itu, para gamer di Arab Saudi juga bermain game untuk bersosialisasi atau melarikan diri dari realita. Selama pandemi, memang banyak orang yang memilih untuk bermain game sebagai pelarian diri dari realita. Karena itulah, pada tahun lalu, Animal Crossing: New Horizons sempat sangat populer. Game juga menjadi tempat yang aman bagi orang-orang untuk berkumpul bersama teman dan keluarga tanpa harus khawatir akan physical distancing. Terakhir, keinginan untuk menang atau berkompetisi menjadi alasan terakhir mengapa para gamer di Arab Saudi senang untuk bermain game.

 

Bisnis Industri Game di Arab Saudi

Tiongkok merupakan negara dengan pasar gaming terbesar, diikuti oleh Amerika Serikat dan Jepang. Tiongkok dan Amerika Serikat diuntungkan oleh populasi mereka yang besar. Jumlah penduduk Tiongkok mencapai hampir 1,4 miliar orang, sementara AS 328 juta orang. Jika dibandingkan dengan dua negara itu, populasi Arab Saudi memang jauh lebih kecil, hanya mencapai 34 juta orang. Namun, hal itu bukan berarti pemasukan industri game di negara juga kecil.

Pada 2020, total pemasukan industri game di Arab Saudi mencapai US$1 miliar, naik 41,1% dari 2019. Sebagai perbandingan, total pemasukan industri game Indonesia menembus US$1,1 miliar pada 2018. Ketika itu, jumlah penduduk Indonesia mencapai 267 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah gamer di Arab Saudi tak terlalu banyak, kebanyakan gamer di sana rela mengeluarkan uang demi bermain game.

Pengelompokan netizen Arab Saudi ke tiga golongan spender. | Sumber: Newzoo
Pengelompokan netizen Arab Saudi ke tiga golongan spender. | Sumber: Newzoo

Newzoo membagi para gamer yang menghabiskan uang dalam game ke dalam tiga kategori: minor spender, average spender, dan big spender. Sekitar 12% netizen Saudi Arabia masuk dalam kategori big spender saat bermain mobile game, sementara 31% merupakan average spender. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kawasan Eropa, yang pasar gaming-nya dianggap telah matang. Di Eropa, jumlah average spender adalah 12% dari total netizen sementara jumlah big spender hanya mencapai 4%.

Kebanyakan big spenders di Arab Saudi merupakan gamer konsol. Sebagian besar para gamer konsol juga merupakan spender. Newzoo memperkirakan, tren ini muncul karena di ada banyak game free-to-play di mobile dan PC. Padahal, mendorong para pemain gratis untuk mengeluarkan uang bukanlah hal mudah, khususnya para mobile gamer. Meskipun begitu, mobile game tetap memberikan kontribusi terbesar pada total pemasukan industri game di Arab Saudi. Alasannya adalah karena jumlah mobile gamer tetap lebih banyak dari gamer PC atau konsol. Memang, seperti Indonesia, Arab Saudi juga merupakan negara mobile-first.

Menurut Statista, pemasukan di industri mobile game di Arab Saudi akan mencapai US$344 juta pada 2021. Angka ini diduga masih akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) sebesar 10,3%. Hal itu berarti, pada 2025, pasar mobile game di Arab Saudi diduga akan bernilai US$509 juta.

Sumber: Newzoo

Pemasukan Mobile Gaming di 2021 Bisa Capai US$120 Miliar

Pada 2020, pasar game global tumbuh 19,6% menjadi US$174,9 miliar. Menurut laporan Newzoo, mobile game memberikan kontribusi terbesar pada pertumbuhan pasar game. Dan jika para pelaku industri game dapat menghadapi berbagai tantangan yang muncul dalam beberapa tahun ke depan, nilai industri game akan tumbuh hingga US$2217,9 miliar pada 2023.

 

Pandemi Buat Semakin Banyak Orang Mainkan Mobile Game

Pada 2021, industri game tampaknya masih akan terus tumbuh, tak terkecuali industri mobile game. Menurut App Annie, total belanja mobile gamer pada 2021 akan naik 20% menjadi US$120 miliar. Sementara total belanja di aplikasi mobile pada 2020 mencapai US$143 miliar. Dalam laporan State of Mobile 2021, App Annie menyebutkan, pandemi membuat orang-orang semakin sering menggunakan perangkat mobile, baik untuk berkomunikasi, belajar, bekerja, maupun bermain.

“Selama 2020, pandemi membuat industri mobile tumbuh hingga dua-tiga tahun,” kata Market Insights Director, App Annie, Amir Ghodrati pada GamesBeat. “Kami memperkirakan, total belanja di segmen mobile gaming akan melebihi US$120 miliar. Nilai industri mobile game lebih besar dari keseluruhan segmen-segmen gaming lainnya, termasuk PC, konsol, Mac, dan handheld, walau Sony dan Microsoft merilis konsol baru.”

Kontribusi segmen-segmen mobile gamer pada tottal download pada 2020.
Kontribusi segmen-segmen mobile gamer pada tottal download pada 2020.

App Annie membagi mobile gamers ke dalam tiga kelompok, yaitu kasual, core, dan casino. Dari ketiga kategori itu, pemain kasual memberikan kontribusi paling besar pada total download dari mobile game di dunia. Sekitar 78% dari keseluruhan download mobile game berasal dari gamers kasual, sementara 20% dari core gamers, dan 2% dari casino gamers.

Sementara dari segi spending, core gamers menghabiskan uang paling banyak. Sekitar 66% dari total pemasukan industri mobile game berasal dari core gamers. Pemain kasual memberikan kontribusi sebesar 23% dan casino gamers 11%. Selain menghabiskan unag paling banyak, para core gamers juga menghabiskan waktu paling lama saat bermain game. Pada 2020, para pengguna Android menghabiskan waktu rata-rata 4,2 jam per hari untuk menggunakan smartphone mereka. Hal itu berarti, total durasi penggunaan smartphone Android mencapai angka 3,5 triliun jam selama 2020.

Core gamers memberikan kontribusi paling besar soal spending di mobile game.
Core gamers memberikan kontribusi paling besar soal spending di mobile game.

