Ajaib Rampungkan Pendanaan Seri A 356 Miliar Rupiah, Gencarkan Edukasi dan Akuisisi Pengguna Milenial

Platform investasi yang baru-baru ini telah mengakuisisi Primasia Unggul Sekuritas (Primasia Sekuritas), Ajaib Group, mengumumkan pendanaan seri A sebesar $25 juta atau setara 356,3 miliar Rupiah. Putaran pendanaan tersebut dipimpin oleh Horizons Ventures (Li Ka-shing) dan Alpha JWC Ventures, serta diikuti oleh SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, dan Y Combinator.

Ajaib sebelumnya sempat tergabung ke dalam program Y Combinator tahun 2018, sekaligus membuka seed round-nya. Pendanaan berlanjut di tahun berikutnya, membukukan dana $2,1 juta dari Y Combinator, SoftBank Ventures, Alpha JWC Ventures, dan Insignia Ventures.

“Saya merasa bangga karena Ajaib menjadi pilihan bagi sebagian besar investor saham baru di Indonesia. Sebagai seorang milenial, saya tahu seberapa sulit pengalaman saya saat mulai berinvestasi. Itulah mengapa Ajaib sangat fokus pada kaum milenial dan edukasi yang lebih baik,” kata Co-founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli.

Dana segar ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan infrastruktur teknologi, merekrut tim teknis, dan memperluas penawaran produk. Selain itu dana tersebut juga akan digunakan untuk mendukung kampanye edukasi #MentorInvestasi Ajaib yang bertujuan untuk membantu upaya pemerintah Indonesia dalam mengedukasi milenial tentang investasi dan perencanaan keuangan.

“Sektor investasi di Indonesia masih kurang terlayani dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya aksesibilitas. Ajaib mampu memberikan solusi untuk masalah tersebut dan merevolusi industri broker saham dalam waktu kurang dari dua tahun. Kami sangat terkesan dengan kecepatan pertumbuhan Ajaib dan kami sangat senang melihat Ajaib membantu jutaan anak muda di Indonesia untuk berinvestasi dengan lebih baik,” kata Managing Partner di Alpha JWC Jeffrey Joe.

Di Indonesia, saat ini memang sudah ada beberapa layanan digital yang mengakomodasi kebutuhan pengguna dalam melakukan investasi; termasuk untuk instrumen reksa dana, saham, emas, sampai aset kripto. Dalam Fintech Report 2020 yang dirilis DSResearch, menyurvei 329 responden, didapat hasil sebagai berikut terkait awareness aplikasi untuk kebutuhan investasi.

Aplikasi Investasi

Beberapa aplikasi di atas juga sajikan layanan serupa dengan Ajaib, misalnya Bibit, Tanamduit, Bareksa untuk reksa dana; dan Stockbit untuk saham.

Pertumbuhan Ajaib Group

Didirikan pada 2019, Ajaib telah menjadi salah salah platform investasi dengan pertumbuhan paling pesat di Indonesia, melalui Ajaib Sekuritas (sekuritas saham online) dan Ajaib Reksadana (reksa dana online). Dalam waktu 7 bulan sejak diluncurkan Ajaib Sekuritas pada Juni 2020 lalu, perusahaan mencatat lebih dari 10 miliar lot saham telah diperdagangkan di Ajaib.

Ajaib juga telah mendukung lebih dari 1 juta pengguna setiap bulannya dalam perjalanan investasi mereka. Pada bulan Desember 2020 lalu, Ajaib juga mengumumkan bahwa perusahaan menggandeng aktor drama Korea Kim Seon-ho pemeran Han Ji-pyeong dalam serial Start-Up di Netflix sebagai Brand Ambassador.

Kepada DailySocial beberapa waktu yang lalu Anderson mengungkapkan, pandemi yang terjadi saat ini ternyata tidak mampu memadamkan semangat investor individu Indonesia untuk berinvestasi di pasar modal. Pada dua bulan pertama sejak diluncurkannya layanan saham di Ajaib, perusahaan sudah mencatatkan puluhan ribu pengguna baru, yang kebanyakan di antaranya merupakan generasi milenial.

