Startup Paylater yang Didirikan T Fuad “Pace” Dilikuidasi

Startup fintech paylater Pace sedang mengajukan proses likuidasi, setelah mengajukan penghentian bisnis secara sukarela pada Agustus 2023 karena ada masalah dalam liabilitasnya.

Kabar ini pertama kali diwartakan oleh Vulcan Post mengutip dari dokumen yang diunggah di otoritas setempat Singapura pada 8 September 2023.

Dokumen tersebut menyampaikan, Rapat Umum Luar Biasa telah diselenggarakan pada 29 Agustus 2023 dan disimpulkan bahwa perseroan tidak dapat melanjutkan usahanya karena liabilitasnya.

“[..] dengan demikian Perseroan berakhir secara sukarela [..] dan dengan ini menunjuk gabungan dan beberapa likuidator untuk keperluan penyelesaian urusan perusahaan,” tulis perusahaan.

Belum ada pernyataan resmi yang disampaikan Pace kepada media mengenai kabar tersebut. Akun media sosial dan App Store-nya telah dihujani dengan komentar dari para penggunanya yang kebingungan karena tidak tersedianya layanan penukaran di dalam aplikasinya. Situs Pace juga sudah tidak bisa diakses.

Pace didirikan di Singapura oleh pengusaha kelahiran Indonesia Turochas ‘T’ Fuad pada 2021. Startup ini memungkinkan konsumen untuk membagi tagihan pembelian mereka menjadi tiga kali pembayaran bebas bunga selama 60 hari, melalui pengalaman omnichannel yang membantu konsumen berbelanja secara berkelanjutan.

Langkah tersebut bertujuan untuk menciptakan inklusi keuangan bagi konsumen, sembari membantu mereka mengendalikan dan berbelanja sesuai keinginan dan membantu pedagang memenuhi permintaan konsumen yang meningkat dan meningkatkan efisiensi penjualan. Perusahaan ini belum beroperasi di Indonesia, kabar terakhir mereka hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand dengan lebih dari 3 ribu titik penjualan.

Pace telah mengumpulkan pendanaan seri A sebesar $40 juta dari sejumlahnya investor, seperti UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, dan serangkaian kantor keluarga dari Jepang dan Indonesia. Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, dan Genesis Alternative Ventures juga berpartisipasi juga turut berpartisipasi.

Setahun berdiri, perusahaan mengakuisisi kompetitornya Rely sebagai bagian dari ekspansinya. Sebulan kemudian, meluncurkan Pace Card yang bertujuan untuk menciptakan pengalaman pembayaran online yang lebih sederhana dan aman.

Aturan Kode Etik di Singapura

Di saat yang bersamaan dengan berita likuidasi Pace, kelompok kerja BNPL mendorong pemain yang ada untuk segera mematuhi kode etik yang diperbarui mulai 1 November 2023 dan diakreditasi paling lambat 31 Maret 2024. Pemain baru juga harus melalui proses yang sama sebelum menawarkan layanan BNPL ke publik.

Kelompok kerja ini dibentuk oleh Asosiasi Fintech Singapura (SFA) dan para pelaku industri, di bawah bimbingan Otoritas Moneter Singapura (MAS).

Kode Etik BNPL pertama kali diumumkan pada akhir tahun lalu untuk memandu pemain dan memastikan bahwa pengguna tidak mengambil terlalu banyak utang. Disebutkan para pelaku pasar harus memenuhi dan terlibat dengan dua standar baru.

Pertama, terhubung dengan biro swasta yang telah dibentuk oleh perusahaan IT global Experian untuk memfasilitasi proses berbagi informasi kredit. Ini akan memungkinkan pemain BNPL untuk mempertimbangkan saldo konsumen di seluruh penyedia BNPL ketika melakukan penilaian kredit lebih lanjut.

Selanjutnya, pemain BNPL wajib menjalani audit oleh penilai independen untuk memastikan mereka mematuhi kode etik. Setelah itu, SFA akan menilai kualifikasi mereka untuk akreditasi. Hanya yang lolos akreditasi, pemain BNPL diizinkan untuk menunjukkan tanda terakreditasi di situs resmi mereka mulai 1 April 2024. Tanda tersebut hanya berlaku selama tiga tahun dan harus diakreditasi ulang setelahnya.

Terdapat komite pengawas yang telah dibentuk untuk mengawasi dan memantau kepatuhan kode etik.

Sejak aturan diberlakukan, ada delapan pemain BNPL yang mengikuti, yakni Atome, Grab, ShopBack, Ablr, Latitude Pay, Pace, Split, dan SeaMoney. Kini tersisa enam pemain BNPL yang beroperasi dengan kode ini, kecuali Pace dan Split. Keenamnya menunjuk PwC sebagai konsultan independen untuk penilaian pertama mereka.

