Grab Akuisisi Saham OVO dari Tokopedia dan Lippo, Kini Kuasai Sekitar 90% Kepemilikan

Bertujuan untuk memperkuat posisi dan bersaing dengan kompetitornya di layanan finansial, Grab Holdings Inc. meningkatkan kepemilikannya atas OVO menjadi sekitar 90% dengan mengakuisisi saham dari Tokopedia dan Lippo Group.

“Kami menyambut baik komitmen yang lebih besar dari Grab di OVO. Kami sedang bekerja dan melakukan konsultasi dengan regulator untuk menyelesaikan proses restrukturisasi kepemilikan, dan yakin ini akan memungkinkan kami untuk melayani kebutuhan layanan keuangan masyarakat Indonesia dengan lebih baik,” ujar perwakilan OVO.

Sebelum proses akuisisi ini, PT Visionet Internasional [OVO] merupakan bagian dari PT Bumi Cakrawala Perkasa (BCP – OVO Group). Adapun menurut laporan MomentumWorks, BCP per Mei 2019 sahamnya dimiliki Grab (GP Network Asia) dengan persentase 41%; Tokopedia (PT Digital Investindo Jaya) 38%; Lippo Group (PT Inti Anugrah Pratama) 10%; dan Tokyo Century Corporation 8%.

Sejauh ini OVO memang telah menjadi opsi pembayaran utama di Grab. Akuisisi ini tentu berpotensi memperdalam sinergi. Sebagai informasi, dalam OVO Group juga terdapat beberapa layanan finansial lain, baik dari proses akuisisi [Bareksa dan Taralite] dan kerja sama strategis seperti layanan insurtech yang didirikan bersama ZA Tech [anak perusahaan ZhongAn Online P&C Insurance].

Kompetisi aplikasi pembayaran

Di Indonesia, kompetisi layanan e-money cukup ketat. Gopay saat ini berpotensi untuk menjadi sistem pembayaran utama di holding GoTo — sebelumnya OVO menjadi opsi pembayaran utama di Tokopedia. Integrasi Gopay ke Tokopedia semakin mendalam, belum lama ini mereka mengusung layanan Gopaylater ke raksasa online marketplace tersebut.

Sementara Shopeepay dan SPayLater hadir sebagai pemain baru; dengan ekosistem pengguna Shopee yang besar, layanan ini tergolong sangat cepat melakukan penetrasi. Beberapa survei menempatkan sebagai top e-money saat ini di Indonesia. Salah satunya dari hasil studi Ipsos Indonesia pada akhir 2020; dengan menitikberatkan pada tingkat kepuasan responden, ShopeePay mendapatkan peringkat pertama dengan skor 82%. Angka itu jauh melebihi pemain lain seperti Ovo (77%), Gopay (71%), Dana (69%), dan LinkAja (67%).

Belum lagi saat berbicara pemain lain, seperti DANA yang kini fokus menjadi super e-wallet untuk berbagai kebutuhan finansial seperti transfer bank, pengelolaan rekening bank dll; LinkAja yang semakin mendalam penetrasinya ke pasar O2O; hingga pemain-pemain lain yang memiliki skala yang lebih kecil dengan fokus spesifik, misalnya AstraPay di ekosistem Astra Group dan MotionPay di MNC Group.

Mengakomodasi UMKM

Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan, saat ini lebih dari 1 juta pelaku UMKM telah menjadi merchant OVO dan menerima pembayaran digital melalui QRIS.

“Selain berkomitmen untuk merangkul lebih banyak pelaku usaha, masuk ke ekosistem digital nasional, OVO terus berupaya menghadirkan kesempatan bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnis mereka, melalui pendalaman literasi keuangan digital yang secara khusus menyasar para wirausahawan
Indonesia.”

Survei CORE Indonesia menunjukkan, saat pandemi 10% populasi merchant OVO berhasil mempertahankan pendapatan bulanan dan 5% pelaku UMKM mengalami peningkatan pendapatan bulanan. Saat ini OVO telah hadir di lebih dari 430 kota dan kabupaten.

Dalam survei tersebut juga terungkap, setelah bergabung dengan OVO, 71% pelaku UMKM melakukan pencatatan transaksi penjualan lebih teratur dan menerima transaksi pembayaran digital, 68% memiliki akses lebih luas terhadap layanan keuangan, dan 51% mengaku lebih memahami penggunaan teknologi untuk mempertahankan usaha.

Strategi serupa, dengan merekrut UMKM untuk menjadi tenant di ekosistem, juga menjadi standar layanan pembayaran lainnya saat ini. Seperti yang dilakukan LinkAja dengan menggandeng penjual di berbagai pasar tradisional. Namun sebenarnya dengan adanya QRIS, pemilik UMKM bisa menyuguhkan sistem pembayaran yang lebih umum. Pasalnya satu kode QR yang dipampang, bisa digunakan untuk menerima pembayaran dari berbagai jenis aplikasi e-money.

Pertajam integrasi layanan

Untuk memperluas jangkauan penggunaan, OVO juga terus memperluas kemitraan dengan mitra strategis. Dari daftar yang disampaikan, saat ini OVO diklaim sudah terintegrasi ke berbagai sistem seperti ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Integrasi layanan OVO di merchant online dan offline / OVO
Integrasi layanan OVO di merchant online dan offline / OVO

Namun saat kami periksa, di Google Play, App Store, dan Netflix sampai saat ini (04/10) belum ada opsi pembayaran dengan OVO. Kemungkinan sedang tahap penjajakan atau proses integrasi layanan, dan akan hadir beberapa waktu mendatang. Jika proses tersebut selesai, OVO akan menemani fintech pembayaran lokal lain seperti Gopay, Shopeepay, DANA, dan DOKU yang sudah terlebih dulu menjadi opsi untuk pembayaran di lokapasar aplikasi.

