Epic Games Store Luncurkan Sejumlah Fitur Baru, Mulai dari Sistem Refund Sampai Dukungan Modding

Epic Games Store (EGS) baru-baru ini mengadakan program Mega Sale dengan sederet diskon yang sangat menarik. The Witcher 3: Wild Hunt – Game of the Year Edition misalnya, bisa didapat seharga $6 saja, lengkap bersama dua expansion pack masifnya. Bahkan game yang masih tergolong gres seperti Red Dead Redemption 2 pun juga ikut didiskon.

Namun bintang utamanya tentu saja adalah Grand Theft Auto V, yang bisa dibilang merupakan game AAA paling bergengsi yang pernah digratiskan oleh suatu platform distribusi digital. Sepanjang kiprahnya, EGS sendiri sudah menggratiskan 108 game yang berbeda dengan nilai total melebihi $2.000.

Sungguh merupakan pencapaian yang mengesankan, apalagi mengingat EGS bahkan belum berusia dua tahun. Itulah mengapa fitur-fiturnya terkesan minim, terutama jika dibandingkan dengan platform macam Steam. Salah satu fitur paling krusial yang masih absen di EGS menurut saya adalah dukungan mata uang rupiah.

Epic Games Store modding support
Tampilan mod gallery di launcher Epic Games Store / Epic Games

Kabar baiknya, EGS berkomitmen untuk terus berbenah. Baru-baru ini, mereka merilis sejumlah fitur anyar yang cukup esensial. Yang pertama adalah self-service refund. Ya, sebagian besar game yang dibeli dari EGS sekarang bisa di-refund. Batas waktu maksimal untuk mengajukan refund adalah 14 hari setelah pembelian, dan game-nya tidak boleh dimainkan selama lebih dari 2 jam (sama seperti kebijakan refund Steam).

Masih seputar refund, EGS juga menerapkan sistem partial refund otomatis untuk game yang terlanjur dibeli sebelum didiskon, disesuaikan dengan selisih harga asli dan harga setelah diskon. Jadi semisal Anda membeli The Outer Worlds saat harganya masih normal ($45), maka EGS akan mengembalikan sekitar $15.

Kemudian yang tidak kalah menarik adalah, EGS dalam waktu dekat bakal memiliki katalog mod-nya sendiri, memudahkan para pemain untuk melakukan instalasi mod pada sejumlah game. Juga bakal menyusul ke depannya adalah fitur achievement, yang saat ini disebut masih dalam tahap pengembangan.

Sumber: Epic Games.

Rangkul 108 Juta Pengguna, Epic Games Akan Terus Bagikan Game Gratis Tiap Minggu di 2020

Salah satu daya tarik utama layanan premium seperti PlayStation Now dan Xbox Live Gold adalah game gratis. Namun bagi gamer PC, permainan premium cuma-cuma bisa ditemukan di mana saja selama kita jeli: Steam, GOG, Humble Store, hingga IndieGala. Dan sejak meluncur di penghujung tahun 2018, platform Epic Games Store secara konsisten terus membagikan game gratis hingga hari ini.

Dan baru saja, tim pencipta Fortnite dan Unreal Engine itu mengumumkan rencana untuk melanjutkan program bagi-bagi permainan tiap minggu di tahun 2020 sebagai ungkapan terima kasih pada para pengguna. Melalui infografis, developer menyingkap pencapaian membanggakan Epic Games Store, seperti keberhasilan merangkul 108 juta pengguna dalam waktu setahun dan dipercaya gamer sebagai platform distribusi digital tempat mereka menghabiskan uang sebesar US$ 680 juta.

Terhitung mulai bulan Desember 2018 sampai Januari 2020, Epic Games sudah melepas 73 game berbayar (bukan free-to-play) secara gratis, hampir seluruhnya dikembangkan oleh studio third-party. Jika semuanya dijumlahkan, nilainya mencapai US$ 1.455. Permainan-permainan tersebut kabarnya telah diklaim sebanyak lebih dari 200 juta kali (dan saya adalah orang yang paling rajin mengecek apakah ada game gratis baru di Epic Store).