Dalam iterasi pertama kode etik BNPL yang mulai berlaku pada 1 November 2022, pemain harus mematuhi lima standar. Di antaranya, pemain BNPL hanya dapat menawarkan layanan mereka hanya kepada pelanggan yang berusia minimal 18 tahun, dan mengizinkan pelanggan untuk mengumpulkan pembayaran terutang tidak lebih dari $2.000 pada satu waktu.

Penyedia BNPL juga telah berkomitmen untuk membuat biaya dan tarif mereka jelas dan transparan kepada pelanggan, dan memastikan bahwa iklan produk dan layanan mematuhi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Mengutip dari The Edge Singapore, Direktur Eksekutif (Departemen Kebijakan Prudential) MAS Andrew Tan mengatakan, industri telah bekerja keras selama setahun terakhir untuk menerapkan standar dan pengamanan dalam Kode BNPL, khususnya untuk membangun proses berbagi informasi kredit.

“Kami menantikan keberhasilan akreditasi perusahaan BNPL dan perolehan tanda kepercayaan pada bulan April 2024. Ini akan membantu konsumen mengenali perusahaan yang telah menerapkan Kode ini sepenuhnya. Penerapan Kode BNPL yang efektif akan meningkatkan hasil konsumen bagi pengguna BNPL dan memitigasi risiko akumulasi utang,” ujar Tan.

Alpha JWC Participates in the Funding for “Pace” Paylater Startup

Pace paylater aka BNPL (buy now pay later) startup announced $40 million (over 569 billion Rupiah) funding in series A round. Several investors joining the round, including UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, and a series of family business from Japan and Indonesia.

Previous investors, such as Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, and Genesis Alternative Ventures also participated. All three chipped in a seven-figure value for the early-stage funding this year.

In an official statement, Pace’s Founder & CEO, Turochas ‘T’ Fuad explained, this round of investments came from some of the most successful and established investors which signifies their belief that Pace is the leading BNPL player in Asia.

“This area is expected to be the fastest growing BNPL market in the world. This funding will support Pace in achieving its mission to democratize financial services for all, and help us expand into Japan, Korea and Taiwan,” said T.

UOB Venture Management’s Executive Director, Paul Ng added, “We are impressed by Pace’s founders’ clear vision, rapid growth and experience not only in BNPL payments, but in its progress in creating financial inclusion, and remain confident in their ability to revolutionize financial services.”

After this investment round, Pace is said to be the fastest growing multi-region BNPL player from Singapore. The company will use its fresh funding to expand technology, operations and business development, to achieve a $1 billion Gross Merchandise Value by 2022 and grow its user base by 25 times over the next 12 months.

To date, Pace has more than 3 thousand points of sale throughout the region, engaged in various types of businesses, from fashion, fitness, F&B, education, jewelry, hobbies, services, electronics, and others. The company leveraged its technology to increase overall sales by up to 25% by leveraging local customer insights, while driving repeat purchases from a rapidly growing user base.

T launched Pace earlier this year. It has successfully expanded its overseas operations in collaboration with regulators and adapting ultra-local approaches, such as integrating payment methods in frequently used markets to build resonance with merchants and buyers. This strategy will continue to replicate the hyperlocal framework as it rolls out in new countries.

Pace enables consumers to split their purchase bill into three interest-free payments over 60 days, through an omnichannel experience that helps consumers for sustainable shopping.

Pace aims to create financial inclusion for consumers in the region, by helping them control and shop at their own pace, while helping merchants meet growing consumer demand and increase sales efficiency. Currently, Pace operates in Singapore, Malaysia, Hong Kong and Thailand.

Yet to enter the Indonesian market

Pace is yet to plan expansion to Indonesian market. However, this market segment is already crowded with players from both local and overseas. Its implementation appears in many applications, from digital wallets, ticket bookings, to the most popular on e-commerce platforms and/or online marketplaces.

BNPL is one of the promising fintech segments in Southeast Asia. According to research conducted by Google, Temasek Holdings and Bain & Co., about half of Southeast Asia’s nearly 400 million adults are unbanked.

Over 90 million people are “underbanked”: They have bank accounts but do not have adequate access to investment, insurance or credit products. Millions of small and medium-sized businesses also face significant funding gaps, according to the study. This problem is getting spiky in Indonesia, where more than 70% of adults—about 140 million people—are unbanked or unbanked.

