Banyak Streamer Pindah, Pokimane Setia di Twitch

Persaingan antara platform streaming gaming kian memanas. Twitch, YouTube Gaming, Facebook Gaming, dan Mixer saling berebut streamer populer. Memang, saat ini, Twitch masih menjadi platform streaming nomor satu. Namun, platform milik Amazon itu dianggap mulai kehilangan momentum karena semakin banyak streamer populer yang memutuskan untuk pindah, seperti Tyler “Ninja” Blevins, Michael “Shroud” Grzesiek, dan Jack “CouRage” Dunlop. Meskipun begitu, tetap ada streamer yang setia dan bertahan di Twitch. Salah satunya daalah Imane “Pokimane” Anys.

Sejak mulai melakukan streaming pada 2013 di Twitch, Pokimane kini telah memiliki 3,9 juta pengikut di platform tersebut. Dia juga menjadi salah satu streamer terpopuler di Twitch. Baru-baru ini, dia memperbarui kontrak eksklusif dengan Twitch. Itu artinya, dia hanya akan menyiarkan siarannya di Twitch. Kontrak tersebut akan berlangsung selama beberapa tahun.

“Saya percaya, Twitch adalah tempat yang tepat jika saya ingin menjadi seorang streamer. Meskipun banyak platform streaming yang bermunculan, Twitch masih memiliki infrastruktur dan tools terbaik,” jawab Pokimane dalam wawancara dengan Forbes ketika ditanya alasannya untuk tetap bertahan di Twitch. “Saya ingin bisa merekomendasikan platform terbaik untuk orang-orang yang menonton saya atau terinspirasi oleh saya. Dan saya ingin merekomendasikan platform yang memang saya gunakan.”

Pokimane twitch
Pokimane memutuskan untuk setia di Twitch. | Sumber: The Esports Observer

Bulan lalu, Pokimane memberikan US$50 ribu (sekitar Rp600 juta) sebagai beasiswa di bidang esports untuk University of California Irvine. Dia menjelaskan, dia telah berencana untuk memberikan beasiswa tersebut sejak lama. Dia merasa, dia telah mendapatkan banyak hal dari komunitas gaming. Inilah cara dia untuk memberikan kembali pada komunitas.

“Saya tahu betapa sulitnya untuk menyeimbangkan kecintaan Anda pada esports dan kuliah, jadi saya mau membantu orang yang ingin melakukan keduanya, apalagi jika mereka tidak bisa mendapatkan karir yang sangat menguntungkan, seperti streamer,” kata Pokimane. “Penting bagi saya untuk mendukung orang-orang yang ingin berkarir di esports agar indsutri ini bisa terus tumbuh dan berkembang.”

Menariknya, Pokimane sendiri tak pernah menyelesaikan kuliahnya. Terkait hal ini, dia berkata, “Memilih untuk tidak menyelesaikan kuliah adalah pilihan yang tepat untuk saya, tapi itu bukan berarti semua orang harus mengikuti langkah yang sama.” Menurutnya, menyelesaikan kuliah bisa memberikan banyak manfaat. Selain ijazah, ada banyak hal positif yang bisa dipelajari seseorang di kuliah. “Saya hanya mau membantu orang-orang yang bekerja keras demi masa depan mereka,” ujarnya.

Industri game dan esports masih didominasi oleh pria. Sayangnya, ini berarti masih ada diskriminasi terhadap perempuan. Namun, Pokimane sukses menjadikan dirinya sebagai streamer perempuan terpopuler. Dia berkata, dia bangga dengan gelar itu. Pada saat yang sama, dia tidak terlalu terobsesi dengan sebutan “streamer perempuan terpopuler.” Dia mengaku tahu bahwa sebagian besar fans-nya menyukainya karena sifatnya dan bukan kemampuannya dalam bermain game. Namun, itu bukan masalah untuknya, mengingat memang ada banyak streamer yang menarik fans dengan menonjolkan kepribadian mereka daripada keahlian dalam bermain game.