“Saat ini, posisi pasar juga belum pulih seutuhnya, sehingga peluang bagi pengguna untuk meraup keuntungan di pasar modal, masih besar,” ujarnya.

Tahun 2021 ini Ajaib akan melanjutkan misinya untuk menyambut investor generasi baru di pasar modal Indonesia. Per Desember 2020, terdapat 1.592.698 investor saham di Indonesia, artinya kurang dari 1% penduduk Indonesia memiliki rekening saham. Untuk meningkatkan jumlah investor ritel domestik, Ajaib berencana akan memperluas cakupan kampanye edukasi investasi dan perencanaan keuangan yang ditujukan bagi kaum milenial.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Leads Series A Funding for Biotech Startup Nusantics

Nusantics biotech startup announced series A funding led by East Ventures with an undisclosed value. Less than a year ago, East Ventures took the lead in seed funding for this startup managed by Sharlini Eriza Putri.

East Ventures decided to reinvest because these startups have managed to grow due to their fast response to the disruption caused by the Covid-19 pandemic. Nusantics utilizes its capabilities in microbiome research to develop two generations of PCR-based Covid-19 test kits with high levels of sensitivity and specificity.

The test kit is capable to detect various mutations of the Coronavirus in Indonesia, including a virus strain that recently became an epidemic in the UK. The first generation test kits have been distributed to 19 provinces as part of the Indonesia PASTI BISA movement in collaboration with the Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT).

The company is also partnering with Bio Farma in the development of a second-generation test kit that cuts the diagnostic test process three times faster. It is claimed that this test is still relevant to the latest virus mutations that have detected an outbreak in the UK.

Bio Farma has produced and marketed the second generation of test kits with a production capacity of test kits per month which can be increased to 3 million test kits per month.

In an official statement, Nusantics will use the series A fund to strengthen their research and development capabilities to continue innovations in the field of microbiome analysis and medical diagnostic tools. The company is currently developing a third-generation Covid-19 PCR test kit designed to detect the SARS-CoV-2 virus in saliva samples.

“We are planning to develop a new product, a test kit that can detect viruses through saliva samples. The use of saliva increases the efficiency, safety level of medical personnel, and makes the sampling process more comfortable,” Nusantics’ CTO Revata Utama said, Thursday (7/1).

According to Revata, this test method also allows the detection of potential transmission because it can distinguish which samples are more infectious. In addition, they will continue to optimize for the test kits that have been produced can be used in all types of PCR machines in Indonesia. The company is working with several companies on research and development projects related to the microbiome.

Nusantics’ CEO, Sharlini Eriza Putri mentioned that their short-term focus is to participate in efforts to combat the pandemic, while the medium-term focus is to shape understanding in the public about the relationship between microbiome diversity and health.

“We want to contribute to finding solutions to the impact of the Anthropocene (human impact on the environment), by utilizing the biodiversity index associated with the microbiome. This is a challenging journey, but exciting,” she said.

Previously, in the last year’s seed funding round announcement, Nusantic had officially launched the Nusantics Hub in Jakarta, the first microbiome laboratory in Indonesia to provide testing and consulting services for the treatment of skin microbiome balance.

On the same occasion, Nusantics also announced Triawan Munaf as a member of the Board of Commissioners at Nusantics. Triawan also serves as Venture Advisor at East Ventures.

“Indonesian youth must continue to innovate in the field of biotechnology domestically and collaborate with other stakeholders, including the government, in order to increase local resilience. Nusantics, has shown this spirit of collaboration and I am very happy to be part of their journey,” Triawan said.

Responding to Triawan, Sharlini said, “We are proud to have someone like Triawan who is visionary, with a broad cultural understanding, and never stops looking for solutions that benefit all parties. We will indeed learn a lot from him,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan Seri A Startup Biotech Nusantics

Startup biotech Nusantics mengumumkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin East Ventures. Kurang dari satu tahun lalu, East Ventures memimpin pendanaan tahap awal untuk startup yang dipimpin oleh Sharlini Eriza Putri ini.

Ketertarikan East Ventures untuk berinvestasi kembali, lantaran startup tersebut berhasil tumbuh akibat kesigapan mereka dalam merespons disrupsi akibat pandemi Covid-19. Nusantics memanfaatkan kemampuan dalam riset mikrobioma untuk mengembangkan dua generasi alat uji (test kit) Covid-19 berbasis PCR dengan tingkat sensitivas dan spesifitas tinggi.