Data rewritten by Nikkei Asia


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Alpha JWC Ventures Kembali Berpartisipasi dalam Pendanaan Startup Paylater “Pace”

Startup paylater alias BNPL (buy now pay later) Pace mengumumkan telah mengumpulkan $40 juta (lebih dari 569 miliar Rupiah) dalam putaran pendanaan seri A. Investor yang bergabung dalam putaran tersebut adalah UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, dan serangkaian kantor keluarga dari Jepang dan Indonesia.

Investor sebelumnya, Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, dan Genesis Alternative Ventures juga berpartisipasi. Ketiganya menyuntik Pace dalam pendanaan tahap awal dengan nilai tujuh digit pada awal tahun ini.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Pace Turochas ‘T’ Fuad menerangkan, putaran investasi ini datang dari beberapa investor paling sukses dan mapan yang menandakan keyakinan mereka bahwa Pace adalah pemain BNPL terkemuka di Asia.

“Kawasan ini diharapkan menjadi pasar BNPL dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Pendanaan ini akan mendukung Pace dalam mencapai misinya untuk mendemokratisasi layanan keuangan untuk semua, dan membantu kami ekspansi ke Jepang, Korea, dan Taiwan,” ujar T.

Direktur Eksekutif UOB Venture Management Paul Ng menambahkan, “Kami terkesan dengan visi yang jelas dari pendiri Pace, pertumbuhan yang cepat, dan pengalaman tidak hanya dalam pembayaran BNPL, tetapi dalam kemajuannya dalam menciptakan inklusi keuangan, dan tetap percaya diri dengan kemampuan mereka untuk merevolusi layanan keuangan.”

Setelah putaran investasi ini, diklaim Pace menjadi pemain BNPL multi-wilayah dengan pertumbuhan tercepat dari Singapura. Pendanaan baru ini akan digunakan perusahaan untuk memperluas teknologi, operasi, pengembangan bisnis, untuk mencapai nilai Gross Merchandise Value sebesar $1 miliar pada 2022 dan menumbuhkan basis penggunanya sebesar 25 kali pada 12 bulan ke depan.

Hingga saat ini, Pace memiliki lebih dari 3 ribu titik penjualan di seluruh wilayah, bergerak dari berbagai jenis usaha, mulai dari fesyen, fitness, F&B, edukasi, perhiasan, hobi, jasa, elektronik, dan lainnya. Perusahaan memanfaatkan teknologinya untuk meningkatkan penjualan secara keseluruhan hingga 25% dengan memanfaatkan wawasan pelanggan lokal, sambil mendorong pembelian berulang (repeat purchase) dari basis pengguna yang berkembang pesat.

Pace diluncurkan oleh pada awal tahun ini oleh T. Ia berhasil mengembangkan operasinya di luar negeri bekerja sama dengan regulator dan mengadaptasi pendekatan ultra-lokal, seperti mengintegrasikan metode pembayaran dalam pasar yang sering digunakan untuk membangun resonansi dengan pedagang dan pembeli. Strategi ini akan terus mereplikasi kerangka kerja hiperlokal saat diluncurkan di negara-negara baru.

Pace memungkinkan konsumen untuk membagi tagihan pembelian mereka menjadi tiga kali pembayaran bebas bunga selama 60 hari, melalui pengalaman omnichannel yang membantu konsumen berbelanja secara berkelanjutan.

Pace bertujuan untuk menciptakan inklusi keuangan bagi konsumen di wilayah tersebut, dengan membantu mereka mengendalikan dan berbelanja sesuai keinginan mereka, sambil membantu pedagang memenuhi permintaan konsumen yang meningkat dan meningkatkan efisiensi penjualan. Saat ini, Pace beroperasi di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand.

Belum ada rencana masuk Indonesia

Belum dipaparkan kapan rencana Pace untuk hadir di Indonesia. Namun, segmen pasar ini sudah ramai diisi oleh banyak pemain baik dari lokal maupun luar negeri. Implementasinya muncul di banyak aplikasi, mulai dari dompet digital, pemesanan tiket, sampai yang paling populer di platform e-commerce dan/atau online marketplace.

BNPL adalah salah satu segmen fintech yang menjanjikan potensinya di Asia Tenggara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Google, Temasek Holdings dan Bain & Co., sekitar setengah dari hampir 400 juta orang dewasa di Asia Tenggara tidak memiliki rekening bank.

Lebih dari 90 juta lebih “underbanked”: Mereka memiliki rekening bank tetapi tidak memiliki akses yang memadai ke produk investasi, asuransi, atau kredit. Jutaan usaha kecil dan menengah juga menghadapi kesenjangan pendanaan yang signifikan, menurut penelitian tersebut. Masalah ini lebih pelik di Indonesia, di mana lebih dari 70% orang dewasa—sekitar 140 juta orang—tidak memiliki rekening bank atau unbanked.