Seiring dengan naiknya waktu penggunaan smartphone, total investasi untuk perusahaan mobile juga naik. Tahun lalu, total investasi yang dikucurkan ke perusahaan-perusahaan mobile mencapai US$73 miliar, dua kali lipat dari total investasi selama 5 tahun terakhir, menurut Crunchbase. Dan bisa ditebak, Tiongkok — yang merupakan negara dengan populasi paling banyak — masih menjadi salah satu pasar mobile game terbesar di dunia. Beberapa negara lain yang juga memiliki pasar mobile game besar antara lain Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan Inggris.

 

Tren Mobile Gaming Pada 2021 Menurut Newzoo

Industri mobile game memang diperkirakan masih akan tumbuh pada tahun ini. Namun, hal itu bukan berarti tak ada masalah yang harus dihadapi oleh para pelaku industri game. Menurut Newzoo, pada 2021, beberapa perubahan teknologi akan memengaruhi dunia mobile game. Berikut lima tren mobile gaming pada 2021.

1. Naiknya Tingkat Adopsi 5G

Di negara-negara Barat, pembangunan infrastruktur jaringan 5G sempat terhambat karena pandemi. Dan 2021 tampaknya masih belum menjadi tahun 5G. Kabar baiknya, adopsi teknologi 5G diperkirakan akan naik. Peluncuran iPhone 12 menjadi salah satu hal yang mendorong orang-orang untuk menerima 5G, khususnya di negara-negara yang menjadi pasar utama Apple, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Berdasarkan laporan Global Mobile Market dari Newzoo, sekitar 700 juta smartphones — 16% dari total smartphone yang aktif di dunia — akan siap menggunakan jaringan 5G pada akhir tahun 2021.

Penggunaan jaringan 5G akan memberikan beberapa keuntungan pada mobile gamer. Jaringan 5G menawarkan kecepatan hingga 10Gbps, 10 kali lipat dari jaringan 4G LTE-A. Hal itu berarti, waktu yang dibutuhkan untuk mengunduh atau melakukan streaming dari mobile game akan menjadi lebih singkat. Tak hanya itu, 5G juga punya latensi yang lebih baik. Response time dari jaringan 5G bisa mencapai 5 miliseconds, yang berarti pengalaman bermain mobile game akan menjadi lebih lancar, menurut Wired.

2. Semakin Banyak Game AAA dari Studio Game Tiongkok

MiHoYo meluncurkan Genshin Impact untuk konsol, PC, dan mobile. Hal ini menunjukkan bahwa mobile game AAA juga diminati. Newzoo percaya, kesuksesan Genshin Impact di pasar global akan menginspirasi studio-studio game Tiongkok lain untuk melakukan hal yang sama: merilis game AAA di pasar internasional. Salah satu hal yang mendorong publisher Tiongkok untuk menyasar pasar global adalah karena peraturan yang ketat dari pemerintah Tiongkok, lapor GamesBeat.

Kesuksesan MiHoYo dengan Genshin Impact akan dorong studio Tiongkok lain untuk melakukan hal yang sama.
Kesuksesan MiHoYo dengan Genshin Impact akan dorong studio Tiongkok lain untuk melakukan hal yang sama.

3. Penghapusan IDFA di iOS Ubah Lanskap Iklan Mobile

Apple menghapus IDFA (Identifier for Advertisers) saat meluncurkan iOS 14. IDFA memungkinkan perusahaan untuk melakukan targeted marketing, sehingga mereka bisa mengincar demografi konsumen yang sesuai dengan produk mereka. Misalnya, merek makeup akan membuat iklan tertarget untuk perempuan karena kebanyakan pengguna makeup adalah kaum Hawa.

Apple menjelaskan, alasan mereka menghapuskan IDFA adalah untuk melindungi privasi pengguna mereka. Namun, keputusan Apple ini akan mengubah ekosistem mobile, termasuk industri mobile gaming. Sebelum ini, IDFA punya peran penting dalam akuisisi pengguna baru dan iklan di platform mobile. Jadi, jika IDFA dihapus, hal ini akan memberikan dampak besar pada publisher game dan para pengiklan.

Dalam jangka pendek, salah satu dampak penghapusan IDFA adalah turunnya alokasi dana untuk akuisisi pengguna iOS pada 2021. Kemungkinan, dana tersebut akan dialokasikan untuk mengakuisisi pengguna di channel lain, seperti Android atau web. Kabar baiknya, penghapusan IDFA dapat mendorong para pengiklan untuk membuat iklan yang lebih kreatif. Selain itu, di masa depan, channel iklan offline juga akan menjadi semakin penting, begitu juga dengan inovasi marketing.

4. Mobile Game Bisa Picu Perubahan pada Model Distribusi Aplikasi

Jika developer merilis game atau aplikasi di App Store, maka mereka harus memberikan 30% dari keuntungan mereka pada Apple. Google juga menetapkan regulasi serupa di Play Store untuk Android. Sementara di Tiongkok, developer harus memberikan 50% dari total pemasukan mereka pada pemilik toko digital seperti Mi Store dari Xiaomi atau App Gallery dari Huawei. Pungutan biaya ini memberatkan para developer.

Epic Games berani menantang Apple terkait Fortnite.
Epic Games berani menantang Apple terkait Fortnite.

Ke depan, para publisher game tampaknya akan menantang status quo ini. Buktinya, pada 2020, Epic Games berani menantang Apple ke pengadilan terkait Fortnite. Tuntutan dari Epic mendorong Apple untuk membuat program App Store Small Business. Melalui program ini, para developer yang pendapatannya di App Store tidak mencapai US$1 juta, hanya perlu membayar 15% dari total pendapatan mereka. Menurut Newzoo, tren ini berpotensi untuk mengubah sistem distribusi aplikasi atau game di dunia mobile.

5. Meningkatnya Jumlah Mobile Game Berbasis IP yang Dibuat

Game berbasis intellectual property (IP) bukanlah hal baru. Ada banyak game yang dibuat berdasarkan IP yang telah populer, seperti Marvel dan Star Wars. Pada 2021, para pemegang IP tampaknya akan semakin tertarik untuk membuat mobile game dari IP mereka. Alasannya, mobile game membutuhkan waktu yang lebih sebentar dan investasi yang lebih sedikit untuk dibuat.