Pada awalnya, Epic Games membagikan permainan cuma-cuma seminggu sekali. Namun menjelang pergantian tahun, frekuensinya melonjak. Di 12 hari terakhir 2019, Epic merilis satu judul gratis setiap hari. Tak berhenti sampai di sana, di tanggal 1 Januari 2020, Epic Games membuka akses ke tiga game lagi yang bisa diperoleh tanpa membayar sepeser pun, yaitu Darksiders, Darksiders II dan Steep.

Yang perlu Anda lakukan untuk mendapatkan permainan gratis hanyalah log-in di Epic Games Store dan memasukkannya ke library dengan melakukan transaksi – hanya konfirmasi, tanpa pembayaran. Selama game berada di library, Anda bisa mengunduh dan memainkannya kapan pun.

Selain pengumuman terkait pencapaian dan kelanjutan program game gratis, Epic Games tak lupa mengabarkan sejumlah agenda ke depan. Mereka akan terus ‘memastikan store tetap bersahabat bagi developer‘ dengan mempertahankan pembagian keuntungan 88 banding 12. Epic juga melakukan kemitraan bersama Humble Store buat menghadirkan metode transaksi keyless. Kerja sama rencananya akan diperluas ke storefront digital lain.

Di usianya yang belia, fitur Epic Games Store memang belum selengkap raksasa seperti Steam, tapi kedua platform setidaknya punya satu kesamaan. Baik Steam maupun Epic Store menerapkan penyesuaian harga game terhadap wilayah/negara asal pengguna. Misalnya buat pelanggan di Indonesia, judul-judul semisal Control, Metro Exodus, Jedi: Fallen Order dan MechWarrior 5 dijual lebih murah dari harga global. Dan jangan kaget jika Anda menemukan beberapa judul di Epic Store yang harganya lebih rendah dari Steam.

Infografis pencapaian Epic Games Store dapat Anda lihat di bawah.

Epic Store 1

Steam Akan Perbarui Sistem Penjualan Soundtrack Game pada Platform-nya

Steam boleh merevolusi cara kita membeli video game ketika dirilis pertama kali di tahun 2003, akan tetapi sejumlah fiturnya sudah terkesan kuno untuk standar sekarang. Ambil contoh fitur chat-nya, yang mengingatkan saya pada zaman kejayaan Yahoo Messenger, dan yang pada akhirnya sudah dirombak total dengan merujuk pada kesuksesan Discord.

Contoh lainnya adalah bagaimana Steam memperlakukan konten musik alias soundtrack pada platform-nya. Andai kita tertarik untuk membeli soundtrack dari sebuah game, kita harus lebih dulu membeli game-nya, sebab soundtrack-nya dijajakan sebagai salah satu DLC (downloadable content).

Karena dianggap DLC, soundtrack-nya pun tidak dapat diunduh secara terpisah, dan kita diwajibkan untuk mengunduh sekaligus meng-install game-nya terlebih dulu. Lebih parah lagi, cara mengakses soundtrack-nya hanya bisa dengan membuka tab DLC pada menu properties dari game terkait, atau dengan mencarinya di hard disk secara manual.

Ini sangat disayangkan mengingat ada banyak game yang soundtrack-nya begitu memukau – favorit saya adalah Cuphead dan Bioshock Infinite. Untungnya, Valve sudah siap membenahi dan meluncurkan sistem baru terkait penjualan soundtrack di platform-nya.

Musik merupakan salah satu aspek paling berkenang dari BioShock Infinite / Steam
Musik merupakan salah satu aspek paling berkenang dari BioShock Infinite / Steam

Saat sudah diterapkan nanti, kita dapat membeli soundtrack sebuah game secara terpisah, tanpa harus membeli game-nya, demikian pula proses mengunduhnya yang juga bisa dilakukan secara terpisah. Usai membeli, konten musiknya bisa kita akses dan putar langsung dari seksi baru di Steam Library.

Juga berguna adalah opsi untuk menetapkan directory khusus yang akan menyatukan semua konten musik yang dibeli dari Steam, bukan dipisah-pisah ke subdirectory masing-masing game seperti kasusnya sekarang. Untuk kalangan developer, mereka dipersilakan menjual soundtrack meskipun game-nya tidak tersedia di Steam.

Secara default, konten musik yang dibeli dari Steam akan disimpan dalam format MP3 standar, akan tetapi konsumen juga bisa mengaktifkan opsi untuk mengunduh dalam format lossless (FLAC atau WAV) apabila tersedia. Selain tentu saja file musik itu sendiri, soundtrack yang dijual di Steam juga dapat mengemas konten ekstra macam album art dan liner notes.

