Samsung Luncurkan Trio Fitness Tracker: Gear Sport, Gear Fit2 Pro dan Gear IconX Generasi Kedua

IFA 2017 bakal segera dimulai, dan Samsung telah menyiapkan amunisi berupa trio fitness tracker baru: Gear Sport, Gear Fit2 Pro dan Gear IconX generasi baru. Kabar mengenai Gear Fit2 Pro sebenarnya sempat bocor, namun ternyata Samsung lebih memilih untuk memperkenalkannya sebagai ‘tiga serangkai’ ketimbang pendamping Note 8.

Samsung Gear Sport dan Gear Fit2 Pro

Untuk kedua perangkat ini, prioritas Samsung ada pada ketahanan air dan kolaborasi dengan pihak ketiga. Baik Gear Sport dan Gear Fit2 Pro sama-sama tahan air sampai kedalaman 50 meter, dan mereka juga siap digunakan untuk memonitor aktivitas berenang (lap count, lap time, stroke type dll) berkat integrasi aplikasi racikan Speedo.

Samsung Gear Sport dan Gear Fit2 Pro

Namun Speedo bukan satu-satunya mitra yang ditunjuk oleh Samsung. Masih ada akses ke sederet aplikasi fitness garapan Under Armour, dan kedua perangkat juga dapat digunakan untuk memutar musik via Spotify, baik streaming maupun secara offline, tanpa perlu tersambung ke smartphone.

Tentu saja Samsung juga sudah menyempurnakan kinerja kedua perangkat sebagai fitness tracker. Selain dibekali sensor laju jantung yang lebih akurat, Gear Sport dan Gear Fit2 Pro juga bisa mendeteksi beragam aktivitas secara otomatis, mulai dari berjalan, berlari, bersepeda sampai yang Samsung sebut dengan istilah “aktivitas dinamis” macam menari atau bermain basket.

Samsung Gear Sport

Secara estetika, Gear Sport tampil minimalis dengan bezel yang bisa diputar dan strap 20 mm yang mudah dilepas-pasang. Layar sentuhnya menggunakan panel Super AMOLED 1,2 inci dengan resolusi 360 x 360 pixel, dan telah dilapisi kaca Gorilla Glass 3 guna memberikan proteksi ekstra.

Kinerjanya ditunjang oleh prosesor dual-core 1 GHz, RAM 768 MB, memory internal 4 GB, baterai 300 mAh yang mendukung wireless charging, serta sistem operasi Tizen. Selain sebagai smartwatch dan fitness tracker, Gear Sport juga punya peran lain sebagai pusat kendali perangkat smart home buatan Samsung, remote control untuk presentasi PowerPoint dan Samsung Gear VR, serta sebagai alat pembayaran via integrasi Samsung Pay.

Samsung Gear Fit2 Pro

Gear Fit2 Pro di sisi lain masih mempertahankan desain khas para pendahulunya, dengan layar sentuh Super AMOLED 1,5 inci yang melengkung, didukung oleh resolusi 216 x 432 pixel dan juga kaca Gorilla Glass 3 pada lapisan terluarnya. Spesifikasinya cukup identik dengan Gear Sport, terkecuali RAM yang cuma 512 MB dan baterai 200 mAh yang belum mendukung wireless charging.

Samsung sejauh ini masih bungkam soal harga dan ketersediaan Gear Sport. Untuk Gear Fit2 Pro, Samsung berencana melepasnya ke pasaran mulai 15 September dengan harga $199, berdasarkan informasi yang diterima oleh The Verge.

Samsung Gear Icon X (2018)

Samsung Gear IconX (2018)

Dibandingkan generasi pertamanya, Gear IconX versi baru ini hampir tidak membawa perubahan sama sekali perihal desain – mungkin ini juga alasan mengapa namanya pun sama. Samsung cuma bilang kalau versi baru ini bakal lebih nyaman dikenakan karena berbobot lebih ringan di angka 8 gram per earpiece, dan pilihan warnanya sekarang ada tiga.

