Tiket is Rebranding, Emphasize On Product’s Sales and Improvement

Tiket, a leading OTA service in Indonesia, announces application rebranding by changing its display and logo into a (more) modern look, also adding new features transaction convenience. The company wants to focus on two things: improving brand awareness and product improvement.

“I traveled around six cities in Indonesia for FGD, but many are still unaware of Tiket. Our brand is popular only among cities with a high-level of internet penetration such as Jakarta and Surabaya. Therefore, we start the marketing campaign to increase awareness. For product quality, will improve continuously for transaction convenience,” said Gaery Undarsa, Tiket’s Chief Communication, Tue (11/21).

For Undarsa, Tiket’s penetration is slightly limited outside Jakarta and Surabaya due to absence of big-scale marketing.

In early November 2017, Tiket starts aggressive campaign in television. Since then, Undarsa claimed to have new user improvement and significant transaction coming outside those cities. However, Undarsa is unwilling to reveal the details.

For Tiket’s logo changing, first (t) character turns into lowercase. It stands for friendly personality. There is no gap mentioned between Tiket and traveler. The dot (.) color turns into light yellow which represents a happy feeling in traveling.

Along with the effort to increase brand awareness, Tiket attaches several new features. The first one is Smart Refund for easier cancellation refund process. For interface look, there is Smart Roundtrip for consumer to arrange a round trip flight easily.

Lastly, Smart Traveller allows travelers to simply put the ID member instead of repeating form-filling. Data can be saved to favorite order, claimed to be more practical and efficient.

In addition, Tiket will be seriously working on two products, car rental and hotel booking. For car rental, the company has partnered with rental service around 50 cities in Indonesia. Compared to other products, car rental business grows 3000% compared to last year.

Tiket has been downloaded by 4.3 million users, and targeted to have 10 million users by the end of next year. The increasing number is expected to come from user and traffic. Tiket also targets 100% growth from previous year.

“We will invest more on hotel booking due to the domination of foreign OTA. We want to help hotel business to expand with what Tiket has,” Undarsa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tiket Lakukan Rebranding, Tekankan Pemasaran dan Peningkatan Produk

Perusahaan online travel agent (OTA) Tiket mengumumkan rebranding aplikasi dengan mengubah tampilan dan logo jadi lebih fresh dan modern, serta menambah fitur baru untuk kenyamanan transaksi. Perusahaan ingin fokus menyasar pada dua hal yakni meningkatkan brand awareness dan perbaikan produk.

“Saya keliling enam kota di Indonesia untuk FGD rupanya masih banyak yang belum tahu Tiket. Brand kami hanya terkenal di kota-kota dengan tingkat penetrasi internetnya yang sudah baik, seperti Jakarta dan Surabaya. Maka dari itu kami mulai lakukan marketing campaign untuk meningkatkan awareness. Dari sisi produk juga terus kami tingkatkan agar makin nyaman dalam bertransaksi,” terang Chief Communication Tiket Gaery Undarsa, Selasa (21/11).

Menurut Gaery, penetrasi Tiket di luar Jakarta dan Surabaya masih minim lantaran perusahaan belum pernah melakukan aktivitas pemasaran dalam skala besar.

Sejak awal November 2017 Tiket mulai agresif beriklan di televisi. Sejak saat itu, Gaery mengklaim terjadi peningkatan pengguna baru dan transaksi yang cukup signifikan datang dari luar dua kota tersebut. Hanya saja Gaery enggan membeberkan detilnya.

Dari segi perubahan logo Tiket, hurut (t) di awal berubah menjadi huruf kecil. Ini diartikan sebagai kepribadian yang bersahabat. Disebutkan tidak ada jarak antara Tiket dengan pelancong (traveller). Sedangkan (dot) berubah menjadi warna kuning cerah yang mengartikan kesenangan yang dirasakan saat melancong.

Seiring upaya meningkatkan brand awareness, Tiket menyematkan fitur baru. Smart Refund memungkinkan konsumen mendapatkan refund dari pembatalan tiket dengan lebih mudah dan tidak merepotkan. Dari tampilan antarmuka, ada fitur Smart Roundtrip yang memudahkan kosnumen memilih penerbangan pulang pergi dengan lebih mudah.

Terakhir, Smart Traveller memungkinkan pelancong tidak perlu lagi mengulang sejak awal untuk membeli tiket return, cukup masukan ID member. Data dapat disimpan menjadi pesanan favorit, jadi lebih praktis dan tidak memakan waktu.

Selain itu, Tiket akan lebih serius menggarap dua produknya, yakni rental mobil dan booking hotel. Untuk produk rental mobil, perusahaan telah bermitra dengan penyedia jasa rental yang tersebar di 50 kota di seluruh Indonesia. Dibandingkan produk lainnya, bisnis rental mobil tumbuh tertinggi hingga 3 ribu persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Saat ini Tiket telah diunduh oleh 4,3 juta pengguna, sampai akhir tahun depan ditargetkan mencapai 10 juta unduhan. Peningkatan tersebut diharapkan berasal dari sisi user dan traffic. Tiket juga menargetkan pertumbuhan sebesar 100% dari tahun sebelumnya.