Pokimane tahu fans-nya suka padanya karena kepribadiannya. | Sumber: ComicBook
Pokimane tahu fans-nya suka padanya karena kepribadiannya. | Sumber: ComicBook

Pokimane mengaku, tidak mudah untuk menyeimbangkan kehidupan profesional dan kehidupan pribadinya. “Apalagi karena Anda bekerja di tempat tidur Anda dan hobi Anda adalah pekerjaan Anda,” katanya. “Prioritas utama saya, saya berusaha untuk punya jadwal tidur tetap, bangun sekitar jam 9 pagi dan tidur sekitar tengah malam atau jam 1 pagi. Saay juga punya rutin di pagi dan petang hari, yang terdiri dari kegiatan perawatan diri, mulai dari meditasi, membaca, olahraga, dan berdoa.”

Biasanya, dia akan mulai siaran pada siang hari sampai pada pukul 6 sore. Setelah itu, dia akan membalsa email dan melakukan pekerjaan lainnya. Sesekali, dia akan kembali membuat konten setelah dia selesai dengan pekerjannya. “Ketika senggang, saya biasanya bermain game untuk bersenang-senang atau berkumpul dengan teman-teman.”

Sumber header: United Talent Agency via Engadget

Nilai Kontrak Activision Blizzard dan YouTube Gaming Dikabarkan Capai Rp2,2 Triliun?

Setelah kontrak dengan Twitch berakhir, Activision Blizzard mengumumkan perjanjian barunya dengan YouTube Gaming. Dengan begitu, YouTube Gaming mendapatkan hak eksklusif untuk menyiarkan acara esports dari Activision Blizzard. Menurut narasumber The Esports Observer, kontrak tersebut berlaku selama tiga tahun dan memiliki nilai US$160 juta (sekitar Rp2,2 triliun). Sebagai perbandingan, kontrak Activision Blizzard dengan Twitch, yang hanya mencakup Overwatch League dan berlangsung selama dua tahun, dikabarkan bernilai US$90 juta (sekitar Rp1,2 triliun).

Perjanjian ini memungkinkan YouTube Gaming untuk menyiarkan Overwatch League, Call of Duty League, dan turnamen Hearthstone. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari masing-masing liga esports. Dikabarkan, Overwatch League adalah liga dengan nilai paling besar. Call of Duty juga memiliki harga yang cukup tinggi, meski lebih kecil dari liga Overwatch. Sementara itu, turnamen esports Hearthstone, yang memang bukan tier 1, dianggap sebagai bonus.

Overwatch League - New York Excelsior
Overwatch League. | Sumber: Blizzard

Dalam kontrak antara Activision Blizzard dan YouTube, ada klausul tentang insentif yang didapatkan oleh pihak penyelenggara liga dan tim jika mereka mencapai target viewership dan penjualan iklan yang telah ditentukan oleh YouTube Gaming. Target ini dianggap bisa dicapai. Karena itu, kontrak dengan YouTube Gaming disambut baik oleh para tim profesional dan eksekutif Activision Blizzard yang bertanggung jawab atas scene esports.

Keputusan Activision Blizzard untuk membuat kontrak eksklusif dengan YouTube Gaming, ditambah dengan banyaknya streamer game yang memutuskan untuk keluar dari Twitch, ini memunculkan pertanyaan apakah dominasi Twitch mulai tergoyahkan.

“Menarik untuk melihat dampak dari perjanjian antara Activision Blizzard dan YouTube Gaming pada Twitch dan ekosistem esports,” kata Senior VP/Esports Endeavor, Stuart Saw pada The Esports Observer. “Berdasarkan pengalaman, Twitch seharusnya baik-baik saja. Sebelum ini, mereka juga pernah kehilangan kreator konten dan pangsa pasar mereka tidak terpengaruh. Meskipun begitu, sekarang, industri esports telah agak berubah, menjadi semakin kompetitif. Dari banyaknya jumlah platform streaming yang ada, tampaknya, ke depan, industri esports akan terpecah dan tidak didominasi satu pemain.”

youtube gaming polygon jpeg

Selain hak siar eksklusif atas esports Activision Blizzard, Google juga membuat perjanjian lain dengan perusahaan game tersebut. Google Cloud akan menyediakan jasa layanan cloud untuk Activision Blizzard. Menurut Saw, perjanjian antara Google Cloud dan Activision Blizzard memiliki peran cukup penting dalam usaha Google untuk menguasai pasar penyedia layanan cloud, mengingat Activision Blizzard adalah salah satu perusahaan game terbesar.

