Riot Games Mulai Rekam Voice Chat di VALORANT, Akan Efektifkah Menangkal Sikap Toxic?

Riot Games terus meningkatkan kenyamanan di titel FPS perdananya, VALORANT. Kali ini, Riot Games menyatakan akan mulai merekam seluruh kegiatan berbasis suara (in-game voice) guna memperketat dan menjaga kenyamanan bermain di game FPS milik pengembang League of Legends ini. Kebijakan ini pertama kali diumumkan oleh pihak Riot Games pada Jumat (30/4/21) dan mulai efektif di tanggal yang sama.

“Kami ingin pengalaman bermain di VALORANT aman dan inklusif bagi semua orang yang ingin bermain. Kami mengerti bahwa perilaku menganggu menggunakan fitur voice chat adalah kekhawatiran bagi banyak pemain, dan kami berkomitmen untuk mengatasinya dengan serius,” sebut perwakilan Riot Games dalam pernyataan resminya.

“Agar kami dapat mengambil tindakan terhadap pemain yang menggunakan komunikasi suara untuk melecehkan orang lain, menggunakan perkataan yang menimbulkan kebencian, atau mengganggu pengalaman Anda, kami perlu mengetahui apa yang dikatakan para pemain tersebut. Itulah sebabnya, ke depannya kita membutuhkan kemampuan untuk menganalisis data suara secara penuh.” Lanjutnya.

Riot Games menyatakan bahwa mereka hanya akan membuka data voice chat pemain saat pemain yang bersangkutan dilaporkan oleh orang lain. Untuk pemain yang khawatir tentang privasi mereka, pengembang asal California, Amerika Serikat ini menyediakan pilihan mematikan voice chat secara keseluruhan. Kebijakan ini memberikan akses penuh data suara di platform VALORANT kepada sang pengembang, yaitu Riot Games, untuk direkam, dan dimoderasi jika diperlukan.

Image Credit: VALORANT Official

Saat sistem menerima laporan sikap offensive yang dilakukan oleh seorang pemain, Riot Games akan mengevaluasi data yang relevan untuk memeriksa apakah kebijakan mereka dilanggar oleh pemain yang dilaporkan. Jika pemain tersebut terbukti melanggar, Riot Games dapat langsung memberikan hukuman, mulai dari mute, ban sementara, hingga ban permanen. Langkah selanjutnya, Riot Games akan menghapus data voice chat dari pemain yang bersangkutan jika tidak memerlukan peninjauan lebih lanjut.

Sikap toxic dalam sebuah game bukanlah sebuah rahasia lagi, terutama permainan yang berbasis online. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah meminimalisir aksi seksisme, rasisme, dan pelecehan yang kerap kali didapati di hampir seluruh game online.

Hingga saat ini, Riot Games belum memberikan kepastian apakah kebijakan yang sama akan diterapkan di titel miliknya yang lain seperti League of Legends, Teamfight Tactics, dan Wildrift.

Menurut Anda, apakah langkah Riot Games ini melanggar hak privasi pemain?

Premier League Gandeng Tencent untuk Adakan ePremier League China, Red Bull Kumite Digelar di London

Minggu lalu, ada beberapa berita menarik di ranah esports. Salah satunya, Premier League baru saja menggandeng Tencent dan EA untuk menggelar ePremier League China. Sementara itu, Riot Games bekerja sama Uniqlo untuk merilis koleksi kaos bertema League of Legends. Thrustmaster juga baru saja meluncurkan setir replika dari Ferrari F1.

Premier League Gandeng Tencent untuk Gelar ePremier League China

Premier League mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan Tencent Sports, Tencent Esports, dan EA Sport untuk mengadakan ePremier League China. Turnamen itu akan dimulai pada 28 April 2021 sampai 15 Mei 2021. Turnamen tersebut akan menjadi ePremier League pertama yang digelar di luar Inggris. Dalam turnamen itu, masing-masing tim di Premier League akan diwakili oleh dua orang asal Tiongkok: seorang gamer profesional dan seorang kreator konten, lapor The Esports Observer. Kompetisi ePremier League ini akan disiarkan di platform video milik Tencent dan ditayangkan secara live di DouYu dan Huya.

Thrustmaster Meluncurkan Setir Replika Ferrari F1

Minggu lalu, Thrustmaster meluncurkan SF1000 Edition Wheel Add-on, setir replika dari setir yang digunakan oleh Charles Leclerc dan Sebastian Vettel pada 2020 Ferrari F1. SF1000 dilengkapi dengan 11 tombol, 7 encoders, dan 2 thumbwheels, yang fungsinya bisa diatur sesuai selera pengguna. SF1000 juga dilengapi dengan layar sebesar 4,3 inci, yang akan menampilkan berbagai informasi , seperti suhu ban, gears, serta penggunaan bahan bakar dan energi. SF1000 sudah tersedia di Eropa saat ini. Sementara di Asia Pasifik, ia baru akan tersedia pada 18 Mei 2021. Penjualan global akan dimulai pada 26 Agustus 2021.

Setir replika dari Ferrari F1 buatan Thrustmaster. | Sumber: Motor1

Thrustmaster dan Ferrari telah bekerja sama selama 10 tahun terakhir. Dan peluncuran SF1000 akan memperkuat hubungan antara keduanya. Sebelum ini, Thustmaster juga mendukung 2021 Ferrari Esports Series. Kompetisi sim racing itu akan dimulai pada 5 April 2021. Sim racer yang berhasil keluar jadi juara akan mewakili Ferrari dalam kompetisi sim racing, menurut laporan Motor1.

Red Bull Kumite 2021 Bakal Diadakan di London

Red Bull Kumite akan diadakan di London, Inggris. Pada Sabtu, 22 Mei 2021, Guilty Gear Strive akan menjadi game yang diadu. Sementara pada hari Mingu, 23 Mei 2021, Red Bull Kumite akan menampilkan pertandingan antara 16 pemain Street Fighter V terbaik. Red Bull Kumite pertama kali diadakan di Paris, Prancis. Dan selama 3 tahun, pada 2015-2018, turnamen itu selalu digelar di Prancis. Pada 2019, lokasi Red Bull Kumite baru dipindahkan ke Jepang, sebagai penghormatan pada developer di balik Street Fighter, lapor Bleeding Cool. Red Bull Kumite mendapatkan dukungan ASTRO Gaming sebagai peripheral partner dan AOC sebagai monitor partner.

Uniqlo Bakal Rilis Koleksi Kaos Bertema League of Legends

Riot Games baru saja mengumumkan kerja sama dengan Uniqlo. Dengan ini, Uniqlo akan meluncurkan beberapa kaos bertema League of Legends. Kaos-kaos itu akan menampilkan berbagai gambar a la Runeterra, termasuk Poros, Summoners Rift, dan K/DA, girlband virtual yang didasarkan pada karakter di League of Legends, menurut laporan Dot Esports.

Menurut Ryan Crosby, Head of Entertainment Marketing and Consumer Products, Riot Games, alasan Uniqlo terpilih untuk menjadi rekan Riot adalah karena mereka punya dedikasi dalam menciptakan pakaian yang unik. Dalam beberapa tahun belakangan, Riot memang aktif untuk bekerja sama dengan sejumlah merek fashion, termasuk Louis Vuitton dan A Bathing Ape. Selain itu, mereka juga meluncurkan koleksi merchandise mereka sendiri.

Acer Bakal Gelar Predator Sim Racing Cup 2021

Acer mengumumkan rencana mereka untuk menggelar turnamen sim racing baru, yaitu Predator Sim Racing Cup 2021. Kompetisi itu dibuka untuk umum, dengan tujuan mencari sim racer berbakat dan membuat semakin banyak orang kenal dengan sim racing. Secara total Predator Sim Racing akan menawarkan total hadiah sebesar US$50 ribu.

Menurut laporan The Esports Observer, Predator Sim Racing Cup akan diadakan di Arab Saudi, Belanda, Denmark, Inggris, Irak, Italia, Jerman, Kuwait, Mesir, Norwegia, Oman, Polandia, Prancis, Qatar, Rusia, Republik Ceko, Slovakia, Spanyol, Swedia, Turki, Ukraina, dan Uni Emirat Arab. Para pemenang kompetisi nasional akan bisa melaju ke turnamen tingkat internasional.

RSG dari Singapura Dapat Investasi Rp14,6 Miliar, Twitch Bantu Universitas Kembangkan Jurusan Esports

Minggu lalu, ada beberapa pelaku esports yang menjalin kerja sama baru. Salah satunya adalah kerja sama Twitch dengan University of Chichester. Twitch akan mendukung University of Chichester membuat jurusan esports. Sementara itu, di Asia Tenggara, RSG baru saja mendapatkan kucuran dana dari FrontSight Capital Fund. Di kawasan Amerika Utara, Levi’s telah menandatangani kontrak kerja sama dengan NRG Esports.

