Bagaimana Sebaiknya Pembelajaran Jarak Jauh (UPDATED)

Wabah virus corona memaksa sejumlah pemangku kepentingan mengambil kebijakan untuk mengurangi penyebarannya. Salah satu yang diambil adalah meliburkan seluruh sekolah dan “memaksa” berlangsungnya kegiatan belajar online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sesuatu yang kini bukan hal yang mustahil tapi masih banyak yang harus dibenahi, yang paling utama adalah bagaimana memaknai pembelajaran jarak jauh itu sendiri.

Pertama kita harus angkat topi atas apa yang dilakukan startup pendidikan di Indonesia. Seperti Ruangguru misalnya, menggratiskan layanannya dan bekerja sama dengan operator seluler untuk memberikan subsidi kuota sehingga berdampak pada banyaknya murid yang mengakses dan belajar menggunakan dulu.

Ada juga Zenius, dengan komitmen membantu pendidikan Indonesia, Zenius juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Bahkan yang terbaru mereka memperkenalkan Zenius Live, sebuah fitur yang bisa dimanfaatkan oleh para siswa belajar secara mandiri.

Sederhannya Zenius live ini merupakan kelas online yang di dalamnya ada pengajar dari Zenius mengajar secara langsung. Kelas ini dijadwalkan dari Senin sampai Jum’at dengan dua kali sesi sehari. Sesi pertama ada materi yang disampaikan oleh pengajar dari Zenius, dan sesi kedua adalah sesi membahas pertanyaan yang paling banyak ditanyakan.

Kemudian ada juga Kelase, solusinya pada akhirnya bisa jadi jalan keluar bagi mereka yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh.

Tentunya dengan banyak provinsi di Indonesia yang mengeluarkan kebijakan belajar dari rumah pengguna dan trafik kunjungan di banyak startup pendidikan membeludak, ini bisa jadi momen yang tepat bagi startup pendidikan untuk mengevaluasi kualitas layanan mereka, sambil terus memberikan yang terbaik bagi pendidikan Indonesia.

Selanjutnya, berbicara mengenai pendidikan jarak jauh, infrastruktur Indonesia sebenarnya sudah cukup siap. Terlebih provinsi yang memberlakukan kebijakan belajar jarak jauh sudah hampir seluruhnya dijangkau oleh konektivitas yang memadai. Permasalahan kuota, sinyal, dan keberadaan perangkat teknologi tentu jadi permasalahan yang cukup minor. Ibarat kata bagi siapa pun yang mau berusaha selalu ada jalan.

Masalah besar yang timbul dari kebijakan belajar dari rumah justru lahir dari pemahaman mengenai konsep “belajar jarak jauh” itu sendiri. Karena banyak yang memahami bahwa belajar jarak jauh sama dengan distribusi tugas. Kondisi yang sudah dikeluhkan oleh banyak murid dan orang tua.

Belajar jarak jauh bisa dilakukan dengan banyak bentuk. Pertama pembelajaran langsung atau live menggunakan teknologi livestream. Bisa menggunakan layanan conference call seperti Hangout, Zoom, Skype, atau YouTube Live. Cara ini bisa ditempuh untuk menjaga murid tetap terjaga di dalam rumah, sekaligus tetap memiliki waktu khusus untuk belajar. Namun sayangnya tantangan untuk penerapan pembelajaran ini cukup banyak. Yang cukup jamak adalah kuota dan kualitas sinyal, juga penguasaan teknologi.

Alternatifnya pembelajaran on demand. Jadi sekolah dan guru menyusun silabus dan materi yang diunggah online lengkap dengan sumber daya pendukungnya. Kemudian bisa ditentukan apakah materi dibuka berdasarkan jadwal atau langsung dibuka semuanya atau menerapkan model self-paced learning. Metode ini bisa jadi solusi cukup efektif jika guru dan orang tua aktif melakukan kontrol terhadap perkembangan belajar anak.

Solusi lainnya, yang paling gampang dari semua, adalah memanfaatkan teknologi media sosial. Semacam WhatsaApp, Telegram, atau Facebook. Guru bisa menjelaskan materi melalui pesan teks yang dilengkapi dengan voice note, video, tangkapan layar, dan sebagainya. Solusi ini relatif cukup mudah dilakukan dalam kondisi susah belajar teknologi baru.