Beberapa tahun belakangan, publisher game besar untuk PC dan konsol juga mulai merilis mobile game yang didasarkan dari IP mereka. Misalnya, Riot Games yang meluncurkan Wild Rift atau Blizzard dengan Diablo Immortal. Sejauh ini, Newzoo telah menemukan lebih dari 230 mobile game yang didasarkan pada film, seri TV, atau buku. Sementara dalam waktu 20 tahun belakangan, ada lebih dari 900 game berbasis IP yang dirilis di semua platform. Ke depan, Newzoo memperkirakan, akan ada semakin banyak game berbasis IP yang dibuat. Alasannya, membuat game berdasarkan IP yang telah dikenal akan memudahkan developer serta publisher untuk mendapatkan pengguna baru.

Lima Prediksi Tren Gaming 2021

Berkat pandemi, pemasukan industri game naik pada 2020. Tren ini diperkirakan akan terus bertahan pada tahun depan. Sayangnya, pandemi juga menyebabkan masalah untuk sebagian pelaku industri game, seperti Sony dan Microsoft, yang baru saja meluncurkan konsol baru mereka. Pandemi membuat kedua perusahaan kesulitan untuk memenuhi permintaan konsumen akan PlayStation 5 dan Xbox Series X. Pada 2021, masalah ini tampaknya masih akan bertahan.

Berikut tren di dunia gaming pada 2021.

1. Pemasukan Industri Game Masih akan Terus Naik

Tak bisa dipungkiri, pandemi virus corona menguntungkan para kreator game. Lockdown membuat banyak orang bermain game lebih lama, yang berarti, mereka bersedia untuk menghabiskan uang lebih banyak demi game. Newzoo memperkirakan, tren ini masih akan bertahan bahkan setelah pandemi usai. Hanya saja, tingkat pertumbuhan industri game pada 2021 diduga tidak akan sepesat pertumbuhan pada 2020.

Mobile menjadi platform game yang mendapatkan untung paling besar. Jika dibandingkan dengan PC dan konsol, mobile memang merupakan platform dengan barrier-to-entry yang paling rendah. Jadi, tidak heran jika jumlah pemain mobile game jauh lebih banyak daripada pemain PC atau konsol. Hanya saja, para mobile gamer adalah tipe yang mudah datang, mudah pergi. Pada 2021, salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh developer mobile game adalah mempertahankan para pemain baru yang mereka dapatkan pada tahun ini.

2. Keterbatasan Suplai PlayStation 5 dan Xbox Series X

Pandemi mungkin menguntungkan para developer dan publisher game, tapi, pandemi juga menyebabkan masalah bagi perusahaan pembuat konsol, seperti Sony dan Microsoft. Kedua perusahaan itu bersikukuh untuk meluncurkan konsol baru pada 2020. Meskipun peluncuran itu sukses, baik Sony maupun Microsoft kesulitan untuk memenuhi permintaan konsumen. Dan tren ini akan terbawa hingga awal 2021. Sony dan Microsoft akan memerlukan waktu untuk menggenjot produksi konsol baru mereka agar mereka bisa memenuhi tingginya permintaan konsumen.

Tahun depan, masalah lain yang akan muncul di industri game adalah tertundanya sejumlah peluncuran game AAA. Pasalnya, para developer kesulitan untuk menyesuaikan ritme kerja mereka dengan perubahan yang muncul selama pandemi.

Horizon Forbidden West jadi salah satu game yang paling ditunggu tahun depan.
Horizon Forbidden West jadi salah satu game yang paling ditunggu tahun depan.

Kabar baiknya, sejumlah game yang ditunggu-tunggu, seperti Horizon Forbidden West, akan dapat dimainkan di konsol baru dan konsol lama, yaitu PlayStation 4 dan Xbox One. Jika digabung, jumlah pengguna PS4 dan Xbox One mencapai lebih dari 200 juta orang. Dan para pemilik PS5 serta Xbox One ini masih aktif untuk bermain dan berbelanja. Semua ini akan mendorong pemasukan industri game konsol pada tahun depan. Hal lain yang akan menaikkan pemasukan industri game konsol adalah keberadaan game free-to-play, yang memiliki sumber pemasukan tetap dari pembelian in-game.

3. Cloud Gaming akan Semakin Populer

Tahun 2020 merupakan tahun penting bagi industri cloud gaming. Di tahun ini, beberapa penyedia layanan cloud gaming — seperti Amazon, Google, Microsoft, dan Tencent — meluncurkan layanan mereka. Tak hanya itu, ada platform gaming yang sudah bisa diakses melalui iOS, seperti Stadia yang memiliki aplikasi berbasis Safari. Sementara itu, Microsoft akan meluncurkan aplikasi xCloud di PC dan iOS pada musim semi tahun depan. Bos Xbox, Phil Spencer juga mengungkap, aplikasi itu akan bisa digunakan di smart TV.

Pada 2020, jumlah pengguna cloud gaming juga terus naik berkat lockdown. Selain itu, sepanjang 2020, semakin banyak developer yang menggunakan cloud gaming untuk mendemonstrasikan game buatannya. Contohnya, Ubisoft yang memamerkan Immortals Fenyx Rising melalui Stadia. Ke depan, tampaknya tren ini masih akan berlanjut.

Berkat semakin populernya cloud gaming, pemasukan industri cloud gaming diperkirakan akan mencapai US$1 miliar untuk pertama kalinya pada tahun 2021. Selain itu, jumlah konsumen yang bisa ditarget oleh para penyedia cloud gaming juga diperkirakan akan naik.

4. Berkembangnya Tren Game Sebagai Tempat Hangout

Game kini juga menjadi tempat virtual bagi para pemain untuk berkumpul. Tren ini sudah muncul sejak lebih dari 10 tahun lalu. Namun, lockdown membuat tren tersebut menjadi semakin populer. Dalam beberapa tahun ke depan, tren ini akan memberikan dampak besar pada industri game.

Seiring dengan perkembangan teknologi, grafik game juga menjadi semakin realistis. Tak hanya itu, dunia game kini juga bisa dijadikan sebagai tempat virtual untuk menggelar berbagai kegiatan, mulai dari konser musik hingga fashion show. Salah satu musisi yang pernah melakukan konser virtual adalah Travis Scott. Konser yang diadakan di Fortnite itu dihadiri oleh 12 juta orang. Sementara videonya di YouTube telah ditonton lebih dari 140 juta kali. Untuk tampil di Fortnite, Scott mendapatkan bayaran sekitar US$20 juta.

Konser virtual Travis Scott di Fortnite.
Konser virtual Travis Scott di Fortnite.

