Proyektor 4K Perdana LG Berdesain Ringkas dan Tidak Umum

LG kembali meramaikan gelaran CES tahun ini dengan sebuah proyektor baru yang cukup istimewa. Kalau yang mereka perkenalkan tahun lalu sudah kelihatan cukup nyentrik, yang ini malah lebih unik lagi dengan wujud balok memanjang yang bisa diposisikan vertikal maupun horizontal.

Pada kenyataannya, perangkat bernama LG HU80K ini merupakan proyektor 4K pertama dari sang raksasa teknologi Korea Selatan. Desainnya sangat bertolak belakang dengan mayoritas proyektor 4K yang ada di pasaran, yang biasanya berdimensi besar dan cukup rumit instalasinya.

LG HU80K

Dengan HU80K, pengguna hanya perlu meletakkannya di atas lantai (bisa juga digantung di langit-langit ruangan), dan perangkat bisa dipindah dengan mudah berkat sebuah handle di bagian atasnya. Proyeksi terbesarnya bisa mencapai 150 inci, dan dengan tingkat kecerahan maksimum 2.500 lumen, ia jauh lebih terang ketimbang proyektor lain LG.

LG tidak lupa menyematkan sistem operasi webOS 3.5 seperti di lini smart TV-nya, yang berarti perangkat dapat langsung mengakses konten dari beragam layanan streaming, termasuk yang beresolusi 4K dan dalam format HDR10. Konektivitas standar seperti port USB, HDMI dan Ethernet tentu tetap tersedia, dan perangkat turut dibekali dengan sepasang speaker internal berdaya 7 watt.

LG HU80K

Sayang sekali sejauh ini LG belum menyinggung soal banderol harga maupun jadwal ketersediaannya. Desain dan spesifikasinya saja sebenarnya sudah sangat mengundang ketertarikan, tapi peluangnya bakal lebih besar lagi seandainya harganya benar lebih murah cukup signifikan dibanding proyektor-proyektor 4K lain.

Sumber: LG.

Ojo Adalah Proyektor Portable Mini Untuk Nintendo Switch

Meski bukan jadi pilihan utama gamer, proyektor gaming mempunyai pasarnya sendiri karena perangkat ini menawarkan sejumlah faktor yang tak ada pada solusi display standar seperti monitor atau TV: lebih portable, hemat ruang, dan bisa menampilkan ukuran ‘layar’ sangat lebar. Beberapa produsen hardware terkenal telah menyiapkannya untuk PC, namun belum ada banyak pilihan buat console.

Tapi ada kabar gembira buat para pemilik Nintendo Switch. Anda semua mungkin sudah tahu, keunggulan console ini dibanding perangkat game lain adalah keleluasaan dalam penggunaan. Ia bisa dinikmati layaknya home console standar, serta dibawa-bawa ala platform handheld ketika bepergian. Dan dengan Ojo, Anda bisa membawa sensasi bermain game di ruang keluarga saat sedang berkemah atau mengadakan acara outdoor.

Ojo 1

Ojo ialah proyektor mini pertama untuk Nintendo Switch. Portabilitas menjadi kekuatan utamanya. Selain bisa menampilkan konten permainan, Ojo juga dibekali speaker 5-Watt serta baterai berkapasitas besar. Proyektor memiliki dimensi 172x80x70-milimeter, mengusung desain balok yang hampir menyerupai docking Switch (buat perbandingan, docking Switch berukuran 172x104x53,8mm).

Ojo 2

Seperti docking Nintendo Switch, Ojo mempunyai celah/slot untuk tempat duduk unit tablet. Aktifkan, dan proyektor segera menampilkan display seluas 30- sampai 120-inci dengan tingkat kecerahan 200-lumen. Ojo memanfaatkan teknologi LED OSRAM Jerman, dipersenjatai chip DMD persembahan Texas Instruments demi memastikan output gambar yang jernih, juga mengusung engine eViewTek sehingga konsumsi listriknya 20 persen lebih rendah dari proyektor sekelasnya.