Teknologi adalah alat, sistem jadi penggerak

Pendidikan Indonesia saat ini sangat tergantung pada teknologi untuk keberlangsungan proses belajar mengajar. Kebijakan dua minggu (untuk sementara dan kemungkinan bisa diperpanjang) belajar di rumah memaksa menjadikan teknologi sebagai tulang punggung. Tapi, teknologi pada dasarnya adalah alat, yang lebih penting dari semua itu tetaplah sistem dan konten pembelajaran.

Untuk itu semua agar proses belajar tetap berjalan semestinya dan tidak terganggu karena prosesnya dipindahkan di rumah, yang perlu diperhatikan tidak hanya teknologi, tetapi sistem dan konten di dalamnya. Termasuk dalam bagian sistem adalah sekolah, guru, orang tua, dan siswa itu sendiri. Menumbuhkan kesadaran itu tetap belajar meski tidak diawasi langsung oleh guru, meski melalui jarak jauh.

Saya pribadi percaya bahwa jika kondisi saat ini digunakan untuk sekaligus mengevaluasi dan menguji teknologi, sistem, dan konten pendidikan yang ada. Setelah ini selesai pendidikan Indonesia tidak hanya kembali sedia kala, tetapi juga mengalami perbaikan dan evolusi, menjadi lebih matang, menjadi lebih siap dengan perubahan.

update: penambahan informasi mengenai Zenius Live

Hacktiv8 Kembangkan Kode.id, Platform Kursus Online dengan Beragam Materi Keterampilan

Hacktiv8 yang selama ini dikenal sebagai program pelatihan intensif menjadi developer mulai berinovasi menghadirkan platform pembelajaran online Kode.id (Kode). Ronald Ishak dan Riza Fahmi (co-founders) turut terlibat mengisi materi-materi video kursus.

Ketika dihubungi DailySocial Ronald menjelaskan, “visi Hacktiv8 menjadi jembatan antara supply dan demand atas developer di Indonesia. Selama menjalankan Coding Bootcamp, kami sadar bahwa tidak semua orang dapat menyiapkan 40 jam per minggu untuk mengikuti kelas secara penuh. Maka dibangunlah Kode.”

Kode awalnya lahir dengan tujuan untuk membantu masyarakat luas dalam belajar pemrograman. Namun seiring berjalannya waktu, kelas-kelas Kode juga diperkaya dengan konten-konten dari bidang ilmu lainnya seperti kepemimpinan, bisnis, pemasaran, hingga desain. Perjalanan Kode baru dimulai awal Juli 2019 ini, kendati demikian saat ini mereka tengah menghimpun pendanaan demi menjadikan Kode sebagai “online upskiling platform” terbesar di Indonesia.

“Melalui Kode kami berharap dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi setiap orang dalam mempelajari ilmu baru yang berguna bagi karier mereka ke depannya. Kami percaya, pendidikan yang berkualitas adalah hak semua orang dan kami yakin Kode dapat mewujudkan hal tersebut dan memaksimalkan perwujudan industri 4.0,” terang Ronald.

Mengenal lebih jauh tentang Kode

Jika Anda sudah familiar dengan platform pembelajaran online berbasis video on demand semacam Udemy, mungkin Anda tidak akan kesulitan mengikuti alur dan menu-menu yang disajikan oleh Kode. Kursus akan ditampilkan berdasarkan kategori dan di dalamnya video sudah disusun ke dalam sebuah playlist.

Ronald memperkenalkan Kode sebagai “subscription based online upskilling video platform“. Mereka menawarkan pendaftaran gratis lengkap dengan sejumlah course gratis yang tersedia. Selain itu juga tersedia akun premium dengan sistem berlangganan dengan biaya berlangganan Rp269.000 per bulan.

Meski video pembelajaran versi gratis cukup banyak, dengan berlangganan akun premium akan mendapatkan sejumlah fitur-fitur pelengkap pembelajaran, seperti akses ke kelas premium, akses video online, dan “learning path” yang memudahkan pengguna menentukan urutan-urutan pembelajaran.