Game tak hanya dimanfaatkan oleh musisi atau selebitas. Faktanya, banyak orang yang menggelar pernikahan, pesta kelulusan, atau bahkan pemakaman virtual di Animal Crossing pada tahun ini. Tren ini akan mendorong non-gamer untuk ikut bermain game, yang akan memudahkan publisher untuk mengakuisisi pemain baru.

5. Industri Game akan Semakin Inklusif

Budaya toxic merupakan salah satu masalah di industri game. Namun, ke depan, para pelaku industri game tampaknya akan semakin serius dalam menangani masalah itu. Belum lama ini, Sony, Nintendo, dan Microsoft mengumumkan kerja sama mereka dalam menghadapi masalah budaya toxic di dunia game. Selain itu, Riot juga menyiapkan langkah untuk meminimalisir pemain toxic di Valorant ketika mereka baru meluncurkan game itu.

Selain itu, pada 2021, para developer juga akan semakin peduli pada penyandang disabilitas. Tahun ini, ada sejumlah game yang dibuat agar ramah pada orang-orang yang memiliki disabilitas, seperti The Last of Us Part 2, Apex Legends, dan Tell Me Why. Pada tahun depan, tren ini akan terus berlanjut.

Sumber: Newzoo

Studi Kasus Daya Beli Fans Esports di Eropa

Pandemi virus corona membuat banyak orang mengisi waktu luangnya dengan bermain game atau menonton konten game dan esports. Di Eropa, sebagian fans esports mengaku bahwa mereka menghabiskan lebih banyak waktunya untuk menonton turnamen esports. Semakin ketat pemerintah sebuah negara menetapkan peraturan lockdown, semakin banyak orang yang menonton kompetisi esports lebih lama. Hal ini terjadi di Spanyol, Inggris, Italia, dan Prancis.

 

Penonton Esports di Eropa

Di Eropa, jumlah penonton esports pada 2020 mencapai 92 juta orang, naik 7,4% dari tahun lalu. Dari semua penonton esports itu, sekitar 33 juta orang merupakan Esports Enthusiasts sementara 59 juta sisanya merupakan Occasional Viewers. Newzoo mendefinisikan Esports Enthusiasts sebagai mereka yang menonton kompetisi esports lebih dari satu kali dalam satu bulan selama 12 bulan terakhir. Sementara Occasional Viewers adalah orang-orang yang menonton konten esports rata-rata satu kali dalam sebulam selama satu tahun terakhir.

Jumlah penonton esports di Eropa. | Sumber: Newzoo
Jumlah penonton esports di Eropa. | Sumber: Newzoo

Banyak orang yang mengira, penonton esports adalah remaja. Namun, para Esports Enthusiasts ternyata tidak semuda yang dikira. Menurut laporan Newzoo, kebanyakan penonton esports di Eropa ada di rentang umur 21-25 tahun. Sementara jumlah penonton esports di rentang umur 18-20 tahun hanya mencapai 33%. Tentu saja, demografi penonton esports di masing-masing negara Eropa berbeda-beda. Misalnya, di Finlandia, 52% Esports Enthusiasts ada di rentang umur 18-20 tahun. Sementara di Inggris, hanya ada 21% Esports Enthusiasts yang ada di rentang umur tersebut.

 

Siapa yang Membeli Produk Esports?

Fans esports sering diidentikkan dengan remaja, yang dianggap belum memiliki daya beli yang kuat. Namun, anggapan ini ternyata salah, setidaknya untuk kawasan Eropa. Berdasarkan survei Newzoo dengan PayPal, sebanyak 44% orang yang membeli produk esports di Eropa berumur 21-30 tahun. Sekitar 67% dari mereka punya pekerjaan tetap, 48% sudah menikah dan memiliki anak, dan 22% dari mereka memiliki penghasilan besar. Jadi, asumsi bahwa penonton esports adalah orang-orang tak berduit terbukti tidak benar.

Asumsi lain tentang penonton esports adalah kebanyakan dari fans esports merupakan laki-laki. Dan memang benar, saat ini, 68% penonton esports di Eropa merupakan pria, dan jumlah penonton esports perempuan hanya mencapai 32%. Namun, sama seperti fans laki-laki, fans perempuan juga senang membeli produk esports. Sekitar 48% fans esports perempuan di Eropa membeli produk esports dalam satu tahun terakhir. Sebagai perbandingan, hanya 46% fans esports laki-laki yang menghabiskan uangnya untuk membeli produk esports.

Penonton esports di Eropa berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo
Penonton esports di Eropa berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo

Hanya saja, jenis produk yang dibeli oleh fans esports perempuan berbeda dengan fans laki-laki. Sebanyak 48% fans esports perempuan memilih untuk menghabiskan uangnya untuk membeli merchandise fisik, seperti baju dan jaket dari tim esports. Sementara itu, hanya 38% fans laki-laki membeli merchandise fisik. Kebanyakan fans pria lebih suka untuk membeli merchandise digital, seperti skin atau stiker.

Dari segi jumlah, Esports Enthusiasts memang lebih sedikit daripada Occasional Viewers. Namun, Esports Enthusiasts punya kecenderungan lebih tinggi untuk membeli produk esports. Sekitar 58% Esports Enthusiasts pernah membeli produk terkait esports. Sementara hanya 37% Occasional Viewers yang pernah menghabiskan uang untuk mendapatkan produk esports.

Kebanyakan Esports Enthusiasts — sekitar 48% — membeli merchandise digital dari sebuah tim esports, skin, banner, atau item kosmetik. Tampaknya, mereka lebih memedulikan penampilan karakter dalam game daripada fungsi dari item yang mereka beli. Selain merchandise digital, para Esports Enthusiasts juga tertarik untuk membeli merchandise fisik. Sebanyak 44% dari mereka memilih untuk membeli merch, seperti pakaian dan aksesori. Namun, hanya 27% Esports Enthusiasts yang tertarik untuk mendapatkan content pass khusus.

Sekitar 55% dari Esports Enthusiasts membeli produk esports untuk diri mereka sendiri. Sementara 45% lainnya membeli produk untuk orang lain. Ketika mereka membeli produk esports untuk orang lain, biasanya, mereka akan memberikan hadiah tersebut pada kekasih mereka. Sekitar 19% Esports Enthusiasts menghadiahkan produk esports untuk kekasih mereka.