Grafik dioleh kembali oleh Nikkei Asia
Application Information Will Show Up Here

Turochas “T” Fuad Tentang Strategi “Exit”: Kecepatan dan Eksekusi adalah Segalanya

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Memulai petualangan baru sepertinya tidak pernah membuat saya bosan. Kesibukan, kelelahan, kecemasan, kegembiraan, semuanya bercampur. Tidak pernah sama, namun terasa sangat familiar.

Tulis Turochas “T” Fuad dalam paragraf pembuka mengenai bisnis teranyar, Pace.

Sebuah penjelasan yang singkat namun menyeluruh tentang kehidupan seorang serial entrepreneur, setidaknya untuk Turochas Fuad, atau lebih akrab dipanggil T. Lahir di Indonesia dan sempat belajar bahasa Inggris di Singapura, ia memutuskan untuk mengejar gelar Sistem Informasi Manajemen jauh-jauh ke Amerika di The University of Texas, Austin. Namun hal ini menjadi awal dari ketertarikannya yang besar pada teknologi.

Mulai dari berdirinya usaha pertama yang akhirnya diakuisisi oleh raksasa teknologi asal Amerika, Yahoo!; lalu mendirikan usaha ikonik travelmob, yang kemudian diakuisisi oleh Homeaway pada tahun 2013 seharga $11,5 juta; kemudian kisah raksasa coworking WeWork yang mengakuisisi Spacemob buatannya untuk meningkatkan ekspansi dan pertumbuhan di Asia Tenggara.

Tim DailySocial berkesempatan mendapat sesi wawancara tentang perjalanan bisnisnya sebagai pengusaha veteran dan visi menuju masa depan yang lebih baik di industri teknologi.

Mulai dari bisnis teranyar. Sebelum Pace, bukankah Anda belum pernah benar-benar terjun ke dunia fintech? Apa yang membuat Anda tertarik untuk memulai hal ini?

Hal yang paling menggairahkan bagi saya perkara memulai bisnis baru adalah kemungkinan untuk menciptakan dampak positif pada individu dalam skala besar. Dari perusahaan pertama saya hingga startup terakhir saya, Spacemob, ini selalu menjadi kekuatan pendorong di balik apa yang saya lakukan dan terus berlanjut, bahkan sekarang dengan sektor Fintech.

Terkhusus Pace, peluang untuk menciptakan inklusi keuangan di seluruh Asia adalah peluang yang terlalu sulit untuk ditolak. Lanskap keuangan tetap terfragmentasi, dengan ruang para pemegang jabatan untuk disrupsi dalam semua segmen, terlepas dari pembayaran. Misi kami adalah menyediakan inklusi keuangan dengan membangun mesin perbankan yang dapat beroperasi di banyak negara dengan mudah – yang membantu pedagang menciptakan efisiensi penjualan, dan memberi konsumen pilihan untuk berbelanja secara berkelanjutan.

pace 2

Menyelesaikan sarjana di Amerika dan sempat bekerja sebentar di sana, mengapa Anda memutuskan untuk berkarya di Singapura? [Mengingat Anda lahir di Indonesia]

Singapura, sebagai pusat bisnis utama di Asia, merupakan cara saya untuk membangun karier yang dapat memberi eksposur internasional juga jaringan kontak global dapat dibangun seiring waktu. Berada di sekitar orang yang tepat membantu Anda berpikir secara makro, dan saya cukup beruntung mendapatkan perspektif dari banyak orang berbakat di sini. Sejujurnya, selama di Singapura, saya juga mengembangkan bisnis di seluruh Asia Utara dan Asia Tenggara.

Meski begitu, hati saya masih tertaut dengan Indonesia, dan dengan kecepatan pertumbuhan serta populasi yang besar ini, setiap startup yang tidak menempatkan Indonesia dalam rencana ekspansinya kehilangan potensi untuk menciptakan dampak positif yang besar. Lagipula, sulit untuk mengabaikan negara terbesar keempat di dunia ini, bukan?

Anda pernah menikmati masa bekerja di perusahaan teknologi raksasa seperti Yahoo! dan Skype. Bagaimana pengalaman itu membentuk pribadi serta apa yang akhirnya mendorong Anda untuk memulai sebuah bisnis?

Jika ditanya, pengalaman ini menunjukkan kepada saya betapa pentingnya budaya bagi kesuksesan perusahaan mana pun. Saya merasa senang bekerja dengan orang-orang dari seluruh dunia, dan saya telah melihat bagaimana yang paling sukses dari mereka yang telah lebih dulu sukses, belajar untuk selalu menjadi orang yang pertama bahkan dalam situasi yang paling sulit. Bagi saya, itu adalah budaya yang hebat.