Ojo 3

Tim penciptanya, YesOJO Studio, menjelaskan bahwa pemanfaatan proyektor untuk gaming juga lebih aman buat mata dibanding TV/monitor karena gambar yang Anda lihat merupakan pantulan di objek – tidak langsung dikeluarkan oleh display. Ojo menyuguhkan resolusi 854×480, dengan rasio kontras 1000 banding 1 dan aspek rasio 16:9.

Uniknya lagi, baterai rechargeable built-in di dalam memungkinkan Ojo untuk bekerja tanpa perlu tersambung ke sumber listrik hingga 4 jam. Dan berkat baterai LG 20.400mAh-nya, Ojo bisa bekerja sebagai power bank buat mengisi ulang daya perangkat Anda lainnya. Dan tak cuma Nintendo Switch, Ojo bahkan dapat Anda sambungkan ke laptop, smartphone atau perangkat lain via kabel HDMI atau Lightning.

YesOJO Studio rencananya akan menjajakan Ojo di harga retail US$ 370, mulai tersedia kira-kira pada bulan Desember 2017 nanti. Namun selama periode crowdfunding-nya masih berlangsung di Indie Gogo, proyektor portable untuk Nintendo Switch ini bisa Anda miliki seharga US$ 270 saja.

Nebula Capsule Adalah Proyektor Sekaligus Speaker Bluetooth Sebesar Minuman Kaleng

Awalnya hanya memproduksi power bank dan bermacam aksesori lainnya, Anker terus berkembang hingga menjadi perusahaan yang cukup disegani. Perusahaan asal Tiongkok itu telah melahirkan sejumlah brand baru: ada Zolo yang bermain di segmen audio, lalu Eufy di ranah smart home, dan yang paling baru adalah Nebula yang sejauh ini sudah memiliki dua produk.

Produk pertama mereka ialah Nebula Mars, yang pada dasarnya merupakan kombinasi proyektor dan speaker Bluetooth dalam wujud yang portable. Selain berdesain inovatif, Mars juga tergolong istimewa karena ditenagai oleh sistem operasi Android.

Nebula Capsule

Selang beberapa bulan saja, Anker sudah siap dengan produk baru dari lini Nebula. Dijuluki Capsule, ia sejatinya merupakan adik kecil dari Mars. Begitu kecilnya, ukurannya tidak lebih besar dari minuman kaleng, namun di saat yang sama masih merangkap fungsi sebagai proyektor sekaligus speaker Bluetooth.

Bentuk silindrisnya memastikan suara terdistribusi secara merata ke segala sudut melalui 9.000 lubang pada grille berbahan aluminiumnya. Tidak diketahui apakah komponen audionya juga merupakan racikan JBL seperti kasusnya pada Mars, tapi yang pasti Anker menjamin performa audionya bisa mengalahkan proyektor pico apapun.

Nebula Capsule

Sebagai proyektor, ia mengadopsi teknologi DLP dengan tingkat kecerahan 100 lumen, ukuran gambar maksimum 100 inci dan resolusi 854 x 480 pixel. Resolusinya memang bukan yang paling tajam, dan Anda masih perlu menempatkannya di ruangan yang gelap agar gambar bisa terlihat jelas. Namun semua ini tetap terdengar mengesankan jika melihat dimensi mungilnya.

Capsule menjalankan OS Android 7.0. Kinerjanya ditopang oleh prosesor quad-core, GPU Adreno 304 serta RAM sebesar 1 GB. Kapasitas penyimpanan sebesar 8 GB berarti Anda bisa mengisinya dengan aplikasi streaming macam Netflix, sehingga Anda bisa memutarnya langsung tanpa perlu menyambungkan smartphone terlebih dulu lewat Bluetooth atau Wi-Fi.