RSG dari Singapura Dapat Investasi Rp14,6 Miliar

RSG, organisasi esports asal Singapura, mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan investasi sebesar US$1 juta (sekitar Rp14,6 miliar) dari FrontSight Capital Fund. Dana investasi ini akan RSG gunakan untuk merealisasikan misi mereka, yaitu menjaring audiens muda melalui konten game dan esports serta mendukung talenta-talenta esports di Asia Tenggara. Tak hanya itu, mereka juga berencana untuk melakukan ekspansi, lapor The Esports Observer. Sementara itu, FrontSight mengungkap bahwa di masa depan, mereka berencana untuk menanamkan 10 investasi lain ke tim dan perusahaan esports di Asia Tenggara. Masing-masing investasi tersebut akan bernilai sekitar US$1-2 juta.

FACEIT dan Ubisoft Gelar FPL di Brasil

Platform esports FACEIT dan developer Ubisoft akan membawa turnamen Rainbow Six Siege FPL (FACEIT Pro League) ke Brasil. FPL Brasil akan mengadu para pemain dari Brasileirão, liga nasional Rainbox Six yang digelar oleh Ubisoft, Circuito Feminino, kompetisi yang ditujukan untuk pemain Rainbow Six perempuan, dan sejumlah pemain profesional serta brand ambassador ternama, lapor Esports Insider.

FPL akan diekspansi ke Brasil dan Amerika Latin. | Sumber: Esports Insider

Setiap musim, FPL akan menawarkan total hadiah sebesar US$2 ribu (sekitar Rp29 juta). Sementara itu, leaderboards dari FPL akan direset setiap bulan. Untuk bisa berlaga di FPL Brasil, seseorang bisa mendaftarkan diri di Division 2 dari Official Ubisoft Esports Hub. Pada akhir bulan, lima pemain terbaik dari divisi dua akan bisa maju ke Division 1. Namun, pemain dengan rank Platinum III bisa langsung mencoba untuk berlaga di divisi pertama. Setiap bulan, dua pemain terbaik dari Division 1 akan diundang untuk bertanding di FPL.

Twitch Kerja Sama dengan University of Chichester untuk Kembangkan Jurusan Esports

Twitch mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kerja sama dengan University of Chichester yang terletak di Inggris. Keduanya akan berkolaborasi terkait pengadaan jurusan esports. Dengan adanya jurusan esports ini, Twitch dan University of Chichester berharap, akan ada semakin banyak orang yang tertarik untuk bekerja di industri gaming.

University of Chichester meluncurkan jurusan esports pada 2019. Sejak saat itu, jurusan esports menjadi jurusan dengan pertumbuhan paling cepat di University of Chichester. Murid yang masuk dalam jurusan ini akan belajar tentang dampak psikologis dan fisik dari esports. Tak hanya itu, mereka juga akan belajar tentang nutrisi, strategi, dan bagaimana cara menjadi seorang pelatih.

“Kami bangga bisa bekerja sama dengan University of Chicester untuk menyediakan pendidikan yang relevan di bidang media digital baru melalui game dan esports,” kata Mark “Garvey” Candella, Director of Student and Education Programs, Twitch, seperti dikutip dari Planet Radio. “Kami tidak sabar untuk bekerja sama dengan para fakultasi, para pendidik, dan badan mahasiswa yang ada.”

Misfits Gaming Group Buat Program Advokasi Perempuan

Minggu lalu, Misfits Gaming Group, organisasi esports asal Amerika Serikat, memperkenalkan Women of Misfits, program advokasi untuk perempuan. Program itu akan fokus pada empat hal, yaitu mentorship, pengembangan karir, membangun jaringan, dan advokasi. Setiap bulan, Misfits akan mengundang seorang pembicara tamu untuk memberikan edukasi dan berbagi pengalaman mereka. Program ini akan dipimpin oleh para eksekutif perempuan di Misfits.

Lima pembicara yang sudah dikonfirmasi oleh Misfits. | Sumber: The Esports Observer

Misfits telah mengonfirmasi lima pembicara yang akan mereka undang. Kelima orang itu antara lain Chris Evert, pemain tennis legendaris yang memenangkan Grand Slam 18 kali, GloZell Green, YouTuber dan komedian, Bianca Smith, perempuan berkulit hitam pertama yang berhasil menjadi pelatih tim baseball profesional, Angela Ruggiero, CEO dan Co-founder dari Sports Innovation Lab dan pemenang medali emas di Olimpiade untuk cabang olahraga hoki, serta Maya Enista Smith, Executive Director dari Born This Way Foundation, menurut laporan The Esports Observer.

Levi’s Bekerja Sama dengan NRG Esports

Levi’s resmi memasuki ranah esports dengan menandatangani kontrak kerja sama dengan NRG Esports. Melalui kolaborasi ini, para pemain dan streamers dari NRG akan mengenakan pakaian dari Levi’s. Tak hanya itu, Levi’s dan NRG juga akan membuat konten bersama. Serial konten ini akan menampilkan kehidupan sehari-hari dari para influencers dari NRG. Konten tersebut akan disiarkan di kanal Twitch dan YouTube NRG, menurut laporan The Esports Observer. Selain itu, Levi’s juga akan punya lounge di markas NRG, Hot Pockets Castle, yang terletak di Los Angeles. Di longue tersebut, para pengunjung akan bisa menyesuaikan pakaian yang mereka kenakan.

Gamers Club dan Riot Games Selenggarakan Turnamen Valorant untuk Perempuan

Gamers Club, platform gaming milik Immortals Gaming Club bekerja sama dengan Riot Games melalui inisiatif Game Changers untuk menyelenggarakan Gamers Club Circuit: Gêneses Protocol, turnamen Valorant untuk perempuan di Brasil dan Amerika Latin. Kompetisi itu terbagi ke dalam empat split. Dari sekumpulan turnamen tersebut, satu tim akan terpilih untuk berlaga di Valorant Game Changers Series.

Masing-masing split akan menawarkan hadiah sebesar sekitar US$3,6 ribu (sekitar Rp52 juta). Jadi, secara total, turnamen-turnamen ini akan menyediakan hadiah sebesar US$14,3 ribu (sekitar Rp208 juta). Sekumpulan turnamen Valorant ini terbuka untuk umum. Pasalnya, program Game Changers dari Riot memang dibuat untuk memberikan kesempatan bagi pemain perempuan untuk memulai karir di dunia esports. Beberapa tim yang akan terjun dalam turnamen ini antara lain Gamelanders, INTZ, dan Vivo Keyd, seperti disebutkan oleh The Esports Observer.

Sumber header: Esports Talk

League of Legends: Wild Rift Tembus 3 Juta Install di Amerika

Meski sedikit ketinggalan masa rilis beta-nya dibanding region lainnya, pasar Amerika ternyata memang punya banyak fans fanatik League of Legends. League of Legends: Wild Rift (WR) yang masuk masa open-beta pada tanggal 29 Maret 2021 lalu, langsung menarik 3 juta installasi.

Selain itu, menurut data dari Sensor Tower (dikutip dari PocketGamer.biz), angka download dari WR naik 66x lipat dari tanggal 28 Maret. Brazil menjadi negara dengan jumlah download terbesar yang mencapai 32%. Sedangkan Meksiko berada di posisi kedua dan Amerika Serikat berada di posisi ketiga.

Lebih sangarnya lagi, WR mampu mendulang pemasukkan sebesar US$285 ribu (sekitar Rp4,1 miliar) di tanggal 29 Maret 2021 — naik 142% dari hari sebelumnya.

Menariknya, region Amerika (Amerika Serikat, Meksiko, Kanada, Kolombia, Chile, Argentina, Uruguay, dan Brazil) memang terhitung belakangan mendapatkan masa open-beta. Periode open-beta pertama WR justru tersedia untuk wilayah Asia Tenggara di bulan Oktober 2020. Sedangkan Eropa, Oceania, Taiwan, dan Vietnam mendapatkan masa open beta pada Desember 2020.

Apakah Riot Games memang sengaja menjadikan region Amerika terakhir karena mereka tahu game-nya akan lebih matang sekarang ketimbang bulan Oktober lalu?

Pencapaian WR ini mungkin akan sedikit banyak mengkhawatirkan Moonton dengan MLBB mereka. Meski Moonton memang berhasil mendominasi pasar dan punya hubungan mesra dengan esports Indonesia sedangkan Wild Rift sepertinya sedikit lambat progresnya di sini), antusiasme WR yang besar di sana berarti akan semakin menutup peluang MLBB untuk bisa melebarkan sayapnya di luar negara-negara yang saat ini sudah punya MPL (Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Myanmar), khususnya di benua Amerika.

Sejak Rilis, PUBG Mobile Raup Rp73,6 Triliun, Final Fantasy XI Reboot Dibatalkan

Razer mengumumkan laporan keuangan mereka untuk tahun 2020 pada minggu lalu. Mereka mengungkap, untuk pertama kalinya, pemasukan mereka berhasil menembus US$1 miliar. Sementara itu, menurut perkiraan Sensor Tower, pemasukan PUBG Mobile sejak game battle royale itu dirilis telah mencapai US$5,1 miliar atau sekitar Rp73,6 triliun.