“Dari perspektif ekonomi makro, ini adalah momen penting dalam sejarah esports. Ini adalah kali pertama developer game tingkat atas memutuskan untuk menghilangkan produknya dari Twitch sama sekali. Bagi YouTube, ini adalah bukti dari keseriusan mereka untuk mengembangkan produk mereka,” kata Saw.

Sumber header: Fox Sports Asia

YouTube Gaming Dapat Hak Siar Eksklusif Atas Liga Overwatch, Call of Duty, dan Hearthstone

Persaingan antara platform streaming game semakin memanas seiring dengan semakin populernya game dan esports. Memang, Twitch masih menjadi platform nomor satu, menguasai tiga per empat pangsa pasar, tapi, mereka mulai kehilangan momentum karena para streamer bintang mereka — seperti Michael “Shroud” Grzesiek dan Jack “CouRage” Dunlop — memutuskan untuk pindah ke platform lain seperti Mixer dari Microsoft atau YouTube Gaming.

Seolah itu tidak cukup buruk, Activision Blizzard baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menjadikan YouTube Gaming sebagai rekan eksklusif untuk menyiarkan liga dan acara esports profesional mereka. Selain Overwatch League, turnamen esports Activision juga meliputi Call of Duty League, Hearthstone Esports, dan World of Warcraft Esports.

“Misi kami adalah memberikan hiburan berkualitas yang bisa ditonton oleh para fans kami, baik secara live atau sebagai konten on-demand. Dan kami ingin juga menjadikan para pemain profesional kami sebagai superstar. Kerja sama ini memungkinkan kami untuk memenuhi misi tersebut,” kata CEO Activision Blizzard, Pete Vlastelica, dikutip dari PC Gamer. Activision mengatakan, melalui kolaborasi dengan YouTube Gaming, mereka juga akan dapat mengakses berbagai tool AI dari Google Cloud yang dapat menawarkan konten rekomendasi yang telah dikurasi pada para penonton.

“Dalam beberapa tahun belakangan, kami menjalin kerja sama erat dengan Activision Blizzard di berbagai game mobile untuk meningkatkan kemampuan analitik mereka serta memperbaiki pengalaman bermain para pemain. Kami senang karena sekarang, kerja sama kami menjadi lebih dalam dan kami bisa bekerja sama dengan salah satu game developer paling besar dan paling dikenal di dunia,” ujar Head of Gaming, Google Cloud, Sunil Rayan.

Pada akhir 2019, YouTube Gaming memiliki pangsa pasar 22,1 persen. Mendapatkan hak siar eksklusif atas sejumlah liga esports ternama akan membantu mereka untuk meningkatkan pangsa pasar mereka. Doron Nir, CEO Stream Elements mengatakan, saat ini platform streaming game fokus untuk mendapatkan hak siar eksklusif atas konten streamer ternama untuk mendongkrak jumlah penonton mereka. Namun, liga atau turnamen esports sebenarnya juga menarik banyak penonton.

Nir berkata, “Turnamen esports biasanya memiliki penonton paling besar. Di Twitch, dua channel yang paling sering ditonton sepanjang 2019 adalah Riot Games dan Overwatch League. Ini berarti, kontrak eksklusif Activision Blizzard dengan YouTube akan memiliki dampak signifikan dalam membangun portofolio mereka dan menunjukkan komitmen mereka pada pasar platform streaming.”

Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer
Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer

Sekarang, Twitch memang masih mendominasi pasar platform streaming. Namun, pangsa pasar mereka terus turun. Menurut laporan Forbes, salah satu alasannya adalah karena penghasilan Twitch tidak sebanyak yang diharapkan Amazon, perusahaan induknya.

Bulan ini, Twitch dilaporkan bahwa mereka gagal mencapai target penghasilan yang telah ditetapkan. Mereka hanya berhasil mendapatkan US$300 juta dari target US$500-600 juta. Sebagai perbandingan, total pendapatan Amazon bisa mencapai US$232,9 miliar. Ini menunjukkan betapa kecilnya kontribusi Twitch pada total pendapatan Amazon. Jadi, kecil kemungkinan Amazon akan memberikan dana besar pada Twitch untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan streamer atau turnamen esports.