Nebula Capsule

Pengoperasiannya bisa mengandalkan remote control bawaannya atau dengan menyambungkan mouse dan keyboard Bluetooth. Capsule datang dengan baterai berkapasitas 5.200 mAh yang kira-kira sanggup bertahan selama 2,5 jam sebagai proyektor, atau 40 jam jika digunakan sebagai speaker saja.

Nebula Capsule saat ini sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Indiegogo seharga paling murah $249. Harga retail-nya nanti diperkirakan berkisar $349.

Xiaomi Luncurkan Mi Laser Projector, Kecil tapi Teknologinya Tak Kalah dari Proyektor Bioskop

Sudah bukan rahasia apabila Xiaomi memproduksi perangkat elektronik dari beragam kategori meski usianya belum lebih dari tujuh tahun. Kali ini pabrikan yang bermarkas di Beijing tersebut mencoba meramaikan pasar home theater dengan sebuah proyektor istimewa: Mi Laser Projector.

Sesuai namanya, keunggulan utamanya terletak pada implementasi teknologi display laser seperti yang digunakan di bioskop. Pada kenyataannya, teknologi laser ALPD 3.0 yang digunakan perangkat ini dikembangkan oleh perusahaan bernama Appotronics, yang bertanggung jawab atas proyektor-proyektor yang digunakan di hampir seluruh bioskop di Tiongkok.

Mi Laser Projector

Di samping itu, Xiaomi rupanya juga memanfaatkan teknologi DLP (digital light processing) hasil rancangannya sendiri bersama Texas Instruments. Dipadukan semuanya, konsumen bisa menikmati film dalam kualitas bioskop di rumahnya sendiri.

Karena perangkat ini juga masuk dalam kategori proyektor short-throw, Anda hanya perlu menempatkannya sejauh setengah meter dari tembok untuk mendapatkan proyeksi dengan bentang diagonal seluas 150 inci. Bioskop mini ini kian sempurna dengan tingkat kecerahan maksimum proyektor sebesar 5.000 lumen dan rasio kontras 3.000:1.

Mi Laser Projector

Sayang resolusinya hanya sebatas 1080p, tapi toh tidak terlalu menjadi masalah asalkan posisi duduk Anda tidak terlalu dekat – idealnya Anda harus berada agak jauh untuk bisa menikmati layar 150 inci secara optimal. Dimensi perangkat sendiri tergolong ringkas (410 x 291 x 88 mm), dan konektivitasnya cukup melimpah: tiga port HDMI, satu port USB 3.0, satu port Ethernet, output optical audio dan bonus speaker terintegrasi.

Tidak mengejutkan dari Xiaomi, harganya termasuk terjangkau, hanya 10.000 yuan atau sekitar $1.500. Sebagai perbandingan, proyektor 4K termurah saat ini adalah Optoma UHD60 seharga $2.000. Sayang sejauh ini belum ada informasi apakah Xiaomi akan memboyongnya ke negara lain selain kampungnya sendiri.

Mi Laser Projector

Yang mungkin jadi pertanyaan adalah kenapa harus proyektor laser? Well, ada banyak manfaatnya, seperti display yang lebih cerah, reproduksi warna yang lebih baik, konsumsi daya yang efisien, dan yang tak kalah penting, usia yang lebih panjang; Xiaomi mengklaim proyektor lasernya ini bisa terus digunakan selama 25.000 jam tanpa perlu diganti lensanya sama sekali.

Sumber: Engadget dan New Atlas.

Optoma UHD60 Ialah Proyektor 4K Termurah yang Ada di Pasaran Saat Ini

Pasar proyektor mungkin tidak sebesar TV, akan tetapi mereka yang punya niatan untuk membangun setup home theater-nya sendiri kerap lebih mengincar proyektor ketimbang TV. Masalahnya, di era serba 4K ini, proyektor 4K masih begitu mahal harganya. Optoma tampaknya ingin mematahkan anggapan tersebut.