Total Pemasukan PUBG Mobile Capai Rp73,6 Triliun

Sejak diluncurkan, PUBG Mobile telah mendapatkan total pemasukan sebesar US$5,1 miliar atau sekitar Rp73,6 triliun, menurut data dari Sensor Tower. Sementara itu, Games Industry melaporkan, pemasukan PUBG Mobile pada 2020 mencapai US$2,7 miliar  (Rp39 triliun). Pada tahun lalu, setiap hari, para gamer PUBG Mobile menghabiskan sekitar US$7,4 juta (Rp107 miliar). Semua ini berarti, PUBG Mobile mendapatkan lebih dari setengah pemasukan mereka pada tahun lalu.

Pemasukan PUBG Mobile pada tahun ini juga menunjukkan tren naik. Pada Q4 2020, pemasukan PUBG Mobile mencapai US$555 juta (Rp8 triliun). Sementara pada Q1 2021, game battle royale itu berhasil mendapatkan US$709 juta (Rp10,2 triliun). Tiongkok masih menjadi pasar PUBG Mobile terbesar. Gamer dari Tiongkok menyumbangkan US$2,8 miliar (Rp40,4 triliun) atau sekitar 55,4% dari total pemasukan PUBG Mobile. Padahal, Sensor Tower hanya menghitung spending dari gamer yang menggunakan iOS di Tiongkok.

Pengembangan Final Fantasy XI Reboot Dibatalkan

Proyek Square Enix dan Nexon untuk membuat versi reboot dari Final Fantasy XI telah dibatalkan. Padahal, pengembangan dari game itu telah berjalan selama lima tahun. Alasan Square Enix dan Nexon untuk membatalkan proyek ini adalah karena game tersebut dianggap tidak memenuhi ekspektasi, menurut laporan Gamebiz.jp.

final fantasy xi dibatalkan
Walau telah dikembangkan lama, Final Fantasy XI akhirnya diberhentikan. |Sumber: WCCF Tech

Dikabarkan, proses pengembangan dari game ini telah dihentikan pada akhir tahun lalu. Meskipun begitu, Nexon baru mengonfirmasi bahwa mereka memang akan membatalkan pengembangan versi reboot dari Final Fantasy XI ketika mereka mengumumkan laporan keuangan terbaru mereka pada Februari 2021, seperti yang disebutkan oleh Games Industry.

Pemasukan Razer Tembus Rp17,3 Triliun

Minggu lalu, Razer baru saja mengumumkan laporan keuangan mereka. Mereka mengungkap, pemasukan mereka naik 48% dari tahun lalu, menjadi US$1,2 miliar (Rp17,3 triliun). Kali ini adalah pertama kalinya Razer berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar (Rp14,4 triliun). Seperti yang disebutkan oleh Games Industry, divisi hardware Razer memberikan kontribusi terbesar. Pemasukan segmen hardware mencapai US$1,08 miliar (Rp15,6 triliun), naik 51,8% dari tahun lalu. Sementara itu, pemasukan dari divisi Fintech naik 66,8% menjadi US$128,4 juta (Rp1,9 triliun). Sayangnya, Razer tidak mengungkap pemasukan mereka di divisi software.

Tahun Ini, Pasar Cloud Gaming Naik 2 Kali Lipat

Pasar cloud gaming diperkirakan akan mencapai US$1,4 miliar (Rp20,2 triliun) pada akhir 2021, menurut studi terbaru dari Newzoo. Sementara pada akhir 2020, nilai pasar cloud gaming diduga mencapai US$633 juta (Rp9,6 triliun). Hal itu berarti, pasar cloud gaming pada 2021 akan tumbuh hingga lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu.

Menurut laporan Games Industry, pemasukan cloud gaming naik berkat bertambahnya jumlah pengguna cloud gaming. Pada akhir 2021, jumlah pengguna cloud gaming diperkirakan akan mencapai 23,7 juta orang. Ke depan, cloud gaming diduga masih akan tumbuh. Pada akhir 2023, Newzoo memperkirakan, pasar cloud gaming akan mencapai US$5,14 miliar (Rp74,2 triliun). Kami pernah membahas soal potensi cloud gaming di Indonesia di sini.

Riot Games Akui Tengah Buat Game MMO

Pada Desember 2020, para developres di Riot Games mengungkap bahwa mereka tengah mengembangkan spinoff dari League of Legends yang ber-genre MMO. Sekarang, Riot secara resmi mengumumkan kabar itu di situs mereka. Jika Anda mengunjungi worldofruneterra.com, hal pertama yang akan Anda lihat adalah pernyataan: “Kami sedang membuat MMO.”

Riot akui tengah buat game MMO dari League of Legends.
Riot akui tengah buat game MMO dari League of Legends.

Satu hal yang harus diingat, Riot biasanya menggunakan situs ini untuk menawarkan pekerjaan atau membantu tim developer dalam mengembangkan game yang tengah mereka buat. Jadi, kecil kemungkinan mereka akan merilis trailer dari game MMO terbaru mereka dalam waktu dekat, menurut laporan VentureBeat.

Secretlab Sponsori Wild Rift SEA Icon Series, Cloud9 Bubarkan Tim CS:GO

Minggu lalu, ada beberapa pengumuman menarik di dunia esports. Kabar baiknya, 100PLUS dan Secretlab telah resmi menjadi sponsor dari Wild Rift SEA Icon Series. Sementara itu, kabar buruk muncul dari Cloud9, yang memutuskan untuk membubarkan tim Counter-Strike: Global Offensive mereka.

100PLUS dan Secretlab Jadi Sponsor dari Wild Rift SEA Icon Series

Secretlab, pembuat kursi gaming, dan 100PLUS, merek sport drink, resmi menjadi sponsor dari League of Legends: Wild Rift Southeast Asia Icon Series Singapore. Dengan ini, 100PLUS akan menyediakan minuman untuk semua staf, casters, dan bahkan peserta dari turnamen itu. Sementara itu, Secretlab akan menyediakan kursi yang akan digunakan pada peserta. Menurut laporan Esports Insider, kerja sama ini adalah kali pertama 100PLUS memasuki dunia esports. Sementara Secretlab memang telah mendukung perkembangan ekosistem esports di Asia sejak lama.

Cloud9 Bubarkan Tim CS:GO

Cloud9 membubarkan tim Counter-Strike: Global Offensive mereka. Mereka melakukan hal ini karena mereka merasa, mereka tidak bisa merealisasikan potensi tim CS:GO mereka akibat pandemi virus corona. Jadi, untuk sementara, Cloud9 memutuskan untuk melepaskan pemain CS:GO mereka dan meninggalkan skena esports dari game FPS itu.

Cloud9 memutuskan untuk mundur dari skena esports CS:GO untuk sementara. | Sumber: Dot Esports
Cloud9 memutuskan untuk mundur dari skena esports CS:GO untuk sementara. | Sumber: Dot Esports

Selama ini, Cloud9 memang mengutamakan performa dari tim CS:GO mereka. Satu-satunya tugas tim CS:GO di Cloud9 adalah untuk memenangkan kompetisi. Tim yang dinamai Colossus itu bahkan tidak wajib untuk melakukan kegiatan streaming, seperti tim-tim dari game lain. Hanya saja, sejak September 2020, tim CS:GO dari Cloud9 gagal untuk memberikan hasil sesuai ekspektasi karena pandemi, lapor Clutch Points.

Game Berikan Kontriusi Besar Pada Pemasukan FIFA Tahun Lalu

Pada 2020, game memberikan kontribusi yang lebih besar pada total pemasukan FIFA daripada sepak bola itu sendiri. Berdasarkan laporan keuangan dari FIFA, pemasukan mereka pada tahun lalu mencapai US$266,5 juta. Dari total pendapatan mereka, lebih dari 50% atau sekitar US$158,9 juta berasal dari penjualan lisensi, termasuk menjual lisensi untuk game.

“Menjual lisensi untuk game merupakan salah satu sumber pemasukan utama kami terkait penjualan lisensi,” kata FIFA, seperti dikutip dari Inside the Games. “Berbeda dengan kebanyakan sektor ekonomi yang terkena dampak buruk selama pandemi COVID-19, industri game terbukti jauh lebih tangguh dalam menghadapi pandemi.”

Krafton dan FaZe Clan Rilis Jersey Edisi Terbatas

Krafton Inc., perusahaan di balik PUBG dan PUBG Mobile, bekerja sama dengan FaZe Clan untuk membuat merchandise edisi terbatas berupa FaZe Clan PUBG Jersey. Merchandise ini dibuat dalam rangka perayaan PUBG Global Invitational. S PGI. S) 2021, yang tengah diselenggarakan di Korea Selatan. Jersey hasil kerja sama antara Krafton dan FaZe hanya dijual selama 72 jam. Menurut laporan The Esports Observer, jersey tersebut akan dijual seharga US$70. Kali ini adalah pertama kalinya Krafton bekerja sama dengan organisasi esports untuk meluncurkan merchandise resmi.