Alat uji tersebut mampu mendeteksi beragam mutasi virus Corona di Indonesia, termasuk strain virus yang baru-baru ini mewabah di Inggris. Alat uji generasi pertama telah didistribusikan ke 19 provinsi sebagai bagian dari gerakan Indonesia PASTI BISA berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Perusahaan juga bermitra dengan Bio Farma dalam pengembangan alat uji generasi kedua yang memangkas proses diagnosis pengujian menjadi tiga kali lebih cepat. Diklaim alat uji ini terbukti masih relevan dengan mutasi virus terkini yang mendeteksi mewabah di Inggris.

Bio Farma telah memproduksi dan memasarkan generasi kedua alat uji tersebut dengan kapasitas produksi 1,5 juta test kit per bulan yang bisa ditingkatkan hingga 3 juta test kit per bulan.

Dalam keterangan resmi, Nusantics akan menggunakan dana seri A untuk memperkuat kapabilitas penelitian dan pengembangan sehingga mereka bisa meneruskan inovasi di bidang analisis mikrobioma dan alat diagnosis medis. Saat ini perusahaan tengah mengembangkan test kit PCR Covid-19 generasi ketiga yang didesain untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 di sampel air liur.

“Kami berencana mengembangkan produk baru, yaitu test kit yang dapat mendeteksi virus melalui sampel air liur. Penggunaan air liur meningkatkan efisiensi, tingkat keselamatan tenaga medis, dan membuat proses pengambilan sampel menjadi lebih nyaman,” ujar CTO Nusantics Revata Utama, Kamis (7/1).

Menurut Revata, metode uji ini juga memungkinkan deteksi potensi penularan karena dapat membedakan sampel mana yang lebih menular (infectious). Selain itu, ia akan terus melakukan optimasi agar test kit yang selama ini diproduksi dapat digunakan di semua jenis mesin PCR di Indonesia. Perusahaan bekerja sama dengan beberapa perusahaan dalam proyek penelitian dan pengembangan terkait mikrobioma.

CEO Nusantics Sharlini Eriza Putri menambahkan, fokus jangka pendek kami adalah turut serta dalam upaya penanggulangan pandemi, sedangkan fokus jangka menengahnya adalah membentuk pemahaman di publik tentang keterkaitan antara keanekaragaman mikrobioma dan kesehatan.

“Kami ingin berkontribusi dalam mencari solusi dari dampak Anthropocene (dampak manusia ke lingkungan), dengan memanfaatkan indeks keanekaragaman hayati yang terkait mikrobioma. Ini adalah perjalanan yang menantang, tetapi mengasyikkan,” tutur dia.

Sebelumnya, dalam putaran pendanaan tahap awal diumumkan tahun lalu, Nusantic telah meresmikan Nusantics Hub di Jakarta, laboratorium mikrobioma pertama di Indonesia yang menyediakan layanan pengujian dan konsultasi untuk perawatan keseimbangan mikrobioma kulit.

Pada kesempatan yang sama, Nusantics juga mengumumkan Triawan Munaf sebagai anggota Dewan Komisaris di Nusantics. Triawan juga menjabat sebagai Venture Advisor di East Ventures.

“Anak muda Indonesia harus terus berinovasi di bidang bioteknologi di dalam negeri dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan yang lain, termasuk pemerintah, demi meningkatkan ketahanan lokal. Nusantics, telah menunjukkan semangat kolaborasi tersebut dan saya sangat senang bisa menjadi bagian dari perjalanan mereka,” ujar Triawan.

Menanggapi Triawan, Sharlini menuturkan, “Kami bangga memiliki seseorang seperti Pak Triawan yang visioner, punya pemahaman budaya yang luas, dan tidak pernah berhenti mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Tentu, kami akan belajar banyak dari beliau,” tutupnya.

Cakap Closes Series A+ Round Worth of 42,6 Billion Rupiah

Cakap, an edtech platform focused on language learning, today (22/12) announced the series A+ funding worth of $3 million or equivalent to 42.6 billion Rupiah. This round was led by the Heritas Venture Fund, participated also Strategic Year Holdings and some previous investors, including Investidea Ventures and Prasetia Dwidharma.