 

Alasan Membeli Produk Esports

Setiap orang punya alasan tersendiri untuk membeli produk esports. Bagi fans esports di Eropa, salah satu alasan utama untuk membeli produk esports — baik fisik atau digital — adalah desain atau kualitas yang bagus. Di Inggris, sebanyak 40% fans esports yang membeli merchandise fisik mengaku, alasan mereka  membeli adalah karena kualitas yang baik. Angka ini naik menjadi 44% untuk pembelian produk digital. Kualitas juga menjadi salah satu pertimbangan utama bagi fans esports di negara-negara Eropa lain selain Inggris, seperti Prancis, Jerman, Spanyol, dan Finlandia.

Alasan lain seorang fan membeli produk esports adalah karena produk itu terlihat keren. Di Norwergia, sekitar 39% pembeli merchandise digital dan 35% pembeli merchandise fisik memutuskan untuk membeli karena alasan ini. Beberapa alasan lain para fans esports membeli produk esports antara lain untuk mendukung liga esports, mendukung tim favorit mereka, pamer ke fans lain, dan karena teman-teman mereka telah membeli produk itu terlebih dulu.

Alasan fans esports membeli produk esports di Spanyol. | Sumber: Newzoo
Alasan fans esports membeli produk esports di Spanyol. | Sumber: Newzoo

Satu hal yang harus diingat, di Eropa, masih ada berbagai kendala terkait prosess pembelian produk esports. Di 12 negara Eropa yang Newzoo survei, setidaknya 40% responden di masing-masing negara mengaku pernah membatalkan transaksi saat hendak membeli produk esports. Di Swedia, tingkat pembatalan transaksi bahkan mencapai 73%. Sementara di Spanyol, tingkat pembatalan transaksi mencapai 41%, yang merupakan angka paling rendah.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang memutuskan untuk batal membeli produk esports. Salah satu alasan yang paling sering disebutkan oleh responden adalah mereka tidak puas dengan harga akhir dari merchandise yang hendak mereka beli. Alasan lain yang banyak ditemukan adalah adanya ongkos tersembunyi. Situs yang tidak responsif atau tidak terpercaya juga menjadi alasan lain mengapa para fans esports memutuskan untuk membatalkan pembelian produk esports. Di Inggris, keamanan data pribadi juga menjadi kendala. Sekitar 27% fans esports mengaku, mereka membatalkan transaksi karena khawatir akan keamanan data pribadi mereka.

Hal ini menunjukkan, dalam penjualan merchandise esports, baik dalam bentuk fisik atau digital, proses pembayaran yang aman dan nyaman juga tidak kalah penting dari kualitas barang yang dijual.

Sumber: Newzoo

Sumber header: Inside the Games

Pandemi Buat Nilai Industri Esports Turun, Genshin Impact Dapatkan US$60 Juta dari Mobile

Dalam satu minggu terakhir, ada sejumlah berita menarik terkait bisnis di industri game dan esports. Salah satunya adalah tentang Newzoo yang menurunkan perkiraan valuasi industri esports akibat pandemi. Selain itu, juga ada kabar tentang Genshin Impact, game buatan developer Tiongkok yang dengan cepat menjadi populer di tingkat internasional.

Newzoo Menurunkan Perkiraan Pemasukan untuk Industri Esports

Pada Februari 2020, Newzoo memperkirakan, valuasi industri esports akan mencapai lebih dari US$1,1 miliar pada tahun ini. Namun, karena pandemi COVID-19, mereka harus membuat perubahan pada perkiraan nilai industri esports. Pada April 2020, mereka memperkirakan, valuasi industri esports akan turun menjadi US$1,05 miliar. Sementara pada Juli 2020, mereka kembali menyesuaikan perkiraan mereka menjadi US$973,9 juta. Kali ini, Newzoo menyebutkan, valuasi industri esports turun menjadi US$950,3 juta.

“Satu hal yang harus diingat, audiens esports tidak mengecil (permintaan tidak turun) dan jumlah penyelenggara turnamen juga tidak bertambah sedikit (pasokan konten esports juga tidak berkurang),” ujar Newzoo, seperti dikutip dari VentureBeat. “Kami menyesuaikan nilai industri esports karena ada beberapa turnamen esports yang tertunda atau harus dibatalkan.”

The International 10 jadi salah satu turnamen esports yang ditunda.
The International 10 jadi salah satu turnamen esports yang ditunda.

Selama pandemi, turnamen esports memang masih bisa diselenggarakan. Namun, kebanyakan turnamen tersebut diadakan secara online. Newzoo menyebutkan, hal ini memengaruhi pemasukan industri esports dari penjualan tiket. Tak hanya itu, jika turnamen esports hanya diadakan secara online, hal ini juga berdampak pada penjualan merchandise. Akibat pandemi, Newzoo menurunkan perkiraan pemasukan industri esports dari penjualan tiket dan merchandise dari US$76,2 juta menjadi US$52,5 juta.

Kabar baiknya, pandemi membuat viewership turnamen esports meningkat. Salah satu indikasi yang Newzoo perhatikan adalah viewership dari turnamen esports yang diadakan oleh Riot Games. Biasanya, viewrship dari turnamen yang diadakan pada musim panas (Juni-September) mengalami penurunan sekitar 20%-30% jika dibandingkan dengan turnamen pada musim semi (Maret-Juni). Namun, kali ini, viewership dari turnamen League of Legends di Eropa dan Amerika Utara justru mengalami kenaikan sekitar 16,7% sampai 30%. Hanya saja, ke depan, mungkin akan muncul masalah baru karena penyelenggara kesulitan untuk mengadakan turnamen internasional.

Masalah lain yang muncul akibat pandemi adalah berkurangnya minat perusahaan untuk menjadi sponsor atau memasang iklan. Hal ini bisa membaut pemasukan di bagian sponsorship dan hak siar media mengalami penurunan. Newzoo mengungkap, jika pandemi masih berlangsung hingga 2021, berbagai pelaku dunia esports mau tidak mau harus melakukan revisi akan strategi bisnis mereka.

ReKTGlobal Mendapatkan Dana Bank Sebesar US$35 Juta

ReKTGlobal, perusahaan induk dari tim esports Rogue dan London Royal Ravens, baru saja mendapatkan dana bank sebesar US$35 juta dari Summit Partners. Dana tersebut akan digunakan untuk beberapa hal. Salah satunya adalah untuk mempekerjakan sejumlah eksekutif baru, menambah tim sales, dan juga mencari pemain esports berbakat.