Jersey hasil kerja sama Krafton dengan FaZe Clan. | Sumber: The Esports Observer
Jersey hasil kerja sama Krafton dengan FaZe Clan. | Sumber: The Esports Observer

Gen.G Gandeng Toyota untuk Adakan Turnamen Minecraft

Gen.G bekerja sama dengan Toyota untuk membuat kompetisi Minecraft yang berlangsung selama satu minggu. Kompetisi yang bertema “Let’s Go Places in Your Dream Ride” ini dinamai Toyota Sienna Dream Builds. Kompetisi tersebut dimulai pada 26 Maret 2021 dan akan berakhir pada 1 April 2021. Dari semua peserta, 10 pemain dengan build terbaik akan dipilih sebagai pemenang. Juara pertama akan mendapatkan PlayStation 5. Sementara para pemenang lainnya akan mendapatkan beragam hadiah seperti Nintendo Switch dan gift cards, lapor The Esports Observer.

Antara Spectator Mode dan Kualitas Tayangan Esports Wild Rift

Skena esports game League of Legends: Wild Rift mungkin menjadi salah satu hal yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Pasalnya, kesuksesan Riot Games membina League of Legends di PC menjadi esports dunia jadi salah satu alasannya. Di luar dari soal cara penyajian kompetisi dan strategi bisnis yang dilakukan, hal lain yang juga mendongkrak kesuksesan tersebut adalah bagaimana Riot Games menjaga kualitas game-nya itu sendiri.

Beberapa bulan ke belakang, Wild Rift sempat mengalami momen stagnasi, terutama ketika fitur Spectator yang dinanti tak kunjung hadir. Komunitas pun sempat bertanya-tanya kapan hadirnya fitur tersebut? Atau mungkin Riot Games tidak berencana membuat Wild Rift jadi esports? Untungnya fitur yang lama didamba tersebut akhirnya hadir di awal Februari 2021 kemarin. Redaksi Hybrid.co.id kebetulan berkesempatan menanyakan alasan kenapa Riot Games butuh waktu cenderung lama untuk menghadirkan fitur tersebut.

Maddy Wojdak selaku Growth Strategies dari Riot Games menjadi perwakilan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Maddy mengatakan bahwa salah satu alasan terbesar kenapa fitur tersebut lama hadir ke dalam Wild Rift adalah karena banyaknya informasi yang harus dihadirkan ke dalam layar smartphone yang kecil.

Maddy mengatakan. “Layaknya League of Legends, Wild Rift memiliki banyak informasi yang perlu ditampilkan di layar saat ditonton (Seperti build item, jumlah Gold, dan lain sebagainya). Namun device smartphone tidak seperti PC. Karenanya kami berusaha mencari cara agar pengguna tidak kesulitan untuk menyaksikan permainan saat menggunakan Spectator Mode di Wild Rift yang ada di layar kecil ponsel.”

Maddy Wodjak
Maddy Wojdak, Growth Strategies Riot Games. Sumber Gambar – Riot Official

Setelah update hadir ke dalam game, momen perdana saya melihat bentuk Spectator Mode di dalam game Wild Rift adalah pada pertandingan Wild Rift Asia Brawls yang diadakan oleh YouTuber bernama Assassin Dave. Saya cukup takjub saat melihatnya karena merasa Spectator Mode Wild Rift mirip sekali dengan League of Legends; dan kemiripan tersebut positif.

Proporsi antar elemen interface terasa pas dengan informasi-informasi penting terpampang cukup jelas, mulai dari Champion apa membawa Spell apa, berapa total Gold yang didapatkan, tim apa mendapat Dragon jenis apa, sampai apa saja daftar item yang sudah dibuat oleh masing-masing pemain. Ditambah, pergerakan dan transisi Zoom In-Zoom Out kamera in-game yang halus juga patut diapresiasi kehadirannya.

Dari semua hal tersebut, proporsi ukuran yang pas antara karakter dengan Health Bar di Wild Rift membuat pengalaman menonton jadi semakin nikmat. Sudah ada beberapa MOBA di mobile yang sukses di pasaran dan tampil sebagai esports. Namun demikian saya merasa belum ada satupun di antara para developer tersebut sadar, bahwa proporsi karakter dengan health bar di beberapa game tersebut tidak pas dan cukup mengganggu pengalaman menonton.

Salah satu yang jadi contoh kasus adalah Spectator Mode di game AOV. Dalam pertarungan besar penuh kemelut, saya seringkali tidak tahu karakter apa sedang melakukan apa (bahkan kadang tidak tahu karakter apa yang sedang bertarung). Saya hanya bisa lihat Health Bar melayang dengan nickname pemain tertulis, saling tumpuk, sampai tiba-tiba salah satu Health Bar terus berkurang lalu hilang karena karakternya mati.

Wild Rift menghadirkan Health Bar yang lebih kecil, namun tetap memberi dengan informasi jelas soal siapa yang masih segar bugar, siapa yang sekarat, atau siapa yang tiba-tiba meninggal. Lebih baiknya lagi, Wild Rift bahkan juga memberi informasi di atas Health Bar apabila karakter terkena disable yang penting di dalam pertarungan (terkena Airborne misalnya). Karenanya proporsi Health Bar dengan karakter game di Wild Rift bisa dibilang sebagai perubahan kecil yang punya dampak besar kepada pengalaman menonton.

Sumber
Dalam keadaan kemelut, penonton hampir tidak bisa tahu di mana dan sedang apa para karakter yang bertarung di Arena of Valor karena tertutup Health Bar. Sumber Gambar – Arena of Valor Official YouTube Channel.
Sumber Gambar - Wild Rift Vietnam Official Channell.
Dalam Wild Rift, ukuran Health Bar yang lebih kecil membuat penonton bisa melihat lebih jelas siapa yang ada di mana dan sedang apa, walau aksinya tetap penuh kemelut. Sumber Gambar – Wild Rift Vietnam Official YouTube Channel.

Pembahasan barusan adalah pembahasan Spectator Mode dari sisi kebutuhan untuk penayangan pertandingan. Namun, fitur itu sendiri sebenarnya tersedia dan dapat digunakan oleh semua pemain. Sebagai pemain, kita bisa menyasikan pertandingan dari kawan yang sedang bermain di dalam Friend List. Secara keseluruhan, fiturnya sama persis. Namun pengalaman penggunaannya tergolong cukup sulit karena tombol-tombol sentuh di dalam game terlalu kecil untuk layar ponsel yang juga kecil. Selain itu, ketidakhadiran fitur rewind juga jadi bentuk kekurangan lain.

“Sebenarnya fungsi rewind adalah fungsi lain yang sangat ingin kami kembangkan lebih jauh. Kami sadar bahwa saat pemain menyaksikan replay, pemain tidak hanya ingin melihat rekamannya tetapi juga ingin mundur ke momen tertentu. Sayangnya untuk saat ini Wild Rift tidak dapat memutar balik rekaman pertandingan, karenanya fitur itu tidak ada di dalam game saat ini. Kami akan menelisik dan mencari tahu lebih jauh apakah kami dapat mewujudkan fitur tersebut ke dalam game di masa depan, demi para pemain.” Tulis Maddy Wojdak merespon pertanyaan saya terkait Spectator Mode di dalam Wild Rift.

nonton pertandingan orang
Sebagai pemain, Anda bisa menonton pertandingan kawan yang ada di dalam Friend List.
contoh full interface
Tangkapan gambar pada saat saya mencoba menonton pertandingan kawan di smartphone dengan layar 6,5 inci. Walaupun terlihat enak pada tangkapan gambar, namun mengoperasikannya tergolong sulit karena tombol-tombol terlalu kecil.

Walau terasa mudah, tapi sepertinya ada tingkat kesulitan tertentu saat developer ingin dapat menyajikan suatu fitur yang biasa kita lihat di game PC ke dalam game mobile. Keterbatasan teknis mungkin jadi salah satu alasannya. Bagaimanapun, teknologi pengembangan game (bahasa pemograman dsb.) di mobile muncul lebih belakangan ketimbang teknologi pengembangan game di PC/Konsol adalah fakta yang tak bisa tertampik. Karenanya, bisa jadi teknologi pengembangan game di mobile ketinggalan hal yang sebenarnya bisa mudah dilakukan di PC.

Merujuk kepada wawancara saya tanggal 28 Oktober 2020 lalu, Brian Feeney selaku Design Director Wild Rift juga mengakui bahwa mengembangkan game mobile adalah satu tantangan tersendiri. Hal tersebut mengingat tim pengembang di Riot Games punya kemampuan yang lebih kuat di bidang pengembangan game PC ketimbang game mobile.

Pada akhirnya Spectator Mode di Wild Rift sebenarnya tergolong sudah cukup lengkap dan hanya butuh sedikit polesan saja. Selain fitur rewind, tambahan lain seperti susunan pemain berdasarkan role in-game (seperti yang disebut Hasagi.gg) sebenarnya jadi polesan lain yang bisa membuat Spectator Mode semakin meanrik. Bagaimana dengan pendapat Anda sendiri? Apakah sudah cukup puas dengan Spectator Mode di Wild Rift dan jadi tidak sabar menyaksikan keseruan esports Wild Rift nantinya?