Perusahaan yang bermarkas di Tiongkok itu belum lama ini mengumumkan Optoma UHD60, yang sejatinya merupakan proyektor 4K pertama yang mengusung banderol kurang dari $2.000. Memang masih terdengar mahal, apalagi jika Anda bandingkan dengan TV, tapi selain 4K proyektor ini rupanya juga mendukung video HDR.

Secara teknis hardware yang dikemas UHD60 sebenarnya belum mampu memproyeksikan resolusi 4K murni, namun berkat bantuan pixel shifting dan metode pemrosesan lainnya, proyektor ini akhirnya sanggup menyuguhkan video dalam resolusi 3840 x 2160, dengan bentang diagonal hingga seluas 140 inci.

Optoma UHD60

UHD60 turut mendukung standar internasional Rec. 709 color gamut untuk mereproduksi warna sinematik secara akurat. Tingkat kecerahannya mencapai 3.000 lumen, dengan rasio kontras 1:1.000.000. Tidak kalah menarik adalah fitur konversi video standar menjadi HDR demi meningkatkan kontras, detail dan warnanya secara keseluruhan.

Sekali lagi, Optoma UHD60 akan segera dipasarkan seharga $2.000 ‘saja’. Ia juga akan dipasarkan langsung ke konsumen lewat retailer seperti Amazon, bukan melalui perusahaan ahli instalasi home theater terlebih dulu.

Sumber: The Verge dan Optoma.

Sony Luncurkan Proyektor yang Sanggup Ubah Permukaan Datar Apapun Menjadi Tablet

Sony tampil cukup all out pada event MWC 2017. Tidak hanya membawa Xperia XZ Premium dan Xperia XZs, Sony turut memperkenalkan sebuah perangkat yang cukup nyeleneh nan inovatif. Xperia Touch namanya, dan ia secara teknis merupakan sebuah proyektor.

Namun label “Touch” mengindikasikan kalau ia bukan sembarang proyektor. Fungsi utama Touch pada dasarnya adalah mengubah permukaan datar apapun menjadi layar sentuh berukuran 23 inci, dimana pengguna dapat berinteraksi layaknya sedang menggunakan sebuah tablet Android raksasa.

Mau diproyeksikan secara horizontal atau vertikal, konten bisa dinavigasikan menggunakan sentuhan. Rahasianya terletak pada perpaduan sensor infra-merah dan kamera 60 fps yang diberi tanggung jawab untuk mendeteksi dan mengenali pergerakan tangan beserta jari-jari pengguna secara real-time.

Xperia Touch sebelumnya bernama Xperia Projector, dipamerkan pertama kali pada event MWC 2016 / Sony
Xperia Touch sebelumnya bernama Xperia Projector, dipamerkan pertama kali pada event MWC 2016 / Sony

Semua aplikasi maupun game yang tersedia di Google Play Store dapat dijalankan oleh Xperia Touch, dan Sony bahkan telah membekalinya dengan kompatibilitas PlayStation 4 Remote Play. Lebih lanjut, Sony juga memastikan interface-nya dapat dipahami dengan jelas, baik di kondisi pencahayaan yang terang maupun redup.

Xperia Touch awalnya diperkenalkan sebagai sebuah perangkat eksperimental bernama Xperia Projector di event MWC tahun kemarin. Akan tetapi sekarang Sony sudah siap memasarkannya ke sejumlah negara terpilih mulai musim semi mendatang, dengan banderol harga €1499.

Xperia Ear “Open-style CONCEPT”

Selain Xperia Touch, Sony rupanya turut memamerkan generasi baru Xperia Ear, yang tidak lain merupakan headset bertenaga asisten virtual. Versi baru ini masih berupa prototipe, namun yang pantas disorot adalah pengaplikasian teknologi open-ear yang dikembangkan oleh divisi Sony Future Lab.