Di Kode, juga disediakan fitur “Skill Assessment” di setiap tahapan pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana pemahaman terhadap sebuah materi. Selain itu Kode juga memiliki fitur analitik yang hanya diperuntukkan untuk B2B, yang memungkinkan perusahaan memantau perkembangan proses belajar karyawan mereka.

“Skill Assessment atau bisa dibilang tes kompetensi, akan membantu pembelajar untuk mengetahui tingkat pemahaman atas keahlian tertentu. Learner (sebutan untuk pengguna Kode) akan diberikan sebuah kuis yang akan tersedia di awal penggunaan platform. Berdasarkan jawaban yang diberikan, kami akan menyarankan kelas yang cocok untuk Learner berdasarkan hasil dari kuis tersebut,” jelas Ronald.

Memperkaya perpustakaan kelas

Selain memungkinkan masyarakat mengakses video pembelajaran online, Kode juga membuka kesempatan bagi siapa pun yang memiliki keterampilan untuk menjadi pengajar melalui fitur “Subject Matter Expert (SME)”. Di tahun pertamanya ini pihak Kode ingin memperkaya perpustakaan kelas sehingga untuk memberikan pilihan pelajaran yang beragam.

“Fokus kami adalah terus memperbesar perpustakaan kelas kami. Kami berkomitmen untuk dapat memberikan beragam kelas yang menarik, interaktif, dan relevan terhadap perkembangan industri sekarang. Melalui beragam kelas tersebut, kami berharap dapat meningkatkan taraf hidup para profesional di Indonesia,” terang Ronald.

Selain Kode.id, di Indonesia sudah ada beberapa layanan kursus online serupa misalnya DicodingIndonesiaX, Studilmu, dan lainnya.

Potensi Platform Pembelajaran Online Mencetak Talenta Berkualitas

Besarnya demand talenta baru ternyata tidak dibarengi dengan skill dan pengetahuan yang sesuai untuk industri terkait. HarukaEDU adalah contoh startup yang menawarkan platform pembelajaran online yang diharapkan dapat menyuplai demand tersebut.

Untuk bisa melihat lebih jauh seperti apa tren dan potensi startup teknologi pendidikan di Indonesia, #SelasaStartup menghadirkan CEO HarukaEDU Novistiar Rustandi.

Atasi masalah kurang waktu dan biaya

Sebelum mendirikan HarukaEDU, Novistiar mengklaim banyak melakukan tanya jawab ke target pasar dan industri terkait. Ia menyimpulkan banyak lulusan sekolah menengah yang terkendala melanjutkan pendidikan karena permasalahan waktu dan biaya.

Di sisi lain, instansi pendidikan masih belum bisa menghadirkan program belajar secara online karena kurangnya sumberdaya. Permasalahan ini yang bisa diselesaikan oleh platform pembelajaran online.

“Kami juga secara khusus menawarkan pelatihan kepada perusahaan untuk bisa meningkatkan skill karyawan mereka melalui proses belajar secara online. Sejauh ini kami mendapatkan respon yang positif bukan hanya di Jakarta tapi daerah di luar Jakarta,” kata Novistiar.

Mendukung industri 4.0

Meskipun saat ini otomasi sudah banyak menggantikan skill konvensional, bukan berarti lapangan pekerjaan berkurang. Teknologi justru telah menghadirkan lapangan pekerjaan baru yang lahir dari kebutuhan memanfaatkan teknologi.

“Salah satunya adalah digital marketing dan media sosial yang saat ini makin banyak dicari oleh perusahaan. Saya lihat ke depannya skill lebih memegang peranan penting dibandingkan ijazah untuk talenta yang ternyata masih banyak dicari oleh perusahaan konvensional di Indonesia,” kata Novistiar.

Platform pembelajaran online juga berusaha memangkas biaya pendidikan universitas dan pendidikan lanjutan yang masih tergolong sangat besar. Mereka berusaha menghilangkan persepsi bahwa pembelajaran online sebagai “abal-abal” dengan kelas-kelas yang semakin berkualitas.