London Royal Ravens adalah salah satu tim Call of Duty League. | Sumber: The Loadout
London Royal Ravens adalah salah satu tim Call of Duty League. | Sumber: The Loadout

Jika dibandingkan dengan organisasi esports lain, ReKTGlobal cukup unik. Mereka tidak hanya fokus untuk membangun tim esports yang kuat, mereka juga berinvestasi di berbagai bagian lain dari esports. Sebelum ini, mereka telah mengakuisisi perusahaan media Fearless Media dan juga perusahaan marketing Greenlit Content, menurut laporan Forbes.

Sebelum mendapatkan dana bank, ReKTGlobal juga telah berhasil mendapatkan sejumlah invsetor ternama, seperti musisi Steve Aoki, Imagine Dragons, dan Nicky Romero. Mereka juga didukung oleh beberapa atlet olahraga seperti pemain basket Prancis Rudy Gobert, atlet american football Landon Collins, dan petenis Amerika Serikat Taylor Fritz.

Genshin Impact Mendapatkan US$60 Juta di Perangkat Mobile Dalam Minggu Pertama

Dalam satu minggu, Genshin Impact dari developer Tiongkok, miHoYo, mendapatkan pemasukan sebesar US$60 juta dari App Store dan Google Play Store. Menurut laporan Sensor Tower, game ini duduk di peringkat dua dalam daftar mobile game dengan pemasukan terbesar pada minggu peluncuran. Peringkat pertama diduduki oleh Honor of Kings, yang berhasil meraup US$64 juta dalam satu minggu setelah peluncurannya, sementara peringkat ketiga diisi oleh PUBG Mobile dengan pemasukan US$56 juta.

Di Tiongkok, Genshin Impact mendapatkan US$25 juta dari App Store. Namun, tidak diketahui berapa pemasukan yang didapatkan oleh game itu dari pengguna Android. Pasalnya, Google Play Store tidak tersedia di Tiongkok. Negara yang menyumbangkan kontribusi terbesar kedua pada pemasukan Genshin Impact adalah Jepang dengan spending sebesar US$17 juta. Amerika Serikat ada di posisi ketiga dengan total spending sebesar US$8 juta, lapor GamesIndusty.

Selain diluncurkan untuk mobile, Genshin Impact juga dirilis untuk PlayStation 4 dan PC. Ke depan, miHoYo juga berencana untuk meluncurkan game ini ke platform lain. Saat ini, Genshin Impact sudah berhasil menjadi game Tiongkok dengan peluncuran internasional paling sukses.

ESL dan GUNNAR Perkenalkan Kacamata Gaming Kedua, ESL Blade

Pada April 2020, ESL mengumumkan kerja samanya dengan GUNNAR Optiks untuk membuat kacamata khusus gamer. Sekarang, keduanya merilis produk kedua hasil kerja sama mereka, yaitu ESL Blade. Sebelum ini, mereka telah merilis kacamata Lighting Bolt 360: ESL Edition. Sama seperti produk-produk GUNNAR lainnya, ESL Blade menggunakan lensa “Blue Light Protection Factor”, yang diklaim memblokir 65% cahaya biru dari layar dan mengurangi kesilauan layar, lapor The Esports Observer.

Kacamata ESL Blade, hasil kerja sama antara ESL dan GUNNAR. | Sumber: The Esports Observer
Kacamata ESL Blade, hasil kerja sama antara ESL dan GUNNAR. | Sumber: The Esports Observer

Menurut organisasi Prevent Blindness, yang bertujuan untuk memberikan informasi pada masyarakat tentang cara melindungi mata mereka, cahaya biru dari layar komputer dan perangkat digital lainnya dapat menyebabkan kelelahan pada mata, yang bisa berujung pada kerusakan di retina.

Newzoo Turunkan Prediksi Nilai Industri Esports Global 2020 Jadi 950,3 juta dollar AS

Awal tahun 2020, perusahaan riset pasar gaming/esports Newzoo memprediksi nilai industri esports akan mencapai angka 1,1 milliar dollar AS (sekitar Rp15,4 triliun). Kini Newzoo menurunkan prediksi nilai industri esports 2020 jadi hanya 950,3 juta dollar AS saja. Dalam pelaporan ulang yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2020 lalu, Newzoo mengatakan bahwa faktor utama perubahan prediksi tersebut adalah karena pandemi COVID-19.

“Faktor utama yang berkontribusi terhadap revisi prediksi nilai industri esports 2020 adalah karena dampak pandemi COVID-19 yang membuat segala keadaan menjadi tidak pasti. Namun demikian, patut dijadikan perhatian bahwa penonton esports tidak menjadi lebih kecil (tidak ada penurunan permintaan) dan jumlah penyelenggara esports juga tidak berkurang (tidak ada penurunan penawaran). Jadi, perubahan angka yang kami lakukan adalah karena banyaknya event esports tatap muka yang ditunda/dibatalkan pada tahun 2020 ini.” tukas Newzoo dalam laporan yang ditulis oleh Remer Rietkerk.

Sumber: Blizzard Official
Sumber: Blizzard Official

Tercatat, ini adalah kali ke-3 Newzoo melakukan revisi terhadap prediksi nilai industri esports global. Newzoo mengubah angka prediksi menjadi 1,059 miliar dollar AS pada April 2020, yang lalu direvisi lagi pada bulan Juli 2020 menjadi 973,9 juta dollar AS, sampai akhirnya keluar angka 950,3 juta dollar AS.

Lebih lanjut, laporan Newzoo mengatakan bahwa angka prediksi nilai industri esports 2020 ini dilakukan dengan asumsi tidak akan ada acara esports yang digelar secara offline di sisa tahun 2020. “Penurunan jumlah penonton tatap muka secara alami membuat prediksi kami jadi menurun, terutama dari segi jumlah penjualan tiket acara esports offline. Namun, hal tersebut juga menciptakan efek domino terhadap penjualan merchandise. Jumlah penjualan merchandise juga menurun, dengan asumsi bahwa kebanyakan penggemar secara impulsif akan membeli merchandise esports di dalam turnamen offline, karena terhanyut ke dalam euforia pertandingan.” lanjut Newzoo dalam laporannya.

Maka dari itu prediksi nilai penjualan tiket dan merchandise esports juga menurun dalam laporan Newzoo, dari 76,2 juta dollar AS menjadi 52,5 juta dollar AS.