Sony Xperia Ear "Open-style CONCEPT" / Sony
Sony Xperia Ear “Open-style CONCEPT” / Sony

Teknologi ini pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk mendengarkan musik, notifikasi, sekaligus suara di sekitarnya secara bersamaan. Rahasianya terletak pada unit driver dan konduktor akustik yang bekerja bersama-sama untuk meneruskan suara langsung ke dalam kanal telinga.

Tentu saja Sony juga tidak lupa menyempurnakan asisten virtual yang menjadi otak di balik Xperia Ear. Sejumlah fitur telah disiapkan, seperti contohnya fitur Anytime Talk yang memudahkan pengguna untuk memulai percakapan grup secara real-time tanpa harus menelusuri daftar kontaknya terlebih dulu.

Sumber: Sony.

Razer Project Ariana Sajikan Pengalaman Gaming yang Immersive Tanpa Melibatkan VR

Project Valerie bukan satu-satunya kejutan Razer untuk CES 2017. Mereka rupanya juga telah menyiapkan konsep lain yang tak kalah radikal. Didapuk Project Ariana, Razer pada dasarnya ingin menyuguhkan pengalaman gaming yang lebih immersive tanpa melibatkan virtual reality.

Project Ariana pada dasarnya merupakan sebuah proyektor 4K yang punya fungsi utama untuk memperluas tampilan game yang tampak di monitor. Sederhananya, Project Ariana akan memberikan Anda sebuah layar raksasa, meski fokusnya tetap berada di monitor Anda di tengah.

Untuk bisa mewujudkan semua ini, lensa fisheye saja tentunya tidak cukup. Project Ariana juga harus dilengkapi dengan sepasang kamera 3D beserta software pendampingnya agar bisa mendeteksi posisi monitor sekaligus bentuk ruangan dan faktor-faktor pendukung lainnya.

Tidak cuma lensa fisheye, Project Ariana turut mengemas sepasang kamera 3D dan teknologi Razer Chroma / Razer
Tidak cuma lensa fisheye, Project Ariana turut mengemas sepasang kamera 3D dan teknologi Razer Chroma / Razer

Project Ariana juga mengandalkan teknologi Razer Chroma yang sekarang terdapat pada hampir semua produk buatan Razer. Chroma pada dasarnya memungkinkan perangkat untuk berkomunikasi dengan game secara real-time demi menyajikan efek pencahayaan – atau proyeksi video dalam kasus ini – yang sesuai.

Project Ariana sejauh ini memang baru berupa konsep, akan tetapi Razer sudah punya prototipenya dan tidak segan mendemonstrasikannya di hadapan pengunjung CES 2017 di Las Vegas. Razer juga optimis bisa merilis versi finalnya ke konsumen pada akhir tahun ini juga.

Kalau Anda masih penasaran bagaimana Razer bisa menumbuhkan kesan immersive tanpa melibatkan VR, video di bawah bisa menjawabnya.

Sumber: Razer dan Gizmodo.

Microsoft Patenkan Teknologi ala Holodeck di Star Trek

Dengan begitu banyak jumlah penggemarnya, Star Wars memang merupakan franchise fiksi ilmiah terbesar, tapi Star Trek-lah yang boleh dibilang sebagai sci-fi sejati. Alasannya sederhana: beberapa gadget di film itu terealisasi jadi perangkat yang biasa kita gunakan, contohnya seperti komputer tablet, penerjemah digital, communicator wearable, hingga virtual reality.

Salah satu teknologi fiksi ilmiah Star Trek yang paling terkenal ialah Holodeck, sebuah ruangan dengan fungsi mensimulasikan kondisi di tempat lain melalui teknik ‘manipulasi materi’. Penjelmaan paling dekat teknologi ini di dunia nyata adalah perangkat virtual serta augmented reality, meski implementasinya masih belum secanggih Holodeck. Begitu esensialnya ide ini, bahkan Microsoft menggunakan nama hampir sama untuk device mixed reality-nya.