Hal lain yang sangat lazim di perusahaan-perusahaan ini adalah kecepatan eksekusi mereka. Anda dapat memiliki rencana paling brilian di dunia, tetapi jika menyangkut sebuah masalah, bagian tersulit adalah bagaimana caranya bisa mengiterasi dan mengeksekusi secepat mungkin, sembari mempertahankan kualitas produk atau layanan Anda. Terutama ketika beroperasi di ruang yang penuh disrupsi, Anda akan menghadapi rentetan tantangan; tetap fokus pada eksekusi dalam masa-masa sulit, menjadi sangat penting untuk bisa sukses.

Dalam perjalanan menuju “exit”, apakah Anda punya pertimbangan atau target spesifik sebelum memutuskan untuk menjual perusahaan?

Pengusaha hebat tidak pernah memulai sebuah perusahaan untuk dijual, karena tanpa memiliki keyakinan misi yang berfokus pada terciptanya perubahan, perusahaan sering kali goyah di bawah tekanan, dan akhirnya hancur.

Ketika harus mengevaluasi perjalanan exit sebelumnya, pertanyaan yang selalu saya tanyakan pada diri saya adalah, “Apakah akuisisi ini akan meningkatkan visi perusahaan kita?”. Jika ada keraguan barang sedikit pun, maka akan sangat mudah untuk menolak keputusan tersebut dengan besar hati.

Contoh yang baik adalah akuisisi Spacemob lima tahun lalu. Kami mulai membangun ruang kerja kolaboratif di seluruh Asia Tenggara dan membantu orang-orang mewujudkan visi mereka, lalu dengan akuisisi oleh WeWork kami semakin yakin bisa melakukannya. Tim inti Spacemob tetap bersama, memperluas bisnis ke sepersekian banyak ruang di enam negara di Asia Tenggara, dan menyampaikan misi yang ingin kami capai.

Anda sendiri telah mendirikan dan menjual tiga startup sejauh ini, apa saja pelajaran berharga yang bisa Anda petik dari masing-masing pengalaman?

Banyak yang berucap bahwa kecepatan & eksekusi adalah segalanya, dan melalui berbagai pengalaman di situasi sebelumnya, saya belajar bahwa hal itu sangat nyata. Itu, lalu memastikan Anda memiliki tim hebat yang terdiri dari orang-orang yang bersedia berkomitmen untuk mengerjakan sesuatu. Jika Anda melakukan beberapa hal ini dengan cukup baik, tidak ada alasan mengapa Anda tidak berhasil.

Apakah Anda memiliki sosok atau figur spesial yang menjadi inspirasi hingga bisa menjadi seperti saat ini?

Meski terdengar klise, ayah adalah sosok yang jadi inspirasi saya. Tumbuh di Medan, saya melihat dia bekerja keras di bisnis kecilnya sendiri, yang masih dia jalankan sampai sekarang. Meskipun saya dan saudara laki-laki saya cukup beruntung dapat bersekolah di AS, itu tidak mudah baginya. Keseharian hingga larut malam dan akhir pekan yang tidak terasa, ia membuat pengorbanan pribadi untuk memastikan kami mendapatkan yang terbaik yang dia bisa berikan. Kekuatan dan komitmen untuk bekerja keras dan tetap fokus pada kesibukan sehari-hari adalah sesuatu yang membuat saya terus maju setiap hari.

Ketika pandemi Covid-19 belum akan berakhir, bagaimana Anda melihat perkembangan industri teknologi di Asia Tenggara?

Singkatnya, cerah dan sangat menjanjikan! Asia Tenggara telah menghasilkan talenta teknologi hebat dalam beberapa tahun terakhir dan perusahaan sekarang memiliki lebih banyak pilihan daripada sebelumnya, dalam usaha membentuk tim. Kami juga melihat ekspansi besar ke wilayah ini baik dari perusahaan Amerika seperti Amazon dan perusahaan China seperti Bytedance, yang memvalidasi kualitas orang di industri dan skala peluang bisnis di Asia Tenggara.

Lebih spesifik untuk negara yang berbeda, saya pikir Singapura akan terus menjadi pusat bisnis untuk kawasan ini dan tempat pendaratan pertama bagi perusahaan yang ingin berekspansi ke Asia Tenggara secara keseluruhan. Namun, begitu operasi telah ditetapkan, perusahaan segera melihat ke arah Indonesia sebagai sumber utama pertumbuhan jangka panjang, dan yang terbaik adalah mereka bergerak cepat untuk mendapatkan pangsa pasar di sana.