Sony Rugi Saat Jual PS5, Codemasters Setuju untuk Diakuisisi EA

Minggu lalu, beberapa perusahaan mengeluarkan laporan keuangannya. Salah satunya adalah Sony. Dalam laporan keuangan tersebut, mereka menyebutkan bahwa mereka justru mengalami kerugian saat menjual PlayStation 5. Selain itu, para pemegang saham Codemasters juga telah bertemu untuk menentukan apakah mereka setuju dengan akuisisi oleh EA.

Harga PS5 Lebih Murah dari Biaya Produksi

Sony Interactive Entertainment baru saja mengeluarkan laporan keuangan mereka. Dalam laporan keuangan tersebut, mereka menyebutkan bahwa harga PlayStation 5 lebih murah dari biaya pembuatannya. Hal itu berarti, Sony justru merugi ketika menjual PS5. VentureBeat memperkirakan, biaya produksi PS5 mencapai sekitar US$460-490. Sementara Sony menjual PS5 seharga US$500 dan PS5 Digital Edition senilai US$400. Sony bukan satu-satunya perusahaan yang merugi saat menjual konsol mereka. Microsoft juga mengalami hal yang sama dengan Xbox Series X/S.

Sony Kini Punya Saham di Kadokawa Corporation

Pada minggu lalu, Sony Corporation juga memulai aliansi baru dengan Kadokawa Corporation dan CyberAgent. Kadokawa Corporation merupakan perusahaan yang memiliki bisnis sebagai penerbit dan konten media. Mereka juga merupakan pemilik dari From Software, developer dari Dark Souls dan Bloodborne. Sementara CyberAgent merupakan pemilik dari developer CyGames, yang membuat Granblue Fantasy dan Dragalia Lost.

Dengan aliansi ini, baik Sony maupun CyberAgent akan memiliki saham sebesar 1,95% di Kadokawa. Melalui kerja sama tersebut, ketiga perusahaan akan bekerja sama untuk membuat intellectual property (IP) baru dan memaksimalkan potensi IP yang sudah dimiliki oleh Kadokawa, lapor GamesIndustry.

Pemegang Saham Codemasters dengan Akuisisi EA

Pada Desember 2020, EA dikabarkan akan mengakuisisi Codemasters. Minggu lalu, para pemegang saham Codemasters memberikan persetujuan pada EA untuk melanjutkan proses akuisisi tersebut. Dari 76 pemegang saham, sebanyak 63 orang — yang menguasai 98% dari perusahaan — setuju dengan akuisisi EA. Sebelum ini, regulator di Jerman dan Austria juga telah merestui akuisisi Codemasters oleh EA, menurut laporan Motor1.

Activision Dituduh Mencuri Desain Karakter untuk Call fo Duty

Clayton Haugen, kreator dari karakter bernama “Cade Janus”, menuntut Activision, Infinity Ward, dan Major League Gaming atas tuduhan mencuri konsep karakternya saat membuat Mara, karakter dalam Call of Duty: Modern Warfare. Dalam tuntutannya, Haugen menyebutkan, untuk mengambil foto Mara, Activision menggunakan model yang sama. Selain itu, mereka juga meminta sang model untuk menggunakan pakaian dan perlengkapan yang sama ketika dia menjadi Cade Janus.

Foto buatan Haugen (kiri) dan foto Mara (kanan). | Sumber:
Foto buatan Haugen (kiri) dan foto Mara (kanan). | Sumber: Kotaku

Activision juga dituduh telah menggunakan makeup artist yang sama dan meminta sang makeup artist untuk mendandani sang model seperti ketika dia menjadi model dari Cade Janus. Haugen mengklaim, dia telah membuat karakter ini bertahun-tahun lalu. Dan dia telah mendaftarkan hak cipta atas konsep karakternya pada 2012-2013, lapor Kotaku. Sementara hak cipta untuk foto Cade Janus dia dapatkan pada 2020.

Valve Rilis Versi Beta dari Staem China

Valve akhirnya merilis versi beta dari Steam China. Analis Niko Partners, Daniel Ahmad mengumumkan hal ini melalui Twitter, lapor GamesIndustry. Dia mengonfirmasi, versi beta dari Steam China akan bisa digunakan oleh masyarakat luas pada 9 Februari 2021. Dua game pertama yang tersedia di platform tersebut adalah Dota 2 dan Counter-Strike: Global Offensive. Ahmad menyebutkan, untuk bisa memainkan kedua game itu, para gamer Tiongkok akan diminta untuk masuk ke Steam China. Kabar baiknya, semua data dari game mereka akan langsung dipindahkan ke akun Steam mereka.

Riot Tarik Mantan Eksekutif Netflix

Riot Games menunjuk Ryan Crosby sebagai Head of Marketing and Consumer Products. Sebelum bergabung dengan Riot, Crosby bekerja di divisi marketing dan public relations di berbagai perusahaan besar, termasuk Netflix, Hulu, Activision, dan divisi Xbox milik Microsoft, seperti yang disebutkan oleh The Esports Observer.

Belum lama ini, Riot juga telah menarik mantan eksekutif Netflix lainnya, yaitu Shauna Spenley. Dia ditarik oleh Riot pada Desember 2020 untuk menjadi kepala dari divisi entertainment. Crosby juga akan bekerja dalam divisi tersebut. Tugasnya adalah untuk membuat animasi, musik, dan film dari IP Riot, termasuk League of Legends, Valorant, dan Wild Rift.

Sumber header: Yahoo

Info Turnamen dan Event Minggu Ini

OMEN Boot Camp Valorant Quest telah membuka pendaftaran untuk Anda yang ingin mengikuti rangkaian acara terkait game Valorant. Ada coaching clinic, battlequest atau individual challange. Acara ini juga berhadiah total cukup menarik yaitu 50 juta rupiah.

Info lengkap untuk acara ini bisa dilihat di tautan ini: https://www.menanggaming.com/event

Turnamen PES. Tertarik mengasah keahlian bermain PES atau Pro Evolution Soccer? Anda bisa mencari turnamen terdekat sesuai domisili lewat situs Turnamenpes.com.

HybridIDN Subscription. Berlangganan Hybrid hanya dengan 25k rupiah dan dapatkan artikel ekslusif dan berbobot khas Hybrid.co.id. Cek link ini. https://hybrid.co.id/subscription

Esports Wild Rift di Mata Pelaku Esports Tanah Air: Pandangan, Tantangan, dan Harapan

League of Legends: Wild Rift yang hadir dalam fase beta pada September 2020 lalu tidak hanya dinanti oleh para pemain saja. Reputasi Riot Games sebagai “perusahaan esports” segera menciptakan gejolak bagi ekosistem esports lokal. Pemain yang belum dapat kesempatan di MOBA lain jadi segera push rank demi mendapat perhatian tim-tim besar. Para penggemar pun tak sabar, mulai bertanya-tanya soal rencana esports Wild Rift. Organisasi esports pun tak mau kalah, beberapa sudah memulai perekrutan; bahkan ada juga yang sudah memiliki roster.

Setelah rilis versi beta dan menjalankan gelaran Wild Rift SEA Pentaboom, lalu apa langkah Riot Games selanjutnya untuk Wild Rift? Pertanyaan tersebut mungkin bukan cuma saya saja yang menanyakan. Pemain, fans, dan organisasi esports bisa jadi punya pertanyaan serupa, tak sabar menunggu langkah selanjutnya dari Riot Games.

Untuk itu mari coba kita lihat dulu sudah sampai mana perkembangan esports Wild Rift di kancah lokal sejauh ini. Apa yang sedang dilakukan dan diharapkan oleh organisasi esports lokal terhadap Wild Rift? Apa yang seharusnya Riot Games lakukan terhadap esports Wild Rift nantinya? Mari coba kita bedah satu per satu.

 

Regional Beta, dan Wild Rift Pentaboom (Perkembangan dari sisi game)

Perkembangan game Wild Rift sudah cukup pesat selama kurang lebih 3 bulan perjalanannya. Jumlah Champion terus bertambah secara konsisten. Patch terus menerus digelontorkan guna memperbaiki dan melakukan balancing permainan.

Riot Games juga perlahan merilis Wild Rift di berbagai negara lain pasca regional beta pertama di 7 negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia) Oktober 2020 lalu. Namun selama 3 bulan perkembangannya, sempat ada satu fitur kunci yang diidam-idamkan namun tak kunjung hadir di dalam game. Fitur tersebut adalah Spectator Mode.

Tanpa fitur tersebut, geliat esports Wild Rift di beberapa bulan awal perilisannya jadi sedikit tersendat. Walau sudah bisa membuat custom room, namun komunitas jadi tidak bisa menayangkan pertandingan Wild Rift ke muka publik karena tidak ada Spectator Mode.