Pembaruan terbesar yang diusungnya adalah integrasi asisten virtual Bixby, sama seperti yang dibawa oleh headphone U Flex. Kapasitas penyimpanan sebesar 4 GB memungkinkan pengguna untuk menyimpan koleksi musiknya langsung di earphone, yang berarti Anda benar-benar tidak membutuhkan perangkat lain ketika berolahraga.

Samsung Gear IconX (2018)

Bicara soal olahraga, Gear IconX generasi kedua ini turut dilengkapi fitur tracking otomatis serta mode Running Coach yang akan memberikan panduan audio selagi pengguna berlari. Baterainya diestimasikan bisa bertahan selama 7 jam, atau 5 jam kalau dipakai streamingcasing-nya bisa memberikan daya ekstra setara satu kali charge penuh.

Samsung sejauh ini belum merincikan harganya, namun saya kira tidak akan jauh dari pendahulunya mengingat pembaruannya tergolong minor.

Sumber: Samsung.

Fitbit Resmikan Smartwatch Kedua Mereka, Ionic

Setelah lama dirumorkan, Fitbit akhirnya resmi mengungkap smartwatch terbarunya. Bukan, ini memang bukan smartwatch perdana Fitbit, tapi yang pertama sejak mereka mengakuisisi Pebble dan Vector Watch, sehingga wajar apabila ekspektasi konsumen terbilang tinggi.

Jam tangan bernama Fitbit Ionic ini perlu melakukan banyak pembuktian, terutama dari segi desain, mengingat Blaze bukanlah smartwatch teranggun yang ada di pasaran. Ionic mencoba menjawab keraguan kita tersebut dengan desain unibody berbahan aluminium yang tak hanya kelihatan elegan, tapi juga fungsional dengan merangkap sebagai antena Bluetooth dan GPS, yang pada akhirnya berdampak pada penerimaan sinyal yang lebih baik.

Fitbit Ionic

Fitbit juga telah merancang Ionic agar tahan air sampai kedalaman 50 meter, yang berarti ia siap memonitor aktivitas berenang pengguna. Di belakang, sensor laju jantungnya tertanam rapi tanpa ada tonjolan sama sekali, membuatnya jauh lebih nyaman untuk dikenakan berlama-lama – krusial mengingat daya tahan baterainya bisa mencapai 4 hari, atau 10 jam saja kalau GPS-nya diaktifkan terus.

Masih seputar desain, Ionic turut dibekali layar sentuh yang cukup istimewa. Layar berukuran 1,42 inci dengan resolusi 348 x 250 pixel ini punya permukaan yang sedikit melengkung, akan tetapi bagian terbaiknya adalah, tingkat kecerahannya mencapai angka 1.000 nit. Ini penting mengingat ia bakal sering dipakai di luar ruangan, dimana terik matahari seringkali membuat layar jadi sulit terbaca.

Fitbit Ionic

Soal performa, Ionic mengemas segala kebaikan fitness tracker Fitbit – termasuk kemampuan untuk mendeteksi aktivitas seperti berlari secara otomatis – plus sejumlah kapabilitas baru. Yang pertama adalah sensor SpO2 relatif untuk mengestimasikan kadar oksigen dalam darah, yang ke depannya bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi kondisi macam sleep apnea, alias gangguan tidur akibat kesulitan bernafas.

Kedua, Ionic merupakan perangkat pertama yang terintegrasi oleh layanan contactless payment Fitbit Pay, yang diinisiasikan setelah Fitbit mengakuisisi Coin tahun lalu. Terakhir, mengingat Ionic menjalankan sistem operasi baru, ia juga menjadi yang pertama mengusung Fitbit App Gallery, yang tidak lain dari app store untuk aplikasi pihak ketiga.

Fitbit Ionic

Fitbit Ionic dijadwalkan tersedia di pasaran mulai Oktober mendatang seharga $300. Strap tambahan bisa dibeli seharga $30, atau $60 untuk varian kulit. Di samping itu, Fitbit juga berniat memasarkan edisi khusus Ionic hasil kolaborasinya dengan Adidas mulai tahun depan.