Fresh funds will be channeled to strengthening human resources, technology development and domestic expansion. Regarding Cakap, this pandemic is seen as a good momentum to introduce a more in-depth online education model. In the community, social restrictions and school activities from home encourage the adoption of learning technology at various levels of education.

Since the beginning of this year, Cakap is said to grow up to 10x. As of today, the application on the Google Play Store has been downloaded hundreds of thousands of times; Meanwhile, according to Similar Web data, Cakap.com visitors are to continue growing, from 550 thousand in June 2020 to 1.35 million in late November 2020.

However, the competition for edtech services for language learning is getting crowded. Apart from Cakap, there are several startups that offer similar services both from local and global players, such as Bahaso, LingoAce, Elsa Speak, Duolingo, etc.

Meanwhile, according to the Edtech Report 2020, the startup ecosystem in the education sector has formed progressively, the majority are filled with learning service providers with a variety of coverage.

Statistik lanskap layanan dari startup edtech di Indonesia / DSResearch
Edtech startups landscape statistic in Indonesia / DSResearch

“The key to success during this pandemic is understanding the Indonesian landscape to create accurate educational solutions with solving capability in the target market, where access to high quality education is not only required by students in big cities but also throughout the nation, including third-tier cities and remote areas,” Cakap’s Co-founder & CEO Tomy Yunus said.

He also said that Indonesia is one of the big education markets in Indonesia. There are at least more than 3 million teachers in 300 thousand schools. The number of students is fantastic, reaching over 60 million – over time, they also tend to become more tech-savvy and aware of the internet.

“We believe in the long-term potential of the education technology market in Indonesia, and we are very excited to support Cakap in its efforts to utilize and increase the demand for high quality education amidst the increasing disposable income of the general public,” Chairman of Strategic Year Conrad Tsang said.

In mid-July 2020, Cakap has expanded the learning scope through the UpSkill app. It is focused on content such as entrepreneurship, career development and self-development. They implement a module base and topic base systems, therefore, users can choose issues, topics, and packages according to their individual needs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cakap Umumkan Pendanaan Seri A+ Senilai 42,6 Miliar Rupiah

Cakap, platform edtech yang memfokuskan pada pembelajaran bahasa, hari ini (22/12) mengumumkan perolehan pendanaan seri A+ senilai $3 juta atau setara 42,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Heritas Venture Fund, diikuti oleh Strategic Year Holdings dan beberapa investor sebelumnya seperti Investidea Ventures dan Prasetia Dwidharma.

Dana segar akan difokuskan untuk penguatan sumber daya manusia, pengembangan teknologi, dan ekspansi domestik. Bagi Cakap, pandemi ini dipandang sebagai momentum baik untuk memperkenalkan model pendidikan online secara lebih mendalam. Di kalangan masyarakat, adanya pembatasan sosial dan kegiatan sekolah dari rumah mendorong adopsi teknologi pembelajaran di berbagai tingkatan pendidikan.

Diukur sejak awal tahun ini, Cakap mengklaim mengalami pertumbuhan hingga 10x lipat. Per hari ini, aplikasi Cakap di Google Play Store sudah diunduh ratusan ribu kali; sementara menurut data Similar Web, kunjungan ke situs Cakap.com terpantau terus mengalami pertumbuhan, dari 550 ribu kunjungan di bulan Juni 2020 menjadi 1,35 juta kunjungan di akhir November 2020 ini.

Kendati demikian tidak dimungkiri bahwa kompetisi layanan edtech untuk pembelajaran bahasa memang sudah terlihat. Selain Cakap, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang tawarkan layanan serupa baik dari dalam maupun luar negeri, seperti Bahaso, LingoAce, Elsa Speak, Duolingo, dll.

Sementara menurut Edtech Report 2020, ekosistem startup di bidang pendidikan sudah mulai terbentuk, mayoritas diisi penyedia layanan pembelajaran dengan beragam cakupan materi.