Sumber: PC Gamer dan Steam.

Semua Film Animasi Karya Studio Ghibli Bakal Bisa Dibeli Lewat iTunes, Google Play dan Sejumlah Platform Digital Lainnya

Studio Ghibli merupakan salah satu nama terbesar di industri film animasi. Begitu tersohornya perusahaan yang didirikan di Jepang pada tahun 1985 itu, saya yang bukan seorang penggemar anime pun cukup hafal dengan judul karya-karyanya; mulai dari “Nausicaä of the Valley of the Wind” yang merupakan film pertamanya, “Spirited Away” yang memenangkan piala Oscar, sampai “My Neighbor Totoro” yang karakternya dijadikan maskot perusahaan.

Meski sangat terkenal, rupanya selama ini belum ada satu pun film animasi dari seluruh katalog Studio Ghibli yang dapat dibeli di platform digital. Namun semua itu akan berubah per 17 Desember mendatang berkat upaya yang dilancarkan sebuah distributor film asal Amerika Serikat, GKIDS.

Jadi mulai tanggal tersebut, semua film animasi karya Studio Ghibli dapat dibeli di Amerika Serikat dan Kanada melalui platform seperti iTunes, Google Play, Amazon Prime Video, dan masih banyak lagi. Harga per filmnya dipatok $20, dan konsumen juga bisa membeli bundel berisi enam film terpopuler Studio Ghibli seharga $100.

Spirited Away / Studio Ghibli
Spirited Away / Studio Ghibli

Kabar menggembirakan ini datang tidak lama setelah berita mengejutkan lainnya, yakni ketersediaan katalog Studio Ghibli untuk pertama kalinya di platform streaming mulai musim semi tahun depan, spesifiknya platform HBO Max yang baru akan menjalani debutnya mulai Mei 2020. Mengejutkan karena selama ini Studio Ghibli sudah beberapa kali menyampaikan ketidaktertarikannya dengan metode distribusi secara digital.

Kecil kemungkinan HBO Max akan tersedia buat konsumen Indonesia di hari peluncurannya. Yang lebih mungkin menurut saya adalah ekspansi penjualan katalog Studio Ghibli secara digital ke negara selain Amerika Serikat dan Kanada. Semoga saja tahun depan kita sudah bisa membeli film-filmnya melalui iTunes atau Google Play.

Sumber: Variety dan GKIDS.

Tak Mau Kalah dari Steam, Epic Store Tambahkan Fitur Wishlist dan Integrasi OpenCritic

Minggu ini merupakan waktu menggembirakan bagi pengguna Steam karena update library yang ditunggu-tunggu tiba untuk semua orang. UI yang tadinya terlihat padat kini jadi lebih atraktif, informatif serta ringkas. Steam juga memperkenankan kita mengumpulkan game-game favorit ke satu tempat, membuat akses jadi lebih simpel. Detail mengenai desain Steam library baru bisa Anda simak di sini.

Dengan bertambahnya fitur Steam, ada banyak hal yang harus dilakukan kompetitor demi mengejar ketinggalan mereka. Sejak meluncur di penghujung tahun lalu, Epic Games Store mengambil sejumlah langkah agresif: menawarkan pembagian keuntungan lebih besar ke developer hingga melakukan kesepakatan-kesepakatan eksklusif. Epic juga terus memperkaya kapabilitas platform distribusinya. Saat ini mereka tengah fokus pada pembaruan desain, penambahan fungsi wishlist serta integrasi ke situs OpenCritic.

Epic Store 1

Di versi terbaru Epic Games Store, developer merombak penampilan storefront. Anda dapat segera melihat judul-judul yang sedang tren serta mem-filter game berdasarkan genre. Daftar permainan juga dibagi berdasarkan kategori seperti ‘rilis terbaru’, ‘penjualan terlaris’, ‘yang akan hadir’, ‘sedang diskon’, ‘terpopuler’ dan lain-lain. Selanjutnya, permainan gratis dapat segera Anda dilhat di bagian Free Game Every Week.