Sementara itu, setiap tahunnya, YouTube berkontribusi sekitar US$16-25 miliar pada pendapatan Google. Dan Facebook memiliki pendapatan US$16,9 miliar per tahun. Baik YouTube maupun Google bisa menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan divisi live streaming mereka, misalnya dengan membuat perjanjian eksklusif dengan kreator konten atau mendapatkan hak siar atas liga esports. Tak hanya itu, Facebook dan Google juga telah memiliki pengalaman yang lebih baik dalam memonetisasi konten via iklan.

Saat ini, Twitch memang masih sukses. Namun, tren menunjukkan bahwa dominasi mereka mulai tergerus oleh para pesaingnya. Amazon mungkin harus menyuntikkan dana besar pada Twitch agar platform streaming tersebut bisa bersaing dengan para pesaingnya.

Kehilangan Streamer Ternama Lemahkan Momentum Twitch

Memasuki 2020, persaingan antara platform live streaming game semakin memanas. Sejauh ini, Twitch milik Amazon masih mendominasi dengan pangsa pasar sebesar 75,1 persen. Meskipun begitu, mereka mulai kehilangan momentum. Hal ini terlihat dari turunnya total durasi jam konten ditonton, berdasarkan laporan yang dibuat oleh StreamLabs dan Newzoo.

Pada Q4 2019, total jam konten ditonton Twitch turun 9,8 persen jika dibandingkan dengan periode Q3 2019, dari 2.551,4 juta jam menjadi 2.299,6 juta jam. Selain itu, durasi total siaran konten di Twitch juga mengalami penurunan. Pada Q4 2019, total konten yang disiarkan di Twitch hanya mencapai 82,7 juta jam, turun dari 87,3 juta jam pada kuartal sebelumnya. Namun, itu bukan berarti pertumbuhan Twitch telah terhenti. Total durasi konten ditonton sepanjang 2019 mengalami kenaikan 12 persen jika dibandingkan dengan 2018. Sementara total konten disiarkan sepanjang 2019 naik 16,1 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Total durasi konten ditonton di Twitch. | Sumber: StreamLabs
Total durasi konten ditonton di Twitch. | Sumber: StreamLabs

Sementara itu, YouTube Gaming menjadi satu-satunya platform live streaming yang mengalami kenaikan dalam hal total durasi jam ditonton, total durasi konten disiarkan, dan concurrent viewership pada Q4 2019. Tampaknya, strategi YouTube Gaming untuk membuat perjanjian siaran eksklusif dengan sejumlah streamer ternama, seperti Jack “CouRage” Dunlop, cukup sukses. Minggu ini, YouTube Gaming juga membuat perjanjian eksklusif dengan tiga streamer ternama. Meskipun begitu, TechCrunch juga menyebutkan, ada kemungkinan, alasan jumlah jam ditonton di YouTube Gaming naik adalah karena mereka menyiarkan turnamen esports populer serta konten dari para streamer.

Pada Q4 2019, total jam konten ditonton di YouTube Gaming mencapai 909,1 juta jam, naik 46 persen dari Q1 2019. Sementara total durasi video disiarkan mencapai 12,3 juta jam. Sepanjang tahun, angka total durasi konten disiarkan di YouTube Gaming relatif stabil. Sementara itu, jumlah unique channel di YouTube Gaming pada Q4 naik 4,8 persen jika dibandingkan dengan Q3 2019, tapi, turun 24,6 persen jika dibandingkan dengan Q1 2019. Pada penghujung 2019, YouTube Gaming menguasai 22,1 persen pangsa pasar platform live streaming.

Total jam ditonton di YouTube Gaming. | Sumber: StreamLabs
Total jam ditonton di YouTube Gaming. | Sumber: StreamLabs

Sama seperti YouTube Gaming, membuat perjanjian eksklusif dengan streamer populer juga menjadi strategi Microsoft untuk mengembangkan Mixer. Tahun lalu, mereka menarik Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Memang, keberadaan Ninja dan Shroud terbukti sukses untuk menarik streamer lain agar tertarik melakukan siaran di Mixer.