Sumber: Fitbit.

Connect Watch Dirancang Spesifik untuk Menjalankan Sistem Operasi Open-Source AsteroidOS

Samsung Gear S3 membuktikan kalau sebuah smartwatch tak harus menjalankan sistem operasi Android Wear untuk bisa menjadi hebat. Hal yang sama semestinya juga bisa berlaku untuk AsteroidOS, OS khusus smartwatch bersifat open-source yang sempat dipakai oleh Jolla sebagai fondasi untuk Sailfish OS versi smartwatch.

Yang jadi masalah, AsteroidOS sejauh ini cuma bisa di-install secara manual, dan itu pun hanya pada sejumlah smartwatch yang kompatibel saja, macam LG G Watch Urbane, Asus ZenWatch 3 dan Sony Smartwatch 3. Namun ke depannya nasib AsteroidOS mungkin bakal berubah berkat kehadiran Connect Watch.

Connect dideskripsikan sebagai smartwatch pertama yang dikembangkan secara spesifik untuk AsteroidOS. Meski yang menjadi bintang di sini adalah software-nya, fisik Connect sendiri tampak cukup elegan sekaligus sporty, dan spesifikasinya juga terbilang cukup mumpuni.

Connect Watch with AsteroidOS

Layar membulatnya menggunakan panel AMOLED 1,39 inci dengan resolusi 400 x 400 pixel, sedangkan prosesor quad-core 1,39 GHz buatan MediaTek dipercaya menjadi otaknya. Konsumen dapat memilih varian dengan RAM 512 MB atau 1 GB, demikian pula untuk storage internalnya, yakni 4 GB atau 8 GB.

Sebuah kamera 2 megapixel (video 720p) turut tersemat di panel belakangnya, dan smartwatch ini juga bisa dijejali kartu SIM – meski hanya 3G dan bukan LTE. Melengkapi semua itu adalah GPS, serta baterai yang diperkirakan bisa bertahan sampai 4 hari – berkat kepiawaian AsteroidOS dalam hal efisiensi daya.

Aspek lain yang Connect prioritaskan adalah kebebasan penggunaan. Personalisasi merupakan bagian penting dari Connect, dan pengguna rupanya juga tidak perlu khawatir batas privasinya dilanggar dengan penggunggahan beragam data secara otomatis.

Sayang semua informasi mengenai Connect Watch baru sebatas itu. Harga dan ketersediaannya belum diketahui; pengembangnya cuma mengatakan kalau fase pre-order bakal segera dimulai melalui platform crowdfunding Ulele.

Sumber: Wareable dan Connect Watch.

Berkat Specdrums, Anda Bisa Bermain Musik Hanya dengan Bermodalkan Bermacam Warna

Mengetuk-ngetuk meja hingga membentuk irama kerap dipraktekkan banyak orang di kala kebosanan melanda. Mereka ini tidak harus berprofesi sebagai drummer. Siapapun bisa punya tendensi untuk melakukannya, dan gadget berikut diciptakan untuk mengubah kebiasaan mereka itu menjadi salah satu cara bermain musik.

Dijuluki Specdrums, ia dideskripsikan sebagai sepasang cincin yang dapat menyulap permukaan apapun menjadi alat musik. Tidak harus meja, bahkan baju dan celana pun juga bisa mengeluarkan suara yang berbeda ketika diketuk menggunakan Specdrums.

Rahasianya sebenarnya terletak pada aplikasi pendamping Specdrums di smartphone yang memungkinkan pengguna untuk mengkustomisasi suara yang diinginkan ketika jarinya diketukkan ke berbagai permukaan dalam bermacam warna. Suaranya bisa suara drum, suara piano, atau bahkan hasil rekaman sendiri.

Specdrums

Setelahnya, pengguna tinggal bermain-main dengan irama seperti yang biasa mereka lakukan, tapi kali ini suaranya sangat bervariasi – Specdrums mampu mengenali warna yang berbeda sebagai suara yang berbeda pula – yang pada akhirnya bisa menghasilkan komposisi lagu yang menarik. Specdrums bahkan juga bisa digunakan bersama sejumlah aplikasi musik, macam GarageBand misalnya.