Statistik lanskap layanan dari startup edtech di Indonesia / DSResearch
Statistik lanskap layanan dari startup edtech di Indonesia / DSResearch

“Kunci kesuksesan selama pandemi ini adalah mengerti lanskap Indonesia untuk menciptakan solusi edukasi yang akurat dan dapat menyelesaikan problem sebenarnya di target market, di mana akses untuk pendidikan berkualitas tinggi tidak hanya diperlukan oleh murid-murid di kota besar, tapi juga di seluruh kepulauan Indonesia, termasuk kota-kota tingkat tiga dan daerah terpencil,” ujar Co-founder & CEO Cakap Tomy Yunus.

Turut disampaikan, bahwa Indonesia adalah salah satu pasar pendidikan yang besar di Indonesia. Sekurangnya ada lebih dari 3 juta guru di 300 ribu sekolah. Jumlah siswanya pun fantastis, secara keseluruhan mencapai lebih dari 60 juta — seiring waktu, mereka juga cenderung lebih melek dengan teknologi dan internet.

“Kami percaya pada potensi jangka panjang dari pasar teknologi pendidikan di Indonesia, dan kami sangat bersemangat untuk mendukung Cakap dalam upaya pemanfaatan dan meningkatkan permintaan akan pendidikan berkualitas tinggi di tengah meningkatnya disposable income masyarakat umum,” kata Chairman Strategic Year Conrad Tsang.

Pertengahan Juli 2020 lalu, Cakap juga telah memperluas cakupan pembelajaran mereka lewat layanan UpSkill. Fokusnya pada konten seperti kewirausahaan, pengembangan karier, dan pengembangan diri. Mereka menerapkan sistem modul base dan topic base, sehingga pengguna bisa memilih isu, topik, dan paket yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Application Information Will Show Up Here

Brodo Bags Series A Funding from Sembrani Nusantara Venture Fund and GDP Venture

BRI Ventures, through its latest managing fund, Sembrani Nusantara, announced its participation in the Series A round of local shoe startup brand, Brodo. Gdp Venture is also joined as an investor in this round. The value remains undisclosed.

Previously, Brodo has received seed funding from 500 Startups, Cento Ventures, Chris Angkasa, and Inovasi Partners. Was founded in 2010 by Yukka Harlanda and Putera Dwi Karunia, Brodo has achieved product-market fit through hundreds of products launched. Sales are supported online and offline, utilizing digital channels for various promotional activities.

This additional funding will be used to expand its business. In addition, it’s to increase the digital marketing platform, called Boleh Dicoba Digital (BDD). This platform currently becomes a “cloud marketing” service that has been used by some local brands such as Eiger, CottonInk, Kick Avenue, Rata.id, etc.

“Looking for a partner with aligning vision and mission is not easy […] we hope this (investment) can become a momentum for the revival of the local SME brands, especially in this quite challenging moment, because we always believe that there will be an opportunity behind any crisis,” Brodo’s Co-Founder & CEO, Yukka said.

He also said that in addition to strengthen its marketing tools, Brodo will invest in product innovation and supply chains in the shoe industry which is supported by SMEs.

Meanwhile, BVI’s CEO Nicko Widjaja said, “Brodo’s understanding of the segments they serve and their ambition to support other SMEs in advancing together through the utilization of the BDD digital platform is something that we really appreciate […] I myself see it as the most important component in Brodo’s future business, such as AWS, which has become a cloud computing platform for startups who are also part of Amazon.”

Investment to the new economy

The Sembrani Nusantara Venture Fund has previously anchored a local beverage brand Haus!. Through the series A round, the startup received an investment of 30 billion Rupiah. Indeed, this is quite good news for non-digital startups in Indonesia; because venture capitalists began to allocate special funds to invest in this segment.

We define the new economy as a startup with non-technology or non-digital products. They are potential businesses for millions of SMEs throughout Indonesia. By strengthening resources, they are projected to achieve exponential growth, along with the help of a technological approach – for example for the operational, marketing, and expansion.

For BVI, one of its missions is to strengthen the BRI’s SME ecosystem as the largest microfinance institution in the world (established and assisted the most SMEs). Their hypothesis is well-known as the EARTH (Education, Agriculture, Retail, Transportation, Healthcare). Haus! and Brodo are included in the retail category.