Entering the Fifth Year, Dicoding Is Set to Accommodate Indonesian Developers

In early March 2019, a startup iin education and programming community, Dicoding has celebrated its early fifth year. In an ocassion at Asian Insight Coonference 2019, Dicoding’s Co-Founder & CEO, Narenda Wicaksono shared some of the achievements. They’ve acquired more than 140 thousand developers, 800 local startups, and produce 5200 digital content. Dicoding community members come from various area, of 454 cities and regencies in Indonesia.

“Dicoding vision is to be the best network for Indonesian developers. Therefore, they have two main objectives. First is to help developer becoming entrepreneur that capable to develop world-class products. Second is to deliver as much digital talents available. In its fifth year, it becomes an important milestone in achieving Dicoding’s vision and mission, also supporting digital-based creative economy development program,” he said.

Since the beginning, Dicoding use the web-platform to reach developer and potential ones in Indonesia. There are some activities to follow through Dicoding, from developer competition, events, and learning channel in programming. Recently, they also launch job marketplace feature that allows partners to connect with the alumni.

“We’re focus to produce more relevant digital talents with market’s demand. We’ll keep working with world-class tech principals to develop the most updated technical curriculum. Their target is to produce new product every month. In the next few months, we’ll create subscription model for more access to the high-quality class at affordable price,” Dicoding’s Co-Founder & COO, Kevin Kurniawan said to DailySocial.

Kevin also said, although their members are in all over Indonesia, Dicoding has no plan to build new branches in other areas. Their headquarter is located in Bandung.

Tim di balik layar Dicoding / Dicoding
Tim di balik layar Dicoding / Dicoding

Connecting developer and industry

Dicoding partners with industry players, the government, and tech enthusiasts for its activities and learning materials. Bekraf, Microsoft, Google, and Samsung is some of Dicoding’s strategic partners.

Currently, there’s an online class to be an Android, Kotlin, Game, Azure Cloud, AWS Associate, and Progressive Web Apps developer. If the participants can pass the final test, they will get graduation certificate approved by IT industry players and will be considered in the recruitment.

In its fifth year, Dicoding plans to add some online classes with the latest topic to support the active classes verified by industry players, such as Google and Indonesian Game Association.

“Speaking of Indonesian public interest on programming, coding can be mastered by anyone, even though those without any IT background. For example, Junia Firdaus, a Gojek’s driver who made it into an Android Developer in one of the company in Jakarta. The competency standard for developer in Indonesia is merely low. Due to digital competency that is not very updated in formal academic institution,” Kevin added.

However, Dicoding team is optimistic that Indonesian resources can compete with overseas players in the future. As long as they have high fighting spirit and learn using the right curriculum.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Masuki Tahun Kelima, Dicoding Berkomitmen Terus Jadi Wadah Developer di Indonesia

Awal Maret 2019 ini, startup di bidang edukasi dan komunitas pemrograman Dicoding merayakan awal tahun kelimanya. Dalam sebuah kesempatan pada pagelaran Asian Insights Conference 2019, Co-Founder & CEO Dicoding Narenda Wicaksono menyampaikan berbagai capaian yang telah diraih. Mereka telah merangkul lebih dari 140 ribu developer, 800 startup lokal, dan menghasilkan 5200 karya digital. Anggota komunitas Dicoding berasal dari berbagai daerah, dari 454 kota dan kabupaten di Indonesia.

“Visi Dicoding menjadi jaringan terbaik untuk developer di Indonesia. Untuk itu, Dicoding memiliki dua misi utama. Pertama adalah membantu developer menjadi entrepreneur yang mampu mengembangkan produk kelas dunia. Kedua adalah melahirkan sebanyak mungkin talenta digital siap kerja. Di tahun kelima, pencapaian ini menjadi tonggak penting dalam mewujudkan visi misi Dicoding, serta untuk mendukung program peningkatan ekonomi kreatif berbasis digital,” ujar Narenda.

Sejak awal, Dicoding memanfaatkan platform website yang dimiliki untuk menjangkau pengembang dan calon pengembang di Indonesia. Ada beberapa kegiatan yang bisa diikuti melalui web Dicoding, mulai dari kompetisi developer, acara developer, hingga kanal pembelajaran dengan topik pemrograman. Baru-baru ini Dicoding juga meluncurkan fitur job marketplace, memungkinkan rekanan untuk terhubung dengan para lulusan.