Fintech juga dengan cepat menjadi andalan di wilayah ini, dengan perusahaan-perusahaan mendapatkan putaran pendanaan baru bahkan selama masa ekonomi yang tidak menentu. Ditambah dengan healthtech, kedua kategori ini adalah yang harus diperhatikan dalam hal pertumbuhan dan inovasi.

Dengan beragam pengalaman di dunia bisnis, adakah hal lain yang masih menjadi mimpi Anda? Mungkin cita-cita yang belum tercapai?

Bersama setiap startup, saya terus berkata pada diri sendiri bahwa ini akan menjadi yang terakhir bagi saya. Lalu, segera setelah itu, saya menemukan diri saya memulai perusahaan lain. Dalam beberapa hal, saya merasa ini adalah sebuah panggilan hidup dan saya bersyukur dapat terus membangun bisnis karena ini adalah hak istimewa yang tidak didapat semua orang.

Dalam hal tujuan, saya harus mengatakan bahwa dengan melihat putri saya tumbuh dan bisa bersama mereka di setiap langkah, akan menjadi pencapaian paling berharga yang akan saya dapatkan dalam hidup. Keluarga memberi saya kebahagiaan terbesar, dan melihat mereka masing-masing berhasil dengan caranya sendiri adalah tujuan yang patut diperjuangkan.

Apa yang ingin Anda sampaikan kepada para penggiat teknologi di luar sana yang ingin menciptakan sebuah solusi namun harus terhalang oleh pandemi?

Menurut saya tidak pernah ada waktu yang tepat untuk memulai bisnis. Selalu ada alasan untuk tidak melakukannya, dan Anda hanya perlu terus mencari solusi untuk setiap rintangan yang mungkin Anda hadapi. Entah itu sesederhana tidak punya cukup waktu, atau sesulit mencoba mencari pendanaan untuk memulai bisnis Anda, akan selalu ada solusi jika Anda bekerja dengan cukup keras. Tetapi dengan kemauan yang cukup untuk melakukannya, ditambah dengan kemauan untuk meluangkan waktu dan usaha, tidak ada alasan untuk Anda tidak bisa sukses. Dan ketika Anda sudah berhasil, ingatlah untuk menemukan jalan untuk bisa membayarnya.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Turochas “T” Fuad on The “Exit” Stories: Speed and Execution is Everything

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

“Starting a new venture never seems to get old for me. The rush, the pain, the anxiety, the joy, all mix together. It is never the same yet, it is also so familiar.”

Turochas “T” Fuad wrote in the opening paragraph about his latest venture, Pace.

It’s a compact yet thorough explanation about the life of a serial entrepreneur, at least for Turochas Fuad, or sometimes called T. Was born in Indonesia and had a chance to study English in Singapore, he decided to pursue his Management Information System degree all the way to the US at The University of Texas, Austin. That is quite the beginning of his big passion for technology.

From the story of the founding of his first venture which finally acquired by an American-based tech giant, Yahoo!; next to the founding of the iconic travelmob, which then acquired by Homeaway in 2013 for $11.5 million; then the story of Coworking-space giant WeWork acquired Spacemob to ramp up its expansion and growth in Southeast Asia.

DailySocial team had a chance to interview him on his business journey as a veteran entrepreneur and the vision towards a better future in the tech industry.

Let’s start with your latest venture. Before Pace, I don’t recall you have been involved in the fintech industry? What makes you interested and started this one?

What excites me most about starting a new business is the possibility to create a positive impact on individuals on a large scale. From my very first company till my last startup, Spacemob, this has always been the driving force behind what I do and continues to be the case, even now with Fintech.

With Pace specifically, the chance to create financial inclusion across Asia is an opportunity that is too difficult to turn down. The financial landscape remains fragmented, with room for incumbents to be disrupted across all segments, payments notwithstanding. Our mission is to provide financial inclusion by building a banking engine that can operate across multiple countries easily – one that helps merchants create sales efficiencies, and provides consumers with an option to spend sustainably.

pace 2

Completing a bachelor’s degree in the US and manage to work there for a while, why did you finally decide to build a career in Singapore? [Since you were born in Indonesia]

Singapore, being a major business hub in Asia, represented a way for me to build a career that could give me international exposure and provided me a global network of contacts that I could build over time. Being around the right people helps you think big, and I’ve been lucky enough to gain perspective from the many talented people I’ve gotten to know here. Truth be told, given my time here in Singapore, I’ve also developed businesses across North Asia and Southeast Asia.

That said, my heart is still very much with Indonesia, and with its current speed of growth and large population, any startup that does not have Indonesia as a part of its expansion plans is missing out on the potential to create a large positive impact. After all, it is hard to ignore the fourth largest country in the world, ya?