Pada Q3 2019, total durasi konten disiarkan di Mixer mencapai 32,6 juta jam, naik lebih dari dua kali lipat dari Q2 2019. Meskipun begitu, pada Q4 2019, angka tersebut kembali mengalami penurunan, menjadi 28,4 juta jam. Soal total durasi konten ditonton, sepanjang Q4 2019, total hours watched mencapai 82,5 juta jam, turun 8,5 persen dari Q3 2019. Meskipun begitu, satu hal yang harus diingat, total jam konten ditonton pada 2019 naik lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan 2018.

Total durasi konten ditonton di Mixer. | Sumber: StreamLabs
Total durasi konten ditonton di Mixer. | Sumber: StreamLabs

Sayangnya, laporan dari StreamLabs ini tidak menyertakan data dari Facebook Gaming. Dalam laporan itu, hanya disebutkan bahwa jumlah live stream di Facebook Gaming pada Q4 2019 menjadi 2,5 juta, naik 400 persen dari angka pada Q1 2019, yang hanya mencapai 500 ribu. Selain itu, pada kuartal terakhir tahun lalu, ada beberapa streamer yang memutuskan untuk melakukan siaran langsung eksklusif di Facebook Gaming, seperti Gonzalo “ZeRo” Barrios.

Saat ini, belum ada platform streaming game yang dapat menggeser Twitch dari tahtanya. Namun, keputusan sejumlah streamer untuk pindah ke platform streaming lain menciptakan persaingan yang lebih sehat dalam pasar platform streaming game. Sayangnya, masih beum diketahui apakah keputusan para streamer populer untuk pindah ke platform pesaing Twitch akan memengaruhi platform tersebut dalam jangka panjang.

Pertumbuhan Facebook Gaming Capai 210 Persen

Amazon mengakuisisi platform streaming game Twitch pada 2014 seharga US$1 miliar. Sejak saat itu, Twitch telah menjadi platform streaming game nomor satu. Seiring dengan semakin populernya gaming dan esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menyediakan platform streaming, seperti YouTube, Facebook, dan bahkan Microsoft.

Menjalin kerja sama eksklusif dengan streamer menjadi salah satu cara pesaing Twitch untuk mengalahkan platform milik Amazon tersebut. YouTube baru saja mengumumkan kerja sama eksklusif dengan tiga streamer. Sementara tahun lalu, Mixer dari Microsoft juga menandatangani beberapa kontrak eksklusif seperti mantan pemain profesional Counter-Strike: Global Offensive, Michael “Shroud” Grzesiek. Meskipun begitu, dari segi pangsa pasar, justru Facebook Gaming yang mengalami pertumbuhan paling pesat.

StreamElements dan Arsenal GG menyediakan data tentang keadaan persaingan platform streaming game. Berdasarkan data terbaru dari mereka, Twitch masih mendominasi. Meskipun begitu, ketiga pesaing Twitch — YouTube Gaming, Facebook Gaming, dan Mixer — mengalami pertumbuhan. Dari ketiganya, Facebook Gaming memiliki pertumbuhan paling signifikan. Tahun lalu, Facebook Gaming hanya menguasai 3,1 persen pangsa pasar platform streaming game. Sekarang, pangsa pasar mereka naik 210 persen menjadi 8,5 persen. Sementara itu, pangsa pasar Mixer hanya naik 0,6 persen dari 2 persen menjadi 2,6 persen dan YouTube Gaming naik dari 27,5 persen menjadi 27,9 persen.

Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech
Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech

“Pertumbuhan pangsa pasar Facebook Gaming didorong oleh meningkatnya ketertarikan akan streamer yang telah ada, streamer baru yang memiliki banyak penonton, atau streamer yang menjadi lebih sering membuat konten,” kata Arsenal GG, seperti dikutip dari WCCFtech. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan Facebook Gaming, pertumbuhan yang dialami oleh Mixer dan YouTube jauh lebih kecil. Padahal, keduanya telah menghabiskan jutaan dollar untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan sejumlah streamer ternama. Meskipun begitu, Microsoft tampaknya memiliki alasan mengapa mereka kukuh bertahan di industri gaming.