Epic Store Update 3

Ke depannya, Epic Games berencana untuk membubuhkan wishlist. Fungsinya sama seperti wishlist di Steam, yaitu menotifikasi Anda begitu permainan yang diinginkan sedang dijual di harga lebih murah. Dan tak mau kalah dari Steam, Epic punya agenda buat memperbarui penampakan library. Nantinya, grid view akan jadi lebih rapi dan padat. Saat ini, gambar/poster permainan masih memakan ruang. Dengan koleksi game yang mulai bertambah banyak, banyak orang mau tak mau memanfaatkan list view.

Epic Store Update 2

Bagi saya, aspek paling menarik dari update Epic Store adalah upaya developer mengintegrasi layanan OpenCritic ke layanannya. Beroperasi lebih transparan dari Metacritic, OpenCritic ialah situs agregat review khusus permainan video. Ke depan, Anda bisa langsung melihat rata-rata skor sebuah game berdasarkan ulasan dari media. Fitur ini sangat unik karena melaluinya, Epic mencoba menyaingi integrasi skor Metacritic di Steam library (dapat diakses via menu Sort By).

Epic Store Update 1

Semua ini terdengar menjanjikan, tapi sejujurnya, Epic Games Store masih menyimpan banyak kendala teknis. Hal ini yang seharusnya jadi fokus utama developer.

Terkadang, software client Epic Store sangat lambat dalam memuat gambar dan informasi. Lalu saya perlu melewati proses yang cukup kompleks untuk mendapatkan versi terkini Epic Store. Karena software client tak kunjung ter-update, saya mengunduh file installer dari website dan mencoba menghapus Epic Store terlebih dulu dari Windows.

Namun prosedurnya jadi rumit karena software berjalan di background, dan selama masih beroperasi, app tidak bisa dihapus. Akhirnya, saya terpaksa menonaktifkannya via Task Manager. Baru setelah itu, instalasi bersih dapat dilakukan. Itu juga, instalasi tetap tidak bebas dari masalah. Saya sempat menemui pesan error ketika software tengah melakukan update dan mesti mengulang beberapa tahapan…

Sumber: Epic Games.

Game-Game EA Resmi Kembali ke Steam, Dimulai dari Star Wars Jedi: Fallen Order

Hal yang paling menyebalkan dari kondisi tersebut adalah ketika masing-masing layanan menawarkan game secara eksklusif dan tidak memperkenankan integrasi ke platform lain. Itu sebabnya kabar mengenai rencana kembalinya permainan-permainan Electronic Arts di Steam terdengar menggembirakan; karena sejak peluncuran Origin di tahun 2011, sang publisher menarik hampir seluruh game mereka dari layanan milik Valve itu.

Dan beberapa jam lalu, momen yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tiba. Secara resmi, EA memulai kembali kemitraan mereka dengan Steam dan mereka  memutuskan buat tidak melakukannya secara tanggung. EA memilih salah satu judul blockbuster sebagai permainan pertama (dalam waktu delapan tahun) yang nanti dapat dinikmati di Steam. Game tersebut ialah Star Wars Jedi: Fallen Order.

Menjawab pertanyaan saya di artikel sebelumnya, EA tampaknya mencoba membawa permainan-permainan mereka ke Steam secara berangsur-angsur. Dalam beberapa bulan, The Sim 4 dan Unravel 2 dijadwalkan untuk hadir di Steam. Kemudian di tahun depan, rencananya Apex Legends, FIFA 20 dan Battlefield 5 juga akan tiba di sana. Dan yang terpenting, gamer di Steam dan Origin dipersilakan bermain bersama tanpa ada tirai pemisah.

Sedikit membahas Star Wars Jedi: Fallen Order, saat ini kita telah diperkenankan buat melakukan pre-order via Steam (gerbang pre-order juga sudah terbuka di EA Origin). Game siap meluncur di tanggal 15 November 2019.

Selain menyajikan lagi game-game mereka di Steam, Electronic Arts juga punya agenda untuk menghidangkan EA Access di sana. Dengan begini, EA Access menjadi layanan berlangganan game pertama yang hadir di Steam. Steam sendiri merupakan platform keempat yang didatangi EA Access, setelah PlayStation 4, Xbox One dan Origin.

Kepada GamesIndustry, senior vice president EA Mike Blank menjelaskan bahwa yang mereka lakukan ini ialah upaya untuk meminimalkan ‘gesekan’ bagi gamer yang ingin menikmati permainan baik lewat Steam maupun Origin. Caranya adalah dengan menghubungkan akun di kedua layanan serta membebaskan gamer memilih platform tempat mereka bermain.