You’ve had your history with some tech giants like Yahoo! and Skype. How did those past experiences shape you and what finally encouraged you to build your own company?

If anything, these experiences showed me how important culture is to the success of any company. I’ve had the pleasure of working with people from all over the world, and I’ve seen how the most successful of them, learn to always be people-first even in the most difficult situations. That, to me, is a great culture.

The other thing that was very prevalent in these companies was their speed of execution. You can have the greatest plan in the world, but when it comes down to it, the most difficult part of it is figuring out how to iterate and execute as fast as you can, while maintaining the quality of your product or service. Especially when you’re operating in a disruptive space, you’re going to face a barrage of challenges; staying focused on executing through tough times, is imperative for success.

On the journey to “exit”, did you have certain considerations or specific targets before deciding to sell the company?

Great entrepreneurs never start a company to sell it, because without having a convicted mission that is focused on creating change, a company often wavers under pressure, and eventually crumbles.

When it came to evaluating the previous exits I’ve had, the question I’ve always asked myself was, ‘will this acquisition furthers our company’s vision?’ If there was any doubt at all, then a decision against it would be easily made with a clear heart.

A great example of this was the acquisition of Spacemob five years ago. We set out to build collaborative workspaces across Southeast Asia that helped people to bring their visions to life, and with the acquisition by WeWork we were able to do just that. The core Spacemob team stayed together, expanded the business to dozens of spaces across six countries in Southeast Asia, and delivered on the mission we set out to achieve.

You’ve launched and sold three startups so far, what is the biggest lesson you’ve learned among all those experiences?

It’s often said that speed & execution is everything, and through the different situations I’ve been in, I’ve learned that to be very true. That, and making sure you have a great team of people who are willing to commit themselves to the grind. If you do these few things well enough, there’s no reason why you can’t succeed.

Do you have a particular individual or figure that inspired you to become your today self?

As cliche as it sounds, I’ve always been inspired by my father. Growing up in Medan, I saw him work hard at his own small business, which he still runs today. Although my brothers and I were fortunate enough to be put through school in the US, it didn’t come easy for him. Through permanent late nights and non-existent weekends, he’s made personal sacrifices to ensure we got the best he could provide. That strength and commitment towards putting in the hard work and staying focused on the daily grind is something that keeps me going every single day.

Especially when the Covid-19 still around, how do you see the development of the tech industry in Southeast Asia?

In short, it’s bright and full of promise! Southeast Asia has been churning out great tech talent in recent years and companies now have more options than before, in how they want to set up their teams. We’ve also seen large expansions into the region both from American companies like Amazon and Chinese companies like Bytedance, which validates the quality of people in the industry and the scale of the business opportunity in Southeast Asia.

More specific to different countries, I think Singapore will continue to be a business hub for the region and the first landing spot for companies looking to expand into Southeast Asia as a whole. But once operations have been set up, companies immediately look towards Indonesia as a key source of long-term growth, and the best of them move quickly to gain market share there.

Fintech is also fast becoming a mainstay in this region, with companies getting fresh rounds of funding even during economically uncertain times. Coupled with healthtech, these two categories are the ones to look out for in terms of growth and innovation.

With tons of experience in the business, do you still aim for something more in this industry? Maybe you have other goals yet to be achieved?

With each startup, I keep telling myself that it will be my last one. And then, soon enough, I find myself starting yet another company. In some way, I guess this is my calling in life and I’m thankful to be able to continue building businesses because it’s a privilege that not everyone gets.

In terms of goals, I would have to say that seeing my daughters growing up and being with them each step of the way, will be the most rewarding achievement that I will have in life. The family gives me the greatest joy, and seeing each of them succeed in their own way is a goal worth striving hard for.

What would you say to all the tech enthusiasts out there trying to make something but hindered with pandemic stuff?

I’d say that there never is a right time to start a business. There’ll always be a reason not to, and you just have to keep finding solutions to any hurdles you might face. Whether that’s as simple as not having enough time, or as difficult as trying to look for funding to get your business off the ground, there will always be a solution if you search hard enough. But with enough will to do so, coupled with a willingness to put in the time and work, there is no reason for success to evade you. And when you do make it, remember to find your own ways to pay it forward.

Layanan Paylater Asal Singapura “Pace” Mengudara, Mulai Melirik Pasar Indonesia

Sebuah startup fintech baru Pace Enterprise meluncur di Singapura. Didirikan oleh Turochas “T” Fuad yang juga dikenal sebagai pendiri Spacemob [diakuisisi oleh WeWork pada tahun 2017], startup ini menawarkan paylater yang bertujuan untuk menghadirkan akses dan inklusi keuangan pada segmen yang kurang terlayani di wilayah Asia Pasifik.