Beberapa penyelenggara tetap nekat menyelenggarakan dan menayangkan turnamen Wild Rift. Salah satunya adalah sosok kreator konten bernama Assassin Dave contohnya. Ia tetap menyelenggarakan Wild Rift Asia Brawl walau harus menerima kenyataan bahwa Wild Rift masih belum memiliki Spectator Mode beberapa pekan lalu. Hal tersebut tentu menjadi tantangan teknis tersendiri.

Selain turnamen yang digagas komunitas, turnamen yang digagas oleh Riot Games juga mengalami kesulitan serupa. Wild Rift Pentaboom adalah turnamen tersebut. Wild Rift Pentaboom juga menggunakan metode penayangan serupa, dengan cara cara mewajibkan peserta untuk melakukan stream dari layar smartphone ke internet agar dapat dilihat oleh khalayak ramai. Walaupun tetap bisa menayangkan pertandingan dan menghadirkan sosok-sosok streamer ternama di kancah MOBA, namun turnamen tersebut rasanya tetap kurang lengkap karena jadi kurang sedap ditonton.

Untungnya Riot Games cukup tanggap dengan situasi walaupun prosesnya terbilang cukup lama. Riot Games mengumumkan patch 2.1 pada tanggal 1 Februari 2021 kemarin. Patch tersebut akhirnya menyertakan fitur yang sudah didamba-damba, terutama ekosistem esports lokal secara keseluruhan. Fitur tersebut adalah Spectator Mode. Selain itu, patch tentu juga menyertakan konten-konten yang rutin hadir seperti Champion baru, balancing, juga skin baru.

 

Kondisi Ekosistem Esports Wild Rift di Indonesia Sejauh Ini

Setelah membahas perkembangan game Wild Rift, perkembangan minat tim esports lokal jadi pembahasan berikutnya. Pembahasan tersebut penting karena kehadiran tim ternama juga meningkatkan minat fans untuk menyaksikan pertandingan esports.

Dalam membahas Wild Rift pada konteks lokal, saya merasa ada empat tim yang perlu ditanyakan pendapatnya. Empat tim tersebut adalah EVOS Esports, Bigetron Esports, BOOM Esports, dan Alter Ego. Kenapa tim tersebut saya pilih? Akan saya jelaskan sembari membeberkan jawaban mereka seputar Wild Rift. Sebagai tambahan, saya juga mewawancara perwakilan dari Yamisok sebagai salah satu penyelenggara turnamen pihak ketiga yang sudah mengadakan turnamen Wild Rift pada 2 bulan ke belakang.

Pertama EVOS Esports. Sang macan biru sebenarnya belum terlihat melakukan pergerakan apapun terhadap esports Wild Rift. Belum ada open recruitment apalagi pengumuman roster. Namun para penggemar terlihat sangat mengharapkan EVOS Esports turut terjun ke Wild Rift nantinya. Apalagi setelah roster AOV (Wirraw, Pokka, Carraway, dan kawan-kawan) beberapa kali terlihat main bareng Wild Rift.

Aldean Tegar Gemilang selaku Head of Esports EVOS menjadi narasumber saya untuk menjawab pertanyaan terkait minat tim terhadap Wild Rift. Secara umum, Aldean mengatakan bahwa EVOS Esports masih dalam posisi “wait and see”. Posisi tersebut cukup wajar mengingat ekosistem Wild Rift yang belum terbentuk sempurna. Bahkan game-nya saja masih dalam tahap beta.

Sumber Gambar - YouTube Channel
Aldean Tegar, Head of Esports dari EVOS Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel Jonathan Liandi.

“Jujur kami belum punya rencana untuk masuk skena Wild Rift. Kami cenderung memilih untuk mengamati lebih dulu bagaimana Wild Rift berdampak terhadap perkembangan scene esports di Indonesia. Kalau memang dampaknya besar dan punya ekosistem yang menjanjikan, maka kami akan terjun ke dalamnya.” Aldean mengatakan.

Berhubung penasaran, saya juga bertanya soal kemungkinan roster AOV menjadi ujung tombak Wild Rift EVOS Esports. Apabila spekulasi tersebut benar, maka esports Wild Rift tentu akan jadi lebih seru. Jadi lebih seru karena mengingat prestasi roster AOV milik EVOS yang luar biasa. Aldean pun mengatakan, “kami masih no comment terkait hal tersebut. Jawabannya bisa jadi iya, bisa juga tidak.”

Selanjutnya ada Bigetron Esports. Sang robot merah putih adalah organisasi esports terdepan di skena Wild Rift sejauh ini. Mereka adalah tim pertama yang punya divisi Wild Rift di Indonesia. Roster mereka juga cukup menjanjikan karena menghadirkan sosok mantan pemain profesional League of Legends PC seperti Rully “Nuts” Sutanto sebagai salah satu contohnya.

Thomas Vetra selaku Head of Esports Bigetron adalah narasumber saya untuk menjawab bagaimana perjalanan tim tersebut di skena Wild Rift sejauh ini. “Kami sempat mengikuti turnamen level Asia yang bernama Wild Rift Asia Brawl. Kami mengakui hasilnya memang tergolong kurang maksimal sejauh ini.” Sejauh ini Bigetron Infinity (nama divisi Wild Rift Bigetron Esports) sudah berhasil lolos dari fase grup Wild Rift Asia Brawl dan sedang bertanding di babak Playoff.

Thomas Vetra, Head of Esports Bigetron. Sumber Gambar - Bigetron Esports.
Thomas Vetra, Head of Esports dari Bigetron Esports. Sumber Gambar – Bigetron Esports.

Karena Bigetron Esports cepat sekali mengumumkan divisi Wild Rift, saya jadi bertanya-tanya soal apa yang menjadi kegiatan tim dan juga bagaimana pandangan manajemen terkait keputusan yang dilakukan.

“Kalau soal kegiatan, saat ini para pemain kami wajibkan untuk berlatih di gaming house karena kebanyakan pemain memang merupakan pensiunan generasi terakhir dari esports League of Legends. Kalau soal turnamen, memang cukup sulit mencari ladang tanding tim Wild Rift dari apa yang saya perhatikan sejauh ini. Lalu kalau soal membuat tim saat ekosistemnya belum siap, saya merasa hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kerugian tapi ke arah sebuah investasi. Apalagi saya pribadi juga merasa Wild Rift punya peluang menjadi besar di pasar Asia dan kawasaln lainnya.” Tutur Thomas.

Berikutnya ada BOOM Esports. Tim dengan jargon #HungryBeast ini baru mengmumkan roster Wild Rift. Tidak sekadar mengumumkan roster saja, BOOM Esports cukup niat untuk menyajikan dokumentasi proses seleksi yang dilakukan. Bermodalkan insting Leonard “OMO” yang sudah malang melintang sebagai pelatih League of Legends di Asia, BOOM Esports menyaring 3000 lebih pendaftar sampai menyisakan 5 pemain muda berbakat yang diumumkan tanggal 1 Februari 2021 kemarin.

Untuk mengetahui lebih lanjut soal alasan BOOM Esports melakukan perekrutan divisi Wild Rift secara lebih dini, saya pun bertanya kepada Gary Ongko selaku Founder dan CEO BOOM Esports.

Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar - YouTube Channel HybridIDN.
Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel HybridIDN.

“Alasannya karena kami merasa League of Legends adalah franchise yang punya reputasi baik di kancah esports. Ditambah lagi kami juga melihat bagaimana MOBA di mobile laku keras di Indonesia. Karena hal tersebut kami jadi merasa bahwa Wild Rift punya potensi mencapai kesuksesan serupa bahkan mungkin dengan lingkup negara yang lebih luas.” Ucap Gary Ongko kepada saya.

Gary Ongko lalu juga bercerita soal proses seleksi yang dilakukan oleh BOOM Esports yang prosesnya berlangsung selama kurang lebih sekitar dua bulan.

“Bicara soal perekrutan, untungnya kami dibantu oleh coach OMO yang punya pengetahuan mendalam terhadap League of Legends. Berkat sang pelatih, kami bisa mendapatkan talenta berbakat. Pemain-pemain kami tergolong masih hijau, tapi saya merasa mereka punya potensi. Hasil scrim mereka juga cukup memuaskan dan sang pemain terlihat punya niat belajar tinggi; yang memang penting bagi seorang pemain profesional.” Gary menceritakan soal pemain-pemain terpilih dari 3000 lebih kontestan.

“Lalu kalau bicara soal challenge, salah satu yang sulit adalah mencari orang yang berkualitas di skena LoL. Menurut saya alasannya adalah karena game tersebut tidak sempat berkembang sangat besar di Indonesia. Karenanya jadi sulit mencari orang yang benar-benar expert sampai akhirnya kami memutuskan untuk merekrut OMO (pelatih LoL asal Singapura). Tantangan lain adalah situasi pandemi saat ini. Pada awalnya kami berencana melakukan bootcamp saat seleksi. Tapi karena pandemi, formatnya pun terpaksa kami ubah menjadi online saja.” Gary melanjutkan ceritanya membahas tantangan selama seleksi.