Kabar baiknya, ketertarikan masyarakat akan konten game masih menunjukkan peningkatan. Pada 2019, total durasi video ditonton di semua platform naik menjadi 1,194 miliar jam jika dibandingkan dengan tahun 2018, yang hanya mencapai 1,066 miliar jam. Menariknya, meskipun pangsa pasar Twitch turun 7 persen, mereka memiliki kategori baru yang diminati oleh penonton, yaitu Just Chatting. Di sini, para streamer tidak menyiarkan konten gaming. Sebagai gantinya, mereka akan mengobrol dengan para penonton, baik terkait isu terbaru atau kehidupan mereka.

Saat ini, pasar platform streaming game dikuasai oleh perusahaan teknologi raksasa. Ini tidak aneh, mengingat Amazon, Microsoft, Facebook, dan YouTube memang memiliki modal dan kemampuan yang cukup memadai untuk mengembangkan platform mereka masing-masing. Twitch memang  masih menjadi nomor satu. Walaupun begitu, Facebook Gaming mengalami pertumbuhan paling besar. Tampaknya, mereka akan menciptakan disrupsi di pasar pada 2020.

Konten Gaming Semakin Diminati, YouTube Gaet LazarBeam, Muselk, dan Valkyrae

Sepanjang 2019, sebanyak 35 juta orang mengunggah video game YouTube, menjadikan tahun lalu sebagai “tahun terbaik”, ungkap platform video di bawah Google tersebut. Di tengah persaingan platform live streaming konten video game, YouTube membanggakan fakta bahwa kebanyakan kreator konten game biasanya juga mengunggah video mereka ke YouTube setelah melakukan streaming.

“Setiap kreator konten gaming, tidak peduli di platform apa mereka menyiarkan siaran langsung, adalah kreator konten gaming di YouTube, dan kami bangga bisa menyajikan konten-konten terbaik di dunia,” kata Ryan Wyatt, Head of Gaming, YouTube, menurut laporan 9to5Google. Dia optimistis, tahun 2020 akan menjadi lebih baik dari 2019, terutama karena mereka telah mendapatkan kontrak eksklusif dengan tiga kreator konten game ternama, yaitu Lannan “LazarBeam” Eacott, Elliott “Muselk” Watkins, dan Rachell “Valkyrae” Hofstetter. Secara total, ketiganya memiliki 21 juta subscribers di YouTube.

LazarBeam mulai membuat konten pada 2015. Sifatnya yang rendah hati dan humoris membuatnya digemari dengan banyak orang. Pada 2018, dia mulai membuat konten Fortnite. Dengan cepat, channel miliknya tumbuh pesat. Sejak saat itu, dia menjadi salah satu kreator terbesar dengan jumlah subscriber mencapai 12,3 juta orang. Belum lama ini, dia mulai melakukan streaming di YouTube dengan tujuan untuk menunjukkan sisi lain dari dirinya.

Sementara itu, Muselk mengaku bahwa dia telah suka bermain game sejak dia masih kecil. Pada awalnya, dia hanya membuat video YouTube di sela-sela kegiatannya sebagai mahasiswa hukum. Namun, seiring dengan pertumbuhan channel YouTube miliknya, dia memutuskan untuk fokus membuat konten digital. Sekarang, dia telah memiliki 8 juta subscriber. Dia juga merupakan salah satu pemilik Click Management, badan manajemen talenta untuk kreator konten gaming. Bersama WME, Click Management menjadi perantara untuk kontrak eksklusif yang didapat LazarBeam dan Muselk.

Rachell "Valkyrae" Hofstetter. | Sumber: Business Insider
Rachell “Valkyrae” Hofstetter. | Sumber: Business Insider

Kreator ketiga yang setuju untuk menjalin kerja sama eksklusif dengan YouTube adalah Valkyrae. Dia adalah kreator Fortnite perempuan yang sebelumnya juga membuat konten dari game-game lain seperti The Witcher 3, Hearthstone, dan Dark Souls. Dia merupakan anggota perempuan pertama dari organisasi esports 100 Thieves. Selain konten Fortnite, Valkyrae juga dikenal karena dia sering melakukan kolaborasi dengan kreator lain, membuat vlog, dan mengadakan siaran langsung untuk didonasikan ke badan amal seperti Gamers Outreach Foundation.