“Untuk booking hotel, kami akan banyak investasi ke sana sebab saat ini booking hotel masih dikuasai oleh OTA asing. Kami ingin bantu pemain hotel bisa ekspansi dengan apa yang Tiket punya,” pungkas Gaery.

Application Information Will Show Up Here

Umumkan CEO Baru, PegiPegi Berambisi Jadi Pemain OTA terbaik di Indonesia

Di tengah gempuran lanskap bisnis perjalanan yang kini juga dilakukan oleh pemain e-commerce, lantas membuat pemain online travel agent (OTA) harus lebih mengedepankan strategi peningkatan pengalaman konsumen loyal. Langkah inilah yang kini dilakukan PegiPegi.

Pegipegi juga mengumumkan kehadiran CEO baru, Takeo Kojima, yang masih dari kalangan eksekutif Recruit Holdings. Takeo menggantikan Hideki Yamada yang baru menjabat selama satu tahun.

Kendati kerap berubah, Deputy CEO PegiPegi Ryan Kartawidjaja memastikan kepemimpinan Takeo bakal mendukung ambisi perusahaan untuk menjadi pemain OTA terbaik di Indonesia.

“Takeo memiliki pengalaman di IT, online marketing, serta kuat di data analysis. Ini dapat menjadi kombinasi yang baik untuk strength PegiPegi ke depannya, sebab 2017 adalah tahun yang penting bagi kami,” katanya, Rabu (14/6).

Tahun ini PegiPegi menargetkan pertumbuhan transaksi tumbuh dua kali lipat dibandingkan pencapaian di tahun sebelumnya yang tumbuh 250%. Diharapkan kontribusi transaksi datang salah satunya dari momen Lebaran, yang ditargetkan dapat tumbuh lebih dari 300% dibandingkan momen yang sama di tahun sebelumnya.

“Kami juga akan meningkatkan layanan selama momen Lebaran berlangsung, jam kerja consumer service (CS) bertambah agar konsumen jadi semakin terlayani. Kami dapat dihubungi lewat berbagai medium, mulai dari telepon, e-mail, BBM, Line, Whatsapp, Live Chat, dan lainnya.”

Peningkatan layanan konsumen, menurut Takeo, menjadi salah satu cara perusahaan dalam menghadapi ketatnya persaingan online travel. Pihaknya meyakini dengan expertise yang dimiliki timnya, dan hubungan yang dibangun dengan para mitra jadi kekuatan perusahaan guna mendongkrak jumlah transaksi.

“Dari transaksi harian kami sekitar 50% datang dari repeat order, sisanya dari konsumen baru. Hal tersebut jadi bukti bahwa konsumen kembali karena percaya dengan layanan yang kami berikan. Angka persentase ini akan terus kami tingkatkan,” tutur Takeo.

Pihaknya juga berkomitmen untuk terus menambah inventaris jumlah hotel dan maskapai domestik dan internasional. Diklaim saat ini PegiPegi telah terhubung langsung dengan lebih dari 7.500 hotel mayoritas terdiri dari hotel bintang dua dan tiga, namun juga terdapat hotel budget sampai hotel bintang lima.

Selain itu, terdapat pilihan 20 ribu rute penerbangan dengan tujuh maskapai, dan 1.600 rute rute kereta api.

Kontributor utama dari transaksi PegiPegi datang dari pemesanan kamar hotel, kemudian posisi kedua berasal dari tiket pesawat, dan terakhir dari tiket kereta api.

“Sejak awal PegiPegi berdiri, core bisnisnya adalah pemesanan kamar hotel. Saat ini masih jadi kontributor utama kami, yang terkecil dari tiket kereta api karena itu masih baru, tahun lalu diluncurkan.”

Tidak membuka investasi dari luar

Takeo mengungkapkan untuk mendukung bisnis PegiPegi di Indonesia, Recruit Holding selaku ‘orang tua’ dari perusahaan berkomitmen untuk terus menyuntikkan dana investasi. Hanya saja secara nilainya Takeo enggan membeberkannya lebih detil.

Karena adanya komitmen tersebut, PegiPegi tidak membuka peluang untuk investor di pihak luar, terutama perusahaan modal ventura.

“Sejak PegiPegi berdiri, kami memang selalu mendapat kucuran dana dari holding saja. Tidak buka peluang untuk investor selain itu untuk masuk.”

Saat ditanya apakah PegiPegi sudah mencetak laba atau belum, Takeo menjawab bahwa sementara ini pengeluaran perusahaan memang masih lebih besar dari pemasukan. Meskipun demikian, tiap tahun persentase perbandingan antara keduanya diklaim makin menipis. Dia optimis pada beberapa tahun mendatang, PegiPegi sudah bisa menjadi perusahaan yang memberi keuntungan.

“Pengeluaran masih lebih besar dari pemasukan, tapi menuju ke sana [laba] karena kini besar pengeluaran kian berkurang tiap tahunnya. Kami harap tahun ini dan ke depannya akan semakin baik,” pungkasnya.