Terakhir ada Alter Ego. Tim ini juga tak kalah penting untuk disorot dibanding dengan tim lainnya. Pasalnya, Alter Ego bersama ONIC Esports baru saja menerima undangan langsung untuk bertanding di turnamen Wild Rift resmi Riot Games yang perdana yaitu Wild Rift SEA Icon Series: Preseason. Undangan tersebut cukup mengejutkan karena Alter Ego belum terlihat memiliki divisi Wild Rift sejauh ini.

Indra Hadiyanto selaku COO dan Co-Founder Alter Ego pun angkat bicara soal roster Wild Rift dan cerita Alter Ego diundang ke dalam turnamen Wild Rift Icon Series saat saya wawancara beberapa hari lalu (04/02).

“Soal kenapa Alter Ego diundang, mungkin organisasi kami ter-notice karena punya prestasi di skena VALORANT yang juga game dari Riot Games. Kalau ditanya kenapa Alter Ego diundang, pihak developer sebenarnya sudah punya kriteria tersendiri, mulai dari segi pemain, rank, dan mereka bahkan juga memberi pertanyaan-pertanyaan kepada manajemen sebelum akhhirnya diudang. Pada saat mengundang, Riot Games juga menjelaskan kepada kami (para pemilik tim) soal roadmap dari game-game mereka.” Tutur Indra.

Indra Hadiyanto, COO
Indra Hadiyanto, COO dan Co-Founder Alter Ego.

Terkait roster, Indra pun menjelaskan. “Alter Ego memang belum melakukan announcement, tetapi kami memiliki roster Wild Rift yang sudah dikontrak sejak Desember 2020. Alasan kenapa belum diumumkan adalah karena kombinasi situasi pandemi COVID-19, gaming house Alter Ego yang sedang direnovasi, dan kondisi pemain Wild Rift kami yang berdomisili di luar Jakarta. Soal siapa roster-nya, kelima pemain kami berasal dari Indonesia yang beberapa merupakan mantan pemain League of Legends (PC). Divisi Wild Rift kami juga bisa dibilang cukup mendominasi skena kompetitif lokal yang ada sejauh ini. Salah satunya adalah turnamen komunitas bertajuk IEC yang berhasil kami menangkan pada beberapa kesempatan.”

Terakhir untuk melengkapi pandangan terhadap kondisi ekosistem Wild Rift Indonesia sejauh ini, saya juga mewawancara perwakilan dari penyelenggara turnamen pihak ketiga. Ada Putri Fauziah selaku Project Manager dari Yamisok, sebuah platform turnamen esports berbasis teknologi. Yamisok sudah rutin mengadakan turnamen walaupun Wild Rift belum bisa ditayangkan pada dua bulan lalu karena belum ada mode spectator.

“Ketidakhadiran mode spectator memang berpengaruh banget bagi komunitas. Karena enggak bisa live, kami jadi enggak bisa ajak para pemain berinteraksi. Padahal sejauh pengalaman saya, game-game baru biasanya ramai penonton apabila di-livestream. Apalagi kalau dilengkapi dengan giveaway sambil memberi unjuk bentuk tayangan pertandingan game baru tersebut kepada komunitas.” Tutur Putri menceritakan pengalamannya.

Putri Fauziah, Project Manager dari Yamisok.
Putri Fauziah, Project Manager dari Yamisok.

“Lalu kalau ditanya soal antusiasme komunitas, saya melihat sejauh ini penerimaannya sangat baik. Banyak pemain tertarik untuk mengikuti turnamen. Ketika kami buka slot turnamen, pemain dan tim langsung mengerubungi dan mengisi slot tersebut. Bahkan apablia selang satu bulan saja tidak ada turnamen, maka beberapa pemain akan langsung bertanya-tanya. Soal siapa pesertanya, saya lihat ada beberapa pemain adalah eks-pemain LoL PC yang sekarang main Wild Rift. Mungkin karena turnamen LoL PC yang sudah semakin sedikit sekarang. Jadi sejauh pengamatan saya, Wild Rift memang memberi dampak yang baik kepada ekosistem karena antusiasme pemain dan juga karena menambah variasi game MOBA yang ada untuk dipertandingkan.” Putri melanjutkan ceritanya membahas antusiasme komunitas.

 

Segala Harapan Untuk Wild Rift di Tahun 2021.

Menutup obrolan, lima narasumber saya juga menyatakan beberapa harapan mereka terhadap scene Wild Rift ke depannya di tahun 2021.

“Kalau bicara dalam konteks lokal, saya berharap Riot Games punya strategi yang mantap agar komunitas bisa berkembang dan semoga bisa bersaing dengan MOBA Mobile yang sudah besar di Indonesia. Karena kalau dalam konteks SEA saya sebenarnya cukup yakin bahwa Wild Rift akan menjanjikan.” Aldean Tegar dari EVOS mengatakan.

“Menurut saya Riot Games mungkin bisa memanfaatkan pasar League of Legends dan memberikan turnamen berhadiah besar untuk level Asia terlebih dulu. Tapi di luar itu, saya merasa bahwa Riot Games seharusnya sudah sangat paham mengenai ekosistem esports.” Thomas dari Bigetron Esports mengatakan.

“Gue berharap Riot Games terus konsisten mempromosikan Wild Rift dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang gue berharap Riot Games bisa memberi support dan serius menggarap ekosistem esports Wild Rift. Tetapi berdasarkan apa yang gue lihat dari LoL dan VALORANT, gue cukup yakin Wild Rift juga akan digarap serius. Terakhir harapan gue mungkin adalah semoga Wild Rift tidak dibuat jadi semakin mudah. Kenapa? Supaya bisa membedakan antara pemain profesional dengan pemain casual.” Tutur Gary Ongko.

Worlds 2019
Kehadiran Worlds di skena League of Legends sudah menjadi fenomena tersendiri. Ketika Riot Games menyajikan Wild Rift, tidak heran kalau banyak orang berharap game tersebut juga bisa memiliki turnamen serupa. Sumber Gambar – Riot Games Official.

“Harapan gue mungkin lebih ke arah ekosistem lokal Indonesia. Berharap Indonesia bisa mendominasi kancah internasional Wild Rift nantinya. Apalagi saya juga memperhatikan bahwa Riot Games memberi kesempatan yang sangat besar kepada pemain dari SEA untuk game Wild Rift.” Indra dari Alter Ego menambahkan.

“Kalau dari saya sih, cuma berharap semoga ekosistem Wild Rift bisa berkembang dengan baik, bertahan lama, dan semoga game-nya tetap enteng dimainkan agar tetap bersahabat bagi gamers Indonesia.” Putri juga menambahkan.

League of Legends: Wild Rift sendiri masih berada dalam status beta sampai pada saat artikel ini ditulis. Ketika saya berbincang dengan tim pengembang Wild Rift bulan Oktober 2020 lalu, Brian Feeney selaku Design Director Riot Games juga menceritakan bagaimana membuat mobile games adalah proses yang menantang bagi mereka dan bagaimana pola kerja Riot Games juga cenderung mengutamakan pengembangan game lebih dulu baru menuju ke esports kemudian.

Berhubung game-nya belum bisa dibilang selesai, perkembangan ekosistem Wild Rift malah mungkin tergolong cepat jika berdasarkan dari apa yang kita lihat dari cerita-cerita di atas. Walaupun memang, kebanyakan inisiatifnya justru diumulai oleh pihak-pihak ketiga. Contohnya seperti tim-tim lokal yang sudah berani membuat tim walau Riot Games belum membeberkan rencana esports Wild Rift secara gamblang ataupun para penyelenggara pihak ketiga yang nekat melaksanakan turnamen untuk komunitas walau dengan segala keterbatasan.

Sumber: YouTube Channel League of Legends: Wild Rift
Dari sekitar 3 bulan Wild Rift beredar di pasaran, proses perkembangannya relatif cepat bagi developer dengan pengalaman pengembangan game mobile yang minim seperti Riot Games. Sumber Gambar –  YouTube Channel League of Legends: Wild Rift

Ke depannya, saya selaku pengamat merangkap penggemar sebenarnya punya harapan serupa seperti Gary Ongko; yaitu berharap Wild Rift punya turnamen dunia layaknya LoL dan berharap tim dari Indonesia turut berlaga di sana. Namun dari sudut pandang ekosistem, saya berharap Riot Games bisa belajar dari Tencent dalam mengelola PUBG Mobile.

Pendekatan dengan alur dari komunitas yang bermuara ke arah profesional bisa jadi alasan kenapa PUBG Mobile berhasil mengakar di Indonesia. Sepanjang perkembangannya, kita bisa melihat sendiri bagaimana ekosistem PUBG Mobile tidak hanya memperhatikan sisi kompetisi profesional saja. PUBG Mobile juga memperhatikan ekosistem esports lain yang ada di berbagai level.

Contoh nyatanya adalah kehadiran turnamen seperti PMCO (tingkat komunitas) sampai PMCC (tingkat Universitas) yang disertai dengan aktivitas seperti Caster Hunt dan Campus Ambassador. Karena bagaimanapun, ekosistem esports bukan cuma soal para profesional saja. Komunitas dan berbagai macam elemen di dalamnya juga memiliki fungsi penting sebagai akar yang menjaga agar ekosistem esports di tingkat teratas bisa tetap kokoh dan bertahan lama.