On DailySocial’s observation, other local venture capitalists have also started allocating funds for non-digital startups. Some of them are East Ventures, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, Taja Ventures, Salt Ventures, etc.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Disclosure: DailySocial.id juga merupakan portfolio GDP Venture

Brodo Dapatkan Pendanaan Seri A dari Dana Ventura Sembrani Nusantara dan GDP Venture

BRI Ventures (BVI) melalui dana kelolaan terbarunya Sembrani Nusantara mengumumkan telah terlibat dalam pendanaan seri A kepada startup pengembang produk sepatu lokal Brodo. Dalam putaran ini, GDP Venture turut terlibat menjadi investor. Tidak disebutkan besaran nilai yang diberikan.

Sebelumnya di tahap awal, Brodo mendapatkan investasi dari  500 Startups, Cento Ventures, Chris Angkasa, dan Inovasi Partners. Sejak didirikan tahun 2010 oleh Yukka Harlanda dan Putera Dwi Karunia, merek Brodo telah mendapatkan product-market fit melalui ratusan produk yang diluncurkan. Penjualannya pun ditopang secara online dan offline, memanfaatkan kanal digital untuk berbagai kegiatan promosi.

Modal tambahan ini akan dimanfaatkan Brodo untuk melakukan perluasan bisnis. Salah satunya meningkatkan platform pemasaran digital yang telah dikembangkan, bernama Boleh Dicoba Digital (BDD). Seperti diketahui, platform tersebut kini telah menjadi layanan “cloud marketing” yang sudah dimanfaatkan beberapa brand lokal seperti Eiger, CottonInk, Kick Avenue, Rata.id, dll.

“Mencari partner yang satu visi dan misi tidaklah mudah […] kami berharap (investasi) ini bisa menjadi momentum kebangkitan untuk brand UMKM lokal, terutama di momen penuh tantangan seperti sekarang, karena kami selalu dan harus percaya bahwa di balik krisis akan ada kesempatan,” ujar Yukka selaku Co-Founder & CEO Brodo.

Ia turut mengatakan, selain mempertajam alat pemasaran yang dimiliki, Brodo akan berinvestasi pada inovasi produk dan rantai pasok di industri sepatu yang ditopang oleh para pelaku UKM.

Sementara itu CEO BVI Nicko Widjaja menyampaikan, “Pemahaman Brodo akan segmen yang mereka layani serta ambisi mereka untuk mendukung UMKM lainnya naik kelas bersama lewat utilisasi platform digital BDD menjadi sesuatu yang kami sangat apresiasi […] Saya sendiri melihatnya sebagai komponen yang terpenting dalam bisnis Brodo ke depannya, seperti AWS yang telah menjadi cloud computing platform untuk para startup yang juga merupakan bagian dari Amazon.”

Berinvestasi pada new economy

Dana Ventura Sembrani Nusantara sebelumnya telah berlabuh ke brand minuman lokal Haus!. Melalui putaran seri A, startup tersebut mendapat kucuran investasi senilai 30 miliar Rupiah. Tentu kabar ini menjadi angin segar bagi startup nondigital di Indonesia; pasalnya pemodal ventura mulai mengalokasikan dana khusus untuk berinvestasi di segmen tersebut.

New economy sendiri kami definisikan sebagai usaha rintisan dengan produk nonteknologi atau nondigital. Mereka adalah bisnis potensial dari jutaan pelaku UMKM yang tersebar di Indonesia. Dengan penguatan sumber daya, diyakini mereka bisa mencapai pertumbuhan eksponensial, tak terkecuali dengan dibantu pendekatan teknologi – misalnya dari sisi operasional, pemasaran, hingga ekspansi.

Bagi BVI, salah satu misinya adalah menguatkan ekosistem UMKM BRI selaku institusi keuangan mikro terbesar di dunia (paling banyak menjalin dan membantu kalangan UMKM). Hipotesis mereka disebut dengan EARTH (Education, Agriculture, Retail, Transportation, Healthcare). Adapun Haus! dan Brodo masuk ke dalam kategori ritel.

Dari pantauan DailySocial, modal ventura lokal lain juga mulai mengalokasikan dana untuk startup nondigital. Beberapa di antaranya East Ventures, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, Taja Ventures, Salt Ventures dll.