Selain untuk sekadar membunuh waktu, Specdrums sebenarnya juga berpotensi menjadi alat bantu pendidikan. Konsumen yang tertarik saat ini sudah bisa memesannya melalui Kickstarter seharga $74 per pasang – aplikasi Android maupun iOS-nya bisa disambungkan dengan 10 cincin sekaligus.

[Rumor] Gear Sport Berpeluang Untuk Jadi Wearable Terunik Buatan Samsung

Samsung bukan lagi pemain baru di segmen wearable. Keluarga Gear yang pertama kali diperkenalkan di bulan September 2013 sebagai spin-off telah melahirkan banyak smartwatch dan berekspansi dengan menciptakan smart neck band, headset VR, earphone hingga kamera 360 derajat. Kini konsumen sedang menunggu pengumuman resmi dari smartwatch anyar mereka.

Menariknya, ada kemungkinan bahwa ‘Gear S4‘ bukanlah satu-satunya perangkat wearable yang sedang digarap raksasa elektronik asal Korea Selatan itu. Di bulan Agustus ini, sebuah device dengan nomor seri SM-R600 tercatat masuk di database  FCC (Federal Communications Commission). Kemunculannya disertai ilustrasi dan nama ‘Samsung Gear Sport’. Ia dideskripsikan sebagai ‘perangkat pergelangan tangan’ yang memiliki konektivitas Bluetooth dan Wi-Fi.

Samsung Gear Sport

Berdasarkan gambar tersebut, Gear Sport mempunyai tubuh kotak membulat, dan boleh jadi merupakan perangkat yang sempat Samsung bahas di survei SmartLab Plus awal tahun ini. Jika memang benar, maka lewat Gear Sport, Samsung mencoba memadukan teknologi tracking dan penampilan stylish familier ala smartwatch Gear. Dengan begini, Anda bisa mengenakannya baik saat meeting serta sewaktu berolahraga di gym.

Produsen bilang, Gear Sport memiliki ukuran tubuh dan strap lebih kecil dibanding Gear S3 serta Gear Fit 2, dengan watch face bundar. Ia didesain agar memberikan kenyamanan maksimal, mengusung tubuh berstruktur modular, serta tahan air ke titik dapat dipakai berenang agar fungsi fitness tracker-nya bekerja sempurna. Konsep modular memang terdengar menjanjikan, tapi belum diketahui sampai sejauh mana kustomisasi dapat dilakukan.

Survei SmartLab Plus juga menyingkap bagaimana sisi software turut menjadi perhatian utama Samsung. Fungsi Gear Sport kabarnya difokuskan untuk memudahkan kita mengelola kalori dan berat badan, melacak aktivitas, menakar kualitas olahraga, serta dibekali pula oleh fitur pelatihan. Selanjutnya, Gear Sport turut dibekali user interface baru. Samsung mendesainnya agar notifikasi serta widget lebih mudah dibaca.

Produsen tampaknya punya agenda buat membekali Gear Sport dengan fitur Smart Inactivity yang ada di device wearable Samsung sebelumnya. Smart Inactivity memberikan kemampuan bagi perangkat untuk mengingatkan pengguna saat sudah waktunya mereka buat beristirahat sejenak dari pekerjaan dan menggerakkan tubuh.

Waktu rilis Gear Sport masih belum diketahui jelas. Menurut Digital Trends, waktu pengajuan di FCC mengindikasikan bahwa pengumuman resmi perangkat ini akan dilakukan di waktu dekat. Ada probabilitas cukup besar Samsung berencana mengungkapnya di IFA Berlin 2017 yang dilangsungkan pada tanggal 1 sampai 6 September besok.

Via Forbes.