Sumber: MPL ID Official Website
Walau MPL ID tidak menjual tiket, namun ketiadaan event offline bisa saja berdampak kepada penjualan merchandise 8 tim peserta liga franchise MPL. Sumber: MPL ID Official Website

Mungkin ada benarnya jika kita bicara soal penjualan merchandise yang menurun karena turnamen esports offline yang dibatalkan. Contoh bagaimana turnamen esports offline meningkatkan keinginan penggemar membeli merchandise mungkin bisa dilihat dari kasus EVOS Esports. Pada November 2019 lalu, Yabes Elia Senior Editor Hybrid.co.id melaporkan, bahwa EVOS Esports berhasil raup 150 juta rupiah dari penjualan merchandise dalam gelaran offline M1 dan MPL ID Season 4.

Tanpa kehadiran turnamen offline, maka ada kemungkinan jumlah penjualan tersebut menurun. Apalagi, MPL ID kini tidak lagi diselenggarakan offline, dan MSC 2020 juga diputuskan batal pada bulan Mei 2020 lalu.

Newzoo: Jumlah Penonton Esports di Eropa Capai 92 Juta Orang Pada Akhir 2020

Newzoo baru saja merilis laporan tentang audiens esports di Eropa. Mereka memperkirakan, jumlah penonton esports di Benua Biru akan mencapai 92 juta orang pada akhir 2020, naik 7,4% dari tahun lalu.

Dari semua penonton esports tersebut, sekitar 33 juta orang masuk dalam kategori Esports Enthusiasts, yaitu orang-orang yang menonton konten esports lebih dari satu kali dalam sebulan. Sementara 59 juta orang sisanya masuk dalam kateori Occasional Viewers, yang hanya menonton konten esports kurang dari sekali dalam sebulan.

Kebanyakan Esports Enthusiasts di Eropa ada di rentang umur 21-25 tahun. Sementara 33% penonton esports masuk dalam rentang umur 18-20 tahun. Menurut data dari Newzoo, pria punya kemungkinan lebih besar untuk menjadi seorang Enthusiast daripada perempuan. Namun, baik penonton laki-laki atau perempuan sama-sama punya kecenderungan untuk membeli produk esports. Tahun lalu, 48% perempuan dan 46% laki-laki di Eropa membeli merchandise esports.

penonton esports Eropa
Fans perempuan lebih suka membeli merchandise fisik. | Sumber: Twitter

Satu hal yang membedakan fans perempuan dan laki-laki adalah jenis produk yang mereka beli. Fans perempuan biasanya lebih suka membeli merchandise nyata, seperti perangkat gaming bertema tim esports tertentu. Sementara fans laki-laki lebih suka membeli item digital dalam game. Jika dibandingkan dengan Occasional Viewers, Esports Enthusiasts punya kecenderungan lebih tinggi untuk membeli produk terkait esports.

Pandemi COVID-19 juga punya peran dalam membuat industri esports menjadi semakin populer. Dalam beberapa bulan belakangan, semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya untuk menonton konten gaming dan esports. Alasannya, karena mereka disarankan untuk tidak keluar rumah. Newzoo menyebutkan, 59% responden mengaku bahwa mereka menghabiskan waktu lebih banyak untuk menonton konten esports selama karantina. Mereka juga berkata, ke depan, mereka tampaknya akan tetap menonton konten esports.

Popularitas industri esports juga menarik perhatian berbagai perusahaan. Banyak merek non-endemik yang tertarik untuk masuk ke pasar esports. Memang, kebanyakan penonton esports juga merupakan fans olahraga tradisional. Dan telah ada banyak perusahaan yang sukses membuat iklan digital di ranah esports.

Sumber: GameDaily, The Esports Observer

Sumber header: Esports Insider

Team Vitality Jadi Rekan Kerja Sama Terbaru Newzoo

Organisasi esports asal Prancis, Team Vitality baru saja mengumumkan kerja samanya dengan perusahaan analitik game dan esports, Newzoo. Melalui kerja sama ini, Vitality dan Newzoo akan saling bertukar data.

Vitality akan menyediakan data untuk membantu Newzoo membuat laporan perkiraan bisnis esports yang lebih lengkap. Sementara Newzoo akan membantu Team Vitality memahami kesempatan yang ada di dunia esports. Dengan begitu, Team Vitality akan dapat membuat keputusan finansial dan strategis yang lebih akurat.

“Dengan senang hati, kami menyambut Team Vitality sebagai rekan baru Newzoo,” kata Remer Rietkerk, Head of Esports, Newzoo, seperti dikutip dari InvenGlobal. “Selama 7 tahun belakangan, Nicolas Maurer dan Fabien Devide telah sukses menjadikan Vitality sebagai organisasi esports kelas dunia yang digemari baik secara lokal maupun global. Kami tak sabar untuk bekerja sama dengan mereka demi mengembangkan industri esports.”

Nilai industri esports diperkirakan akan menembus US$1 miliar pada tahun ini. Seiring dengan semakin besar nilai industri esports, semakin banyak perusahaan besar yang tertarik untuk masuk, mulai dari perusahaan otomotif seperti BMW dan Ferrari sampai merek makanan seperti Pringles.

Hal ini mendorong para pelaku esports untuk bekerja sama dengan perusahaan analitik agar mereka bisa menyajikan data dengan akurat. Belakangan, juga semakin banyak organisasi esports yang menggandeng Newzoo. Beberapa organisasi esports yang telah menjalin kerja sama dengan Newzoo antara lain Team Liquid, DetonatioN Gaming, Ninjas in Pyjamas, Astralis Group, Newbee, dan lain sebagainya.

“Di Team Vitality, kami sangat senang dapat bekerja sama dengan Newzoo, perusahaan yang sudah sangat dipercaya di industri esports,” kata CEO Team Vitality, Nicolas Maurer, menurut laporan Esports Insider. “Memahami komunitas dan audiens esports melalui data dari Newzoo akan menjadi bagian penting dari strategi kami untuk meningkatkan interaksi dengan fans. Sebagai organisasi esports global, kami juga berharap, kami akan mendapatkan data marketing dan analisa yang membantu kami untuk tumbuh.”