Perjalanan Pegipegi Menginjak Usia Lima Tahun

Pegipegi tahun ini menginjak usia lima tahun. Selama ini banyak kendala yang dihadapi sekaligus solusi yang dihadirkan untuk terus bertahan, bersaing dan memberikan yang terbaik bagi pelanggannya. Di usianya yang ke lima, Pegipegi masih terus berusaha memenuhi ambisi mereka menjadi Online Travel Agent (OTA) terbaik di Indonesia.

Mundur ke belakang, salah satu kendala awal yang dihadapi Pegipegi adalah mengedukasi masyarakat. Deputy CEO Pegipegi Ryan Kartawidjaja mengisahkan hal ini kepada DailySocial. Kendati demikian seiring berjalannya waktu masyarakat sudah terbiasa dengan pemesanan dan transaksi online. Hal ini juga salah satu dampak dari mulai banyaknya industri dan layanan digital yang mengharuskan bertransaksi online.

“Masyarakat yang dulunya harus mendatangi suatu tempat untuk membeli tiket, dengan banyaknya sarana pemesanan online memudahkan mereka untuk merencanakan perjalanan kapan pun dan di mana pun. Dengan adanya layanan pemesanan online ini, masyarakat bisa merencanakan perjalanan mereka sendiri, mulai dari jenis maskapai, hotel, harga, maupun tujuan wisata yang ingin didatangi,” ujar Ryan.

Industri OTA tumbuh juga dikarenakan meningkatnya masyarakat yang aktif melakukan traveling. Seolah traveling sekarang menjadi gaya hidup masyarakat. Dari data yang dihimpun pihak Pegipegi rata-rata pelanggannya melakukan pemesanan dua sampai tiga kali dalam satu tahun. Hal ini disinyalir juga karena adanya transportasi yang terjangkau seperti maskapai Low-cost carrier (LCC) yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai kalangan.

Transformasi Pegipegi dalam lima tahun

Pegipegi mengawali kiprahnya di industri OTA pada tahun 2012, tepatnya pada tanggal 7 Mei 2012. Di awal kemunculannya Pegipegi hanya menyediakan layanan pemesanan hotel. Kemudian pada tahun 2013 Pegipegi mulai melayani pemesanan tiket pesawat. Hingga pada akhirnya pada tahun 2016 silam Pegipegi meluncurkan pemesanan tiket kereta api untuk melengkapi kebutuhan para pelanggan mereka.

Laman situs website Pegipegi
Laman situs website Pegipegi

Dari segi teknologi, perjalanan Pegipegi juga bertahap. Di awal kemunculannya Pegipegi hanya bisa diakses melalui website. Dua tiga tahun berselang, pada tahun 2015 akhirnya mereka merilis aplikasi mobile, baik untuk Android maupun iOS. Selain itu cara pembayaran juga terus mengalami penambahan dan penyempurnaan. Yang mulanya hanya ada ATM transfer, Internet Banking, dan Kartu kredit, saat ini pelanggan Pegipegi juga bisa melakukan pembayaran secara tunai di Alfamart dan Indomaret.

“Saat ini kami sedang mempersiapkan untuk penambahan destinasi tujuan yang bukan hanya domestik, namun juga internasional untuk semakin melengkapi pilihan destinasi traveling masyarakat Indonesia,” ujar Ryan menjelaskan rencana Pegipegi ke depannya.

Bertahan di tengah persaingan

Tidak sedikit layanan OTA yang bermunculan dalam lima tahun terakhir. Hal ini tidak membuat Pegipegi gentar menghadapi persaingan. Dijelaskan Ryan salah satu yang membuat Pegipegi bertahan hingga saat ini adalah pihaknya berupaya memberikan layanan pemesanan online terbaik bagi para pelanggannya. Fokus pada kepuasan pelanggan.

“Selain itu kami juga memberikan tips traveling dan review yang dapat sangat membantu customer sebagai referensi untuk traveling. Didukung dengan banyaknya promo dan layanan Customer Service yang sangat membantu, kami yakin Pegipegi dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia,” papar Ryan

Lebih lanjut, hadirnya pemain baru membuat Pegipegi semakin tertantang. Tinggi dan ketatnya persaingan dikonversi menjadi semangat untuk meningkatkan kualitas layanan, tampilan situs dan menambah inventori produk untuk memberikan kemudahan dan pilihan bagi pelanggan Pegipegi, baik pelanggan maupun pengguna baru.

Ryan sendiri merasa persaingan di sektor OTA masih tetap terbuka. Hal ini karena masyarakat tidak cenderung hanya menggunakan satu OTA. Kemudahan membandingkan harga dan kualitas layanan juga menjadi alasan tersendiri masyarakat belum begitu fanatik terhadap sebuah OTA. Pekerjaan rumah bagi bisnis OTA adalah bersaing dari segi kualitas untuk memuaskan pelanggan mereka.