“Kami fokus untuk memproduksi lebih banyak talenta digital yang relevan dengan kebutuhan pasar. Kami akan terus bekerja sama dengan principal teknologi dunia untuk mengembangkan kurikulum teknis yang paling update. Setiap bulan ditargetkan akan ada produk baru yang dirilis. Dalam beberapa bulan ke depan, kami pun akan membuka model subscription yang akan memberikan akses ke lebih banyak kelas berkualitas dan harga yang bersahabat,” terang Co-Founder & COO Dicoding Kevin Kurniawan kepada DailySocial.

Kevin turut menyampaikan, kendati jangkauan anggota sudah menyebar di berbagai wilayah di Indonesia, namun Dicoding belum ada rencana untuk membangun markas baru di daerah lain. Saat ini kantor utama Dicoding berada di Bandung.

Dicoding
Tim di balik layar Dicoding / Dicoding

Menghubungkan developer dengan industri

Dicoding bekerja sama langsung dengan pelaku industri, badan pemerintahan, dan penggiat teknologi dalam melakukan aktivitas dan menyediakan materi pembelajaran. Bekraf, Microsoft, Google, dan Samsung adalah nama-nama besar yang kini telah menjadi mitra strategis Dicoding.

Saat ini tersedia kelas pembelajaran online untuk menjadi developer Android, Kotlin, Game, Azure Cloud, AWS Associate, dan Progressive Web Apps. Jika berhasil lulus ujian dan tugas akhir, peserta akan mendapatkan sertifikat kelulusan yang diakui oleh pelaku industri IT dan menjadi salah satu pertimbangan dalam perekrutan tenaga kerja.

Di tahun kelimanya, Dicoding berencana untuk menambah beberapa kelas online dengan topik materi coding terbaru untuk mendukung kelas aktif yang terverifikasi oleh pelaku industri seperti Google dan Asosiasi Game Indonesia.

“Bicara soal ketertarikan masyarakat Indonesia dengan dunia pemrograman, saat ini coding dapat dikuasai oleh siapa pun, bahkan yang bukan berlatar belakang IT. Salah satu contoh adalah Junia Firdaus, seorang driver Gojek yang berhasil menjadi Android Developer di salah satu perusahaan di Jakarta. Standar kompetensi developer di Indonesia sangat rendah. Karena kompetensi digital tidak diajarkan secara update di institusi pendidikan formal,” lanjut Kevin.

Kendati demikian tim Dicoding cukup optimis, bahwa ke depan SDM Indonesia dapat berkompetisi dengan SDM dari luar. Selama memiliki fighting spirit yang tinggi dan belajar dengan kurikulum yang tepat.

GreatEdu Ramaikan Industri Edutech Indonesia

Perkembangan teknologi coba dioptimalkan dengan baik oleh GreatEdu untuk membantu sektor pendidikan. Mereka mengusung konsep “crowd learning”, mengharapkan partisipasi dan kolaborasi seluruh penggiat pendidikan. Di dalam aplikasinya GreatEdu menghadirkan enam fitur utama, yakni fitur GreatPrivate, GreatSkill, GreatEvent, Greatpedia, QnA Forum dan Exercise.

Digawangi oleh Robert Edy (CEO), Hajon (CTO), Ade Irma (CFO), Tatang Iskandar (CMO), dan Arif Susanto (COO); GreatEdu memiliki cita-cita untuk menyediakan tempat bagi semua orang belajar, mengajar, dan berbagi pengetahuan dalam sebuah aplikasi.

Di GreatEdu, siswa bisa mendapatkan pelajaran tambahan bersama tutor atau Kelas Lembaga. Mereka juga bisa mengasah keahlian bersama dengan tutor dan Kelas Kursus Skill.

GreatEdu juga menawarkan kemudahan bagi para tutor dan lembaga bimbel untuk mempromosikan kelas mereka. Semua orang dengan kemampuan dan keahlian juga bisa menjadi learning creator sehingga siapa pun bisa berbagi sekaligus menambah pengetahuan mereka.