Sasar Segmen Enterprise, Produsen Kacamata AR Vuzix Gandeng BlackBerry

Meski sudah tidak lagi bermain di ranah smartphone – terkecuali di beberapa negara – BlackBerry belum lama ini malah mencoba mencicipi ranah wearable, spesifiknya untuk pasar kacamata pintar berteknologi AR. Debut ini tidak mereka lakukan secara langsung, melainkan melalui kerja sama dengan produsen kacamata pintar Vuzix.

Seperti yang kita tahu, tahun kemarin BlackBerry memutuskan untuk berhenti memproduksi hardware sendiri dan memilih untuk berfokus ke pengembangan software sekaligus solusi enterprise. Piranti lunak itu dilisensikan ke pihak yang tertarik, dan salah satunya adalah Vuzix dengan kacamata pintar M300 besutannya.

Kendati demikian, sama seperti Google Glass, Vuzix M300 dengan dukungan software BlackBerry ini ditujukan buat pasar enterprise sebagai pengganti tablet ataupun laptop ketika pekerja sedang berada di lapangan, memudahkan proses inspeksi karena pengguna dapat mengecek informasi sekaligus mengamati apa yang ada di hadapannya tanpa perlu membagi porsi fokusnya.

Ke depannya mungkin kita akan melihat kelanjutan dari kiprah BlackBerry di segmen wearable, namun kemungkinan besar juga melalui proyek-proyek kolaborasi seperti yang dilakukan dengan Vuzix ini.

Sumber: Wareable dan Vuzix.

Lebih Murah dari Kakaknya, Suunto Spartan Trainer Wrist HR Masih Berfitur Lengkap

Januari lalu, Suunto mengungkap jam tangan multisport pertama mereka yang dilengkapi heart-rate monitor terintegrasi, Spartan Sport Wrist HR. Namun dimensi bongsor dan harga mahal tentu bukan untuk semua orang, dan Suunto pun memutuskan untuk merilis model lain guna memperbaiki dua kekurangan tersebut.

Model yang dimaksud adalah Suunto Spartan Trainer Wrist HR. Masih dari keluarga Spartan, gaya desainnya tampak senada namun dengan dimensi yang lebih ramping dan lebih ringan. Tebalnya cuma 14,9 mm, sedangkan bobotnya tidak lebih dari 66 gram – bahkan lebih ringan lagi di angka 56 gram jika konsumen memilih varian yang mengemas bezel plastik.

Kendati demikian, hampir semua fitur yang ditawarkan kakaknya masih ada di sini, meski sebagian sedikit lebih terbatas. Contohnya, resolusi layarnya cuma 218 x 218 pixel, dan ketahanan airnya ‘cuma’ sampai 50 meter. Selebihnya, Anda akan mendapatkan performa yang setara.

Suunto Spartan Trainer Wrist HR

Total ada 80 mode olahraga yang bisa diaktifkan, dan integrasi GPS berarti tracking juga bisa dilakukan untuk aktivitas seperti berlari, bersepeda maupun berenang. Ke depannya, Suunto berencana untuk menambahkan kapabilitas activity tracking selama 24 jam nonstop sekaligus sleep tracking melalui software update.

Namun yang lebih penting lagi adalah kehadiran sensor laju jantung garapan Valencell. Sensor ini sama persis seperti yang dimiliki Spartan Sport Wrist HR, dengan kinerja yang terbukti cukup presisi. Baterainya bisa bertahan selama 10 jam (30 jam jika mengaktifkan mode power saving), atau sampai 14 hari kalau dijadikan tracker biasa tanpa GPS menyala.

Bagian terbaiknya, harga Spartan Trainer Wrist HR ternyata tidak sampai separuh harga kakaknya. Pemasarannya akan dimulai pada 31 Agustus mendatang dengan banderol $279, lalu di pertengahan September varian dengan bezel logamnya menyusul dengan harga $329.

Sumber: Wareable dan Suunto.

Fantom Adalah Smartwatch Khusus Penggemar Sepak Bola Sejati

Anda boleh loyal terhadap suatu brand smartphone, platform atau mungkin merek mobil tertentu, tapi saya kira belum ada yang bisa menyaingi loyalitas para ‘gibol’ alias gila bola. Chelsea, Juventus, Barcelona, sekali jatuh cinta dengan satu klub, kecintaan itu akan terus dibawa ke mana pun, tidak peduli meski salah satu pemain kuncinya hengkang.