Meneruskan pengembangan HoloLens, Microsoft belakangan ini diketahui telah mengajukan paten untuk menggarap solusi mirip Holodeck. Pengajuannya sendiri sebetulnya dilakukan pada bulan Juni silam dan baru dipublikasi tanggal 22 Desember kemarin. Langkah ini merupakan upaya Microsoft menanggulangi satu kekurangan pada HoloLens, yaitu keterbatasan pada field of view. Desain optik yang ada saat ini menyekat FOV di 40 derajat, padahal penglihatan manusia hampir mendekati 180 derajat.

Metodenya memang tidak mengatasi kendala itu secara langsung di unit headset, melainkan dengan memproyeksikan gambar-gambar ke objek di sekeliling pengguna buat memperluas jangkauan pandangan head-mounted display. Ruangan mirip Holodeck tersebut dilengkapi rangkaian sensor dan proyektor, beberapa di antaranya mengusung teknologi 3D. Mereka bekerja serempak dan terus-menerus untuk mendongkrak FOV.

Penerapannya memang cukup kompleks. Di beberapa skenario, konten tambahan di-render dari perspektif berbeda, kadang proyeksi akan saling menyempurnakan, dan bisa mengubah penampilan objek sesungguhnya. Lalu posisi dan gerakan headset dilacak oleh sensor di sana. Microsoft percaya, pendekatan augmented reality ini juga akan menciptakan pengalaman penggunaan baru, baik untuk gaming sampai fungsi instruktif ataupun demonstrasi.

Tak sekedar paten, upaya pengerjaan teknologi ini telah dilakukan oleh Microsoft Research. Agar mudah dimengerti, tim mendemonstrasikan cara kerjanya dalam sebuah video:

Layaknya pengajuan paten lain, tidak ada jaminan Microsoft akan betul-betul memanfaatkan solusi tersebut. Menariknya, ini bukanlah satu-satunya upaya sang produsen menggarap versi asli ruangan hologram di Star Trek itu. Di bulan Oktober kemarin, Microsoft sempat bilang mereka berhasil menciptakan Holodeck yang dapat mereproduksi objek tanpa memerlukan kacamata/headset, berlokasi di kantor pusatnya.

Sumber: MS Power User. Gambar header: Memory Alpha wikia.

Berbodi Ringkas, Proyektor LG ProBeam Tetap Bisa Digunakan di Tempat Terang

Menjelang pergantian tahun, Anda mungkin lebih mengharapkan kedatangan sebuah smartphone atau smartwatch baru ketimbang proyektor. Akan tetapi LG belum lama ini mengumumkan sebuah proyektor LED yang cukup menarik bernama ProBeam.

LG ProBeam punya fisik yang tidak umum untuk kategori proyektor. Ketimbang mengadopsi desain yang melebar dan pendek, ProBeam malah terlihat tinggi, sepintas mirip seperti speaker Bluetooth jika mengabaikan komponen lensanya yang berukuran cukup besar.

Desain semacam ini dipercaya lebih signifikan soal portabilitas, apalagi mengingat bobotnya cuma berkisar 2 kilogram lebih sedikit. Pun demikian, LG tampaknya tidak mau main-main perihal performa, dimana ProBeam model HF80JA ini sanggup memproyeksikan konten beresolusi full-HD dengan tingkat kecerahan sebesar 2.000 lumen, sehingga konten tetap dapat dilihat dengan jelas di tempat terang.

Tingkat kecerahan sebesar 2.000 lumen membuat LG ProBeam tetap relevan di tempat terang / LG
Tingkat kecerahan sebesar 2.000 lumen membuat LG ProBeam tetap relevan di tempat terang / LG

LG tidak lupa membekali ProBeam dengan sejumlah fitur nirkabel. Yang pertama, pengguna dapat menyambungkan perangkat audio Bluetooth, entah itu speaker atau headphone. Selanjutnya, ProBeam juga bisa memproyeksikan konten dari perangkat mobile secara wireless dengan memanfaatkan protokol Miracast.

Soal navigasi, ProBeam didukung oleh sistem webOS yang selama ini LG unggulkan pada lini smart TV-nya. Selain menyajikan tampilan yang mudah dinavigasikan menggunakan LG Magic Remote Control, webOS juga memberikan akses ke sejumlah layanan streaming kepada konsumen ProBeam.

Sejauh ini LG belum mengungkapkan berapa banderol harga dari proyektor barunya ini. ProBeam rencananya akan dipamerkan di ajang tahunan Consumer Electronics Show 2017 pada tanggal 5 – 8 Januari mendatang.

Sumber: PR Newswire.

Spud Ialah Proyektor Dengan Penyajian ala Monitor

Sudah lama proyektor difungsikan sebagai perangkat display portable. Terutama untuk produk-produk baru, pengoperasiannya terbilang ringkas dan unit berukuran kecil bisa menghasilkan layar yang luas. Namun meski cukup praktis, proyektor membutuhkan kondisi khusus agar output tampil maksimal, lalu pasokan listrik juga turut memengaruhi performanya.

Arovia, tim inventor asal Texas, menawarkan solusi tidak biasa terhadap kekurangan tersebut. Mereka memperkenalkan Spud (kependekan dari spontaneous pop-up display), perpaduan antara proyektor dengan penyajian ala monitor, dapat dilipat layaknya payung. Buat menyempurnakan aspek fleksibilitas penggunaannya, developer melengkapi Spud segi konektivitas yang luas sehingga device bisa tersambung ke smartphone, tablet, sampai laptop.

Lalu seperti apa sebetulnya penampilan Spud? Dalam keadaan tertutup, Spud mempunyai ukuran sebesar kotak makan siang (17×5,5x19cm) dengan bobot kurang dari satu kilogram. Jika ingin memakainya, Anda tinggal membuka dan melebarkan bagian display, lalu menyambungkan unit proyektor di belakang. Arovia menjelaskan, ada banyak skenario Spud dapat dimanfaatkan, dari mulai buat presentasi di kantor, saat Anda browsing resep makanan sembari memasak di dapur, atau sewaktu piknik dan berkemah.

Spud1

Spud menyuguhkan layar seluas 24-inci, berukuran 53x28x36-sentimeter ketika dibentangkan. Dihitung secara kasar, display-nya 23 kali lebih lebar dari smartphone 5-inci dan empat kali monitor laptop. Perangkat ini mengusung teknologi Digital Light Processing (DLP) terbaru demi memastikan gambar tampil tajam dan cerah di segala situasi, dapat terkoneksi via kabel HDMI ataupun secara wireless.

Rahasia dari keunikan Spud tak hanya ada pada proyektor, namun juga tersembunyi di material layar. Developer memilih bahan dengan cermat dan meramunya sedemikian rupa agar layar tidak berkerut akibat dilipat. Lalu cover hitam penutup struktur berfungsi untuk memblokir cahaya dari luar buat memaksimalkan kecerahan dan kontras output. Spud turut dibekali desain optik khusus agar bisa menghasilkan gambar tajam di jarak dekat.

Spud2

Pernak-pernik kendali dan konektivitas dapat ditemukan di unit proyektor, di mana Anda bisa mengubah tingkat kecerahan dari 350- sampai 785-nit. Spud menyimpan baterai internal, dengan durasi pemakaian antara 4 hingga 10 jam tergantung setting brightness. Di sana juga sudah ada speaker build-in.

Selama masa pengumpulan dana masih berlangsung di situs crowdfunding  Kickstarter, Spud bisa Anda pesan di harga mulai dari US$ 390. Proses distribusi rencananya akan mulai dilakukan di bulan Juni 2017.