Target selanjutnya

Kepada DailySocial Ryan menjelaskan bahwa berdasarkan data pemesanan di Pegipegi terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Dari tahun 2015 hingga 2016 misalnya, pemesanan naik hingga mencapai 250%. Kondisi ini yang membuat Pegipegi cukup yakin dengan mematok target untuk tahun ini, dua kali lipat pertumbuhan transaksi di banding tahun sebelumnya.

“Melihat pertumbuhan yang cukup pesat ini, Pegipegi optimis untuk menargetkan, setidaknya transaksi akan meningkat 2 kali lipat pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, Pegipegi telah menyiapkan berbagai hal untuk mencapai target tersebut, di antaranya adalah mengembangkan layanan pemesanan yang lebih mudah; meningkatkan jumlah inventori, memperbanyak pilihan metode pembayaran; serta menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk menghadirkan beragam promo menarik demi menjamin kepuasan pelanggan. Dengan hal ini, kami optimis pada tahun 2017 ini transaction growth akan naik sebanyak 200% dibandingkan dari tahun sebelumnya,” pungkas Ryan.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Di Balik Gerak Agresif RedDoorz Kuasai Pasar Hotel Budget di Indonesia

Potensi wilayah Indonesia yang cocok untuk melancong dan kawasan wisata menjadikan platform hotel budget asal Singapura Reddoorz kian agresif mengembangkan bisnisnya. Pihak Reddoorz menginfokan baru mendapatkan dana segar seri A untuk menjadi leading player hotel budget di Indonesia, hanya saja nominal pendanaan dan identitas investor tidak disebutkan.

Reddoorz meyakini investasi yang didapat ini akan membantu pihaknya dalam memperlancar ekspansinya ke dua kota baru yakni Yogyakarta dan Medan. Saat ini Reddoorz sudah beroperasi di tiga kota besar Jakarta, Bali dan Bandung. Totalnya lebih dari 500 hotel bintang tiga ke bawah, dengan total kamar mencapai 3 ribu.

Sekadar informasi, Reddoorz terakhir kali mendapatkan pendanaan pra-seri A dari 500 Startup sebesar US$ 1,4 juta pada Januari 2016. Sebelumnya, Reddoorz juga mendapatkan dana dari Jungle Ventures dengan nominal yang tidak disebutkan di September 2015.

“Apa kami lakukan di hadapan investor saat pitching adalah menambah jumlah kota. Ini cara yang paling logis bagi kami untuk meningkatkan investasi. Kami mengatakan akan fokus ke tiga kota pertama terlebih dahulu. Jika menemukan mode bisnis yang cocok di sana, maka kami bisa ekspansi ke kota lainnya, kemudian baru melangkah ke Asia Tenggara,” ucap Co-Founder Reddoorz Amit Saberwal seperti dikutip dari Web In Travel.

Menurutnya, perusahaan bakal lebih yakin dengan pedoman bisnis seperti ini dan peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih bertumbuh. Reddoorz akan banyak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia sebelum akhirnya melancong ke negara lain.

“Orang Indonesia sangat sosialis, dinamis, so last minute, so mobile-driven, dan penuh spontanitas. Ini sangat cocok untuk profil bisnis kami.”

Terinspirasi dari OYO Rooms

Model bisnis Reddoorz sebenarnya terinspirasi dari pemain hotel budget terbesar di India, OYO Rooms. Perusahaan tersebut sudah berdiri sejak 2012 dan diklaim sebagai pemain terbesar dengan menguasai 200 kota di India dan Malaysia mengoperasikan 700 ribu kamar hotel. Malaysia adalah negara pertama yang disinggahi OYO Rooms pada awal tahun lalu.

Tingkat persaingan operator hotel budget dengan pemain Online Travel Agent (OTA) di India sudah cukup ketat. Pasalnya, pemain OTA memberikan subsidi diskon gila-gilaan kepada para mitranya sekitar 30%-40% dari harga tiket.

Kendati demikian, Saberwal percaya pasar hotel budget di Asia sangat terfragmentasi dan cukup besar, sehingga konsep “the winner takes all” tidak berlaku untuk bisnis ini.

“Ini bukan kompetisi antara Uber dengan Lyft. Lihat jaringan hotel yang ada sekarang, seperti Accor, Marriott, dan Hilton, perbedaannya adalah kami itu tech-enabled.”

Terlebih domisili Saberwal di Singapura, dia melihat adanya potensi yang besar untuk mengembangkan bisnis hotel budget di Indonesia dan Asia Tenggara.

Reddoorz menganut model bisnis bekerja sama dengan properti yang bersifat kecil dan independen, misalnya Ibis dan Holiday Inn Express, yang memiliki standar penginapan. Jumlah kamar yang diakuisisi tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Hotel pun harus menawarkan layanan 24 jam dan Reddoorz memiliki program loyalitas berbentuk koin, disebut Red Cash.

Akan segera ekspansi bila sudah menguasai Indonesia

Saberwal percaya, ketika Reddoorz sudah terbukti jadi pemain leading di Indonesia. Maka dari itu, pihaknya akan menggunakan pedoman yang sama ketika akan ekspansi ke Vietnam, Thailand, dan Filipina. Sebab, bagi dia bisnis hotel budget itu mengenai bisnis per kota bukan per negara.