Industri Cloud Gaming Berkembang Pesat, Bernilai Rp8,6 Triliun Pada 2020

Pasar cloud gaming akan tumbuh pesat pada tahun ini, menurut studi terbaru dari Newzoo. Mereka memperkirakan, pada akhir tahun 2020, total pemasukan industri cloud gaming akan mencapai US$585 juta (sekitar Rp8,6 triliun).

Dalam studi tersebut, Newzoo mewawancarai beberapa perusahaan penting dalam cloud gaming. Perusahaan-perusahaan tersebut mengatakan, jumlah pengguna cloud gaming naik pesat pada semester pertama 2020. Mereka mengungkap, hal itu terjadi karena pandemi COVID-19 yang membuat banyak orang harus tetap di rumah.

Nilai industri cloud gaming pada 2020 naik pesat. Sebagai perbandingan, pada 2019, nilai industri cloud gaming hanya mencapai US$170 juta (sekitar Rp2,5 triliun). Ke depan, industri cloud gaming masih akan terus tumbuh. Diperkirakan, pemasukan industri cloud gaming masih akan terus naik, mencapai US$4,8 miliar (sekitar Rp71 triliun) pada 2023.

Tahun ini, kebanyakan pengguna cloud gaming masih berasal dari Amerika Utara dan Eropa. Buktinya, Amerika Utara memberikan kontribusi sebesar 39% pada total pemasukan industri cloud gaming pada 2020, dan Eropa menyumbangkan kontribusi 29%.

industri cloud gaming 2020
Perusahaan-perusahaan yang bermain di industri cloud gaming. | Sumber: Newzoo

Microsoft merupakan salah satu perusahaan yang tertarik dengan cloud gaming. Mereka akan meluncurkan layanan game streaming Project xCloud di Xbox Game Pass per 15 September 2020. Newzoo menyebutkan, keputusan Microsoft untuk bermain di cloud gaming akan mendorong pertumbuhan pasar cloud gaming, menurut laporan GamesIndustry.

Selain Microsoft, ada beberapa perusahaan besar lain yang tertarik cloud gaming. Dalam sembilan bulan belakangan, NetEase, Tencent, dan Facebook menunjukkan ketertarikan dengan platform cloud Gaming. Nvidia juga telah meluncurkan platform cloud gaming GeForce Now. Sementara Ubisoft menjalin kerja sama dengan perusahaan penyedia platform cloud gaming, Parsec.

Ke depan, pasar cloud gaming tampaknya akan semakin ramai. Pasalnya, semakin banyak perusahaan cloud gaming yang tak terlalu besar yang berusaha untuk meningkatkan jumlah pengguna mereka. Belum lama ini, perusahaan cloud gaming Gamestream mendapatkan €3,5 juta (sekitar Rp61,3 miliar). Mereka akan menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan platform cloud gaming B2B mereka. Sementara startup RemoteMyApp telah mendapatkan pendanaan sebesar €2 juta (sekitar Rp3 miliar) pada Juli 2020.

Di Indonesia, salah satu perusahaan yang tertarik untuk menyediakan platform cloud gaming adalah Skyegrid. Mereka percaya, pasar cloud gaming di Indonesia sangat menjanjikan.

Sumber header: VentureBeat

Tren Industri Gaming Pada 2020 Menurut Newzoo

Gamer sering dianggap sebagai penyendiri. Padahal, banyak game yang mengajak para pemainnya untuk bermain bersama. Bahkan game solo player sekalipun mendorong para pemainnya untuk berkumpul, membahas tentang cerita dalam game atau strategi yang mereka gunakan. Dan sekarang, game mulai berevolusi menjadi media komunikasi bagi para pemainnya, sama seperti media sosial. Hal ini menjadi salah satu tren di industri gaming pada 2020, menurut Newzoo dalam laporan Global Games Market.

Berkat keberadaan mobile game, semakin banyak orang yang bisa memainkan game. Saat ini, tidak banyak orang-orang di rentang umur 12-30 tahun yang tidak pernah memainkan game sama sekali. Selain sebagai media hiburan, game kini juga mulai dijadikan sebagai tempat berkumpul dan bersosialisasi. Terutama karena platform seperti Steam dan Twitch sudah semakin berkembang. Selain itu, di media sosial, juga muncul grup yang khusus membahas tentang game. Layanan voice chat seperti Discord juga kini semakin sering digunakan.

tren gaming
Jumlah gamer terus bertambah dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo

Bagi para advertisers, tren dalam dunia game ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk memenangkan hati generasi muda, yang terkenal sulit untuk dijangkau oleh media tradisional karena mereka jarang menonton televisi atau mendengarkan radio. Hanya saja, mereka harus memastikan bahwa iklan yang mereka tawarkan sesuai dengan target audiens mereka.

Saat ini, banyak orang yang menjadikan game sebagai tempat berkumpul, baik untuk merayakan pernikahan dan kelulusan ataupun untuk berkabung. Ribuan pemain World of Warcraft berkumpul dalam game untuk mengenang Byron Daniel Bernstein alias Reckful yang meninggal pada 2 Juli 2020. Memang, kebanyakan orang melakukan hal ini karena mereka tidak bisa bertemu di dunia nyata akibat pandemi virus corona. Meskipun begitu, tren itu menunjukkan bahwa game berpotensi untuk menjadi tempat berkumpul para pemainnya.

Dengan keberadaan teknologi VR atau AR, maka batas antara dunia nyata dan dunia virtual juga akan semakin mengabur. Menurut Newzoo, salah satu tren di industri gaming pada tahun ini adalah kembali populernya teknologi VR. Salah satu alasannya adalah pengumuman dan peluncuran dari game Half-Life: Alyx, yang hanya bisa dimainkan menggunakan VR. Faktanya, Oculus Quest sempat terjual habis pada Mei 2020.

Tren lain di industri gaming pada 2020 adalah munculnya bisnis model baru. Tahun ini, Sony dan Microsoft akan meluncurkan konsol barunya, PlayStation 5 dan Xbox Series X. Keberadaan konsol next-gen tersebut akan mengubah lanskap bisnis game. Sekarang, pemasukan Microsoft dan Sony dari service — seperti Xbox Game Pass atau PlayStation Now — mulai naik. Dan hal ini tampaknya masih akan terus berlanjut. Selain peluncuran konsol next-gen, cloud gaming juga menjadi perhatian perusahaan teknologi besar. Di masa depan, keberadaan cloud gaming dapat mendorong kemunculan berbagai model bisnis baru dalam dunia game.

Sumber header: YouTube