Menyajikan game di Steam tampaknya jadi tren di kalangan publisher raksasa belakangan ini. Anda mungkin sudah tahu, Xbox Game Studios turut menghidangkan permainan terbaru mereka – Gears 5 – di layanan punya Valve itu.

Via Eurogamer.

Betulkah Game-Game EA Akan Kembali Hadir di Steam?

Saat ini hampir seluruh publisher game mempunyai platform distribusi sekaligus d-nya sendiri. Beberapa – seperti Uplay dan Rockstar Games Launcher – telah terintegrasi ke layanan Steam. Namun mungkin karena terdorong oleh rivalitas, sejumlah nama semisal EA Origin, Battle.net dan Epic Store lebih memilih eksklusivitas dan memastikan game mereka tak tersedia di platform lain.

Electronic Arts sendiri sempat menjalin kerja sama dengan Steam bertahun-tahun silam. Sayangnya, kolaborasi mereka berakhir di tahun 2011 ketika EA meluncurkan Battlefield 3 secara eksklusif melalui Origin. Waktu itu, sang publisher juga mengambil langkah yang cukup mengejutkan, yaitu menarik sejumlah permainan mereka dari Steam (salah satunya Crysis 2, tersaji kembali di Steam satu tahun setelahnya).

Sejak saat itu, versi Windows dari game Electronic Arts hanya dirilis melalui Origin: The Sims, Battlefield, FIFA, Need for Speed hingga Apex Legends. Selain konten eksklusif, Origin juga menyediakan permain third-party contohnya Assassin’s Creed Odyssey, Final Fantasy XV Episode Ardyn sampai Darksiders III. Namun belum lama ini, ada indikasi EA berniat untuk kembali bermitra dengan Valve dan meluncurkan game mereka di Steam.

Isyarat pertama datang dari tweet yang di-posting Electronic Arts di tanggal 26 Oktober minggu lalu. Sang publisher mengunggah video sembilan detik yang menampilkan mug dengan logo EA berisi cairan panas beruap tanpa memberikan penjelasan apapun. Petunjuk kedua diungkap oleh pengguna Twitter bernama @RobotBrush beberapa hari sebelumnya. Ia menemukan uji coba aplikasi untuk menjalankan permainan Origin melalui Steam.

Jika benar begitu, maka Origin boleh jadi menggunakan pendekatan serupa Ubisoft lewat Uplay mereka. Ubisoft menjajakan hampir seluruh permainan mereka di Steam (Kecuali The Division 2 dan Ghost Recon Breakpoint. Khusus buat kedua judul ini, Ubisoft telah melakukan kesepakatakan dengan Epic Games). Tapi untuk menikmatinya, kita diwajibkan menginstal Uplay di PC dan log-in.

Pertanyaan terbesar terkait langkah Electronic Arts ini ialah, apakah game-game tersebut akan hadir secara masif, secara berangsur-angsur, atau pertama-tama diterapkan pada permainan lawas terlebih dahulu? Mayoritas gamer tentu saja berharap bisa segera bermain judul-judul multiplayer EA – misalnya Apex Legends – bersama teman-teman di Steam. Lalu bagaimana dengan permainan besar yang akan datang, seperti Star Wars Jedi: Fallen Order dan Need for Speed: Heat, akankah mereka nanti tersedia di Steam?

Saya juga ingin tahu pandangan EA terhadap Epic Store. Epic Games Store menawarkan pembagian keuntungan yang jauh lebih menggiurkan, tapi mengapa EA lebih tertarik merilis (kembali) game mereka di Steam? Apakah mereka belajar dari kegagalan Ghost Recon Breakpoint dan The Division 2 mencapai target penjualan terlepas dari kontrak eksklusif antara Ubisoft dan Epic Games?

Via Eurogamer.

GOG Luncurkan Galaxy 2.0 Dengan Ambisi Menyatukan Game dan Gamer di Platform Berbeda

Meningkatnya kualitas konten mendorong publisher dan developer game kian agresif menjaga kreasi-kreasinya dari upaya pembajakan serta eksploitasi. Sebagai solusinya, tersedia sejumlah pilihan DRM, termasuk yang disediakan Valve lewat Steam hingga sistem Denuvo. Tapi di tengah ketatnya penerapan digital rights management, GOG hadir membawa angin segar bagi gamer.