Dia melihat ada banyak kemiripan antara India dan Indonesia. Akan tetapi, Saberwal menilai Indonesia lebih maju dalam hal keterlibatan mobile daripada konsumen di India.

Secara profil konsumen Reddoorz di Indonesia, kebanyakan berusia 24-29 tahun, 50% di antaranya adalah laki-laki, dan last minute decision maker. Adapun secara transaksi rata-ratanya sekitar US$35 sampai US$38.

Saat ini, jumlah tim lokal Reddoorz di Indonesia mencapai 110 orang berlokasi di Jakarta. Mayoritas di antara mereka sebelumnya sudah pernah bekerja di hotel.

“Tim kami terdiri dari orang-orang muda yang penuh aspirasi ingin mengedepankan hospitality sekaligus mencari pertumbuhan bisnis yang cepat.” pungkas dia.

Marketplace “Budget Hotel” Zen Rooms Fokus Rebut Pasar Millennial di Indonesia

Sebagai marketplace budget hotel, Zen Rooms yang mengklaim sebagai ‘pengganggu’ di industri hotel. Tahun 2017 ini bakal menjadi tahun kedua kehadiran Zen Rooms di Indonesia. Indonesia sendiri yang merupakan hub Zen Rooms dan kehadirannya di sini telah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, dengan 500 lokasi dan lebih dari 2 ribu kamar di Indonesia

“Visi kami sejak awal selalu sama yaitu menghadirkan budget hotel dengan harga paling murah namun dengan kualitas terbaik layaknya hotel berbintang,” kata Co-Founder dan Managing Director Zen Rooms Nathan Boublil kepada DailySocial.

Hingga kini Bali masih merupakan kota terbanyak yang menyediakan budget hotel dengan harga miring sesuai dengan kriteria Zen Rooms. Bali menjadi destinasi favorit wisatawan lokal hingga asing yang mencari kamar hotel dengan harga murah, fasilitas lengkap (Wi-Fi, AC, shower dan kebersihan) di setiap kamarnya.

“Selain harga yang harus 50% lebih murah dari harga kamar hotel yang dimiliki oleh jaringan besar, hotel yang bergabung di Zen Rooms harus lolos lima kriteria dari Zen Rooms. Dengan demikian bisa dipastikan semua hotel yang terdaftar sudah lolos seleksi dan layak untuk dinikmati,” kata Nathan.

Pelokalan dan strategi menghadapi tantangan

Selama ini Zen Rooms telah melakukan ekspansi ke Filipina, Singapura, Thailand dan Malaysia. Masing-masing negara memiliki masalah dan tantangan yang berbeda. Dalam hal ini Nathan melihat pentingnya untuk melakukan pelokalan menyesuaikan minat dan kebiasaan dari pemilik hotel dan pengguna.

“Pada umumnya masalah nampak serupa, seperti lemahnya manajemen di hotel hingga rendahnya kesadaran budget hotel untuk meningkatkan kualitas kamar, di situlah Zen Rooms berperan sebagai mitra yang bukan hanya memberikan konsultasi tapi solusi terbaik untuk menambah pendapatan dari pemilik hotel,” kata Nathan.

Untuk Indonesia sendiri Nathan melihat masih banyak pemilik hotel yang belum memanfaatkan fasilitas Wi-Fi, kurang peduli dengan kebersihan dan ragam fasilitas pendukung lainnya yang kebanyakan dicari oleh wisatawan lokal hingga asing.

Terkait dengan inovasi, saat ini Zen Rooms tengah mengembangkan Automated Check-in yang nantinya bisa digunakan oleh pengguna secara langsung saat tiba di hotel. Sehingga tidak ada lagi pertemuan di front office dan menyerahkan uang deposit hingga dokumen yang diminta.

“Saat ini kami masih melakukan uji coba dengan beberapa hotel. Masih dalam tahap pengembangan dan akan kami luncurkan jika semua prosedur dan produk telah siap,” kata Nathan.

Bermitra dengan online travel agent (OTA) lokal hingga asing

Untuk melancarkan promosi dan branding budget hotel yang dimiliki, Zen Rooms secara agresif kerap menjalin kemitraan dengan berbagai online dan offline travel agent yang ada di Indonesia hingga mancanegara. Di antaranya adalah Booking.com, expedia, Agoda, Pegipegi, dan Mr Aladin.

“Bagi kami menjadi hal yang penting menjalin kemitraan dengan semua online dan offline travel agent yang ada, dalam hal ini kami melihat mereka bukan sebagai kompetitor tapi sebagai mitra yang bisa membantu mendongkrak penjualan kamar di Zen Rooms,” kata Nathan.

Nathan melihat hingga kini kompetitor terbesar Zen Rooms adalah jaringan hotel besar, bukan hanya di Indonesia namun juga negara Asia Tenggara lainnya. Untuk saat ini Zen Rooms enggan untuk menjalin kemitraan dengan hotel chain tersebut.