Disclosure: DailySocial.id juga merupakan portofolio GDP Venture

Beverage Brand “Haus!” Becomes Sembrani Nusantara’s First Portfolio, Secured 30 Billion Rupiah Funding

BRI Ventures (BVI) through the Sembrani Nusantara Venture Fund invests for the first time in non-fintech startups. It’s also not a technology service developer startup, but a new economy. It is the local beverage brand developer Haus! in the Series A funding round. The nominal has reached 30 billion Rupiah, as well as being Sembrani’s debut investment to startups.

It is said that BVI is completing several other investments through the new managed fund, which will be announced soon. As previously stated, Sembrani Nusantara‘s goal is to find and foster local startups in order to foster a sustainable SME ecosystem.

Since it was founded in 2018 by Gufron Syarif, currently Thirsty! already has 113 branch outlets in the Jabodetabek and Bandung areas. The market segmentation is Gen-Z and millennial, offering a variety of drinks and bread at relatively affordable prices, starting from IDR 5,000.

“With the Series A funding, we support SMEs to move up their game for greater scalability and carry out their expansion outside Jabodetabek. The B2C segment for this category is still very wide and we hope to open up collaboration spaces with an integrated ecosystem,” BVI’s CEO Nicko Widjaja said.

Meanwhile, Haus! CEO, Gufron Syarif said that his current focus is on bringing the business into a wider segment of society, while still promoting affordable products with good quality.

“We have a different strategy from the high-end brands on the market today. We believe that selling beverage and food products at affordable prices can attract more consumers in Indonesia. From the customer experience aspect, we design it in such a way that our outlet can provide convenience for all groups of society,” Gufron added.

The fresh beverage business, which targets a similar segment, is on the rise. Some local venture capitalists (who are used to investing in digital startups) are also starting to get there. Also Alpha JWC Ventures with Goola, Hangry, and Kopi Kenangan; then there is also East Ventures which builds and invests in Fore Coffee.

Covid-19 has definitely had an impact on the F&B industry, but at the same time tests the business mentality of its founders. Some who choose to continue to accelerate their business, carry out the transformation to take advantage of the existing range of services. For example, what Haus! did, when there were social restrictions in the city, they optimized the use of ride-hailing services such as GoFood or GrabFood.

It has not been announced whether after this funding Haus! will also focus on developing digital lines to improve various aspects of the business – just like what several other startups have done. It’s just certain, if the existing players tend to play in the upper-middle segment, Haus! is stil exploring the broader mid-market segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembang Brand Minuman “Haus!” Jadi Portofolio Pertama Sembrani Nusantara, Bukukan Dana 30 Miliar Rupiah

BRI Ventures (BVI) melalui Dana Ventura Sembrani Nusantara untuk pertama kalinya berinvestasi ke startup di luar fintech. Bukan juga startup pengembang layanan teknologi, melainkan new economy. Yakni kepada pengembang brand minuman lokal Haus!, dalam putaran pendanaan seri A. Dana yang diberikan mencapai 30 miliar Rupiah, sekaligus menjadi debut kucuran dana Sembrani ke startup.

Turut disampaikan, BVI tengah merampungkan beberapa investasi lainnya lewat dana kelolaan baru tersebut, akan diumumkan dalam waktu dekat. Seperti disampaikan sebelumnya, tujuan Sembrani Nusantara untuk menemukan dan membina startup lokal dalam rangka menumbuhkan ekosistem UMKM yang berkelanjutan.

Sejak didirikan tahun 2018 oleh Gufron Syarif, saat ini Haus! sudah memiliki 113 cabang outlet di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Segmentasi pasarnya adalah Gen-Z dan milenial, menawarkan aneka minuman dan roti dengan harga yang relatif terjangkau, mulai dari Rp5000,-.

“Dengan pendanaan seri A ini, kami mendukung UMKM naik kelas untuk skalabilitas yang lebih besar dan melaksanakan ekspansinya ke luar Jabodetabek Segmen B2C untuk kategori ini masih sangat luas dan kami berharap untuk membuka ruang kolaborasi dengan ekosistem yang terpadu,” sambut CEO BVI Nicko Widjaja.