Loyalitas ini akan semakin kelihatan ketika para gibol berkumpul, bahkan saat mereka tidak kenal satu sama lain sekalipun. Pertanyaannya, bagaimana Anda bisa tahu seseorang punya tim favorit yang sama kalau baju yang dikenakan bukanlah seragam klub?

Mungkin smartwatch bernama Fantom berikut bisa membantu. Pengembangnya secara spesifik menciptakan perangkat ini khusus untuk penggemar sepak bola, tanpa embel-embel fitness tracking maupun contactless payment.

Fungsinya tidak lebih dari memberikan Anda informasi yang begitu merinci mengenai klub idola Anda, mulai dari info pertandingan secara live sampai kemampuan untuk mengikuti voting yang menentukan, misalnya, man of the match suatu pertandingan.

Fantom

Dari mana Fantom mendapatkan semua informasi ini? Well, pengembangnya telah bekerja sama langsung dengan berbagai klub sepak bola di berbagai negara demi memberikan informasi dari tangan pertama, bukan yang sudah ‘terkontaminasi’ bias media.

Namun fitur paling unik dari Fantom adalah Fan Finder, yang diibaratkan seperti Spidey-sense tapi untuk gibol. Jadi ketika di dekat Anda ada seorang pengguna Fantom yang kebetulan juga mengidolakan klub yang sama, Fantom akan mengirimkan notifikasi dan Anda pun bisa langsung berjumpa dengan sang sahabat baru.

Fantom tersedia dalam warna hitam maupun warna klub favorit Anda – gambar di atas adalah untuk fans Manchester City. Klubnya sendiri bukan cuma dari liga Inggris, tapi juga beberapa klub populer dari liga Itali, Spanyol, Jerman, Perancis, Portugal, dan masih banyak lagi. Harganya sejauh ini belum diketahui, tapi perangkat akan dipasarkan mulai Oktober mendatang.

Sumber: Wareable.

Gelang Ini Gunakan Sistem Sonar untuk Bantu Kaum Tuna Netra Bernavigasi

Teknologi eksis untuk membantu memudahkan hidup umat manusia, termasuk halnya kaum difabel. Belum lama ini, Microsoft meluncurkan aplikasi yang bertindak sebagai narator untuk kaum tuna netra. Aplikasi ini tentunya tak bisa membantu mereka bernavigasi. Untuk itu, dibutuhkan inovasi teknologi lain seperti berikut.

Namanya Sunu Band, dan ia merupakan sebuah gelang pintar yang dilengkapi sistem sonar guna membantu pengguna yang memiliki gangguan penglihatan selama berjalan atau mungkin mendaki gunung. Sonar, bagi yang tidak tahu, adalah sistem navigasi yang biasa digunakan oleh kapal selam.

Cara kerjanya begini: Sunu akan memancarkan gelombang ultrasonik yang dapat memantul dari suatu objek dan kembali ke sensor milik perangkat. Dari situ Sunu akan mendeteksi seberapa kuat pancaran gelombang yang terpantul, lalu menerjemahkannya menjadi getaran yang akan menguat atau melemah tergantung seberapa jauh posisi objek dari penggunanya – maksimal sampai 4,2 meter.

Istimewanya, Sunu bisa beroperasi tanpa perlu disambungkan ke smartphone sama sekali. Pengembangnya memang menyediakan aplikasi pendamping, tapi fungsinya untuk sekarang hanyalah untuk mengatur seberapa sensitif getaran yang dihasilkan perangkat. Baterainya sendiri diklaim bisa bertahan sampai empat jam penggunaan.

Sunu Band

Berbicara kepada MIT Technology Review, salah satu cofounder Sunu, Fernando Albertorio yang secara hukum dikategorikan tuna netra, mengaku ia jadi lebih percaya diri bernavigasi dan bisa bergerak lebih cepat sejak menggunakan Sunu. Fernando juga bilang kalau ia bisa mengikuti lomba lari 5 km maupun kegiatan hiking berkat bantuan Sunu.