“Ini [solusi yang ditawarkan GreatEdu] akan membantu jutaan pelajar di pelosok mengakses bahan belajar secara mudah,” terang Robert.

Fitur-fitur yang disiapkan GreatEdu antara lain fitur GreatPrivate, sebuah fitur yang memungkinkan pengguna GreatEdu belajar bersama dengan tutor atau kelas bimbel. Ada juga fitur GreatSkill yang menyediakan ruang untuk meningkatkan keahlian tertentu bersama tutor. GreatEvent untuk memudahkan siapa pun mencari dan mengumumkan acara bertajuk pendidikan.

GreatEdu juga menyediakan fitur GreatPedia sebagai tempat untuk berbagi bahan belajar dan pengetahuan, forum untuk tanya jawab seputar pendidikan. Adapun fitur Exercise untuk berbagi latihan soal dan ujian.

“Di GreatEdu kami menawarkan kemudahan, mudah diakses di manapun jika butuh bahan belajar, latihan soal, tanya jawab. Mudah juga mendatangkan tutor ke rumah, mengakses dan belajar kepada orang-orang yang punya skill khusus,” terang Tim Partnership GreatEdu Bella Friska Depari.

Untuk model bisnis, GreatEdu menggunakan konsep freemium, ada fitur premium yang bisa digunakan ketika pengguna sudah membayar. Fitur premium ini meliputi GreatPrivate, GreatSkill, dan GreatEvent. Sedangkan fitur yang bisa dinikmati secara gratis adalah fitur GreatPedia, Forum, dan Exercise.

Baru di-launching pada 16 Februari 2019, GreatEdu mengklaim sudah berhasil mendapatkan lebih dari 13 ribu pengguna dengan rincian lebih dari 9 ribu tutor dan lebih dari 4 ribu murid terdaftar.

Dengan hasil capaian yang positif ini GreatEdu pun optimis menatap tahun 2019. Salah satu target yang ingin dicapai adalah mengembangkan layanannya di 50 kota dengan total akuisisi pengguna mencapai angka 2 juta.

Kehadiran GreatEdu ini akan meramaikan sektor layanan pendidikan berbasis teknologi. Sekaligus menambah ragam bentuk startup teknologi pendidikan yang ada di Indonesia. Saat ini industri startup Indonesia sudah diisi nama-nama seperti RuangGuru, HarukaEdu, Kelase, PrivatQ, dan lain sebagainya.

Application Information Will Show Up Here

Squline Changes Product Name Into “Cakap by Squline”

Squline officially changing its name and logo into “Cakap by Squline”. It applies to the language online service. Cakap was chosen because in Bahasa it means “competency” or “having ability”.

In the official release, besides logo and product name, Squline also plans to improve the quality of its solutions and seek places in many platforms, such as website, Android and iOS apps, and available on instant messaging, for example, Line as an effort to get closer to public.

Squline, as a company, brings out an important vision to provide access to knowledge providing high-quality online learning solution.

In 2019, Squline has reached its 6th year as a business. Closing 2018 with series A funding worth “seven digit US dollar”, Squline works hard to acquire users this year.

In the previous release, Squline focus after getting funded is technology development and talent acquisition. Tomy Yunus, Squline’s CEO said in the previous interview that they’re trying to enter a bigger market or segment by offering the current solution for simple and affordable online language learning.

“We’ll develop more affordable but effective solution to learn language online. It’ll also boost market expansion to level B and C user in Indonesia and escalate their competitive level. Due to our main objective, to create learning ecosystem without limit,” Yunus said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Foodizz Hadirkan Platform Edukasi Khusus Industri F&B

Makin maraknya pertumbuhan industri kuliner di Indonesia ternyata tidak dibarengi dengan pengetahuan hingga wawasan yang luas dari sisi manajemen, bisnis hingga pengalaman dari pendirinya. Tidak heran banyak pemilik restoran besar hingga kaki lima terpaksa harus tutup dalam waktu kurang dari 2 tahun karena beratnya kompetisi dan bisnis kuliner yang makin besar jumlahnya.