Sumber gambar utama – Official Riot Games

Semua tentang Ruined King dari Riot Games

Riot Games pernah dianggap sebagai one-hit wonder. Pasalnya, setelah meluncurkan League of Legends pada Oktober 2009, mereka tidak meluncurkan game baru selama bertahun-tahun. Mereka baru meluncurkan game baru — Teamfight Tactics — pada 2019. Memang, membuat game yang dimainkan hingga lebih dari 10 tahun adalah pencapaian tersendiri. Namun, Riot tampaknya tak lagi puas dengan itu. Mereka juga ingin mengeksplor dunia League of Legends lebih dalam. Karena itu, mereka berencana untuk meluncurkan beberapa game baru. Salah satunya adalah Ruined King: A League of Legends Story.

 

Siapa Sang Ruined King?

Nama Ruined King pastinya tidak asing di telinga para pemain League of Legends. Sejak game MOBA itu diluncurkan, ada item bernama Blade of Ruined King. Item legendary itu tidak hanya dapat memberikan ekstra attack damage dan attack speed, tapi juga dilengkapi dengan status lifesteal. Hanya saja, sampai pekan lalu, Riot tak pernah menampilkan karakter Ruined King dalam League of Legends.

Karakter Ruined King baru diperkenalkan oleh Riot Games pada 8 Januari 2021 melalui sebuah video pendek berjudul Ruination. Dalam video itu, Anda akan melihat bagaimana sang Ruined King — yang memiliki nama asli Viego — bertarung dengan Lucian dan Senna. Tujuan Viego sederhana: membangkitkan kembali ratunya dan memulihkan kembali kerajaannya.

Di video di atas, Anda juga bisa melihat bagaimana para champions League of Legends — seperti Darius, Poppy, Samira, dan Vayne — berusaha melawan pasukan Viego. Video berakhir dengan cliffhanger: Viego yang justru menjadi semakin kuat dan pernyataan Lucian bahwa dia dan Senna tak akan bisa menghentikan sang Ruined King sendirian. Tidak heran jika video Ruination memiliki akhir yang menggantung. Kepada Polygon, Ryan Mireles, Lead Producer dari League of Legends mengaku, Riot akan mengungkap cerita Viego dalam beberapa cerita dan game League of Legends.

Riot bahkan telah menyiapkan tiga champions baru sebagai bagian dari cerita Viego. Sayangnya, sejauh ini, tidak ada banyak informasi terkait ketiga champions tersebut. Satu hal yang pasti, tiga champions baru ini memiliki role yang berbeda-beda: top lane Brawler, artillery mage, dan marksman. Sementara Viego sendiri akan memegang peran sebagai Jungler.

 

Ruined King: A League of Legends Story

Tak bisa dipungkiri, League of Legends adalah game yang populer. Meskipun begitu, genre MOBA kurang kondusif untuk menyampaikan cerita. Pasalnya, para pemain akan sibuk untuk melawan musuh dan menghancurkan towers. Namun, hal ini tidak menghapus rasa penasaran para pemain League of Legends akan lore di game tersebut.  Riot menyadari hal ini. Karena itulah, mereka ingin membuat game League of Legends lain dengan genre yang berbeda. Salah satu game itu adalah Ruined King, yang mengusung genre RPG.

Sama seperti kebanyakan game RPG lain, salah satu fokus Anda di Ruined King adalah eksplorasi. Kota yang dipilih untuk menjadi setting lokasi dari Ruined King adalah Bilgewater, kota pelabuhan yang penuh dengan kriminal karena ketiadaan pemerintahan yang sah. Sementara dari 153 champions yang ada di League of Legends, ada 6 karakter yang akan bisa dimainkan di Ruined King, yaitu Miss Fortune, Illaoi, Braum, Pyke, Ahri, dan Yasuo. Selain Bilgewater, kawasan lain yang menjadi fokus dari Ruined King adalah Shadow Isles, yang dulunya dikenal dengan nama Blessed Isles.

Riot Games merilis trailer gameplay dari Ruined King pada Desember 2020. Video itu fokus untuk menampilkan cara kerja dari turn-based combat yang akan digunakan dalam Ruined King, tanpa memberikan banyak informasi tentang cerita dari game RPG itu. Pemain dapat melakukan eksplorasi dengan satu karakter. Namun, dalam combat, akan ada tiga karakter yang bisa pemain gunakan. Masing-masing karakter akan memiliki skill unik yang bisa pemain gunakan untuk menyerang musuh atau melindungi karakter lain.

Ruined King mulai dikembangkan pada 2019. Pada awalnya, Riot berencana untuk merilis game ini pada awal tahun 2021. Sayangnya, karena pandemi virus corona, mereka terpaksa menunda peluncuran Ruined King. Kabar baiknya, game itu masih akan tetap dirilis pada 2021. Ruined King akan tersedia untuk berbagai platform, mulai dari PlayStation 4 dan 5, Xbox Series X dan S, Nintendo Switch, sampai PC.

 

Kerja Sama Riot Games dengan Airship Syndicate

Bertahun-tahun fokus pada League of Legends, Riot Games sadar bahwa mereka tidak punya pengalaman dalam membuat game single-player RPG. Memang, mereka bisa saja membentuk tim baru untuk mengembangkan Ruined King. Namun, hal itu akan memakan waktu yang tidak sebentar. Alhasil, Riot memilih untuk menggandeng Airship Syndicate untuk membuat Ruined King. Nantinya, game tersebut akan dirilis di bawah label Riot Forge.

League of Legends memang merupakan intellectual property (IP) dari Riot Games. Meskipun begitu, mereka memberikan kebebasan pada Airship Syndicate soal bagaimana developer itu akan menampilkan dan mengembangkan lore serta dunia League of Legends dalam Ruined King. Dengan begitu, Riot berharap, Airship akan bisa menampilkan cerita yang dalam serta naratif yang kompleks di Ruined King. Pertanyaannya: apakah Airship akan sanggup memenuhi harapan itu? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita lihat rekam jejak Airship Syndicate.

Game pertama yang Airship Syndicate buat adalah Battle Chasers: Nightwar, sebuah game RPG dengan sistem turn-based combat. Polygon menyebutkan, Nightwar akan mengingatkan para pemainnya akan game-game JRPG jadul yang menggunakan sistem turn-based combat. Namun, Airship juga menambahkan sejumlah fitur baru — seperti Overcharge dan Burst. Hanya saja, dari segi cerita, Nightwar tidak menawarkan sesuatu yang istimewa. Sama seperti kebanyakan cerita heroik, tujuan utama para pemain di Nightwar adalah menyelamatkan dunia.

Sama seperti Ruined King, Nightwar merupakan game yang didasarkan pada IP lain, yaitu komik Battle Chasers. Untungnya, Airship bisa mengemas Nightwar sedemikian rupa sehingga para pemain tetap bisa memahami alur cerita dalam game walau mereka tidak pernah membaca komik Battle Chasers sekalipun. Semoga, hal ini berarti, Airship akan bisa menampilkan cerita yang menarik dalam Ruined King, baik untuk pemain setia League of Legends atau orang-orang yang hanya pernah mendengar tentang game MOBA itu.

Game lain buatan Airship Syndicate adalah Darksiders Genesis, yang merupakan spinoff dari seri Darksiders. Hybrid pernah membuat review dari game itu dan bisa Anda baca di sini. Bagi Anda yang enggan untuk membaca review dari game itu, saya akan memberikan ringkasan dari review tersebut.

Gameplay menjadi keunggulan utama dari Genesis. Game itu memiliki dua karakter yang bisa Anda mainkan: War dan Strife. Tergantung dari karakter yang Anda pilih, Genesis akan memberikan pengalaman bermain yang berbeda. Jika Anda menggunakan War, Genesis akan terasa seperti game beat ’em-up. Sementara jika Anda memainkan Strife, Anda akan mendapatkan pengalaman bermain game top-down shooter.

Dari segi grafik, Genesis memiliki detail yang cukup baik meski ia terlihat sederhana. Sementara soal cerita, Genesis masih mengusung tema yang sama dengan game-game Darksdiers sebelumnya, yaitu pertarungan antara Heaven dan Hell, dengan The Council sebagai penengah. Meskipun cerita dari Genesis tidak meninggalkan kesan yang sangat kuat seperti Mass Effect atau The Witcher — setidaknya menurut Chief Editor Hybrid — Genesis masih menawarkan plot twist tersendiri.

 

Kesimpulan

Dari dua game yang Airship Syndicate buat, terlihat jelas bahwa Riot memang tidak asal memilih developer itu untuk membuat Ruined King. Dengan membuat Nightwar, Airship membuktikan dirinya bahwa mereka sanggup mengembangkan game RPG dengan turn-based combat yang menarik. Sementara itu, mereka juga punya pengalaman dalam menambahkan elemen puzzle dan platformer seperti yang mereka lakukan pada Genesis.

Sumber: Polygon, Real Sport