“Saya menyadari selama ini jaringan hotel besar melihat Zen Rooms sebagai kompetitor yang cukup mengganggu industri yang ada. Dengan menghadirkan budget hotel dengan kualitas terbaik dan harga murah kami ingin memberikan pilihan lain kepada wisatawan lokal hingga asing,” kata Nathan.

Kalangan millennial jadi target pasar Zen Rooms

Dengan beragam pilihan budget hotel yang banyak jumlahnya serta konsistensi harga murah yang ditawarkan oleh Zen Rooms, selama ini cukup menarik banyak minat kalangan millennial untuk memesan kamar hotel melalui Zen Rooms. Dari tren tersebut dapat dilihat, layanan serta berbagai diskon dan promo yang diberikan oleh Zen Rooms menarik minat generasi muda yang merupakan target pasar dari Zen Rooms.

“Setelah menjalankan usaha, kami cukup banyak mencatat kebiasaan dari pengguna yang ternyata paling banyak berasal dari kalangan millennial. Bagi kami hal tersebut merupakan potensi yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan,” kata Nathan.

Disinggung tentang tren budget hotel tahun 2017 ini, Nathan mengungkapkan pada akhirnya akan semakin banyak marketplace budget hotel yang mencoba untuk menawarkan berbagai pilihan hotel, promosi dan diskon yang ada. Namun di sisi lain untuk orang-orang tertentu masih banyak yang mencari luxury hotel yang menyediakan fasilitas lengkap dengan kualitas premium.

“Pada akhirnya nanti yang menentukan kesuksesan masing-masing kategori tersebut adalah eksekusi dan penerapan bisnis yang tepat untuk bisa bertahan.  Yang membedakan dari dua kategori tersebut adalah target pasar, budget hotel untuk millennial dan luxury hotel untuk generasi X atau baby boomers,” tutup Nathan.

Application Information Will Show Up Here

Lakukan Kegiatan Pemasaran, agoda Pacu Kontribusi Pelanggan Millennial

Besarnya potensi dari kalangan millennial menjadi peluang bisnis yang bisa terus digali di berbagai segmen. Kali ini, agoda, platform reservasi akomodasi online di Asia Tenggara, menargetkan pelancong millennial di Indonesia untuk menggunakan agoda saat hendak bepergian.

agoda meluncurkan fitur “Check In, Check Out” yang bisa diakses di situs desktop dan mobile web. Fitur ini dirancang khusus sebagai direktori bagi pelancong millennial untuk mengetahui jarak lokasi hotel mereka dengan tempat-tempat sekitar yang ingin dikunjungi. Adapun kategori yang bisa diketahui adalah kuliner, hiburan, jalan-jalan, dan belanja.

“Kami harapkan fitur ini bisa memacu pelanggan baru dari kalangan millenial Indonesia untuk melancong ke berbagai tempat yang ingin mereka kunjungi. Semua fiturnya sudah dikostumisasi sesimpel mungkin, sehingga mereka tidak perlu unduh aplikasi direktori lainnya,” terang Gede Gunawan, Country Director agoda International Indonesia, Selasa (8/11).

Menurutnya, komitmen agoda untuk membidik pelanggan di kalangan tersebut cukup besar. Biaya pemasaran yang diklaim siap untuk dikucurkan bahkan mencapai 6 juta dolar. Tak hanya meluncurkan fitur baru saja, agoda juga melakukan kampanye dengan tema #agodabasecamp. Kampanye tersebut menjadi dorongan agoda kepada millennial yang menganggap akomodasi sebagai awal dari keseruan pengalaman perjalanan mereka.

Tak sampai disitu, agoda juga menyiapkan iklan televisi yang menceritakan petualangan pelancong yang berbeda dan sebuah mobile game interaktif yang memberikan diskon spesial kepada pengunjung situs untuk reservasi akhir tahun.

Terakhir, agoda mengumumkan kerja sama dengan Travel Sparks, organisasi sosial dengan fokus akan pendidikan di Indonesia bagian timur dengan menggunakan traveling untuk meningkatkan literasi dan kualitas pendidikan anak-anak di daerah pelosok Indonesia.

Donasi yang diumumkan untuk tahun pertamanya sebesar 500 juta Rupiah. Kegiatan ini ke depannya bakal menjadi program berkelanjutan yang akan dilakukan agoda setiap tahunnya.

Dari seluruh kegiatan pemasarannya ini, diharapkan dapat memacu kontribusi bisnis dari pelancong millennial terhadap total pendapatan agoda. Adapun secara persentase diharapkan bisa menembus angka 60%. Saat ini, meski tidak disebutkan angkanya, Gede mengklaim kontribusi bisnis agoda Indonesia dari pelancong millennial hampir menyentuh angka tersebut.

Sebelum meluncurkan seluruh kegiatan pemasaran ini, sambung Gede, agoda sebelumnya melakukan survei ke millennial responden dari seluruh Indonesia. Hasilnya ada tiga poin, yakni millennial sangat mementingkan destinasi lokal yang otentik, mereka sangat tinggi rasa nasionalisme, dan tertantang untuk eksplor daerah yang belum pernah mereka temui.