DailySocial mewawancara pihak Pace terkait peluncuran layanan ini, mereka menyinggung tentang industri BNPL (buy-now-pay-later) yang masih sangat baru di Asia Tenggara namun optimis bahwa ini hanya masalah waktu sebelum paylater mendominasi sebagai metode pembayaran. Hal ini didorong oleh keinginan konsumen untuk memiliki kendali lebih besar atas pengeluaran mereka.

Dikutip dari e27, “Alasan kami meluncurkan Pace –dan tujuan jangka panjang kami– adalah untuk menciptakan platform fintech digital yang lebih luas dan lebih inklusif yang memberdayakan populasi yang kurang terlayani. Untuk mencapai hal ini, BNPL adalah langkah pertama yang tepat yang secara fleksibel dan mulus memperluas batas pembelian pelanggan sambil memberi pedagang akses ke alternatif pembiayaan dan segmen pelanggan yang sama sekali baru,” ujar Founder & CEO Pace T. Fuad.

Layanan ini telah berhasil mengumpulkan pendanaan tahap awal dengan nilai yang disebut “high seven-figure” atau sekitar $6 juta hingga $9 juta yang dipimpin oleh Vertex Ventures dan Alpha JWC Ventures. Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan platformnya lebih baik dan menawarkan layanan dan solusi progresif kepada konsumen dan pedagang.

Model bisnis

Pace mulai bergulir pada November 2020, menggunakan algoritma pembuatan profil keuangan. Platform ini akan mencocokkan profil pelanggan dengan batas pengeluaran paling sesuai yang memungkinkan mereka membagi pembelian menjadi tiga cicilan tanpa bunga.

Perusahaan juga mengklaim telah dengan cepat menambahkan lebih dari 300 titik penjualan dari lebih dari 200 mitra pedagang, termasuk Goldheart, OSIM, Sincere Watch, Carousell, Reebonz, dan FJ Benjamin.

BNPL dipercaya sebagai salah satu solusi yang bisa diimplementasi oleh berbagai kalangan, karena memberikan cara bagi bisnis untuk meningkatkan pendapatan dengan menjangkau audiens baru di semua industri.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa perusahaan fintech yang menyediakan layanan paylater. Implementasinya muncul di banyak aplikasi, mulai dari dompet digital, pemesanan tiket, sampai yang paling populer di platform e-commerce dan/atau online marketplace.

Pihaknya menambahkan “Kami juga percaya bahwa budaya unik setiap negara akan mendorong perbedaan penggunaan BNPL di antara berbagai sektor. Meskipun demikian, kami telah melihat banyak daya tarik dalam kategori layanan, fesyen, dan olahraga & kebugaran yang semuanya pasti akan terus tumbuh seiring popularitas BNPL di antara konsumen.”

Target ke depan

Berdasarkan studi dari Coherent Market Insights, pasar paylater global diperkirakan akan tumbuh dari US$5 miliar pada 2019, menjadi $33.6 miliar pada 2027, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) lebih dari 21.2%.

Pihaknya turut menyatakan bahwa selain layanan BNPL, Pace juga berencana mengembangkan seluruh rangkaian solusi fintech yang akan membantu bisnis dan konsumen. Perusahaan menargetkan untuk menjangkau 5000 mitra pedagang pada akhir 2021 melalui ekspansi geografisnya ke Asia Utara dan seluruh Asia Tenggara.

Saat ini Pace telah tersedia di Malaysia, Thailand, dan Hongkong. Namun, tidak menutup kemungkinan mereka akan melebarkan sayapnya ke Indonesia, mengingat keterlibatan Alpha JWC dalam putaran awalnya.

“Kami sangat percaya pada Indonesia dan potensi dampak yang dapat kami sumbangkan di sana. Kami memiliki ambisi untuk menjadi pemain global suatu hari nanti, tetapi kami tahu bahwa kami harus ultra lokal (dari produk hingga layanan) ketika kami memasuki setiap pasar. Kami melakukan yang terbaik untuk berkembang dengan cepat dan kami akan berusaha sekuat tenaga untuk sampai ke Indonesia secepat mungkin,” ujar representatif Pace.

Seperti kebanyakan produk fintech, pangsa pasar akan selalu berubah-ubah, dengan peluang bagi pemain baru dan inovasi baru yang bermunculan. Pihaknya menambahkan, “Yang penting bagi kami adalah bahwa produk dan penawaran kami dikembangkan dengan mempertimbangkan pengeluaran yang berkelanjutan. Kami percaya itu adalah kunci untuk mencapai inklusi keuangan dan aksesibilitas bagi semua orang.”

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here