Mengawali kiprahnya sebagai storefront spesialis game-game klasik, platform yang punya nama panjang Good Old Games itu merupakan satu dari sedikit layanan yang membebaskan pelanggannya dari belenggu DRM. Kini ada banyak judul-judul baru turut dijajakan di sana. Dan untuk membuat penyajian game serta distribusi update berlangsung lebih simpel, GOG meluncurkan software client ala Steam bernama Galaxy di tahun 2015.

GOG Galaxy 2.0 1

GOG Galaxy mendapatkan update cukup besar tak lama setelah tersedia, namun baru empat tahun selepasnya developer CD Projekt memutuskan buat menerapkan perombakan signifikan. Minggu ini, mereka mengumumkan GOG Galaxy 2.0 dengan satu tujuan yang ambisius: menggabungkan library dan kawan sepermainan dari platform berbeda dalam satu wadah. Galaxy 2.0 ditugaskan buat menyederhanakan akses ketika ada begitu banyak software launcher dari publisher berbeda.

“Sebagai gamer, saat ini kita harus berkutat dengan begitu banyak client hanya untuk mengakses game dan mencari tahu apa yang sedang dimainkan oleh teman-teman kita,” kata managing director GOG Piotr Karwowski di website-nya. “Kami percaya bahwa gamer layak mendapatkan pengalaman penggunaan yang lebih baik, dan inilah yang memotivasi kami buat menyempurnakan client GOG Galaxy. Galaxy 2.0 dirancang buat menjangkau user di luar layanan GOG, baik di PC maupun console.”

GOG Galaxy 2.0 3

Pembaruan sudah pasti bisa kita lihat pada aspek estetikanya. Dari gambar yang dipublikasikan oleh GameSpot, Galaxy 2.0 punya UI yang rapi, atraktif, intuitif serta informatif. Di sana Anda dapat mengakses activity feed kawan-kawan, melihat koleksi game di platform berbeda (Origin, Steam, Xbox) via bar graph simpel dan menengok berapa lama waktu bermain serta persentase achievement yang Anda peroleh.

Tentu saja, tantangan terbesar dari penyediaan Galaxy 2.0 ialah upaya merangkul konten di platform berbeda, termasuk console. Kabar baiknya, GOG telah memperoleh akses ke API Microsoft, sehingga lebih mudah untuk menjangkau game-game Windows dan Xbox. Selanjutnya CD Projekt punya target buat mendapatkan dukungan PlayStation dan Switch. Berdasarkan pengakuan GameSpot, versi demo yang mereka jajal sudah bisa menampilkan game eksklusif PlayStation, God of War. Di sana terdapat catatat trofi (yang telah serta belum di-unlock), logo-logo, serta deskripsi.

GOG Galaxy 2.0 2

Belum ada tanggal pasti kapan Galaxy 2.0 akan dirilis, tapi pastinya ia tersaji secara gratis. Dan sebelum tersedia bebas, GOG berencana untuk melangsungkan sesi uji coba beta dan Anda telah dipersilakan buat mendaftarkan diri sekarang.

Sumber: GOG. Sumber tambahan: GameSpot.

Epic Games Store Tantang Steam untuk Terapkan Sistem Bagi Hasil yang Sama

Di titik ini, saya yakin hampir semua gamer PC sudah mendengar soal Epic Games Store, alternatif baru Steam yang menawarkan sederet game blockbuster secara eksklusif, macam The Division 2, Metro Exodus, maupun Borderlands 3. Epic Games tentunya bukan pemain baru di industri gaming, tapi itu bukan alasan utama mengapa mereka mampu memperoleh hak distribusi eksklusif dari developer.

Alasan utamanya tidak lain dari sistem bagi hasil yang jauh dari kata pelit: 88% developer, 12% Epic Games Store. Steam yang tadinya begitu mendominasi, sekarang jadi kehilangan beberapa klien prioritasnya. Dari sini mungkin banyak yang melihat Epic Games sebagai pihak antagonis, akan tetapi Epic justru memanfaatkan momen ini untuk menantang balik Steam.