Sementara itu CEO Haus! Gufron Syarif mengatakan bahwa fokusnya saat ini membawa bisnis masuk ke segmen masyarakat yang lebih luas, dengan tetap mengedepankan produk berharga terjangkau dengan kualitas yang baik.

“Kami memiliki strategi berbeda dengan brand high end yang ada di pasaran sekarang. Kami percaya bahwa menjual produk minuman dan makanan dengan harga yang terjangkau dapat menarik lebih banyak konsumen di Indonesia. Dari aspek customer experience pun kami desain sedemikian rupa sehingga kunjungan ke outlet kami menjadi nyaman bagi segala golongan masyarakat,” imbuh Gufron.

Bisnis minuman segar yang menyasar segmen serupa memang tengah naik daun. Beberapa pemodal ventura lokal (yang biasa berinvestasi pada startup digital) juga mulai masuk ke sana. Sebut saja Alpha JWC Ventures dengan Goola, Hangry, dan Kopi Kenangan; lalu ada juga East Ventures yang berinvestasi dan membina Fore Coffee.

Covid-19 nyata-nyata memberikan dampak bagi industri F&B, namun sekaligus menguji mentalitas bisnis para founder-nya. Beberapa yang memilih terus mengakselerasi bisnis, lakukan transformasi memanfaatkan ragam layanan yang ada. Misalnya yang juga dilakukan Haus!, saat ada pembatasan sosial di kota, mereka mengoptimalkan menggunakan layanan pesan-antar dari ride-hailing seperti GoFood atau GrabFood.

Belum disampaikan apakah setelah pendanaan ini Haus! juga akan fokus mengembangkan lini digital untuk peningkatan berbagai aspek bisnis – layaknya yang dilakukan beberapa startup lain di atas. Hanya saja dipastikan, jika pemain yang ada tersebut cenderung main ke segmen menengah ke atas, Haus! masih akan mengeksplorasi segmen pasar menengah secara lebih luas.

Edtech Startup Pahamify Receives Series A Funding Led by Shunwei Capital

Edtech startup Pahamify announced series A funding with undisclosed value, led by Shunwei Capital. New investors participated in are Lien Family Office (Wah Hin) and a number of angel investors, as well as previous investors. Insignia Ventures also involved in this round.

The news was delivered by Pahamify’s Co-Founder & CEO Rousyan Fikri. He said the fund is to be used for the development of learning materials from elementary to high school levels. It will also be used to accelerate technological innovation and the teaching process on the platform.

“This fund will help Pahamify to maintain our position as a leader in the online tryout service (PTN entrance exam preparation). Last year, we served nearly 1 million practice trial exam sessions. 1 of 3 students who took UTBK last year used Pahamify for their test practice,” Rousyan said, Friday (27/11).

Previously, last March, the company has received funding of $150 thousand from the US-based accelerator program, Y Combinator, after participating in the W20 batch.

The pandemic effect

Rousyan continued, this pandemic has encouraged edtech companies like Pahamify to accelerate the innovation level to support the whole student needs. Some of the released features including live online classes for high school students and equivalent for free. There are also learning materials for science, social studies, language, and preparation for higher education entrance examinations (UTBK and Mandiri).

In this online class, everyday students can take in-class sessions, there are six to eight classes each day, through the application and interacting with the teachers (called Rockstar Teacher Pahamify) which makes the learning atmosphere more interactive. “To help students during their study at home, we still provide this feature for free.”

In addition, during the pandemic, he claimed that the Pahamify online tryout feature was recommended by Indonesian students as the best platform for UTBK preparation. In this feature, they get practice exams every week and get immediate feedback about their practice results.

“Our system recommends concrete steps students can take to improve their scores and strengthen their exam preparation.”

The company also participates in a program organized by the Ministry of Education and Culture, namely Learning from Home which is held on TVRI. “We hope Pahamify’s contribution to this program can help the teaching and learning process of Indonesian students in this difficult time.”

All of these innovations are quite good results for the company. Rousyan claims, thanks to satisfaction with Pahamify, 2020 graduate users have recommended this application to their juniors.

“As a result, in the current academic year, even though it has only been running for four months, the number of paid users is already 10 times more than the number of paid users in the previous academic year,” he concluded.

In Indonesia, Pahamify competes with Ruangguru, Zenius, and Quipper.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian