[Review] Samsung Galaxy M51, Jagokan Baterai Jumbo 7.000 mAh & Performa Mumpuni

Lewat Galaxy M series, Samsung berupaya menghadirkan smartphone dengan titik harga dan performa terbaik. Membawa tagline #SobatAntiLowbat, kapasitas baterai besar menjadi identitas dari seri ini dan yang terbaru; Galaxy M51 mengemas baterai 7.000 mAh.

Smartphone yang dijual seharga Rp5.499.000 ini tak hanya bermodalkan baterai jumbo. Di atas kertas, aspek lain seperti layar, kamera, dan performa juga tidak akan mengecewakan, karena dicomot langsung dari Galaxy A71 yang merupakan smartphone A series paling top saat ini. Namun guna menekan harga agar lebih terjangkau, Samsung mau tidak mau harus mengorbankan beberapa hal, apa saja itu? Berikut review Samsung Galaxy M51 selengkapnya.

Desain Klasik

Desain-Samsung-Galaxy-M51-1
Desain Samsung Galaxy M51 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Penggunaan baterai besar tentu membuat bodi Galaxy M51 cukup gemuk, ketebalannya di angka 9,5mm belum termasuk case dan bobotnya 213 gram. Bahkan tonjolan modul kamera belakangnya hampir sama rata dengan permukaan punggungnya.

Desainnya klasik, bagian muka mengemas Infinity-O display berukuran 6,7 inci dengan lubang kamera depan di dahi. Sementara, bingkai dan bagian belakangnya terbuat dari material plastik dengan finishing glossy polos tanpa motif. Saat proses foto dan syuting Galaxy M51, saya harus rajin-rajin membersihkan noda atau bekas sidik jari yang sangat mudah menempel.

Layar-Samsung-Galaxy-M51-1
Layar Samsung Galaxy M51 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Saat dibandingkan dengan Galaxy A71, Galaxy M51 memang terlihat sedikit lebih tebal meski panjang dan lebarnya mirip. Menurut saya, ketebalan 9,5mm ini masih tergolong wajar dan justru terasa mantap dalam genggaman tangan. Meski beratnya mungkin akan sedikit merepotkan saat digunakan dalam durasi lama.

Samsung memangkas kelengkapan seperti earphone, case, dan anti gores dalam paket penjualan guna menekan harga. Menurut Samsung, meski case dan anti gores penting untuk menjaga perangkat dalam penggunaan sehari-hari, tetapi aksesori tersebut bisa dengan mudah dibeli secara terpisah.

Selain itu, Samsung juga mengambil fitur premium fingerprint under display digantikan sensor sidik jari konvensional yang terintegrasi dengan tombol power yang terletak di samping kanan. Kabar baiknya, performa kecepatan dan keakuratan dalam membuka kunci layar jauh lebih cepat.

Untuk atributnya, selain tombol power di samping kanan juga terdapat tombol volume dan SIM tray berada di sisi sebrangnya yang terdiri dari dua slot kartu SIM dan satu microSD. Di atas ada mikrofon sekunder, serta di sisi bawa ada jack audio 3,5mm, port USB Type-C, mikrofon utama, dan speaker.

Layar Terbaik di Kelasnya

Layar-Samsung-Galaxy-M51-2
Layar Samsung Galaxy M51 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bentang layar 6,7 inci milik Galaxy M51 mengandalkan panel Super AMOLED Plus dengan resolusi 1080×2400 piksel dalam rasio 20:9 dan diproteksi Gorilla Glass 3. Kualitas layarnya ini salah satu yang terbaik di kelas menengah, khas AMOLED yang dapat menampilkan warna hitam pekat, kontras tinggi, dan warna-warna cerah secara lebih menonjol.

Di pengaturan terdapat screen mode, bagi yang kerap edit foto di smartphone dan butuh keakuratan warna bisa memilih mode natural. Sementara, bagi penikmat konten multimedia seperti nonton video atau bermain game akan lebih dimanjakan dalam mode vivid. Dark mode dan fitur blue light filter juga tersedia untuk menyaring cahaya biru agar ramah dilihat mata.

Layarnya juga sudah dilengkapi dengan sertifikasi Widevine L1 yang memungkinkan menikmati konten HD saat streaming di aplikasi Netflix. Anda juga bisa menikmati video HDR di YouTube, pengalaman saya menonton video HDR 1080p 60fps di Galaxy M51 terasa sangat mengesankan.

Selain itu, layarnya ternyata memiliki tingkat kecerahan maksimum lebih tinggi dibanding layar Galaxy A71. Bagi yang kerap bekerja di lapangan, layar yang terang ini penting agar smartphone tetap nyaman ketika dipakai di bawah terik matahari.

Kombinasi baterai besar membuat kita tak perlu khawatir akan cepat kehabisan daya ketika menggunakan kecerahan maksimum. Lalu apa yang kurang? Samsung masih mengandalkan panel dengan refresh rate standar 60Hz, padahal di segmen ini para kompetitornya sudah mulai menawarkan layar dengan refresh rate tinggi 90Hz atau 120Hz.

One UI Core 2.1

Beralih ke antarmuka, Samsung Galaxy M51 ini menjalankan One UI Core versi 2.1 berbasis Android 10. Bedanya apa dengan One UI yang standar? Ini adalah versi yang lebih basic dari One UI, jadi beberapa fitur tidak tersedia.

Penggunaan One UI Core juga salah satu cara Samsung menekan harga dan sekaligus menjadi pembeda dengan Galaxy A series yang lebih mahal. Dibanding One UI 2.1 di Galaxy A71, saya menemukan beberapa fitur yang hilang antara lain Bixby, Secure Folder, Link to Windows, Edge Lighting, Samsung Kids, dan mungkin ada lagi yang lain.

Mungkin pemangkasan beberapa fitur bawaan Samsung ini akan mempengaruhi pengalaman pengguna, tetapi perbedaannya tidak begitu signifikan. Untuk antarmukanya juga semakin matang, sangat intuitif, dan mudah digunakan dengan ikon dan elemen menu berukuran besar.

Galaxy M51 sendiri merupakan smartphone Galaxy M series pertama yang memiliki konektivitas NFC, fitur ini dianggap semakin penting ke depannya. Fitur Samsung Pay juga tersedia yang memungkinkan lebih cepat melakukan pembayaran dengan teknologi QR menggunakan dompet digital Dana.

Quad Camera dengan Kamera Utama 64MP

Kamera-Samsung-Galaxy-M51-1
Kamera Samsung Galaxy M51 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Beralih ke sektor fotografi, Galaxy M51 dibekali empat unit kamera belakang dengan kamera utama 64MP f/1.8 menggunakan sensor Sony IMX682 berukuran 1/1.73 inci dan piksel 0.8µm. Sensor ini mengadopsi teknologi Quad Bayer, di mana hasil optimalnya secara default 16MP dengan piksel besar 1.6µm atau 64MP jika semua piksel digunakan dengan piksel 0.8µm.

Proses pemotretannya didukung fitur HDR yang secara otomatis aktif bila dibutuhkan dan AI Scene Optimizer yang akan mengenali subjek atau adegan, kemudian mengoptimalkan pengaturan sesuai kondisi. Mode foto 64MP bisa dipilih di pengaturan aspek rasio, namun perlu dicatat mode resolusi tinggi ini tidak didukung HDR dan AI Scene Optimizer.

Kamera-Samsung-Galaxy-M51-2
Kamera Samsung Galaxy M51 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Kamera utamanya turut ditemani kamera sekunder 12MP f/2.2 dengan lensa ultrawide yang memberikan bidang pandang seluas 123 derajat. Kemudian 5MP f/2.2 sebagai depth sensor dan juga 5MP f/2.4 dengan lensa macro. Serta, kamera depan 32MP f/2.0 menggunakan sensor Sony IMX616. Konfigurasi kameranya sangat mirip dengan Galaxy A71, bedanya kamera utama Galaxy A71 menggunakan sensor ISOCELL Bright GW1.

Meski begitu, dukungan fitur-fitur kameranya sangat identik. Ada Single Take yang mana dalam sekali tekan dapat mengambil foto dan video secara bersamaan untuk mengabadikan momen secara lebih lengkap. Peningkatan mode kamera Pro, di mana kita dapat melakukan penyesuaian mulai dari ISO, shutter speed, fokus manual, white balance, dan exposure compensation. Juga terdapat semacam profil, di mana kita bisa mengatur temperature, tint, contrast, saturation, highlight, dan shadow.

Baik kamera depan maupun belakang sudah mendukung perekaman video dari resolusi 720p, 1080p, hingga 4K pada frame rate 30fps. Dilengkapi fitur Super Steady khusus untuk kamera belakang dengan memanfaatkan kamera wide angle untuk mendapatkan pergerakan yang lebih mulus di video.

Ada dua hal yang saya harap bisa hadir di Galaxy M51 lewat update firmware berikutnya. Pertama ialah opsi untuk menyimpan foto dalam format Raw yang secara signifikan dapat meningkatkan hasil foto.

Kemudian yang kedua opsi frame rate 60fps di video yang mana memungkinkan memperlambat video hingga 40 persen untuk mendapatkan efek sinematik. Samsung memang menyematkan mode slow-mo dan super slow-mo, tapi pengaturannya tidak bisa diotak-atik dan hasilnya terbatas pada resolusi 720p.

Berikut hasil foto kamera utama dan mode wide-angle Samsung Galaxy M51:

Hardware & Performa

Dari sisi performa, Galaxy M51 ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon 730G yang sedari awal dirancang untuk keperluan gaming. Kemampuan olah grafisnya disebut 15 persen lebih baik dibanding Snapdragon 730 versi standar dan dilengkapi beberapa fitur Snapdragon Elite Gaming seperti Jank Reducer yang secara signifikan mencegah terjadinya lag dan mendukung True HDR 10-bit.

SoC ini memiliki fabrikasi 8nm dengan AI Engine generasi ke-4, mengemas CPU octa-core yang terdiri dari dual-core 2.2GHz Kryo 470 Gold dan hexa-core 1.8GHz Kryo 470 Silver, serta GPU Adreno 618. Berpadu RAM sebesar 8GB dan penyimpanan internal 128GB yang bisa ditambah dengan menyisipkan microSD.

Semua fitur gaming di Galaxy M51 bisa diakses lewat Game Launcher. Pusat kontrol permainan ini memiliki fitur Game Booster yang mana salah satunya kita bisa mengatur mode game ke focus on performance bila membutuhkan tenaga ekstra. Lewat Game Launcher, game-game yang diinstal dapat dikumpulkan menjadi satu, lengkap dengan statistik, history, dan tips bermain.

Ada beberapa game yang saya coba, Genshin Impact, Honkai Impact 3, League of Legends: Wild Rift, dan Mobile Legends. Semua game tersebut dihajar habis-habisan tanpa kendala dan sebagai gambaran soal performa di atas kertas berikut hasil benchmark dari Galaxy M51.

Soal baterai, kapasitas 7.000 mAh dapat memberi ketenangan bagi para penggunanya. Untuk pemakaian yang cukup intens, Galaxy M51 dapat bertahan sepanjang hari. Menurut Samsung, bisa buat telponan hingga 64 jam, mendengarkan musik hingga 182 jam, dan hingga 34 jam buat streaming maraton nonton film series.

Baterai jumbo tersebut tentu perlu pasangan yang tepat. Dalam paket penjualan sudah dilengkapi adaptor charger dengan teknologi Super Fast Charging 25W yang dapat mengisi penuh baterai 7.000 mAh dalam waktu kurang lebih 115 menit atau hampir dua jam.

Kabel data yang disertakan sudah menggunakan USB Type-C ke USB Type-C dan dengan kemampuan Wired Powershare, Galaxy M51 bisa berfungsi layaknya power bank. Anda bisa berbagi daya dengan smartphone lain yang menggunakan port USB Type-C.

Verdict

Layar-Samsung-Galaxy-M51-7
Layar Samsung Galaxy M51 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Samsung Galaxy M51 adalah smartphone klasik yang berfokus pada kebutuhan pokok ber-smartphone secara umum. Anda akan mendapat baterai besar 7.000 mAh, layar besar 6,7 inci Super AMOLED Plus, kamera utama beresolusi besar 64MP yang dapat diandalkan, dan performa besar Snapdragon 730G yang powerful untuk komputasi sehari-hari bahkan untuk gaming.

Dibanderol Rp5.499.000, harga Galaxy M51 memang sangat kompetitif di kelasnya meskipun tidak bisa dikatakan ‘murah’. Namun untuk mencapai harga tersebut, Galaxy M51 datang dengan sejumlah kompromi. Seperti penggunaan One UI Core 2.1 dengan banyak fitur yang dipangkas, termasuk fingerprint under display dan layarnya juga belum memiliki refresh rate yang tinggi.

Sparks

 

  • Baterai jumbo 7.000 mAh
  • Layar lapang 6,7 inci Super AMOLED Plus 
  • Kamera utama 64MP dengan sensor Sony IMX682
  • Performa powerful berkat Snapdragon 730G
  • Harga sangat kompetitif di kelasnya

Slacks

  • Profil bodinya agak gemuk
  • Belum memiliki panel dengan refresh rate tinggi
  • Menggunakan One UI Core 2.1, beberapa fitur dipangkas
  • Fingerprint under display diganti konvensional, tetapi lebih cepat

[Review] Huawei MatePad T 10s, Versi Hemat Tetapi Tetap Maksimal

Sebelumnya Dailysocial telah mengulas tablet terjangkau Huawei MatePad 10.4. Dengan modal Rp5 juta yang terdiri dari MatePad seharga Rp4,3 juta dan aksesori Huawei Smart Keyboard Rp700.000, MatePad bisa bertransformasi dari perangkat multimedia menjadi laptop replacement.

Kalau ingin yang lebih murah lagi, katakanlah budget Anda hanya di bawah Rp3 juta. Huawei juga memiliki MatePad T 10s yang belum lama ini dirilis dengan harga Rp2.599.000. Lantas, apakah tablet ini juga cukup ideal untuk aktivitas bekerja maupun belajar online anak-anak di rumah? Simak review Huawei MatePad T 10s selengkapnya.

Desain

review-huawei-matepad-t-10s-2
Layar Huawei MatePad T 10s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Huawei MatePad T 10s adalah tablet dengan bentang layar 10,1 inci dengan panel IPS beresolusi Full HD (1200×1920 piksel) dalam aspek rasio 16:10. Bezel tepi layarnya simetris dan berukuran sedang 9,5mm. Tak begitu tipis tapi juga tidak terlalu tebal, Huawei mengklaim screen-to-body rasionya mencapai 80%.

Dengan kerapatan layar sekitar 224 ppi, kualitas tampilannya cukup impresif. Saya pun penasaran, apakah kualitas layarnya sama bagusnya dengan MatePad 10.4? Setelah membandingkannya secara langsung, ternyata tingkat kecerahan yang dimiliki MatePad T 10s lebih rendah dan sudut-sudut layarnya tegas tidak melengkung.

Harap dimaklumi, mengingat selisih harganya Rp1,7 juta dan saya tidak akan tahu perbedaan tersebut kalau tidak membandingkannya. Lebih lanjut, MatePad T 10s dilengkapi teknologi Huawei ClariVu yang secara otomatis menyesuaikan kecerahan dan warna untuk menampilkan video berkualitas tajam secara real.

review-huawei-matepad-t-10s-3
Layar Huawei MatePad T 10s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebagai perangkat keluaran tahun 2020, Huawei pun telah merancang tablet ini agar optimal digunakan dalam orientasi landscape. Posisi kamera depan tersemat di bezel layar sebelah kanan bagian tengah, sehingga kegiatan video conference dapat diikuti dengan lebih nyaman dan materi yang disampaikan pun terlihat jelas.

Hanya saja kamera depannya ini hanya beresolusi 2MP dengan bukaan f/2.4, sedangkan kamera belakangnya 5MP f/2.2. Asalkan berada di ruangan dengan cahaya yang cukup baik, untuk mengikuti video conference resolusi 2MP masih dapat menampilkan penggunanya dengan cukup jelas.

review-huawei-matepad-t-10s-4
Desain Huawei MatePad T 10s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Rancangan tablet ini juga sudah cukup kekinian dan bodinya tipis dengan ketebalan hanya 7,85mm. Bagian punggungnya terbuat dari paduan material aluminium 93% dan bobotnya cukup ringan di angka 450 gram, sangat mudah ditangani.

Sebagai tablet, audio menjadi aspek yang penting. MatePad T 10s pun sudah dibekali empat speaker by Harman Kardon dan Histen 6.1 di sisi software sehingga mampu menghasilkan efek 3D dengan 9.1 audio surround channel. Kalau butuh privasi, jack audio 3,5mm juga masih tersedia.

WiFi 802.11a/b/g/n/ac dengan frekuensi 2,4GHz dan 5GHz, serta Bluetooth 5 menjadi konektivitas nirkabel MatePad T 10s. Sementara, konektivitas kabelnya mengandalkan USB Type-C dan tersedia slot microSD yang bisa menampung maksimum 512GB.

Antarmuka EMUI 10.1

review-huawei-matepad-t-10s-9
Setting Huawei MatePad T 10s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Huawei MatePad T 10s menjalankan sistem operasi Android 10 dengan sentuhan EMUI versi 10.1. Tidak ada tampilan khusus tablet, antarmukanya sama persis seperti EMUI yang ada di smartphone terbaru Huawei.

Menurut saya, pengalaman terbaik menggunakan tablet ini berada di posisi landscape. Aspek rasio 16:10 memberi ruang ekstra, jadi tidak terlalu sempit dan sangat nyaman untuk aktivitas multitasking. Agar tidak mengganggu, fitur auto-ratate sebaiknya dimatikan saja karena terkadang orientasi layar kerap berubah ke vertikal.

Tak lupa saya ingin menekankan bahwa tablet ini tidak mendukung layanan Google Mobile Service (GMS), melainkan menggunakan Huawei Mobile Service. Artinya tidak ada Play Store dan aplikasi yang Anda butuhkan bisa didapat di AppGallery atau Petal Search.

Untuk menjaga mata pengguna tetap aman, MatePad T 10s telah disertifikasi TuV Rheinland yang mengurangi radiasi cahaya biru dan dilengkapi beberapa lapis perlindungan mata. Mulai dari dark mode untuk mengubah tema menjadi gelap, Eye Comfort yang tingkat kehatangan layarnya bisa disesuaikan dan juga bisa dijadwalkan, hingga eBook mode yang mengubah layar menjadi grayscale.

review-huawei-matepad-t-10s-10
Kids Corner Huawei MatePad T 10s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bagi anak-anak, Huawei juga menyediakan mode khusus bernama Kids Corner yang mengemas berbagai fitur proteksi saat anak menggunakan tablet ini. Seperti perlindungan mata yang disebutkan di atas, ditambah peringatan jarak mata menatap layar, peringatan posisi badan, peringatan kecerahan, hingga peringatan jalan berguncang.

Para orang tua juga bisa membatasi waktu penggunaan tablet guna menjaga keseimbangan yang baik antara belajar, beristirahat, dan bermain. Aplikasi yang bisa diakses pun bisa dipilih, konten di dalam tablet juga bisa difilter, hingga mencegah tablet digunakan saat baterai diisi ulang.

Hardware & Performa

review-huawei-matepad-t-10s-11
Geekbench 5 Huawei MatePad T 10s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Beralih ke dapur pacunya, Huawei memilih chipset Kirin 710A sebagai otak dari MatePad T 10s. SoC ini masih dibuat pada arsitektur 14nm, tapi sudah mengemas CPU octa-core yang terdiri dari quad-core 2.0GHz Cortex-A73 dan quad-core 1.7GHz Cortex-A53.

Sebagai gambaran, hasil benchmark MatePad T 10s di Geekbench 5 mencetak skor single-core 302 poin dan multi-core 1223 poin. Sedangkan, saudaranya MatePad 10.4 dengan Kirin 810 menghasilkan skor single core 592 dan multi-core 1.384 poin.

Berpadu RAM 3GB dan penyimpanan internal 64GB. Secara umum performa MatePad T 10s lumayan mumpuni, pergerakan di antarmuka lancar, proses membuka dan berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi juga tidak ada kendala. Olah grafisnya mengandalkan GPU Mali-G51 MP4 dengan teknologi GPU Turbo, game-game kasual pun dapat berjalan baik di tablet ini. Semua aktivitas itu, disokong oleh baterai berkapasitas 5.100 mAh.

Verdict

review-huawei-matepad-t-10s-12
Review Huawei MatePad T 10s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Setelah mengulas MatePad 10.4 dan kemudian beralih menggunakan MatePad T 10s, saya tidak mengalami perbedaan pengalaman pengguna yang signifikan. Meski setelah membandingkan keduanya, membuat saya sadar mengenai ‘nilai lebih’ yang coba Huawei tawarkan pada MatePad 10.4.

Namun aktivitas menonton film, mengedit foto, baca artikel, dan bekerja dengan multitasking tetap dapat dilakukan secara maksimal pada layar 10.1 inci MatePad T 10s. Tidak diragukan lagi, dengan harga Rp2.599.000 tablet ini bisa menjadi solusi yang lebih terjangkau bagi yang mencari perangkat multifungsi untuk berbagai kebutuhan termasuk salah satunya untuk belajar online anak-anak dan tentunya dengan pengawasan ketat para orang tuanya.

Sparks

  • Layar lapang 10,1 inci dan berkualitas
  • Dibekali fitur perlindungan mata berlapis
  • Audio mantap dengan empat speaker Harman Kardon
  • Performa lancar berkat Kirin 710A

Slacks

  • Kamera depan hanya 2MP
  • Tablet Android 10 tanpa GMS

[Review] vivo V20, Sudah NFC dan Android 11

Selama bertahun-tahun, perangkat V series menjadi lini smartphone utama yang ditawarkan oleh vivo di Indonesia. Meskipun tahun ini agak berbeda, sebab untuk pertama kalinya vivo membawa smartphone kelas premium X50 series yang kedudukannya setingkat lebih tinggi dari V series.

Biarpun merupakan smartphone kelas menengah, V series selalu datang dengan sejumlah daya tarik termasuk generasi terbarunya; vivo V20. Seperti pendahulunya, desain dan kamera menjadi aspek unggulan utama dari smartphone yang dijual dengan harga Rp5 juta ini. Setelah menjajalnya selama dua pekan, berikut review vivo V20 selengkapnya.

Desain Premium

review-vivo-v20-2

Saya lebih suka pakai vivo V20 tanpa case, karena bagian belakangnya tampil sangat premium. Formulanya vivo menggunakan material AG matte glass yang menimbulkan kesan halus saat disentuh, ditambah teknologi AF Vacuum Coating yang membuat sidik jari tidak mudah menempel dan juga mudah dibersihkan.

Smartphone ini hadir dalam dua warna, yaitu sunset yang tampak cantik dan warna klasik midnight jazz yang elegan. Dimensi bodinya lebih ramping dan ringan dari pendahulunya, ketebalannya hanya 7,38mm dan berat 171 gram sehingga nyaman di tangan dan mulus keluar masuk kantong celana.

Hal itu dicapai berkat tiga custom-unit design. Pertama speaker di bagian bawah ketebalannya hanya 3,5mm, kedua modul kamera depannya 4,2mm, dan terakhir ketebalan baterainya 0,14mm lebih tipis dengan kapasitas baterai tetap besar 4.000 mAh.

review-vivo-v20-3

Modul tiga unit kamera belakang vivo V20 dikemas dalam desain dual-tone step. Step pertama bingkai berwarna hitam yang cukup menonjol, lalu step kedua bernuansa metalik yang selaras dengan warna perangkat. Sentuhan premium vivo V20 akan hilang bila menggunakan case, tapi penggunaan case penting untuk menjaganya dari baret dan kerusakan.

review-vivo-v20-4

Sekarang beralih ke bagian muka, layar AMOLED 6,44 inci mendominasi dengan screen-to-body ratio mencapai 90,37%. Layarnya beresolusi Full HD+ dalam aspek rasio 20:9, punya rasio kontras 2.000.000:1, dan mendukung standar HDR10 yang kaya warna. Secara kualitas layar vivo V20 sangat memanjakan mata, meski belum dibekali refresh rate tinggi.

Hanya saja saya kurang sreg dengan desain kamera depannya yang terkesan jadul, balik lagi ke bentuk notch mini seperti smartphone lawas mereka vivo V11 series yang dirilis tahun 2018. Padahal sejak vivo V15 series dan V17 Pro sudah menggunakan desain pop-up camera yang futuristik, kemudian beralih menggunakan punch hole pada vivo V19.

Untuk kelengkapan atributnya, tombol power dan volume berada di samping kiri. Slot kartu dual SIM dan microSD di sisi seberangnya. Kemudian di atas ada mikrofon sekunder dan sisanya di bawah seperti jack audio 3.5mm, mikrofon, port USB Type-C, dan speaker.

Android 11

review-vivo-v20-5

vivo berhasil mengejutkan saya, diam-diam V20 sudah menjalankan Funtouch 11 berbasis Android paling baru versi 11. Meskipun Android 11 tidak membawa perubahan radikal, ada banyak fitur dan beragam peningkatan yang bertujuan untuk mempermudah pengguna mengelola banyak hal di smartphone.

Perubahan yang utama ialah fitur conversations, di mana seluruh notifikasi percakapan yang masuk akan ditempatkan khusus di satu tempat di jendela notifikasi. Anda dapat memprioritaskan obrolan dari orang terdekat dan ada fitur Bubbles yang memungkinkan menanggapi obrolan penting tanpa harus meninggalkan aplikasi yang sedang Anda buka.

Selain itu, Android 11 menghadirkan kemudahan merekam layar di smartphone dengan fitur record screen bawaan dan peningkatan izin aplikasi sesuai kebutuhan. Contohnya kita bisa memberi izin tertentu saat aplikasi digunakan, hanya kali ini, atau menolaknya. Aplikasi yang tidak pernah digunakan juga akan dicabut izinnya.

Nah fitur lain yang menjadi sorotan, vivo V20 merupakan smartphone V series pertama yang dilengkapi dengan konektivitas NFC (near field communication). Fitur yang satu ini memang tidak semua orang membutuhkannya, tapi bisa menjadi deal breaker bagi sejumlah kalangan.

Yang menarik NFC pada vivo V20 turut dilengkapi dengan fitur NFC Multifunction seperti yang terdapat pada vivo X50 series. Di mana tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk berbagi file, mengecek dan top-up uang elektronik, serta transaksi non-tunai, tetapi juga dapat menduplikat fungsi kartu akses selama enkripsi kartu mengizinkannya. Selain itu, Screen Touch ID dan face unlock menjadi sistem keamanan biometrik vivo V20, performa kecepatan, keakuratan, dan konsistensinya mengesankan.

Kamera 64MP

review-vivo-v20-14

vivo V20 mengusung konfigurasi triple camera dengan kamera utama menggunakan sensor Samsung ISOCELL GW1 beresolusi 64MP f/1.9. Dengan teknologi Tetracell, secara default vivo V20 dapat menangkap foto 16MP dengan piksel besar 1.6um dengan kemampuan optical zoom sebanyak 2 kali.

Bila butuh resolusi penuh, foto 64MP 0.8um bisa didapat lewat mode high resolution. Fitur kamera terbaik menurut saya dan bakal bikin banyak penggemar mobile photography kesengsem ialah vivo V20 bisa menangkap gambar 16MP dalam format Raw di mode Pro.

Pada mode profesional, kita bisa menyesuaikan pengaturan exposure value, ISO dari 50 sampai 3.200, shutter speed dari 1/2.000 sampai 32 detik, white balance, manual focus, horizon leveling, dan histogram. Saya benar-benar ingin mengajak hunting vivo V20, jika saya mendapat kesempatan yang bagus akan saya perbarui hasil fotonya.

Mode malam juga mendapat peningkatan dengan sky dividing algortihm yang mampu mengidentifikasi pemandangan dan langit, lalu memprosesnya secara terpisah. Bagi penggemar cityspace malam, vivo menyediakan fitur tripod night mode. Di mana kamera akan memotret dengan shutter speed rendah 49 detik, vivo juga melengkapinya dengan empat stylish night filter yaitu cyberpunk, black & gold, blue ice, dan green orange.

Selain itu, vivo V20 juga dibekali kamera sekunder 8MP dengan lensa ultrawide yang bisa digunakan untuk mode super wide-angle, super macro, dan bokeh. Satu lagi sebatas 2MP dengan lensa monokrom untuk foto dengan efek hitam putih yang artistik. Adapun mode kamera lain yang tersedia ada portrait, panorama, live photo, slo-mo, time-lapse, AR stickers, dan doc.

Beralih ke kamera depan, vivo V20 mengandalkan sensor Samsung ISOCELL GH1 beresolusi 44MP f/2.0 dan mendukung autofocus. Ada motor yang memungkinkan lensa bergerak maju mundur untuk mencapai jarak fokus otomatis. Kita dapat mengambil foto portrait closeup dengan jarak maksimal 15cm dan berkat teknologi PDAF kamera dapat menangkap fokus 0.01 detik saja di kondisi cahaya terang.

Dari sisi software, vivo V20 memiliki fitur eye autofocus yang tak hanya memastikan dapat hasil foto selfie yang tajam tetapi juga sangat membantu dalam pembuatan konten video atau vlog karena pelacakan fokusnya berpusat di mata. Fitur super night selfie juga ditingkatkan dengan metode multiple exposure, didukung noise reduction algorithm, dan selfie softlight band.

Kamera depannya dapat merekam video 4K 30p, dilengkapi fitur slo-mo video 240fps dan steadiface selfie video untuk mengurangi goncangan. Sementara, kamera belakangnya mendukung 4K 30p dan 1080p 60p dengan fitur sejumlah fitur video seperti motion autofocus yang melacak secara terus menerus pada seluruh tubuh, object autofocus dengan cara mengetuk dua kali objek yang dimaksud. Juga ada smart zoom, art portrait video yaitu mono mode dan bokeh mode, serta dual-view video.

Hardware

Snapdragon 720G menjadi otak dari vivo V20, sangat layak di harga Rp5 juta. Chipset Snapdragon 7 series dari Qualcomm ini dibangun pada arsitektur 8nm dan sudah membawa dukungan fitur premium seperti Snapdragon Elite Gaming dan AI Engine generasi ke-5.

Lebih detail, SoC ini mengemas CPU octa-core yang terdiri dari dua inti 2,3GHz Kryo 465 Gold dan enam inti 1,8GHz Kryo 465 Silver. Serta GPU Adreno 618 untuk olah grafisnya ditopang RAM 8GB dan penyimpanan internal 128GB yang bisa ditambah dengan menyisipkan microSD. Baterai 4.000 mAh didukung FlashCharge yang dapat mengisi daya 65% dalam waktu 30 menit.

Verdict

review-vivo-v20-15

vivo V20 adalah smartphone kelas menengah, tetapi saya tidak menduga akan menerima banyak kejutan darinya. Hanya saja saya agak mempertanyakan keputusan vivo menggunakan desain notch kembali, mungkin masalah teknis terkait sistem autofocus di kamera depannya. 

Selain itu meskipun vivo V20 tidak menawarkan titik harga dan performa terbaik di kelasnya, saya tidak ragu merekomendasikan vivo V20 sebagai daily driver baru Anda berikutnya.  Kehadiran NFC juga menjadi daya tarik tersendiri, karena fitur ini akan semakin penting ke depannya.

Sparks

  • Desain premium dengan material AG matte glass
  • Konektivitas NFC dengan fitur NFC Multifunction
  • Fitur kamera Pro bisa menjepret Raw 16MP
  • Kamera depan 44MP dengan autofocus

Slacks

  • Refresh rate layar standar
  • Balik lagi pakai notch

[Review] Huawei MatePad, Teman WFH untuk Bekerja dan Belajar

Bulan Juli lalu bersama Nova 7, Huawei Indonesia meluncurkan tablet kelas menengah bernama MatePad. Meski dibanderol terjangkau, tablet yang dijual Rp4.299.000 ini kaya akan fitur dan mengusung spesifikasi yang lumayan mumpuni.

Kalau dipasang dengan aksesori Huawei Smart Keyboard atau papan ketik Bluetooth lainnya, MatePad pun dapat bertransformasi dari perangkat multimedia menjadi penunjang produktivitas atau belajar di rumah sebagai laptop replacement. Ditambah ukuran layar 10,4 inci yang memang lapang, jadi leluasa untuk multitasking. Bila ingin tahu lebih banyak, berikut review Huawei MatePad selengkapnya.

Desain

Review-Huawei-MatePad-10.4-2

Dari sisi desain, tablet ini tampil simpel dan minimalis dalam desain FullView Display. Bagian depan didominasi oleh panel IPS berukuran 10,4 inci beresolusi 1200×2000 piksel dengan bezel layar 7,9 mm yang tak begitu tipis tetapi juga tidak terlalu tebal.

Huawei tampaknya merancang MatePad agar lebih nyaman digunakan dalam posisi lanskap, terlihat dari kamera depan yang diletakkan di bezel layar sebelah kanan dan bukan di atas. Kamera depannya ini beresolusi 8MP dan letaknya di tengah sehingga cocok digunakan untuk aktivitas video conference.

Review-Huawei-MatePad-10.4-3

Bicara soal build quality menurut saya mantap, kerangka dan punggungnya terbuat dari material aluminium dengan finishing matte dalam balutan warna klasik midnight grey. Untuk menghindari baret, sebaiknya pakai aksesori flip cover dalam penggunaan sehari-hari.

Hadir dengan dimensi 245,2x155mm dan ketebalan 7,4 mm, sebagai tablet 10,4 inci ukurannya relatif ramping dan gampang ditenteng. Bobotnya juga lumayan ringan di angka 450 gram sehingga gampang ditangani pakai dua tangan.

Review-Huawei-MatePad-10.4-4

Ada beberapa aksesori yang menurut saya penting untuk mengoptimalkan MatePad yaitu Huawei Smart Keyboard khusus untuk MatePad yang harganya cukup murah yaitu Rp699.000. Opsi lain Anda bisa membeli keyboard Bluetooth buatan pihak ketiga. Sayangnya, meski mendukung Huawei M-Pencil tetapi tidak disertakan dalam paket penjualan.

Untuk keperluan multimedia, MatePad dilengkapi dengan empat speaker dan sistem suara quad-channel, masing-masing dua buah di sisi atas dan bawah. Dengan stereo Histen 6.0 3D dan diracik oleh Harman Kardon, nonton video atau main game jadi terasa lebih seru.

Kelengkapan lainnya, tombol power ada di sisi atas dan port USB Type-C di bawah. Tombol volume di samping kanan bersama empat unit mikrofon dengan fitur pengurangan kebisingan dan slot microSD di sisi kirinya. Sementara, di bagian belakang ada kamera 8MP yang dibingkai hitam beserta LED flash dan mikrofon sekunder.

Antarmuka EMUI 10.1 

Review-Huawei-MatePad-10.4-5

MatePad merupakan tablet Android 10 dengan EMUI 10.1, tampilannya persis sama seperti EMUI yang ada di smartphone Huawei, tidak ada antarmuka khusus agar dengan pengalaman seperti menggunakan dekstop. Perlu diingat, MatePad tidak memiliki dukungan Google Mobile Service melainkan menggunakan layanan Huawei Mobile Services.

Sebetulnya Anda tak perlu khawatir akan ketersediaan aplikasi, karena aplikasi umum yang Anda butuhkan mungkin sudah tersedia di toko aplikasi AppGallery. Kalaupun tidak ada, Anda bisa menggunakan Petal Search yang Huawei sediakan untuk memudahkan mendapatkan aplikasi, tetapi ada kemungkinan aplikasi tertentu tidak optimal atau tidak bisa digunakan.

Seperti yang saya bilang di awal, MatePad dilengkapi banyak fitur bawaan yang siap mengakomodasi kegiatan bekerja hingga belajar dari rumah selama masa pandemi. Mulai dari Multi-Window untuk menjajarkan dua aplikasi secara bersamaan dan mendukung perpindahan file dari satu ke yang lain lewat mekanisme drag-and-drop. Lalu, App Multiplier yang memungkinkan satu aplikasi untuk dipecah tampilannya menjadi dua.

Fitur lain, seperti mode eBook baru yang dengan cerdas menyesuaikan kontras dan kecerahan sehingga bisa lebih nyaman dipakai untuk membaca. Layar MatePad juga sudah bersertifikat Low Blue Light dari TUV Rheinland yang mengurangi cahaya biru dan memiliki fungsi pengingat posisi duduk serta jarak pandang. Sementara untuk anak-anak, MatePad hadir membawa fitur Kids Corner yang memungkinkan orang tua untuk membatasi akses ke berbagai aplikasi.

Hardware

Screenshot_20201013_125710_com.primatelabs.geekbench5

Huawei MatePad mengandalkan chipset kelas menengah HiSilicon Kirin 810, SoC 7nm ini mengemas CPU octa-core yang terdiri dari dua inti Cortex-A76 2,27 GHz dan enam inti Cortex-A55 1,88 Ghz. Bersama GPU Mali-G52 dengan teknologi GPU Turbo 3.0 yang bisa meningkatkan performa olah grafisnya saat dibutuhkan, serta RAM 4GB dan penyimpanan internal 64GB yang bisa diperluas lewat penggunaan microSD.

Walaupun bukan chipset flagship, performa Kirin 810 mencukupi untuk penggunaan umum. Sebut saja seperti mengetik, browsing, meeting virtual, akses media sosial, nonton video, main game, hingga multitasking dengan tugas sehari-hari lainnya. Sebagai gambaran, hasil benchmark Geekbench 5 untuk Huawei MatePad mencetak angka 588 single-core dan 1554 multi-core.

Tentu saja, kelebihan menggunakan tablet ialah daya tahan baterainya. Dengan kapasitas 7250 mAh, MatePad sanggup bertahan sampai 12 jam non-stop saat dipakai untuk menonton video 1080p atau browsing dalam sekali pengisian. Sayangnya MatePad tidak dibekali dengan pengisian cepat dan membutuhkan waktu sekitar 3,8 jam hingga penuh menggunakan adaptor 10 W bawaannya

Verdict

Review-Huawei-MatePad-10.4-6

Dengan mengeluarkan total Rp5 juta, dengan rincian untuk MatePad seharga Rp4,3 juta dan Huawei Smart Keyboard Rp700.000. Setelah menimbang segala fitur dan spesifikasinya, bisa disimpulkan bahwa Huawei MatePad punya nilai yang melebihi harganya dan dapat digunakan sebagai pengganti laptop dan teman saat work from home.

Harga yang sangat kompetitif ini juga membuat MatePad lebih relevan di kalangan pelajar untuk mengakomodasi kegiatan belajar online di rumah. Karena fitur-fiturnya ramah dengan anak-anak, MatePad juga sangat cocok dijadikan sebagai tablet keluarga.

Sparks

  • Layar IPS 10.4 yang lapang
  • Empat speaker diracik Harman Kardon yang imersif
  • Chipset Kirin 810 yang cukup powerful
  • Harga kompetitif

Slacks

  • Tanpa layanan GMS
  • Huawei Smart Keyboard harus dibeli secara terpisah
  • Begitu juga dengan aksesori stylus Huawei M-Pencil

[Review] Galaxy Buds Live, TWS Terbaru Samsung dengan Desain Unik dan Nyaman Digunakan

Ada banyak tren yang berkembang di ranah digital. Sebagai ranah yang dekat dengan perkembangan teknologi, sudah semestinya berbagai tren produk muncul sebagai pembaharu atau sebagai pemecahan masalah akan kebutuhan pengguna. Demikian juga dengan tren TWS atau true wireless stereo. 

Saat ini ada banyak TWS dari berbagai brand, ada yang hadir dari brand smartphone, brand audio bahkan brand yang sebelumnya tidak bermain di segmen audio. Jika dahulu para penikmat audio memanfaatkan wired earphone/headphone, seiring dengan perkembangan mobilitas dan kebutuhan, wireless audio semakin dinikmati. Meski tidak menggantikan pasar penikmat wired audio sepenuhnya tetapi untuk urusan kepraktisan, TWS memang menjadi salah satu pilihan. 

Pada perkembangannya, keraguan penikmat audio atas perangkat pendengar musik nirkabel adalah soal kualitas, namun dengan perkembangan teknologi yang semakin baru termasuk juga teknologi untuk bluetooth yang kini sampai ke versi 5 membuat hasil dari pemutar audio semakin baik.   

Galaxy Buds Live

Berbicara tentang TWS ada satu perangkat yang cukup membuat penasaran saya saat pertama kali dirilis. Sebagai informasi, saya adalah pengguna earbuds, tidak terlalu nyaman dengan model in ear, jadi ketika ada TWS yang tidak berbentuk in ear, maka kepala saya otomatis menoleh. Dan Galaxy Buds Live adalah bentuk yang lebih unik dari earbuds. 

Bisa jadi earphone ini malah memberikan genre baru, karena bagi saya pada dasarnya dia adalah earbuds tetapi dengan sedikit twitch karena dia memiliki semacam kaitan atau wing tip di bagian atas untuk menyangkutkannya di bagian kuping tertentu. 

Okay tanpa panjang lebar pembukanya, mari kita langsung bahas saja Galxy Buds Live, genre baru dari seri TWS yang dirilis Samsung setelah Galaxy Buds dan Buds+. 

Desain

Kotak pembungkus perangkat ini dari luar biasa saja, mirip dengan kotak TWS Samsung lainnya. Tapi ketika Anda membuka dan melihat bentuk perangkatnya, makan akan ada nuansa yang berbeda. 

Unit yang saya coba berwarna Mystic Bronze yang senada dengan Galaxy Note20 dan jadi ciri khas warna Samsung untuk kelas premium alias flagship. Warna lain yang tersedia adalah Mystic White dan Mystic Black. Sebenarnya warna ini mungkin biasa saja, jika Anda hanya memiliki Buds Live saja, tapi akan berbeda jika Anda memiliki Note20 dengan warna sama dikombinasikan dengan Buds Live Mystic Bronze. Sesuai. 

Galaxy Buds Live

Selain perangkat utama, Anda akan mendapatkan kabel untuk mengisi daya serta tambahan wing tip. Untuk perangkat earbuds-nya sendiri terdiri dari kotak, yang berfungsi sebagai penyimpanan sekaligus charger. Bentuk kotak ini mendekati segi empat dengan sisi rounded, yang menjadikan agak berbeda dengan TWS seri Galaxy Buds lainnya yang lebih berbentuk lonjong. 

Ada dua indikator lampu di kotak perangkat ini, satu di depan yang berfungsi untuk memberikan tanda saat men-charge dan satu lagi di dalam untuk memberikan tanda earpiece sedang mengisi daya. Anda juga mendapatkan keterangan mana earpiece yang kiri dan kanan dan di bagian belakang ada colokan kabel usb type C untuk mengisi daya. 

Secara keseluruhan, tampilan dari luar earbuds ini tampil cukup sederhana, dengan finishing doff dan warna yang membuat orang melirik, ada tulisan Samsung di bagian atas beserta logo AKG yang menjadi brand audio untuk tuning earbuds ini. Saya sendiri sebenarnya lebih menyukai desain kotak Galaxy Buds+, termasuk pengalaman membuka kotaknya tetapi untuk desain earpiece-nya sendiri, Buds Live adalah perangkat yang sangat menari. Kenapa, mari kita bahas. 

Desain adalah salah satu bagian yang tidak bisa tidak dibahas cukup lama untuk perangkat ini, terutama untuk bagian earpiece atau bagian utama perangkat TWS ini. Bentuknya yang benar-benar seperti kacang dan menurut saya cukup menjadi pembeda dari TWS yang sudah ada sebelumnya. 

Itu tampak dari luar, sedangkan dari dalam, seperti yang dijelaskan di atas, ada sebagian unsur in ear tetapi pada dasarnya ini adalah earbud dengan desain open type. Speaker terletak diujung bagian bawah, lalu ada sensor dan di bagian ujung atas ada wing tip dan bagian kontak yang berguna untuk mengisi daya. Jadi bagian ‘kacang’ bagian bawah masuk ke telinga tetapi tidak masuk ke dalam seperti in ear, seperti hanya menempel saja, dan kuncian agar earphone tidak jatuh atau lepas dari telinga ada di bagian wing tip yang diselipkan dilekukan bagian telinga tengah atau di atas lubang telinga. 

Desain ini menurut saya jadi pilihan tepat, karena menjaga kenyamanan, terutama bagi pengguna seperti saya yang tidak bisa menggunakan in ear, tetapi tetap bisa digunakan untuk aktivitas yang membutuhkan gerak, karena kuncian dari wing tip tersebut. Bagian luar earphone hadir hadir dengan finishing glossy dan mendukung perintah sentuh. Anda bisa mengatur untuk mengecilkan volume, mem-pause musik dan beberapa perintah lain. 

Kalau berbicara dari sisi Samsung sendiri, dalam rilis mereka menjelaskan bahwa riset yang dilakukan untuk memilih bentuk unik seperti ini dilakukan cukup panjang dengan pengujian yang juga cukup mendalam untuk akhirnya bisa memberikan kenyamanan bagi penggunanya. 

Untuk bahan sendiri, Samsung menyebutkan bahwa bahan dari perangkat ini 20 persen merupakan hasil daur ulang. Pendekatan yang tentunya semakin menambah keunikan perangkat, tidak hanya desain tetapi juga bahan yang digunakan ternyata memiliki unsur daur ulang. 

Spesifikasi 

Sebelum ke cerita pengalaman penggunaan perangkat termasuk impresi suara, mari kita bahas spesifikasi Buds Live secara singkat. 

Buds Live telah mendukung konektivitas bluetooth 5.0 serta codec SBC, AAC dan Scalable yang merupakan milik Samsung. Sudah memiliki fitur wireless charging termasuk D2D atau device to device dengan beberapa perangkat Samsung seperti smartphone yang mendukung seperti Note20 series, Z Fold2, S20 series, Z Flip, Note10 series, S10 series, and Fold. Dengan catatan, perangkat harus terisi di atas 30% baterai.

Lalu Buds Live juga telah dilengkapi ANC atau Active Noise Cancelling, bisa Anda aktifkan dengan sentuhan (ketika sudah mengaturnya) atau Anda bisa aktifkan di aplikasi pendukung yaitu Galaxy Wear. 

Galaxy Buds Live

Untuk hasil audio yang diproduksi earphone ini, ada 12mm speaker dengan tuning AKG untuk clearness dan suara tinggi serta rendah, lalu ada bass duct untuk enhance suara dengan frekuensi rendah dan terakhir ada air vents, yang mengurangi halangan untuk audio yang lebih luas. 

Untuk mic, dihadirkan 3 buah built in mic dan Voice Pickup Unit. Sedangkan dari sisi baterai, di atas kertas, 6 jam mendengarkan tanpa berhenti dan jika dikombinasikan dengan charging case jadi 21 jam. Mengisi daya 5 menit Anda bisa mendapatkan 1 jam pengalaman penggunaan. Tetapi tentunya ini akan bergantung dengan cara pakai pengguna termasuk pengaturan. 

Buds Live juga mendukung pengaturan lewat aplikasi seperti mengaktifkan atau menonaktifkan NAC, mengatur equalizer sederhana, dan berbagai menu lain seperti pengaturan kontrol sentuh, gaming mode, find my earbuds tips dan user manual, dan tentu saja untuk meng-update software. Serta menurut situs SoundGuys.com, Buds Live juga telah dilengkapi dengan IPX2 untuk fitur tahan cipratan air. 

Pengalaman penggunaan

Kini saatnya kita bahas tentang pengalaman penggunaan perangkat ini serta impresi suara atau audio yang saya rasakan selama menggunakan perangkat. 

Untuk pengalaman atas desain, sepertinya sudah cukup panjang lebar saya tuliskan di awal artikel. Satu yang pasti bentuk yang tidak biasa untuk sebuah TWS ini menjadikan perangkat menarik untuk digunakan sehari-hari. Mirip seperti yang diiklankan Samsung bahwa ketika membuka kotak, Anda akan menemukan perhiasan dalam rupa TWS untuk Anda gunakan sehari-hari. 

Pengalaman pairing untuk TWS dari Samsung seperti bisa berjalan mulus dan tanpa kendala. Yang pasti Anda harus sudah mengunduh aplikasi Galaxy Gear di perangkat Anda. Ketika sudah pernah terkoneksi dengan perangkat smartphone, dalam keadaan bluetooth menyala, ketika Anda membuka Buds Live maka smartphone akan otomatis mendeteksi TWS, Anda bisa melihat kondisi isi baterai serta casing langsung. 

Galaxy Buds Live

Lalu bagaimana dengan pengalaman fitting yang menjadi salah satu yang paling penting untuk perangkat seperti TWS? Meski agak ragu karena memang bentuknya yang cukup baru. Buds Live memberikan pengalaman fitting yang cukup nyaman. Bisa jadi Anda akan butuh penjelasan gambar dari Samsung yang bisa dilihat di aplikasi atau mencoba sedikit menggeser-geser untuk menemukan spot yang pas. Dan jika sudah mendapatkannya, Buds Live bisa benar-benar fit di telinga saya. Keraguan bahwa TWS ini akan bisa jatuh ketika bergoyang sama sekali tidak terjadi. 

Tentu saja bentuk telinga setiap orang berbeda jadi memang ada baiknya, jika memungkinkan, Anda mencoba dahulu untuk menentukan pas atau tidaknya, jangan lupa cek kebersihan perangkat sebelum mencoba. Namun jika merujuk penjelasan Samsung, riset dan uji coba yang dilakukan untuk fitting perangkat ini sudah cukup mendalam, artinya sudah banyak bentuk telinga yang dicoba, jadi kemungkinan akan pas untuk bentuk telinga kebanyakan orang. Tersedia pula 2 pilihan wing tip untuk memberikan kuncian agar TWS tidak lepas. 

Nah sekarang kita masuk ke bagian penting dari pengalaman penggunaan perangkat TWS, yaitu impresi suara. Sebagai catatan, karena ini adalah TWS maka tentunya saya menggunakan alat uji pemutar musik yang memang akan digunakan bersamaan dengan TWS-nya yaitu smartphone. Saya menggunakan dua perangkat flagship, salah satunya adalah Galaxy S20+, lalu untuk pemutar musiknya saya menggunakan Spotify premium yang seharusnya kualitasnya agak naik dibandingkan yang free. 

Pada awal mendengarkan musik dengan Buds Live, saya menggunakan pengaturan Bass Boost yang saya atur lewat aplikasi Galaxy Gear, lalu kemudian mengubahnya ke setting Dynamic untuk mengecek perbedaanya. Setting yang lain sempat saya coba, tetapi kuping kaleng saya ini lebih cocok ke dua pengaturan tersebut. Bass Boost untuk lagu yang sesuai, dan Dynamic jika ingin merasakan suasana yang lebih intens dari lagu yang saya dengarkan. 

Galaxy Buds Live

Secara overall, pengalaman yang saya dapatkan dengan Buds Live adalah kenyamanan. TWS ini terasa nyaman untuk digunakan (dari sisi fitting) dan nyaman pula dari sisi suara. Cocok untuk teman bekerja WFH dengan jangka waktu cukup lama. Suara comfort yang dihadirkan memberikan nuansa seperti sedang tidak menggunakan alat yang sedang menempel di telinga. Mengalir dan memberikan alunan yang menyenangkan. Termasuk juga saat volume kecil, suara masih bisa dirasakan dengan baik, lalu ke arah medium dengan bass yang terasa namun tidak terlalu punchy, vokal yang bisa tertangkap detailnya, separasi yang tidak terlalu wah namun detail instrumen tetap terasa dan soundstage yang memang masih kurang tetapi saya rasa cukup untuk penggunaan sehari-hari. 

Untuk pengalaman yang lebih spesifik, saat pengaturan Bass Boost, pengalaman yang saya dapatkan adalah terasa cukup clear namun bagian vokal yang agak tertahan, sedangkan untuk suara vokal yang terasa lebih clear bisa menggunakan pengaturan Dynamics. 

Untuk pengalaman keseluruhan lainnya, suara vokal terasa di depan untuk banyak lagu tetapi ada juga lagu yang vokalnya terasa di depan. Untuk soundstage memang agak terasa kurang mantap jika dibandingkan dengan earphone audiophile, namun sudah cukup menyenangkan dan cocok untuk sehari-hari. Bass cukup terasa setidaknya untuk penggunaan sehari-hari yang memang cocok penggunaan untuk TWS. 

Beberapa impresi atas lagi tertentu dengan Buds Live:

Blackbird – The Beatles: bisa mendengar suara ketukan yang terdapat di beberapa parts lagi yang posisinya berpindah agak di atas, kiri dan balik lagi ke atas.

Bohemian Rhapsody – Queen: Bisa mendengar jelas beragam suara yang hadir di lagu ini karena memang kaya akan detail. 

Yang tlah berlalu – Gigi: Kita bisa mendengar sentuhan cymbal yang kas di lagu ini secara jelas dan clear. Sebagai catatan singkat, lagu ini menjadi salah satu favorit saya untuk mengetes perangkat audio, karena suara cymbal di awal lagu menjadi penentu standar bagi saya, apakah TWS ini layak untuk diuji atau tidak. Dan Buds Live bisa memberikan pengalaman menikmati lagi ini secara detail.

Pengalaman menggunakan untuk meeting dengan Buds Live, tidak ada masalah untuk mendengar suara lawan bicara atau rekan meeting saya, dan saya pun tidak mendapat komentar negatif tentang suara saya yang tidak jelas, jadi penggunaan untuk voice call bisa dibilang cukup aman. 

Untuk penggunaan audio dari game dan film juga cukup menyenangkan karena detail game bisa terasa baik, misalnya langkah saat main FPS atau serunya bermain MOBA. Untuk film, suara aksi dan vokal juga baik dan memberikan pengalaman nonton yang seru.

Secara menyeluruh, suara yang dirasakan dengan Buds Live adalah nyaman, dan kenyamanan ini penting untuk TWS karena karakternya yang sebenarnya untuk penggunaan sehari-hari, termasuk komuter (meski sekarang sat pandemi tidak disarankan kecuali perlu). Satu hal yang agak kurang adalah fitur noise cancelling, tapi bisa dipahami karena memang ini adalah earbuds type open, jadi bisa dipastikan noise cancelling tidak akan sebaik in ear. Di sisi lain ini malah menjadi bonus yang menyenangkan, yaitu ketika Buds Live sudah menyertakan fitur ini, dan bisa diakses dengan mudah lewat aplikasi.

Untuk harga sendiri, Galaxy Buds Live dijual lewat situs Samsung dengan harga 2.599.000 rupiah, tetapi ada juga yang menjual denga nharga di bawah 2 juta di toko online.

Galaxy Buds Live

Sparks

  • Suara baik dan menyenangkan
  • Desain unik
  • Fitting baik 
  • Daya baterai cukup lama
  • Cocok untuk penggunaan lama
  • Untuk concall juga cocok

Slacks

  • Harga cukup premium
  • ANC kurang terasa

[Review] ASUS ZenBook 14 UX425, Untuk Anda yang Bermobilitas Tinggi

Pada akhir tahun 2019 lalu, ASUS merilis tiga laptop ZenBook Classic series yaitu ZenBook 13 UX334, ZenBook 14 UX434, dan ZenBook 15 UX534. Ketiga laptop tersebut mengemas teknologi layar sekunder ScreenPad 2.0.

Nah pada kesempatan kali ini, Dailysocial kembali kedatangan laptop ZenBook Classic yang baru saja dirilis di Indonesia yaitu ZenBook 14 UX425. Awalnya saya pikir laptop ini merupakan penerus dari ZenBook 14 UX434. Namun setelah mengamati nomor seri dan membandingkan harga serta spesifikasinya, lebih tepatnya ZenBook 14 UX425 adalah versi lain yang harganya lebih terjangkau dari kakaknya tersebut.

Sebagai pembanding, varian dasar ZenBook 14 UX434 dijual seharga Rp17.299.000. Sementara, ZenBook 14 UX425 dibanderol mulai dari Rp14.299.000. Apa yang membedakannya? Simak review ASUS ZenBook 14 UX425 berikut ini.

Edge-to-edge Keyboard

review-asus-zenbook-14-ux425-2
Keyboard ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Laptop dengan layar berbezel mini sudah menjadi standar laptop keluaran tahun 2020. Demikian pula dengan ZenBook 14 UX425 yang tampil menawan berkat penggunaan desain NanoEdge Display dengan screen-to-body ratio mencapai 90%. Namun yang membuat saya terpesona justru desain keyboard-nya yang edge-to-edge hampir luber ke samping, ASUS menambahkan satu kolom tambahan di sisi kanan untuk tombol home, PgUp, PgDn, dan end.

Tak hanya menambah nilai dalam estetika, format keyboard baru yang lebih luas dan tombol lebih besar juga memberikan pengalaman mengetik yang lebih nyaman, cepat, dan akurat. Berkat travel distance 1,4mm dan engsel ErgoLift yang membuat bodi utama terangkat dan membentuk sudut tiga derajat ketika sedang digunakan. Selain membuat posisi mengetik menjadi lebih ergonomis, engsel ErgoLift juga dapat meningkatkan performa pendinginan berkat rongga udara ekstra yang dihasilkan.

review-asus-zenbook-14-ux425-3
NumberPad 2.0 ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Berbeda dengan ZenBook 14 UX434 yang memiliki touchpad dengan ScreenPad 2.0, ZenBook 14 UX425 hanya dibekali NumberPad 2.0 dengan driver touchpad Windows Precision. Ukuran touchpad-nya lumayan besar dengan lapisan kaca yang halus dan responsif saat digunakan. Untuk mengaktifkan papan angka klik ikon di kanan atas dan klik di kiri atas untuk mengontrol dua level kecerahan saat mode numpad digunakan.

Bodi Ramping & Tipis

review-asus-zenbook-14-ux425-4
Desain ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

ZenBook 14 UX425 merupakan laptop berlayar 14 inci. Hadir dengan dimensi 319x208x13,9 mm dan bobot 1,17 kg, laptop ini memiliki bentuk yang menyerupai dimensi laptop 13 inci pada umumnya.

Rancangan laptop ini simpel namun tetap elegan dalam opsi warna pine grey dan lilac mist. Build quality-nya cukup premium dengan sasis menggunakan bahan aluminium alloy yang dibentuk dengan desain diamond-cut dan bagian belakang layarnya mengemas desain “Zen” yang melingkar.

Secara keseluruhan, desain ZenBook 14 UX425 tidak semewah ZenBook 14 UX434. Sebab bezel layar dan penutup belakangnya terbuat dari plastik, kesannya kurang mantap karena terasa ringan saat membukanya. Tetapi jangan khawatir soal kekuatannya, karena laptop ini sudah memenuhi standar militer AS (MIL-STD 810G) sehingga pasti cukup tangguh.

Layar 14 inci pada ZenBook 14 UX425 menggunakan panel IPS beresolusi Full HD dalam rasio 16:9 dengan lapisan anti-glare. Layarnya memiliki tingkat reproduksi warna hingga 100% pada color space sRGB dan memiliki tingkat kecerahan layar 300 nits.

review-asus-zenbook-14-ux425-5
3D IR Camera ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Posisi webcam ada berada di tempat biasa dan dilengkapi dengan 3D IR camera yang sudah mendukung fitur Windows Hello. Sehingga memudahkan proses masuk ke dalam sistem tanpa harus mengetikkan password dan cukup biarkan ZenBook 14 (UX425) memindai wajah Anda.

Konektivitas Cukup Lengkap

review-asus-zenbook-14-ux425-11
Konektivitas ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Untuk konektivitas nirkabelnya mengandalkan WiFi 6 (802.11ax) dan Bluetooth 5.0 (Dual band). Sedangkan untuk konektivitas kabelnya meliputi port USB 3.2 Gen 1 Type-A dan micro SD card reader di sisi kanan.

Sementara, di sisi kiri ada port HDMI 2.0b yang dapat dimanfaatkan untuk menghubungkan ZenBook 14 UX425 ke monitor eksternal tanpa harus menggunakan dongle. Kemudian ada dua port USB Type-C yang juga merupakan port Thunderbolt 3 dan telah mendukung teknologi USB Power Delivery.

review-asus-zenbook-14-ux425-10
Konektivitas ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Port Thunderbolt 3 memungkinkan skenario penggunaan yang lebih luas. Misalnya kita bisa mengubungkan kartu grafis desktop menggunakan external graphic card enclosure, sehingga memungkinkan ZenBook 14 UX425 menangani pekerjaan berat seperti bermain game hingga content creation.

Ya, sebagai laptop tipis ZenBook 14 UX425 masih mengusung port yang cukup lengkap meski jumlahnya tidak banyak. Sayangnya, ASUS harus mengorbankan combo jack audio 3,5mm.

Hardware

review-asus-zenbook-14-ux425-12
Review ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

ASUS ZenBook 14 UX425 mengandalkan prosesor Intel Core “Ice Lake” generasi ke-10 yaitu i5-1035G1 dengan RAM 8GB LPDDR4X dan i7-1065G7 dengan RAM 16GB LPDDR4X. Serta, penyimpanan NVMe PCIe 3.0 x4 SSD berkapasitas 512GB. Berikut spesifikasi menurut CPU Z dan GPU Z:

Prosesor hemat daya ini sudah menggunakan fabrikasi 10nm dengan GPU terintegrasi Intel Iris Plus Graphics yang memiliki performa lebih tinggi dibanding Intel HD Graphics. Unit review ASUS ZenBook 14 UX425 yang saya uji merupakan varian dengan prosesor Intel Core i5-1035G1 yang memiliki konfigurasi 4 core 1 GHz dan 8 thread. Dengan boost clock hingga 3,6 GHz, cache 6MB, dan thermal design power 15 Watt. Berikut hasil benchmark dari ZenBook 14 UX425.

No Pengujian Skor
1 GeekBench 4 Single Core 1153
2 GeekBench 4 Multi Core 3508
3 PCMark 10 3652
4 Cinebench R15 611
5 Cinebench R20 1054
6 3DMark Sky Diver 4770
7 3DMark Cloud Gate 7081

Performanya memang tidak sekencang ZenBook 14 UX434 yang menggunakan Intel Core i5-10210U atau i7-10510U dengan GPU NVIDIA GeForce MX250, tetapi konsumsi dayanya lebih efisien dan didukung kemampuan AI lebih baik. Meski begitu, performanya masih sangat memadai untuk memenuhi kebutuhan komputasi harian, seperti menjalankan aplikasi kantor, browsing, menonton video, atau mengedit foto di Lightroom dan Photoshop.

Konfigurasi tersebut bertujuan untuk menghadirkan daya tahan baterai yang panjang, dengan kombinasi kapasitas baterai besar 67Whr, dan teknologi 1W Panel yang dapat mengurangi konsumsi daya untuk layar secara keseluruhan hingga 63,6%. Laptop ini diklaim dapat bertahan hingga 16 jam, 14 jam 1080p video playback, dan hingga 12 jam 44 menit saat diuji menggunakan PCMark 10 pada mode modern office dengan kondisi terkoneksi ke internet.

Pengisian daya baterainya dilakukan melalui port USB Type-C dan berkat teknologi USB Power Delivery, ZenBook 14 UX425 juga dapat diisi ulang menggunakan power bank. Serta, mendukung teknologi fast charging yang dapat terisi 60% dalam waktu 49 menit.

Verdict

review-asus-zenbook-14-ux425-13
Review ASUS ZenBook 14 UX425 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Fokus utama ZenBook 14 UX425 adalah menawarkan kemudahan penggunaan. Mulai dari 3D IR camera untuk masuk ke dalam sistem secara praktis, desain keyboard edge-to-edge yang nyaman, ukuran touchpad besar dengan NumberPad 2.0, dan juga memiliki port I/O yang cukup lengkap.

Tentu saja, yang sangat ditekankan oleh ASUS ialah desain premium dan dimensi bodi yang ringkas, tipis, serta ringan. Juga menawarkan daya tahan baterai yang siap menunjang aktivitas kerja seharian dan performa yang mencukupi untuk pengguna umum. ZenBook 14 UX425 adalah pilihan yang paling tepat untuk yang bermobilitas tinggi.

Sparks

  • Dimensinya ringkas, tipis, dan ringan
  • Desain elegan berkat NanoEdge display dan keyboard edge-to-edge
  • Build quality cukup premium, tapi semewah ZenBook 14 UX434
  • Baterai tahan lama meski bodi ringkas

Slacks

  • Tidak ada combo jack audio 3.5mm
  • Bezel samping layar dari plastik

[Review] Samsung Galaxy Tab S7+, Tablet Premium dengan Segudang Fitur Produktivitas

Berkat teknologi, di masa pandemi covid-19 ini banyak kegiatan yang bisa dilakukan secara online di rumah. Dari bekerja, belajar, berkreasi menciptakan konten, hingga mendapat hiburan.

Selain mengandalkan perangkat smartphone dan laptop, tablet juga merupakan alat tempur yang powerful untuk menunjang beragam aktivitas sehari-hari. Kali ini Dailysocial kedatangan tablet premium terbaru dan tercanggih dari Samsung.

Ya, Galaxy Tab S7+ yang dirilis bersama Galaxy Note 20 series di acara Galaxy Unpacked 2020. Daya tarik utama tablet ini terletak pada panel Super AMOLED yang memiliki refresh rate tinggi 120Hz dan chipset Snapdragon 865+ yang sangat gahar.

Tentu saja yang membuat Galaxy Tab S7+ istimewa adalah kelengkapan S Pen bawaan dan sederet fitur produktivitas yang menyertainya. Namun untuk membawa pulang tablet premium yang satu ini ke rumah, Anda harus mengeluarkan uang sebanyak Rp17 juta.

Oleh sebab itu sebelum Anda membeli tablet ini, menurut saya idealnya Anda sudah memiliki laptop atau PC desktop yang memenuhi kebutuhan tugas-tugas berat. Sebab meski Galaxy Tab S7+ sangat menyenangkan saat digunakan dan kaya akan fitur, tetapi bukan untuk menggantikan laptop/dekstop. Saya sudah ditemani olehnya selama seminggu dan berikut review Samsung Galaxy Tab S7+ selengkapnya.

Desain Ramping

review-samsung-galaxy-tab-s7-plus-3

Berbekal layar 12,4 inci, dimensi bodi Galaxy Tab S7+ memang cukup besar. Namun berkat bezel sekeliling layar yang minim dan ketebalannya yang tipis hanya 5,7 mm dengan bobot 575 gram, membuat tablet ini mudah ditangani.

Menggunakan aspek rasio 16:10, Samsung tampaknya merancang Galaxy Tab S7+ untuk digunakan dalam orientasi lanskap. Posisi kamera depannya pun disematkan di samping sebelah kanan, bukan lagi di atas seperti pendahulunya. Sedangkan, penempatan sensor fingerprint in-display tetap di area layar bagian bawah.

Mystic black, mystic silver, dan mystic bronze, ketiga pilihan warna Galaxy Tab S7+ tampil memukau. Build quality-nya sangat baik, frame dan punggungnya menggunakan material aluminium dan memiliki sudut-sudut yang agak membulat.

review-samsung…xy-tab-s7-plus-2

Beralih ke bagian belakang, terlihat ada garis antena di area atas dan bawah. Serta, modul dual camera di pojok kiri atas dengan strip abu-abut memanjang ke bawah yang merupakan tempat penyimpanan S Pen. Bila ditempelkan di belakang tablet, maka S Pen akan otomatis mengisi daya dan karena mengandung magnet. S Pen juga bisa disisipkan di samping kanan atau kiri bodi.

Kamera depan Galaxy Tab S7+ beresolusi 8MP f/2.0 yang ditempatkan di tengah layar dan siap menangani aktivitas online meeting dengan jelas. Sementara, kamera belakang utamanya 13MP f/2.0 menggunakan sensor Samsung ISOCELL S5K3M5, ditemani 5MP f/2.2 dengan lensa ultrawide 12mm.

Kelengkapan atributnya, di sisi atas menampung sepasang speaker dan mikrofon. Sedangkan, di bawah juga ada sepasang speaker dan port USB Type-C. Lalu, di samping kanan terdapat tombol power, volume, mikrofon, dan SIM tray. Serta, pin untuk book cover keyboard di sisi kiri.

Layar Super AMOLED 12,4 Inci

review-samsung-galaxy-tab-s7-plus-8

Bagian muka Galaxy Tab S7+ didominasi oleh layar Super AMOLED berukuran 12,4 inci beresolusi 1752×2800 piksel dengan tingkat ketajaman 266 ppi. Bagian terbaiknya, panelnya memiliki refresh rate tinggi 120Hz dan mendukung HDR+.

Kualitas gambar yang disajikan sangat memuaskan, siap memenuhi kebutuhan produktivitas maupun menikmati multimedia. Buat saya, beberapa pengaman terbaik saat menggunakan tablet ini adalah ketika mengedit foto di Lightroom. Dibantu dengan S Pen, proses penyuntingan foto terasa sangat presisi.

Lalu, ketika nonton serial film di Netflix. Berkat teknologi OLED, rasio kekontrasan putih hingga hitam sangat tinggi dan dengan kombinasi quad speaker dari AKG yang menggelegar efek surround, pengalaman menonton film terasa sangat imersif.

Di pengaturan layar ada opsi motion smoothness, di mana kita bisa memilih refresh rate antara 60Hz atau 120Hz. Namun bila konten yang disuguhkan tidak mendukung refresh tinggi maka layar akan otomatis menyesuaikannya ke 60Hz.

Antarmuka One UI 2.5 & Samsung Dex

Galaxy Tab S7+ mengadopsi One UI 2.5 berbasis Android 10 dan memiliki dua antarmuka. Secara default menggunakan tampilan tablet, tetapi bisa dengan mudah dialihkan ke mode desktop dengan Samsung Dex.

Kedua antarmukanya menawarkan pengalaman pengguna yang berbeda. Untuk antarmuka tablet yaitu One UI pada dasarnya sama seperti yang ditemui smartphone Samsung terbaru. Simpel dan mudah digunakan terutama pada orientasi potret (vertikal) dan dilengkapi fitur edge panel untuk akses cepat ke berbagai tugas tertentu.

Untuk beralih ke mode desktop, caranya dengan memilih shortcut Samsung Dex di atas jendela notifikasi. Persis seperti namanya, antarmuka Galaxy Tab S7+ berubah menjadi seperti Anda menggunakan PC desktop dan laptop berbasis Windows 10 atau MacOS guna memaksimalkan produktivitas.

Mode desktop ini hanya tersedia dalam posisi lanskap (horizontal) dan sangat optimal bila digunakan bersama book cover keyboard ditambah mouse. Untuk bekerja seperti mengetik, browsing, mengedit foto, dan menjalankan tugas-tugas office, Galaxy Tab S7+ sangat nyaman digunakan.

Pengalaman multitasking yang disuguhkan juga berbeda, pada mode tablet multitasking dilakukan dengan task switcher untuk beralih antar aplikasi dan menggunakan fitur split screen. Sedangkan pada mode desktop, ada taskbar di bawah yang menampung ikon aplikasi yang terbuka. Jendela notifikasinya dipindahkan ke sudut kanan bawah dan menu utama di sudut kiri bawah.

Saat membuka aplikasi akan tampil secara pop up, lengkap dengan tombol minimalkan, memaksimalkan, dan tutup. Kita bisa membuka banyak aplikasi sekaligus, menumpuknya, dan menarik aplikasi yang diinginkan ke area yang kosong.

Kebanyakan aplikasi mendukung full screen, tetapi ada juga beberapa aplikasi seperti Netflix yang tidak bisa tampil penuh di mode desktop. Lalu, bila Anda menggunakan smartphone Samsung, Anda bisa menghubungkan smartphone ke tablet dengan aplikasi Samsung Flow yang memudahkan bertukar file, serta mendukung drag dan drop.

Kemampuan S Pen

review-samsung-galaxy-tab-s7-plus-9

Galaxy Tab S7+ dilengkapi stylus aktif, sama seperti Galaxy Note20 series. Namun, ukurannya lebih besar dengan desain bulat dan memanjang sehingga menawarkan pengalaman menulis dan menggambar yang natural seperti halnya menggunakan pensil sungguhan.

Aksesori pena ini kinerjanya telah ditingkatkan dengan latensi rendah 9ms, dibekali dengan magnet sehingga bisa menempel ke punggung dan sisi-sisi tablet, serta memiliki baterai terintegrasi. Isi ulang baterai S Pen terjadi secara nirkabel saat menempatkannya pada strip magnet di belakang bodi tablet dan hanya membutuhkan waktu kurang dari 5 menit dari 0% hingga 100%.

Saat menggunakan S Pen, sejumlah shortcut akan muncul antara lain create note, smart select, screen write, live messages, AR Doodle, translate, PENUP, dan bisa ditambah lagi. Berkat teknologi Bluetooth, S Pen ibarat tongkat sihir karena dapat memicu fitur Air Action yang mana dapat mengontrol Galaxy Tab S7+ tanpa menyentuh layar seperti mengambil gambar, mengontrol slide presentasi, memainkan musik/video, serta membuka aplikasi atau fungsi tertentu dengan cara menggerakan S pen dan menahan tombol di stylus.

Samsung juga membekali Galaxy Tab S7+ dengan sejumlah aplikasi bawaan untuk menulis, menggambar, menandai, dan membuat desain yang mencakup Samsung Notes, Noteshelf, Canva, dan Clip Studio Paint. Kombinasi S Pen dengan latensi rendah dan panel refresh rate 120Hz membuat jeda antara sentuhan ujung S Pen di layar tidak terasa sehingga hasilnya sangat presisi.

Samsung Notes terbaru mendukung penulisan berbagai catatan, impor dan anotasi PDF, serta kemampuan untuk menulis, mengetik, dan menggambar di area yang sama. Dilengkapi fitur audio bookmark untuk merekam percakapan saat meeting sambil mencatat. Kita bisa memutar ulang, dan menyinkronkan keduanya sehingga tidak perlu khawatir ketinggalan poin penting.

Hardware Powerful

Terkait performa, semua kegiatan yang dilakukan bersama Galaxy Tab S7+ mengandalkan chipset Qualcomm generasi terbaru yaitu Snapdragon 865+. Berbarengan dengan RAM 8GB dan penyimpanan internal UFS 3.0 berkapasitas 256GB dengan slot microSDXC.

Tak perlu diragukan lagi, Galaxy Tab S7+ adalah salah satu tablet Android paling powerful yang ada saat ini. Sebagai informasi, Snapdragon 865+ (7 nm+) mengemas CPU octa-core yang terdiri dari 1x Kryo 585 berkecepatan 3.09GHz, 3x Kryo 585 2.42GHz, dan 4x Kryo 585 1.8GHz, serta GPU Adreno 650. Berikut ini hasil pengujiannya:

  • AnTuTu 577.105 poin
  • Geekbench 5 single-core 967 poin
  • Geekbench 5 multi-core 2.704 poin
  • 3DMark Sling Shot Extreme – OpenGL ES 3.1 6.742 poin
  • 3DMark Sling Shot Extreme – Vulkan 6.274 poin
  • 3DMark Sling Shot 8.351 poin
  • PCMark 10 Work 2.0 performance 12.407 poin

Untuk tugas berat apa pun harusnya Galaxy Tab S7+ mampu menanganinya. Multitasking sebanyak yang diinginkan, mengedit video kasual, hingga bermain game dengan setting rata kanan. Batasannya tablet ini terletak pada ekosistem aplikasi Android itu sendiri, semoga ke depannya makin banyak dukungan aplikasi versi desktop yang bisa berjalan di tablet ini.

Selain itu, meski bodinya tipis, Galaxy Tab S7+ hadir dengan kapasitas baterai 10.090 mAh. Didukung superfast charging 45W melalui port Type USB-C, tetapi harus dibeli secara terpisah karena dalam paket penjualannya hanya dilengkapi adaptor 15W.

Verdict

review-samsung-galaxy-tab-s7-plus-10

Sebagai tablet, Galaxy Tab S7+ menawarkan pengalaman pengguna yang sangat menyenangkan. Berkat ukuran layarnya yang besar, dilengkapi aksesori S Pen dan book cover keyboard, dan antarmuka desktop Samsung Dex, kita bisa memfungsikan tablet ini sebagai laptop untuk mendukung produktivitas.

Dibanding laptop, tablet lebih praktis untuk dibawa bepergian dalam aktivitas sehari-hari. Tak diragukan lagi bahwa Galaxy Tab S7+ merupakan salah satu tablet terbaik yang ada di pasaran saat ini. Namun dirancang untuk pengguna umum yang dapat memenuhi kebutuhan komputasi harian, seperti menulis, browsing, online meeting hingga menjalankan aplikasi office.

Sebaliknya bila Anda seorang profesional atau bekerja di bidang industri kreatif seperti content creator, fotografer, desainer grafis, dan lainnya. Maka Galaxy Tab S7+ lebih cocok dijadikan sebagai perangkat sekunder untuk berkreasi menyalurkan ide dan memudahkan banyak pekerjaan.

Sparks

  • Layar Super AMOLED 12,4 inci dengan refresh rate 120Hz
  • Aksesori S Pen dengan latensi rendah dan kaya fitur
  • Samsung Dex yang menyuguhkan mode desktop
  • Chipset Snapdragon 865+ yang powerful
  • Baterai besar 10.090 mAh dengan fast charging

Slacks

  • Harga relatif mahal dan segmented
  • Adaptor fast charging 45W harus dibeli terpisah
  • Tanpa jack audio 3.5mm

[Review] ASUS ProArt StudioBook Pro 17 (W700), Laptop Profesional yang Pas Buat Fotografer

Banyak para video editor, fotografer, desainer grafis, hingga content creator berakhir mengandalkan laptop gaming untuk menunjang pekerjaan mereka. Padahal kebutuhannya berbeda, mereka tidak perlu panel dengan refresh rate cepat, melainkan kualitas gambar dan tingkat akurasi warna yang tinggi.

Kurang lebih celah tersebut yang ingin dipenuhi oleh ASUS dengan lini produk tebarunya ProArt series. Lebih jauh, lini ProArt menargetkan para profesional di berbagai bidang khusus. Seperti architecture & engineering, filmmaking & video editing, photography, graphic & art, product design & manufacturing, serta animation & game development.

Dailysocial telah kedatangan salah satu laptop ProArt terbaru yakni ProArt StudioBook Pro 17 (W700). Harga laptop profesional ini berada direntang Rp35,2 juta sampai Rp55 juta. Laptop ini membawa layar dengan tingkat color gamut luas, performa ekstrem, konektivitas komplet termasuk port Thunderbolt 3, dan banyak lagi. Berikut review ASUS ProArt StudioBook Pro 17 (W700) selengkapnya.

Desain

review-asus-proart-studiobook-pro-17-w700-2
Desain ASUS ProArt StudioBook Pro 17 (W700) | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

ProArt StudioBook Pro 17 (W700) memiliki desain simpel, tidak neko neko namun elegan dan serius. Hadir dalam sentuhan warna star grey dengan aksen rose gold di dekat engsel belakang layar dan di bawah keyboard yang menambah kesan berkelas, tombol power di pojok kanan atas juga berwarna emas.

Sasis laptop ini terbuat dari bahan magnesium alloy yang kuat tapi ringan. Bagian penutup laptopnya mengemas desain diamond cut dan memiliki engsel layar lay-flat yang memungkinkan layar dapat ditekuk hingga 180 derajat.

Meskipun membawa layar sebesar 17 inci, dimensi bodi ProArt StudioBook Pro 17 tetap cukup ringkas yaitu 38,2×28,6×1,99 cm dan berat 2,39 kg. Hal ini dicapai berkat penggunaan NanoEdge display, di mana bezel samping layarnya tipis hanya 5,3mm dan 7,4mm di sisi atas sehingga menghasilkan screen-to-body ratio 84%.

Webcam berada di dahi laptop, diapit dua mikrofon dan dilengkapi lampu indikator kamera yang akan menyala putih saat kamera aktif. Sedangkan, bagian dagunya memang terlihat cukup tebal dan di sana terdapat tulisan ASUS StudioBook.

Layar

review-asus-proart-studiobook-pro-17-w700-6
Layar ASUS ProArt StudioBook Pro 17 (W700) | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

ProArt StudioBook Pro 17 (W700) mengusung layar berukuran 17 inci beresolusi Full HD (1920×1200 piksel) dengan rasio layar 16:10. Rasio layar ini menyuguhkan kita ruang kerja ekstra sehingga dapat bekerja lebih produktif. Memberi kenyamanan saat multitasking dan melihat detail lebih jelas saat mengedit foto maupun video.

Layarnya memiliki color gamut yang luas hingga 97% DCI-P3. Sebagai informasi, DCI-P3 merupakan color gamut yang memiliki color space lebih luas dari sRGB dan DCI-P3 digunakan sebagai standar color gamut untuk berbagai industri kreatif profesional.

Layar ProArt StudioBook Pro 17 telah dikalibrasi sejak awal dan mengantongi sertifikasi PANTONE Validated Display. Juga memiliki tingkat diviasi warna atau Delta-E < 1,5, yang artinya setiap piksel di layar ProArt StudioBook Pro 17 mampu menampilkan warna yang akurat. Fitur tersebut penting bagi para profesional yang memang membutuhkan akurasi warna seperti animator, video editor, dan fotografer.

Keyboard dan Konektivitas

review-asus-proart-studiobook-pro-17-w7700-
Keyboard ASUS ProArt StudioBook Pro 17 (W700) | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Tata letak full-size keyboard ProArt StudioBook Pro 17 tampaknya sedikit menyusut, karena area samping dan atas digunakan untuk ventilasi udara. Namun kenyamanannya masih terjaga, berkat key travel 1,4mm dan backlight berwarna putih.

Touchpad-nya dilengkapi dengan NumberPad, cara mengaktifkannya dengan menekan tombol yang berada di pojok touchpad dan tak jauh dari keyboard ada lekukan kecil untuk indikator status. Uniknya area sekitar keyboard dan tombol navigasi memiliki tekstur dengan pola garis-garis. Lalu, ada sensor sidik jari dengan dukungan Windows Hello di pojok kiri bawah sebagai otentikasi biomentik untuk masuk ke sistem.

Untuk konektivitas kabel, di sisi kanan terdapat dua port USB 3.1 Gen 2 Type-A. Sedangkan, di sisi kanan terdapat security lock, port input daya (DC) dan port USB 3.1 Gen 2 Type-C yang juga merupakan Thunderbolt 3. Juga ada port HDMI 2.0, USB 3.1 Gen 2, combo audio jack, dan SD card reader 4.0 yang mendukung penyimpanan berupa UHS-II dengan kecepatan transfer hingga 312Mbps.

Port Thunderblot 3 di ProArt StudioBook Pro 17 sangat berguna bagi para profesional yang ingin menghubungkan perangkat seperti high speed storage ataupun network adapter. Serta, kompatibel dengan teknologi DisplayPort 1.4 sehingga laptop ini dapat dihubungkan dengan monitor eksternal beresolusi 8K.

Sementara untuk konektivitas nirkabel, ProArt StudioBook Pro 17 mengandalkan WiFi 6 (802.11ax) dan Bluetooth 5.0. Bila butuh koneksi lebih stabil dan minim gangguan, dalam paket penjualan ProArt StudioBook Pro 17 dibekali dongle ethernet.

Hardware & Performa

review-asus-proart-studiobook-pro-17-w700-13
ASUS ProArt StudioBook Pro 17 (W700) | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebagai laptop kelas profesional, ProArt StudioBook Pro 17 (W700) hadir dengan performa ekstrem. Untuk model paling top ditenagai oleh prosesor Intel Xeon E-2276M yang dirancang khusus sebagai prosesor untuk mobile workstation dan GPU NVIDIA Quadro RTX 3000 Max-Q.

Khusus yang menggunakan Intel Xeon, prosesor ini hadir dengan dukungan ECC memory yang biasanya terdapat di komputer server dan desktop workstation. ECC memory memungkinkan setiap data yang diolah oleh prosesor dari RAM tidak rusak sehingga dapat meminimalisir terjadinya error.

Sementara soal performa grafis, GPU NVIDIA Quadro berbeda dengan GeForce. Quadro merupakan chip grafis yang dirancang khusus untuk para profesional dan content creator. Quadro memiliki jumlah memori yang lebih besar dan kemampuan komputasi yang lebih baik untuk software kelas industri.

Totalnya ada lima varian ProArt StudioBook Pro 17 (W700) yang tersedia di Indonesia, detailnya sebagai berikut:

  • Rp55.000.000 (Xeon E-2276M / Quadro RTX 3000 / 32GB RAM / 1TB SSD)
  • Rp48.400.000 (Xeon E-2276M / Quadro T2000 / 32GB RAM / 1TB SSD)
  • Rp42.900.000 (Xeon E-2276M / Quadro T1000 / 32GB RAM / 512GB SSD)
  • Rp37.400.000 (i7-9750H / Quadro T2000 / 16GB RAM / 512GB SSD)
  • Rp35.200.000 (i7-9750H / Quadro T1000 / 16GB RAM / 512GB SSD)

Unit review ASUS ProArt StudioBook Pro 17 (W700) yang saya uji model paling terjangkau, dengan konfigurasi prosesor Intel Core i7-9750H, kartu grafis NVIDIA Quadro T1000, dan RAM 16GB single channel. Kombinasi ini masih terbilang powerful untuk menangani pengeditan foto, video, desain grafis, dan animasi. Berikut spesifikasi menurut CPU Z dan GPU Z:

Namun kenapa seri ProArt masih menggunakan prosesor 9th Gen Intel Core H-Series. Jawabannya karena agak telat masuk Indonesia, sebetulnya lini ProArt pertama kali diumumkan pada ajang IFA 2019 bulan September 2019.

Berikut ini hasil pengujian dari beberapa software benchmark pada ProArt StudioBook Pro 17:

No Pengujian Skor
1 GeekBench 4 Single Core 1217
2 GeekBench 4 Multi Core 5291
3 PCMark 10 5120
4 Cinebench R15 1267
5 Cinebench R20 2638
6 3DMark Sky Diver 22205
7 3DMark Cloud Gate 26181
8 3DMark Fire Strike 7047
9 3DMark Fire Strike Ultra 3397
10 3DMark Fire Strike Extreme 1539

Hal penting lainnya adalah ProArt StudioBook Pro 17 sudah mengantongi sertifikasi ISV atau Independent Software Vendor. Artinya laptop ini telah kompatibel dan siap untuk menjalankan berbagai software kelas industri seperti software dari Adobe dan Autodesk.

Lantaran mengusung hardware yang powerful, ProArt StudioBook Pro 17 dilengkapi dengan sistem pendingin khusus yang mengandalkan dua kipas. Setiap kipas memiliki 83 bilah dengan desain 3D curved untuk memaksimalkan aliran udara. Bilah kipasnya juga dibuat menggunakan bahan khusus yaitu liquid crystal polymer yang tetap kokoh meski bentuknya sangat tipis.

Sistem pendingin tersebut dilengkapi dengan lima heatpipe yang terhubung ke empat ventilasi udara, yaitu dua di belakang dan dua di sisi kanan serta kiri bodinya. Heatpipe dan heatsinknya menggunakan bahan khusus untuk menghantarkan panas secara optimal dan tetap senyap, tingkat kebisingan di bawah 35dB.

Verdict

review-asus-proart-studiobook-pro-17-w700-23

Seluruh laptop ProArt memang dipatok dengan harga relatif tinggi, lantaran dirancang untuk memenuhi kebutuhan para profesional. Dilengkapi dengan fitur khusus yang tidak bisa didapatkan di laptop kelas consumer dan hardware mumpuni dengan performa konsisten.

Untuk ProArt StudioBook Pro 17 (W700), saya pikir laptop ini menawarkan sesuatu yang diinginkan oleh para fotografer profesional sebagai desktop replacement. Layarnya berkualitas dengan ukuran 17 inci yang cukup lega untuk mengedit foto tanpa perlu tambahan monitor eksternal, tetapi dimensi bodi laptop ini cukup ramping sehingga memungkinkan dibawa bepergian. Serta, tentunya ideal untuk video editor dan para content creator lainnya.

Sparks

  • Layar 17 inci berkualitas dengan color gamut luas
  • Konektivitas komplet lengkap dengan Thunderblot 3 
  • Performa ekstrem, ada opsi dengan prosesor Intel Xeon E-2276M
  • Sertifikasi ISV dan PANTONE Validated Display

Slacks

  • Harga relatif mahal

 

[Review] Huawei P40, Versi Hemat dari P40 Pro Dalam Tubuh Compact

Huawei merilis trio smartphone flagship P40 series secara global pada bulan Maret 2020, meliputi P40, P40 Pro, dan P40 Pro+. Sebulan kemudian (April), Huawei membawa masuk P40 Pro ke Indonesia dengan harga Rp14.499.000.

Kemudian disusul P40 dan P40 Pro+ pada bulan Juni yang masing-masing dibanderol Rp9.999.000 dan Rp18.499.000. Di awal Juli ini, DailySocial kedatangan P40 yang merupakan versi paling compact dan termurah dari flagship Huawei P40 series.

Meski banyak yang disesuaikan, smartphone ini masih membawa sejumlah fitur esensial yang dimiliki oleh kedua saudaranya. Seperti chipset Kirin 990 5G dan kamera utama yang disebut Ultra Vision beresolusi 50MP dengan filter warna RYYB.

Sebagai informasi, saudaranya (P40 Pro) merupakan smartphone dengan kamera terbaik menurut DxOMark. Apakah kemampuan kamera P40 juga sebaik versi Pro dan fitur apa saja yang dikurangi? Berikut review Huawei P40 selengkapnya.

Tubuh Compact

review-huawei-p40-2
Desain Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Compact adalah kesan pertama yang saya peroleh saat pertama kali berjumpa dengan Huawei P40. Berlayar 6,1 inci dalam aspek rasio 19.5:9 dengan bezel tipis di keempat sisi layarnya, membuat ukurannya terasa lebih pendek. Dimensi tepatnya 148.9×71.1×8.5 mm dengan bobot 175 gram.

Selain ukuran tubuhnya lebih ringkas, perhatian saya langsung tertuju pada tonjolan persegi panjang modul kamera belakangnya. Lantas saya langsung mencari case, namun ternyata tidak disertakan dalam paket penjualannya. Karena takut modul kamera belakangnya ini tergores, saya akhirnya lebih sering meletakkan P40 dengan posisi layar di bawah.

review-huawei-p40-3
Layar Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bicara soal layar, P40 masih menggunakan desain lama yakni FullView Display datar. Layar 6,1 incinya ditopang resolusi 1080×2340 piksel (422ppi), telah mendukung DCI-P3, dan HDR10. Menggunakan panel OLED dengan refresh rate standar sebatas 60Hz, bukan 90Hz seperti para saudaranya.

review-huawei-p40-4
Layar Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Di pojok kiri atas terdapat dual punch-hole berbentuk bulat panjang, guna menampung kamera depan 32MP f/2.0 dan 3D IR camera. Serta, punya sudut-sudut layar yang agak membulat dan berfitur In-Screen Fingerprint generasi baru yang 30 persen lebih cepat. Sisi atas tak terdapat earpiece, sebab layarnya juga berfungsi sebagai earpiece, mengandalkan getaran untuk menghasilkan suara saat bertelepon.

Unit P40 yang saya review berwarna silver frost, bagian belakang terbuat dari materai kaca dengan finishing matte dan punya bingkai aluminium. Tubuhnya dilengkapi sertifikasi IP53 yang membuatnya tahan debu dan percikan. Untuk kelengkapan atributnya, sebelah sisi kanan terdapat tombol power dan volume. Lalu, ada mikrofon sekunder di sisi atas dan sisanya berkumpul di sisi bawah, meliputi SIM tray, mikrofon, port USB Type-C, dan speaker.

Huawei Mobile Service

review-huawei-p40-9
AppGallery | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Huawei P40 adalah smartphone Android 10 dengan EMUI 10.1, tanpa dukungan Google Mobile Services (GMS). Imbasnya perangkat ini tidak dilengkapi dengan aplikasi buatan Google dan tidak dapat mengakses Play Store.

Sejumlah aplikasi Google seperti Chrome dan Maps memang dapat berjalan pada Huawei P40. Namun, aplikasi Gmail, Keep, dan lainnya yang membutuhkan  Google Play Services (bagian dari GMS).

Sebagai gantinya, Huawei bekerja keras membangun ekosistem mereka sendiri. Menggunakan layanan Huawei Mobile Services (HMS) sejak Huawei Mate 30 Pro, dengan toko aplikasi bernama AppGallery.

Android tanpa Google, wajar bila kita mempertanyakan apakah Huawei P40 optimal digunakan sebagai smartphone sehari-hari? Faktanya memang banyak aplikasi dan layanan yang tidak bisa digunakan atau tidak optimal pada ponsel pintar ini.

Meski begitu, upaya Huawei dalam mengembangkan ekosistem HMS terbilang cepat, semakin banyak aplikasi populer yang bisa digunakan. Saat ini toko aplikasi resmi Huawei ini memiliki lebih dari 420 juta pengguna aktif bulanan dan daftar aplikasi yang terus bertambah, ada ratusan aplikasi baru yang terus ditambahkan setiap minggu.

Huawei berkomitmen untuk terus mengembangkan HMS termasuk dengan mitra dan pengembang lokal. Memperkaya AppGallery dengan dukungan aplikasi-aplikasi lokal populer dan saat ini sudah ada puluhan aplikasi lokal di AppGallery. Termasuk aplikasi e-commerce, perbankan, perjalanan, hiburan, berita dan jasa ekspedisi yang ada di Indonesia.

review-huawei-p40-10
Petal Search Widget – Find Apps | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Keterbatasan ketersediaan aplikasi dan game pada AppGallery juga disikapi Huawei dengan mengumumkan ketersediaan widget pencarian Petal Search Widget – Find Apps yang ditenagai oleh Petal Search. Alat pencarian baru ini memberikan akses kepada pengguna Huawei P40 sebagai cara lain untuk menemukan, menjelajahi, dan mengunduh aplikasi yang diperlukan.

Huawei AppGallery telah sepenuhnya terintegrasi ke dalam Petal Search Widget – Find Apps dan aplikasi apa pun yang sudah tersedia di AppGallery akan muncul di bagian atas setiap pencarian di alat baru ini. Sejumlah aplikasi yang saya butuhkan, seperti Adobe Lightroom Mobile, Instagram, Netflix, Spotify, dan aplikasi benchmark. Saya install dari Petal Search Widget dan dapat bekerja dengan baik, tapi tidak ada update aplikasi otomatis.

Triple Leica Camera dengan 3x Optical Zoom

review-huawei-p40-11
Triple Camera Leica Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Huawei P40 memiliki kamera utama yang sama seperti versi Pro dan Pro+ yaitu Ultra Vision beresolusi 50MP. Sensor gambar ini berukuran 1/1.28 inci yang merupakan terbesar di kelas smartphone, dengan focal length 23mm, aperture f/1.9, dan OIS.

Susunan filter warna yang digunakan RYYB, bukan RGGB seperti yang ada pada kebanyakan smartphone. Bedanya bila pada susunan RGGB, dalam satu kotak 2×2 memiliki satu piksel merah, satu piksel biru, dan dua piksel hijau. Pada filter warna RYYB, Huawei mengganti warna hijau dengan warna kuning.

Menurut Huawei, susunan ini memungkinkan sensor mengumpulkan hingga 40 persen lebih banyak cahaya daripada filter RGGB biasa. Artinya kualitas foto di kondisi cahaya rendah bakal lebik baik.

Lalu, sistem autofocus-nya menggunakan omnidirectional phase detection autofocus pada semua piksel. Sehingga mampu menangkap fokus dengan lebih cepat, performa AF di cahaya rendah yang lebih baik, dan memungkinkan kita mendapatkan detail-detail kecil.

Secara default, kamera Ultra Vision pada Huawei P40 menggunakan struktur 4-in-1 pixel binning atau quad bayer yang menghasilkan bidikan beresolusi 12,5MP dengan ukuran per piksel yang besar yaitu 2,44um. Dalam pengujian kali ini saya menggunakannya untuk street photography dan hasilnya membuat saya terkesan.

Mode wide-angle Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Mode wide-angle Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Kamera utama Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Kamera utama Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
3x optical zoom Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
3x optical zoom Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
5x hybrid zoom Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
5x hybrid zoom Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
30x digital zoom Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
30x digital zoom Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Huawei P40 bisa diajak memotret dengan sangat baik di siang maupun malam hari, serta pada kondisi kontras tinggi sekalipun. Dynamic range-nya luas, bahkan tanpa perlu menggunakan mode HDR yang disediakan secara terpisah dan minim noise di cahaya rendah.

Proses pengambilan gambarnya didukung Master AI yang dapat mengenali dan menyetel pengaturan hingga 1.500 adegan yang berbeda. Saat Master AI aktif, kadang memang terasa bahwa saturasi warnanya sedikit dinaikkan sehingga warnanya lebih menonjol. Fitur ini bisa dengan mudah diaktifkan atau dinonaktifkan lewat ikon yang tersedia di antarmuka kamera.

Lalu, bila ingin menggunakan resolusi foto 50MP kita bisa geser ke mode Pro atau mode high-res. Perlu dicatat, bahwa saat memotret pada resolusi 50MP, kita kehilangan dukungan Master AI. Kabar baiknya, foto bisa disimpan dalam format Raw yang memberikan fleksibilitas lebih saat editing.

Mode Pro pada Huawei P40 fiturnya sangat lengkap, mulai dari ISO (50 – 409.600), shutter speed (1/4000 detik – 30 detik), exposure compensation (-4 hingga +4), white balance, metering mode (matrix, center-weighted, dan spot), dan focus mode (single, continuous, dan manual).

Lalu, ada kamera 8MP f/2.4 dengan lensa telephoto 80mm dan OIS yang menyuguhkan kemampuan memperbesar gambar 3x optical zoom, 5x hybrid zoom, dan 30x digital zoom. Meski kamera telephoto ini beresolusi 8MP, tapi hasilnya ditingkatkan menjadi 12,5MP, bahkan saat menggunakan 30x ditigal zoom. Sampai 5x pembesaran, menurut saya hasilnya masih bisa dinikmati. Lebih dari itu, detail foto akan cenderung pecah.

Satu lagi kamera 16MP f/2.2 dengan lensa ultra wide 17mm yang dapat digunakan memotret secara closeup selain foto ultra wide. Jepretan mode wide angle 16MP cukup bagus, bagian tengah foto tajam meski di sudut-sudutnya agak lunak.

Untuk perekam videonya, Huawei P40 mendukung 4K 30 fps dan 60 fps pada kamera utama dan kamera depan. Sedangkan, kamera dengan lensa ultra wide dan telephoto dibatasi 4K dan 1080p pada 30 fps. Lalu, terdapat mode slow-motion 1080p dengan opsi frame rate 120 fps, 240 fps, dan 960 fps. Serta, mode time-lapse pada 4K 30 fps.

Rekaman video bisa disimpan dalam pilihan codec H.264 dan H.265 yang menjanjikan ukuran file 35 persen lebih sedikit. Saat merekam video 1080p dengan kamera utama, Huawei P40 menggabungkan 16 piksel menjadi satu piksel berukuran 4,48 μm sehingga menghasilkan footage yang tajam dan bidang pandang lebar.

Stabilisasi video Huawei AIS, yaitu EIS untuk kamera depan dan ultra wide atau EIS + OIS untuk kamera utama dan telephoto, tersedia di semua mode perekaman termasuk 4K 60 fps dan secara otomatis aktif. Kamera depannya juga mendukung 4K 30/60 fps, sayang Huawei memangkas fitur autofocus. Padahal fitur ini tersedia pada versi Pro-nya dan sangat berguna saat digunakan untuk selfie maupun vlogging.

Chipset Kirin 990 5G

review-huawei-p40-15
AnTutu Huawei P40 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Huawei P40 mengandalkan chipset Kirin 990 5G yang sama versi Pro dan Pro+. SoC ini mengemas CPU octa-core yang terdiri dari tiga cluster, meliputi dual-core Cortex-A76 dengan kecepatan 2.86GHz, dual-core Cortex-A76 2.36GHz, dan quad-core Cortex-A55 1.95GHz.

Pengolah grafisnya GPU Mali-G76 MP16 dengan tri-core NPU, bersama RAM 8GB dan storage 128GB yang bisa diperluas menggunakan Nano Memory mengorbankan slot SIM.  Untuk daya tahan baterainya, Huawei P40 dibekali kapasitas 3.800 mAh dengan fast charging 22.5W saja yang masih cukup cepat. Kita bisa mengisi baterai P40 dari 0 persen hingga 60 persen hanya dalam 30 menit, dan 90 persen dalam waktu satu jam.

Verdict

Pada Huawei Official Store di Tokopedia, Huawei P40 bisa didapat dengan harga promo Rp9.499.000 dan Rp12.499.000 untuk versi Pro-nya. Dengan chipset dan kamera utama Ultra Vision 50MP yang sama, awalnya saya berpikir dua faktor tersebut cukup untuk merekomendasikan Huawei P40.

Setelah menggunakan Huawei P40 sekitar tiga minggu, saya menemukan bahwa Huawei terlalu banyak memangkas fitur Huawei P40. Dari desainnya yang standar, refresh rate layar 60Hz, penurunan spesifikasi kamera, hilangnya fitur autofocus di kamera depan, dan banyak lagi.

Saya berpikir ulang, dengan selisih harga Rp3 juta maka Huawei P40 Pro adalah pilihan yang jauh lebih baik. Huawei P40 tetap sangat menarik, terutama bagi yang menginginkan smartphone dengan dimensi yang compact.

Sparks

  • Dimensi terbilang compact
  • Triple Leica Camera dengan Kamera Ultra Vision 50MP
  • 3x optical zoom dan 5x hybrid zoom
  • Chipset Kirin 990 5G yang powerful
  • Perekam video 4K 60 fps

Slacks

  • Menggunakan desain lama FullView Display
  • Refresh rate layar turun menjadi 60Hz
  • Tanpa Google Mobile Services
  • Tanpa fitur autofocus di kamera depan

[Review] Samsung Galaxy A21s, Entry-level dengan Fitur Kelas Menengah

Samsung merilis Galaxy A21s pada awal bulan Juni lalu, bersama Galaxy A11. Perangkat yang satu ini terbilang istimewa, karena merupakan smartphone pertama Samsung yang dipercaya menggunakan chipset terbaru Exynos 850.

Meskipun dibanderol dengan harga Rp2.799.000 untuk varian RAM 3GB dan penyimpanan internal 32GB. Serta, Rp3.399.000 untuk versi RAM 6GB dan memori internal 64GB. Namun Galaxy A21s masih merupakan smartphone entry-level yang bersenjata sejumlah fitur kelas menengah, salah satunya konfigurasi quad-camera dengan kamera utama 48MP.

Menurut saya, gambaran segmentasi gamblangnya seperti ini. Posisi Galaxy A21s ialah smartphone entry-level di level atas. Sementara, Galaxy A11 merupakan entry-level di level menengah dan Galaxy A01 di level bawah. Berikut review Samsung Galaxy A21s selengkapnya.

Desain Kekinian

Saat unboxing, saya dibuat takjub dengan build quality yang terasa premium dan desain yang kaya dengan elemen kekinian. Empat unit kamera belakangnya tersusun seperti huruf L dan dibingkai ke dalam persegi panjang.

Kemudian, tak jauh dari modul quad-camera terdapat area sensor fingerprint. Unit review Samsung Galaxy A21s saya berwarna biru dan penutup belakangnya ini dipercantik dengan efek bias pelangi saat dipandang pada sudut tertentu.

Beralih ke bagian muka, Galaxy A21s mengemas desain Infinity-O display dengan lubang kamera depan di pojok kiri atas. Saat smartphone menyala, visual yang disuguhkan oleh panel PLS berukuran 6,5 inci dengan 720×1600 piksel ini kualitasnya ‘standar saja’.

Aspek rasio layarnya sudah 20:9, membuat aktivitas multitasking atau membuka dua aplikasi secara berdampingan (split screen) tampil lebih proporsional. Profil tubuhnya juga lebih langsing, dengan dimensi 163.7×75.3×8.9 mm dan bobot 192 gram. Kerangka tubuh dan penutup belakangnya terbuat dari material plastik polikarbonat, sama seperti Galaxy A series lainnya tapi tidak ada kesan murah.

Untuk kelengkapan atributnya, tombol power dan volume terletak di sisi kanan, serta SIM tray di sisi sebrangnya. Sisi atas terdapat mikrofon sekunder, sisanya seperti jack audio 3.5mm, port USB Type-C, mikrofon utama, dan speaker berkumpul di sisi bawah.

Kamera Utama 48MP

review-samsung-galaxy-a21s-24
Kamera Samsung Galaxy A21s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Samsung merancang Galaxy A21s untuk Gen Z dan untuk mendukung kebutuhan pembuatan konten digital secara kreatif, perangkat ini dibekali dengan konfigurasi quad-camera. Dengan kamera utama yang sangat istimewa, karena mengandalkan sensor Samsung ISOCELL GM1.

Sensor ini berukuran 1/2.0 inci dengan resolusi asli 48MP dengan aperture f/2.0 dan ukuran per piksel 0.8µm. Dengan teknologi TetraCell 2×2 piksel, secara default menghasilkan foto beresolusi 12MP dengan ukuran per piksel menjadi 1.6µm.

review-samsung-galaxy-a21s-35

Sayangnya, sistem kamera pada Galaxy A21s ini tidak didukung fitur kecerdasan buatan yaitu Scene Optimizer. Melainkan hanya dukungan HDR otomatis untuk memperluas dynamic range. Meski begitu, secara keseluruhan hasil foto pada mode 12MP cukup menjanjikan.

Sementara, pada mode 48MP-nya tanpa didukung HDR. Hasil fotonya memang sangat tajam, tapi kehilangan detail di area yang gelap dan terang. Lalu, saat memotret pada resolusi 48MP – proses penyimpanan gambarnya butuh beberapa detik. Jadi, gunakan mode 12MP saja bila harus mengejar momen.

review-samsung-galaxy-a21s-36

Kemudian, ditemani kamera 8MP f/2.2 dengan lensa ultra wide seluas 123 derajat. Kalau tidak butuh tangkapan yang luas, sebaiknya gunakan kamera utama saja yang hasilnya sudah pasti lebih bagus. Dua lainnya masing-masing beresolusi 2MP dengan lensa depth untuk fitur Live Focus dan macro. Tak ketinggalan, kamera depannya 13MP f/2.2.

Samsung menyediakan opsi untuk menyimpan foto dalam format HEIF, yang mana ukurannya filenya setengah lebih kecil dari format JPG. Serta, mendukung format video HEVC yang juga ramah memori. Kalau untuk kemampuan perekam videonya sendiri mendukung sampai 1080p pada kamera depan maupun belakang. Berikut hasil foto Samsung Galaxy A21s.

Exynos 850

Sistem operasi yang berjalan pada Galaxy A21s ialah Android 10 dengan patch keamanan Mei 2020 dan antarmuka OneUI 2.1. OneUI versi teranyar ini berkonsentrasi pada user experience dan kemudahan penggunaan.

Dapur pacunya menggunakan chipset baru Exynos 850. SoC ini dibuat pada proses fabrikasi 8nm dengan CPU octa-core yang semuanya menggunakan Cortex-A55 dengan kecepatan 2.0 GHz, bersama GPU Mali-G52.

Cortex-A55 sendiri merupakan core hemat daya yang biasanya digunakan pada chipset kelas high-end. Berpadu dengan baterai 5.000 mAh dengan fast charging 15W, dipastikan ketahanan baterainya bakal lebih lama.

review-samsung-galaxy-a21s-41

Sebagai informasi, unit review Samsung Galaxy A21s yang saya tes merupakan varian RAM 3GB dengan penyimpanan internal 32GB. Berdasarkan benchmark dari Geekbench 5, mencetak skor 146 single-core dan 869 multi-core.

Untuk performa yang saya rasakan langsung, pergerakan pada antarmuka OneUI 2.1 terasa lancar. Meski tidak begitu ngebut, terkadang proses loading-nya agak lama saat membuka aplikasi untuk pertama kali.

Verdict

review-samsung-galaxy-a21s-25
Samsung Galaxy A21s | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebagai smartphone entry-level, maka harap dimaklumi bila Galaxy A21s ini belum menggunakan panel Super AMOLED, resolusi layarnya sebatas HD+, dan masih menggunakan sensor fingerprint konvensional. Meski begitu, desain Galaxy A21s cukup kekinian dengan punch hole dan rasio 20:9 dan build quality-nya juga terasa premium.

Suguhan utama dari Galaxy A21s adalah kamera utama 48MP yang menyuguhkan foto dengan kualitas yang cukup baik. Serta, performanya dengan chipset baru Exynos 850 yang sebetulnya tidak terlalu ngebut tapi irit daya.

Sparks 

  • Desain Infinity-O display yang kekinian dengan rasio 20:9
  • Build quality terasa premium
  • Chipset Exynos 850 yang irit daya
  • Kamera utama 48MP dengan sensor ISOCELL GM1

Slacks

  • Belum menggunakan layar Super AMOLED
  • Resolusi layarnya sebatas HD+
  • Kamera tanpa didukung Scene Optimizer
  • Sensor fingerprint konvensional