“Sejak awal kehadirannya sendiri, OVO telah menerapkan strategi ekosistem terbuka, di mana kami memberikan keleluasaan bagi OVO untuk bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan lini industri mana pun yang berkaitan dengan layanan kami,” kata Head of Corporate Communications OVO Harumi Supit kepada DailySocial.id.

Application Information Will Show Up Here

OVO Group Perluas Ekosistem Layanan, Dirikan Perusahaan Patungan di Bidang Insurtech

PT Bumi Cakrawala Perkasa, selanjutnya disebut OVO Group, merupakan perusahaan induk layanan dompet digital OVO (PT Visionet Internasional) dan p2p lending Taralite (PT Indonusa Bara Sejahtera).  Mereka baru mengumumkan kerja sama strategis dengan ZA Tech untuk membentuk perusahaan patungan di bidang insurtech.

Diketahui ZA Tech merupakan anak perusahaan ZhongAn Online P&C Insurance, terbentuk dari kemitraan antara SoftBank Vision Fund 1 dan ZA International.

Hadirnya insurtech di OVO Group tentu memperluas cakupan produk finansial mereka. Selain dompet digital dan p2p lending, mereka juga memiliki keterikatan kuat dengan Bareksa sebagai layanan fintech yang fokus pada investasi reksa dana. Potensi penetrasi berbagai layanan finansial yang terus menguat menjadikan dasar bagi perusahaan untuk melakukan aksi perusahaan tersebut.

“Melalui kemitraan ini, kami percaya bahwa kita dapat  bersama-sama mendorong transformasi digital di Indonesia untuk perusahaan asuransi, sehingga mempercepat adopsi asuransi di Indonesia,” ujar Presiden Direktur OVO Group Jason Thompson.

Turut disampaikan, penetrasi asuransi di Indonesia tergolong masih sangat rendah, yaitu hanya sebesar 1,7% dari lebih dari 265 juta orang Indonesia yang saat ini dilindungi oleh asuransi swasta. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan pasar dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat rata-rata di atas 5% dalam tiga tahun terakhir.

Layanan yang nantinya dihadirkan oleh insurtech tersebut akan membantu perusahaan asuransi untuk mendigitalkan produk mereka. Proses backend yang tadinya manual akan diautomasi; termasuk menyederhanakan proses perhitungan premi yang sebelumnya sangat rumit. Harapannya dapat tercipta ekosistem produk yang terjangkau dan diminati kalangan masyarakat yang lebih luas.

“Dengan menggunakan platform insurtech yang dibangun oleh BCP dan ZA Tech, perusahaan asuransi akan dapat mendigitalkan penawaran konvensional mereka, sehingga dapat memberikan produk dan layanan secara lebih efektif kepada masyarakat dalam rangka mempercepat transformasi digital di pasar asuransi Indonesia yang sangat besar,” tutup Thompson.

ZhongAn sendiri sebelumnya juga telah membentuk perusahaan patungan dengan Grab untuk membuat layanan insurtech berbasis marketplace. Di dalamnya akan menawarkan berbagai kategori produk asuransi yang dapat diakses langsung melalui aplikasi Grab dan dibayarkan melalui fitur GrabPay. Di Indonesia, Grab juga terafiliasi dengan OVO sebagai dompet digital yang menopang sistem pembayaran di aplikasinya.

Ekosistem insurtech di Indonesia

DSResearch dalam laporan bertajuk “Insurtech Strategic Innovation 2020” memetakan beberapa pemain insurtech yang saat ini sudah beroperasi di Indonesia. Melalui kemitraan yang dimiliki dengan berbagai perusahaan asuransi, masing-masing layanan mencoba menghadirkan berbagai produk asuransi – sebagian besar ditujukan di segmen konsumer.

Insrutech di Indonesia

Beberapa juga lakukan integrasi dengan layanan digital di segmen lain, misalnya yang dilakukan PasarPolis dengan menghadirkan layanan GoSure di Gojek untuk asuransi perjalanan; hal serupa juga dilakukan Qoala bersama Grab di Indonesia; kemudian ada juga Premiro yang masuk ke ekosistem layanan Tanamduit.

Mengutip hasil studi Munich Re Economic Research, Indonesia akan memimpin pertumbuhan premi asuransi kesehatan dan jiwa dari tahun 2019-2030, dengan CAGR sebesar 9,1%. Sepanjang taun 2019, premi yang berhasil dibukukan sudah mencapai 185,3 triliun Rupiah untuk asuransi jiwa dan 80,1 triliun Rupiah untuk asuransi kesehatan.

Pandemi tidak menyurutkan pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia. Data menunjukkan adanya pemulihan yang relatif cepat terkait pendapatan bruto premi untuk asuransi jiwa sepanjang tahun 2020.

Asuransi di Indonesia Selama Pandemi

Gerak cepat fintech memasuki insurtech juga terus terlihat, tidak hanya oleh pemain legasi yang terus melakukan ekspansi bisnis. Salah satunya Fazz Financial Group, unit yang membawahi layanan Payfazz dan Modal Rakyat, mulai bekerja sama dengan Adira Insurance untuk mendukung salah satu unit layanan mereka. Karena diyakini, kesadaran adopsi layanan asuransi akan terbentuk seiring peningkatan literasi finansial masyarakat Indonesia yang terus digenjot, tarmasuk dibantu para pemain fintech tersebut.