Ini bukan kali pertama YouTube Gaming menawarkan kontrak eksklusif pada streamer Twitch. Sebelum ini, anak perusahaan Google itu juga telah menjalin kerja sama dengan Jack “CouRage” Dunlop. Sementara layanan streaming dari Microsoft, Mixer, berhasil mendapatkan perjanjian eksklusif dengan Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Menurut Doron Nir, CEO platform streaming StreamElements, yang selalu merilis laporan keadaan pasar platform streaming setiap kuartal, ini menunjukkan bahwa konten merupakan prioritas utama bagi para penyedia layanan streaming.

“Memiliki banyak streamer yang populer, ini adalah cara paling efektif untuk menarik penonton, kreator, dan merek,” ungkap Nir pada The Washington Post. “Ke depan, hal yang harus diperhatikan perusahaan adalah komitmen jangka panjang pada top talent dan kerja sama dengan developer aplikasi untuk memastikan bahwa para influencer mereka dapat mendapatkan tool terbaik untuk membuat konten terbaik sehingga mereka bisa melakukan monetisasi dengan tanpa masalah.”

Google: Jangan Anggap Stadia Sebagai Netflix-nya Para Gamer

Bulan November nanti, layanan streaming game Google Stadia bakal mulai beroperasi secara resmi. Demi mengantisipasi hype yang tinggi yang kerap berujung pada kesalahpahaman dari pihak konsumen, Andrey Doronichev selaku Product Director Google Stadia pun menyempatkan diri menjawab segala pertanyaan terkait Stadia melalui sesi Reddit AMA.

Ada banyak info sekaligus klarifikasi mengenai Stadia yang bisa kita simpulkan dari sesi tanya-jawab tersebut. Yang paling utama, Andrey mengingatkan agar kita jangan menyamakan Stadia dengan Netflix, menganggapnya sebagai Netflix-nya para gamer, sebab kalau di Netflix kita benar-benar tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk bisa menikmati semua konten yang tersedia.

Stadia di sisi lain tidak demikian. Paket berbayarnya, Stadia Pro, menawarkan sejumlah fasilitas seperti gameplay dalam resolusi 4K/HDR, surround sound 5.1, sejumlah diskon eksklusif serta akses gratis ke sejumlah game. Kalau dirata-rata, pelanggan Stadia Pro bakal mendapatkan setidaknya satu game baru secara cuma-cuma setiap bulannya, diawali oleh Destiny 2.

Ini jelas berbeda dari penawaran Netflix, meskipun jenis kontennya memang berbeda. Andrey pun lebih sreg menyamakan Stadia Pro dengan layanan Xbox Live Gold atau PlayStation Plus. Singkat cerita, tidak semua game bisa Anda mainkan di Stadia secara cuma-cuma, meskipun Anda telah membayar biaya berlangganan sebesar $10 setiap bulannya.

Google Stadia

Untuk paket gratisannya, Stadia Base, konsumen malah diwajibkan untuk membeli game-nya sendiri sebelum bisa dimainkan via Stadia. Ini sangat penting untuk diingat: Stadia Base memang gratis, tapi game yang bisa dimainkan tidak ada yang gratis, kecuali memang ada game free-to-play yang masuk dalam katalognya.

Konsumen Stadia Base pada dasarnya hanya dipinjami akses ke gaming PC berspesifikasi wahid secara cuma-cuma. Mereka bisa menyimpan tabungannya untuk membeli game yang hendak dimainkan, tanpa perlu menyisihkan dana lebih untuk membeli kartu grafis baru, atau bahkan merakit gaming PC dari nol.

Kalau disimpulkan, Google Stadia memang masih punya banyak batasan, tapi tetap saja kehadiran layanan ini bakal mendisrupsi industri streaming game secara menyeluruh. Sebagian besar layanan streaming game yang sudah ada sekarang memiliki mekanisme “bayar biaya berlangganannya, tapi sediakan sendiri game-nya”. Stadia Base nantinya bakal menghapus syarat membayar tersebut.

Sumber: GamesRadar.