Dari data agoda, 70% tempat wisata yang paling diminati pelancong pada tahun ini adalah destinasi lokal. “Hasil survei ini jadi acuan kami bahwa pelancong millennial di Indonesia kian mencari pengalaman yang berbea dan menginspirasi untuk menjawab keingintahuan mereka.”

Bidik 6 ribu non hotel accomodation (NHA) untuk diakusisi

agoda saat ini sudah mengakuisisi (sebagai mitra) 1 juta hotel di seluruh dunia dengan jumlah pelanggan terdaftar mencapai 18 juta orang dari 37 ribu kota. Di Indonesia sendiri, agoda telah mengakuisisi 14.600 hotel dari seluruh Indonesia, sekitar 61,64% atau 9 ribu di antaranya tergolong sebagai non hotel accomodation (NHA). Adapun contohnya, apartemen, kos-kosan, dan residential.

Gede memandang, potensi NHA ke depannya akan semakin cerah seiring masifnya pelancong millennial untuk melakukan perjalanan. Secara potensi, masih ada 6.000 NHA yang bisa diakusisi oleh agoda. Untuk edukasi pelayanan dan sistem akuisisi, Gede mengaku pihaknya sendiri yang akan turun langsung ke lapangan dan memantau kondisi tempat penginapan.

Pemilik tempat penginapan akan diedukasi oleh tim agoda, bagaimana memberikan pelayanan dengan standar hotel dengan harga yang kompetitif.

“Untuk penginapan yang hendak kami akuisisi, mereka harus memberikan pelayanan yang baik dengan standar hotel, harganya pun harus kompetitif dan sudah nett, mengingat pemain OTA di Indonesia sudah banyak. Mereka juga tidak kami terapkan kontrak eksklusif harus dengan agoda saja,” pungkas Gede.

Application Information Will Show Up Here

Pengembang Sistem Aplikasi Perhotelan Caption Hospitality Jalin Kerja Sama dengan eRevMax Perluas Mitra Distribusi

Caption Hospitality sebuah startup pengembang sistem aplikasi perhotelan asal Yogyakarta dan Singapura baru saja meresmikan kerja samanya dengan eRevMax. Kerja sama ini  bertujuan untuk mengintegrasikan layanan end-to-end CRONO milik Caption dengan teknologi distribusi online perhotelan yang dimiliki eRevMax. Integrasi dua sistem ini menawarkan channel management dan pengaturan reservasi yang dapat diautomasi bagi properti independen di seluruh kawasan Asia Pasifik.

Integrasi ini memungkinkan para penyedia jasa akomodasi yang tergabung dalam Property Manegement System (PMS) milik Caption untuk mendistribusikan ketersediaan kamar dan harga properti mereka ke situs distribusi pihak ketiga secara langsung dari PMS mereka dan menerima pemesanan langsung dari RTConnect dan LIVE OS milik RateTiger. Harga online dan ketersediaan kamar akan diperbarui secara otomatis di semua saluran penjualan yang terhubung termasuk Sistem Distribusi Global, Online Travel Agent (OTA), Meta-search, dan situs e-commerce lainnya.

“Akomodasi dengan tingkat lebih rendah di negara berkembang saat ini sedang menghadapi tantangan untuk terus mempertahankan bisnisnya di dunia online. Melalui kerja sama ini, kami menyelesaikan masalah yang dihadapi properti dan pemilik hotel dengan teknologi yang simpel dan mudah untuk dioperasikan, hanya dengan panel kontrol tunggal pada CRONO milik Caption Hospitality, mereka akan terhubung dengan lebih dari 700 OTA dan 4 GDS (Global Distribution System) di seluruh dunia dengan bantuan eRevMax.” ujar Co-Founder Caption Hospitality Larry Chua.

CRONO sendiri merupakan ‘single software untuk hotel’ yang menyediakan layanan terskala dan dapat diandalkan untuk semua tipe dan ukuran hotel, terutama hotel independen dan butik. Kerja sama strategis antara kedua spesialis industri teknologi hospitalitas ini akan membantu hotel mengefektifkan penjualan mereka melalui satu aplikasi untuk semua manajemen pendapatan dan distribusi.

eRevMax terus mengembangkan jaringan mitranya untuk menawarkan solusi yang terhubung secara langsung dan real-time untuk pengalaman distribusi yang lancar dan tanpa gangguan. Ini termasuk solusi bagi pasar independen dan skala atas melalui perusahaan grup hotel. Ekosistem channel milik eRevMax memfasilitasi layanan konektivitas dan relationship management yang bersertifikat kualitas untuk menunjang strategi yang kompleks untuk meningkatkan pendapatan.

“Hubungan antara software kami dengan PMS milik Caption Hospitality menyediakan pilihan bagi hotel atau properti independen untuk mengelola saluran distribusi online dengan biaya yang efektif tanpa perlu khawatir untuk mengatur ketersediaan kamar secara manual di setiap website pemesanan. Lebih banyak hotel akan dapat menggunakan keuntungan dari ekosistem channel kami sembari menyederhanakan upaya distribusi mereka. Koneksi XML yang aman akan memastikan pembaruan harga dan ketersediaan secara langsung, dan juga pengambilan data booking, sehingga menjaga PMS milik hotel akan selalu diperbarui,” ujar SVP Project Management eRevMax Ashis Saha.