Melihat peluang tersebut, Foodizz, sebuah platform belajar online to offline khusus untuk industri F&B, hadir di Indonesia. Startup yang didirikan CEO Andrew Ryan Sinaga, COO Rifki Ramdan, Content Advisor Rex Marindo, dan Technology Advisor Gito Wahyudi ingin mencoba membantu para pebisnis kuliner memulai dan mengembangkan bisnis mereka melalui sebuah platform edukasi bisnis kuliner.

“Tingkat kegagalan pebisnis kuliner pemula mencapai angka 90% (9 dari 10 gagal dalam menjalankan bisnis kuliner). Faktor utama yang menyebabkan kegagalan ternyata bukan dikarenakan modal atau jejaring, melainkan pengetahuan tentang bisnis kuliner yang minim,” kata Andrew kepada DailySocial.

Didukung tim yang ada, perusahaan mencoba untuk menjembatani masyarakat yang ingin memulai bisnis kuliner mereka, melalui kelas belajar di platform. Melalui situs dan aplikasi Foodizz yang secara resmi telah diluncurkan awal Januari 2019, pengguna bisa memilih kelas yang telah disediakan dengan pengajar dari kalangan profesional.

“Foodizz adalah platform pendidikan F&B pertama di Indonesia. Kami menyediakan pengalaman belajar online to offline untuk komunitas belajar dan memiliki 18.000 lebih anggota komunitas,” kata Andrew.

Pilihan kelas dan paket berlangganan

Untuk memudahkan pengguna menentukan kelas belajar yang relevan, Foodizz telah menyediakan pengajar yang berasal dari kalangan profesional. Mereka antara lain Co-Founder Warunk Upnormal Rex Marindo dan Stefanie Kurniadi, ex GM McDonald Indonesia Koko Handiono, CEO Serasa Food Yuszak M Yahya, pakar International Food Safety Syamsul Arifin, Sales Director CRP Group Hendra Noviyanto, dan Founder Smart Legal Bimo Prasetio.

Tujuh pengajar tersebut akan memberikan informasi dan edukasi yang relevan, untuk membantu pengguna melancarkan bisnis kuliner mereka.

“Intinya adalah Foodizz memberikan sarana pembelajaran Online to Offline, berupa e-learning platform melalui aplikasi dan situs, serta sarana offline melalui workshop, meetup, dan juga buku cetak,” kata Andrew.

Hingga saat ini Foodizz mengklaim telah memiliki sekitar 1000 pengguna aktif, dan 150 pengguna di antaranya adalah pengguna yang berbayar. Untuk biaya berlangganan sendiri, perusahaan mengenakan biaya Rp2,5 juta untuk berlangganan 6 bulan dan Rp3.5jt untuk berlangganan 12 bulan.

“Secara khusus model bisnis dari Foodizz adalah freemium subscription model seperti yang diterapkan oleh Netflix untuk aplikasinya,” kata Andrew.

Disinggung apakah Foodizz memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, Andrew menegaskan, kegiatan fundraising sudah menjadi bagian rencana perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Squline Ganti Nama Produk Jadi “Cakap by Squline”

Produk Squline resmi mengganti nama dan logo mereka menjadi “Cakap by Squline”. Perubahan nama ini berlaku pada layanan pembayaran bahasa Squline secara online. Nama Cakap sendiri dipilih karena dalam Bahasa Indonesia merupakan kata yang memiliki arti “kompeten” atau “memiliki kemampuan”.

Dalam keterangan resmi yang kami terima, selain perubahan logo dan nama produk, pihak Squline mengklaim berencana meningatkan kualitas solusi yang mereka tawarkan sekaligus mencoba hadir di banyak platform, seperti web, aplikasi Android dan iOS, dan hadir di aplikasi pesan instan, seperti Line, sebagai bagian dari upaya lebih dekat dengan masyarakat.

Squline, sebagai perusahaan, masih membawa visi penting untuk membantu memudahkan akses ke pembelajaran dengan menghadirkan solusi pembelajaran online berkualitas.

Tahun 2019 ini merupakan tahun keenam Squline hadir sebagai sebuah bisnis. Menutup tahun 2018 dengan pendanaan Seri A dengan kisaran nilai “tujuh digit dolar AS” Squline berusaha menggenjot pertumbuhan pengguna tahun ini.