Contoh lainnya, Fernando bisa menemukan celah antara dua objek, pintu misalnya. Dia bahkan bisa menemukan tombol lampu penyeberangan di perempatan. Lebih lanjut, Sunu juga mampu mendeteksi objek yang bergerak, seperti misalnya pejalan kaki lain yang bergerak menjauh atau mendekati penggunanya.

Sunu saat ini sudah menerima pre-order seharga $249, $50 lebih murah dari harga retail-nya. Sayang sekali sejauh ini Sunu baru berencana memasarkannya di Amerika Serikat dan Meksiko saja.

Sumber: Wareable.

e-Skin Bisa Mengubah Tubuh Anda Jadi Unit Controller Perangkat VR, AR dan MR

Selain membuat pemakaiannya jadi canggung, memanfaatkan keyboard/mouse atau gamepad untuk mengendalikan konten VR mengekang user di satu lokasi. Solusi terbaik buat menunjang head-mounted display adalah lewat motion tracking, dan kita sudah melihat beragam upaya pengembangannya – dari mulai penyediaan sistem hand tracking hingga pengadaan aksesori motion tracker.

Alternatif lain ditawarkan oleh tim Xenoma pimpinan Doktor Ichiro Amimori Ph.D. Mereka berhasil menciptakan perangkat kendali berbasis pelacak gerakan yang tidak memerlukan kamera. Caranya? Teknologi tersebut diimplementasikan dalam wujud pakaian. Via Kickstarter, Amimori dan timnya memperkenalkan e-Skin, pakaian yang dapat memodifikasi tubuh kita jadi controller.

Material e-Skin didesain agar bisa bermanuver dan meregang bebas mengikuti gerakan badan penggunanya. Metode ini menyuguhkan sistem input yang intuitif saat Anda sedang menikmati konten-konten virtual reality, augmented reality, hingga mixed reality. Dan karena perangkat tersebut tidak memerlukan kamara, e-Skin tak membutuhkan terlalu banyak pasokan tenaga, sehingga dapat dipakai selama berjam-jam baik di luar maupun di dalam ruang.

772_original

Sekilas, penampilan e-Skin mengingatkan saya pada kostum Symbiote Spider-Man. Di versi purwarupa, garis-garis sensor dibubuhkan pada kaos lengan panjang berwarna hitam. Di bagian tengah, Anda bisa menemukan unit hub, yang menyimpan gyroscope, accelerometer, serta modul koneksi wireless. Xenoma membubuhkan tidak kurang dari 14 garis sensor dan accelerometer enam-poros untuk membaca gerakan tubuh bagian atas.

Via Bluetooth, e-Skin dapat tersambung ke headset VR, AR, dan MR (siap menunjang Microsoft HoloLens), beserta PC, laptop hingga tablet. Perangkat ini tak cuma disiapkan sebagai input kendali. e-Skin bisa digunakan buat menganalisis tubuh saat sedang berolahraga layaknya produk activity tracker. Namun karena sensornya lebih banyak, proses deteksinya juga berpeluang jadi lebih rinci.

inal

Kemampuan e-Skin sempat didemonstrasikan di CES 2017 melalui sejumlah game. Di sana, user bisa melakukan gerakan-gerakan seperti berlari, melompat serta meninju, dan pakaian pintar ini bisa mengenali semuanya. Selain itu, ada juga demonstrasi permainan dance dan golf. Menurut Xenoma, nantinya pakaian-pakaian terkoneksi seperti e-Skin akan menjadi cara paling natural dalam berinteraksi dengan konten di internet.

Saat ini, e-Skin sudah bisa dipesan melalui Kickstarter, walaupun penawaran tersebut lebih ditujukan buat developer. Xenoma telah menyediakan platform open source sehingga fungsi e-Skin dapat diekspansi ke bidang desain, seni hingga musik. Di situs crowdfunding itu, e-Skin dapat dibeli seharga US$ 480.