Fokus Nida Rooms di Indonesia Tahun Ini Mengakselerasi Bisnis

PT Global Rooms Indonesia (Nida Rooms), startup yang bergerak di bidang Virtual Hotel Operator (VHO) di Asia Tenggara, mulai mengakselerasi bisnis hotel mulai semester II 2016. Sebelumnya, perusahaan gencar melakukan akuisisi ribuan hotel berbintang tiga.

Kurang dari setahun sejak pertama kali berdiri di Indonesia, mulai semester II 2016 Nida Rooms menggenjot kontribusi bisnis lewat beberapa online travel agent (OTA) dan direct sales. Diharapkan, target akuisisi hotel yang sudah dilakukan sampai akhir Juli 2016 tembus ke 1500 hotel yang berlokasi dari Aceh hingga Manado.

Suman Mathevan, Country Head of Indonesia Nida Rooms, menargetkan sampai akhir tahun ini hotel yang diakuisisi bisa mencapai 2500 unit. Sementara, untuk tingkat pemesanan hotel dapat mencapai 500 booking per harinya. Adapun realisasinya, tingkat pemesanan sekitar 10% dari target atau sekitar 50 booking per harinya.

Menurutnya, sejak Nida Rooms didirikan pada akhir tahun lalu, perusahaan lebih memilih strategi memperbanyak akuisisi hotel dibandingkan strategi lainnya. Hal tersebut didasarkan sebagai langkah meraih marketshare di Indonesia, terlebih sudah banyak VHO lainnya yang sudah bermunculan.

“Kendati kami masih baru, namun kami yakin sampai akhir tahun target booking hotel dapat mencapai 500 per harinya karena menerapkan service quality guaranteed. Sehingga, di manapun konsumen berada kualitas yang diberikan Nida Rooms tetap sama,” ujarnya saat mengunjungi kantor DailySocial, Rabu (20/8).

Lanjut Mathevan, pihaknya yakin akan dapat dengan cepat menarik perhatian calon konsumen untuk beralih ke Nida Rooms. Terlebih, perusahaan hanya menyasar hotel berbintang tiga dengan range harga antara Rp250.000 sampai Rp500.000.

Adapun hotel yang bisa diajak bermitra, lanjut Mathevan, harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Salah satunya, memiliki resepsionis, kamar yang bersih, shower, AC, televisi, dan Wi-Fi.

“Jadi, entah itu bentuknya apartemen atau condo, mitra harus memiliki standar yang dimiliki oleh hotel, sebab itu standar utama kami.”

Untuk menggenjot pencapaian target, pada Agustus 2016 Nida Rooms akan memperbarui sistem, salah satunya pencarian hotel berdasarkan rating yang direkomendasikan pelancong.

“Ini diharapkan akan mengunggah minat pelancong untuk menggunakan Nida Rooms saat mereka hendak mencari lokasi hotel.”

Berdasarkan catatan Nida Rooms, mayoritas lokasi hotel mitra yang mencatatkan penjualan tiket tertinggi adalah Bali, Yogyakarta, dan Jakarta.

Tren baru

Mathevan berharap semakin banyaknya hotel yang berhasil dirangkul Nida Rooms dapat meningkatkan okupasi hotel itu sendiri yang tadinya berada di bawah 60%.

Menurutnya, hotel bintang tiga kini tidak hanya dihuni oleh budget traveler, tetapi oleh corporate dan business traveler. Tren yang mengarah saat ini, sambungnya, semakin banyaknya dari dua segmen tersebut yang menggunakan hotel bintang tiga sebab mereka hanya menginap semalam atau dua malam saja. Salah satu hal yang bakal diterapkan adalah ketersediaan corporate account untuk kemudahan perusahaan mengatur perjalanan pegawainya.

“Sudah mulai banyak business traveler yang hanya bepergian semalam atau dua malam saja. Tentu saja, bagi mereka tidak perlu memerlukan fasilitas yang belum tentu akan dipakai, contohnya kolam renang atau spa. Sebab, yang dibutuhkan hanya kamar hotel bersih, nyaman, dan mudah dijangkau. Segmen itu akan kami sasar dengan peningkatan standar hotel mitra.”

Application Information Will Show Up Here

Wego Luncurkan Jaringan Afiliasi WAN.Travel

Situs referensi dan rekomendasi perjalanan, Wego rupanya tak hanya memfokuskan diri dalam pengembangan terhadap penggunanya namun juga kepada banyak mitra yang bergerak dalam industri wisata. Baru-baru ini, situs asal Singapura tersebut meluncurkan Wego Affiliate Nework, atau WAN.Travel, sebuah jaringan afiliasi yang disediakan bagi banyak situs wisata untuk memacu bisnis.

Continue reading Wego Luncurkan Jaringan Afiliasi WAN.Travel