Dalam pemberitaan sebelumnya disebutkan fokus Squline setelah mendapatkan pendanaan adalah pengembangan teknologi dan akuisisi talenta. CEO Squline Tomy Yunus dalam wawancara terdahulu menyebutkan mereka tengah berusaha masuk ke pasar atau segmen yang lebih luas dengan tetap menawarkan solusi belajar bahasa secara online yang mudah dan terjangkau.

“Kami akan mengembangkan solusi yang lebih terjangkau namun tetap mengedepankan cara efektif untuk belajar bahasa secara online. Ini juga akan mendorong ekspansi pasar ke level B dan C pengguna di Indonesia dan meningkatkan tingkat daya saing mereka. Karena misi utama kami adalah menciptakan lingkungan belajar tanpa batas,” ujar Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Cilsy Kembangkan Platform Marketplace Konten Belajar Teknologi

Tidak sedikit orang yang memulai bisnis berdasarkan hobi atau pengalamannya. Hal ini juga yang dilakukan Rizal Rahman bersama beberapa rekannya. Memiliki latar belakang pendidikan teknologi dan jaringan, ditambah pengalaman yang kurang menyenangkan terkait sulitnya mencari materi belajar, membuat mereka memutuskan mengembangkan Clisy.

Rizal menyebut Cilsy sebagai marketplace yang berisi tutorial seputar teknologi. Layanan tersebut menargetkan dua pengguna potensial, (1) para profesional atau praktisi yang menjual konten tutorial dan (2) siapa saja yang membutuhkan materi belajar.

Untuk menjaga kualitas materi, Rizal dan tim terlebih dulu menyusun kurikulum. Selain bahasa penyampaian juga dikelola sebaik mungkin dalam proses kurasi agar mudah dipahami pengguna.

“Bagi instruktur jauh lebih menguntungkan mengajar di Cilsy dibanding menjadi blogger atau vlogger di Youtube. Selain mereka memiliki kesempatan berbagi skill kepada ribuan murid, di Cilsy mereka akan mendapat bagi hasil penjualan tutorial secara pasti tanpa perlu harus pusing melakukan marketing, SEO, mencari viewers dan lain-lain,” jelas Rizal.

Mulai diperkenalkan pada April tahun 2017, Cilsy mengklaim sudah memiliki lebih dari 3000 pengguna. Adapun beberapa konten materi yang sudah ada meliputi jaringan komputer, sistem server, hingga devops. Untuk ke depannya Rizal juga merencanakan akan menambah konten-konten di Cilsy meliputi materi IoT, data science, dan pemrograman.

“Saya dulu lulusan SMK TKJ, seharusnya bisa menjadi praktisi di bidang IT. Namun kenyataannya banyak teman-teman sekelas dan sejurusan saya malah berujung menjadi buruh pabrik. Mereka bisa begitu karena selama masa belajar di sekolah sangat sulit mendapat materi-materi yang berkualitas dan mudah dipahami,” ujar Rizal menceritakan alasan dirinya mengembangkan Cilsy.

Bereksperimen dengan Kuasai.id

Memiliki visi untuk menjadi marketplace IT Tutorial terbesar pertama di Indonesia fokus Cilsy saat ini adalah terus memproduksi konten berkualitas untuk mencetak lulusan-lulusan terbaik. Salah satu usaha mewujudkan hal tersebut tim bereksperimen dengan menghadirkan Kuasai.id. Bagian dari Cilsy yang memungkinkan pengguna bertatap muka dengan instruktur secara live memanfaatkan video call.

“Karena selama berjalannya Cilsy kita menemukan dua behavior pengguna, yaitu yang ingin bisa belajar fleksibel dan yang ingin live tatap muka dengan instruktur,” terang Rizal.

Selanjutnya startup asal Bandung ini akan terus berusaha untuk memperbanyak kerja sama dengan instruktur kenamaan dari kalangan profesional dan industri. Ia menargetkan untuk bisa mempunyai 200 instruktur berkualitas tahun ini.

“Targetnya kami bisa mempunyai 200 instruktur dan merambah kategori data science, IoT, dan programming. Lebih memperkaya pilihan tutorial dan lebih banyak menjangkau user,” tutup Rizal.