Lewat Twitter, Tim Sweeney selaku pendiri sekaligus CEO Epic Games, menjelaskan bahwa apabila Steam berkomitmen mengganti sistem bagi hasil mereka menjadi sama seperti Epic Games Store tanpa syarat-syarat yang memberatkan, maka Epic akan segera mengabaikan hak distribusi eksklusif yang mereka peroleh (dengan catatan pihak developer memberi lampu hijau), sehingga game yang tadinya eksklusif untuk Epic Games Store juga bisa didistribusikan lewat Steam.

Dari sini sebenarnya bisa kita lihat bahwa strategi agresif yang diterapkan Epic Games Store bukanlah murni untuk mengejar hak distribusi eksklusif saja. Mereka juga punya visi jangka panjang untuk membenahi apa yang mereka anggap salah dari industri ini, yaitu sistem bagi hasil yang terlalu memberatkan developer, terutama developer kecil/indie.

Steam, seperti yang kita tahu, menerapkan sistem bagi hasil 70%:30%. Belum lama ini, mereka sempat mengubah kebijakannya agar rasio tersebut bisa naik menjadi 75%:25% atau bahkan 80%:20%, akan tetapi itu baru berlaku apabila total penjualan suatu game berhasil mencapai $10 juta dan $50 juta.

Inilah yang dimaksud Tim Sweeney sebagai “syarat yang memberatkan”, sebab realistisnya sulit bagi developer kecil/indie untuk menembus angka penjualan $10 juta, bahkan untuk game andalannya sekalipun. Sayangnya sejauh ini belum ada respon sama sekali dari Valve selaku penggagas Steam.

Epic Games Store merebut klien prioritas Steam mungkin terkesan antagonistis, namun seandainya Steam menyetujui ide yang digagaskan Epic, maka yang diuntungkan adalah semua pihak; developer bebas memasarkan karyanya di banyak platform dan mengambil keuntungan yang maksimal, dan di saat yang sama konsumen pun juga tidak harus terbelenggu oleh satu platform tertentu.

Sumber: Variety.

Epic Games Store Bakal Kedatangan Sederet Fitur Baru yang Menarik

Diluncurkan pada bulan Desember lalu, Epic Games Store tanpa sungkan menjadi penantang baru Steam dengan strategi yang begitu agresif: developer yang menjajakan karyanya di Epic Games Store bakal meraup 88% dari total penjualan, dan Epic hanya akan mengambil komisi sebesar 12% saja.

Tanpa harus menunggu lama, taktik ini sudah membuahkan hasil. Sejumlah developer ternama mulai meninggalkan Steam dan hijrah ke Epic Games Store. Steam yang tadinya merajai ranah distribusi game digital kini harus tabah melihat game AAA macam The Division 2 dan Metro Exodus sirna dari platform-nya.

Kendati demikian, Epic Games Store bukanlah tanpa cacat. Berhubung platform ini masih seumur jagung, wajar apabila ia kalah jauh perihal fitur jika dibandingkan dengan Steam. Kabar baiknya, Epic sadar betul akan hal ini, dan mereka juga ingin bisa setransparan mungkin kepada konsumennya.

Epic Games Store Roadmap

Bukti transparansinya datang dalam wujud Trello board berjudul “Epic Games Store Roadmap”. Di situ siapapun bisa melihat garis besar fitur-fitur yang sedang dan akan dikerjakan oleh tim developer Epic Games Store. Seandainya ada bug atau problem yang mengganggu, kita juga dapat memantau perkembangannya lewat Trello board ini.

Deretan fitur baru yang telah direncanakan dibagi berdasarkan estimasi waktu perilisannya. Dalam waktu dekat ini (1 – 3 bulan ke depan), fitur-fitur penting yang akan dirilis mencakup pencarian berdasarkan genre, tampilan baru yang lebih mendetail, dukungan DLC yang lebih mumpuni, dan cloud save.

Selanjutnya, dalam 4 – 6 bulan mendatang, fitur-fitur yang sudah direncanakan meliputi user review, wishlist, dukungan mata uang selain US$ serta metode pembayaran lain, memantau waktu bermain, dukungan mod, dan in-game overlay ala Steam.

Di atas setengah tahun, bakal ada fitur-fitur seperti achievement dan shopping cart. Namun yang perlu dicatat, semua ini sifatnya tidak permanen dan bisa berubah-ubah tergantung kondisinya. Terlepas dari itu, konsumen tak harus menunggu pengumuman dari Epic dan bisa memantaunya sendiri di Trello board ini.

Sumber: Epic Games via Kotaku.