Putaran Seri G Bukalapak Dikabarkan Tembus 5,7 Triliun Rupiah Sebelum Realisasikan IPO

Kabar terkait pendanaan tahap akhir Bukalapak masih bergulir. UBS Group AG (bank investasi asal Swiss cabang London, Inggris) dan Resorts World (anak usaha Genting Berhad, Malaysia) turut terlibat di putaran Seri G tersebut. Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh DealStreetAsia. Diproyeksikan untuk putaran kali ini Bukalapak mengumpulkan dana lebih dari $400 juta atau setara 5,7 triliun Rupiah.

Pada April ini, sebelum kedua investor tersebut masuk, Bukalapak ditaksirkan berhasil mengumpulkan dana hingga $234 juta atau setara 3,3 triliun Rupiah dari sejumlah investor, termasuk Microsoft, GIC, Emtek, Naver, Mandiri Capital, dan BRI Ventures.

Kami sudah mencoba mengonfirmasi kabar tersebut ke eksekutif Bukalapak, namun pihak terkait masih enggan memberikan respons. Disinyalir putaran pendanaan kali ini adalah putaran privat terakhir sebelum perusahaan melakukan IPO tahun ini.

Menurut Forbes, UBS AG London kini mengantongi 2,5% dari total saham Bukalapak, meskipun bisa jadi UBS hanya proxy bagi pihak lain yang tidak ingin disebut. Diestimasikan valuasi pasar Bukalapak kini di angka $3,5 miliar.

Diversifikasi

Tak dimungkiri, berbicara tentang Bukalapak mau tidak mau harus membandingkannya dengan unicorn lokal lain yang bermain di segmen yang sama, yakni Tokopedia. Ditinjau dari statistik situs, sebagai salah satu matriks penggunaan, Bukalapak masih terpaut cukup jauh dengan Tokopedia. Pada Q1 2021, diketahui Tokopedia menempati puncak klasemen kunjungan situs, disusul Shopee dan Bukalapak.

Valuasi terbaru Tokopedia diproyeksikan mencapai $7,5 miliar. Belum lagi soal kabar merger-nya bersama Gojek Hal ini cukup menjadi perhatian tersendiri bagi para pesaingnya. Ada beberapa potensi inovasi gabungan yang dapat terlahir dari keduanya.

Kembali ke Bukalapak, kendati sama-sama menjajakan platform online marketplace, masing-masing memiliki proposisi nilai yang berbeda. Ada beberapa hal yang menurut kami unggul di sisi Bukapalak. Pertama terkait program kemitraan yang mereka miliki. Mitra Bukalapak adalah salah satu pionir program kemitraan e-commerce dengan warung (kendati saat ini semua platform juga memiliki program serupa).

Menurut data terbaru, sejak dirilis tahun 2016 Mitra Bukalapak telah merangkul lebih dari 7 juta UMKM di Indonesia. Mitra Bukalapak juga sudah menjadi unit perusahaan tersendiri yang pimpin Howard Gani. Program ini juga dinilai berperan aktif dalam menjaring merchant di luar kota tier-1. Perusahaan juga telah mencanangkan ekspansi merchant di kota tier-1 sebagai fokus bisnis tahun 2021.

Kedua, Bukalapak cukup serius menggarap lini finansial, terutama terkait investasi. Tahun lalu Buka Investasi Bersama (BIB) diumumkan sebagai anak perusahaan Bukalapak yang akan fokus mengembangkan layanan investasi untuk instrumen reksa dana. Ini menjadi unit bisnis kedua setelah PT Buka Pengadaan Indonesia (BukaPengadaan / unit B2B Commerce). Presiden Bukalapak Teddy Oetomo memiliki jabatan tambahan sebagai CEO BIB.

Memiliki lisensi APERD, BIB lebih leluasa dalam mengembangkan produk reksa dana menyesuaikan target konsumennya dan meracik produk bersama dengan Manajer Investasi (MI) untuk menyediakan produk reksa dana pasar uang (RDPU), pendapatan tetap (RDPT), dan beberapa produk reksa dana lainnya. Perusahaan memasang target dapat mengakuisisi investor baru dari pengguna Bukalapak sebanyak 500 ribu orang pada 2021.

Dalam sebuah kesempatan, CEO Rachmat Kaimuddin mengatakan, dalam periode tersebut 2018-2020 perusahaan mampu mencapai pertumbuhan EBITDA 80% sebagai hasil dari juga upaya mengurangi cashburn. Saat ini, Bukalapak telah mengantongi 100 juta pengguna. Tahun lalu Bukalapak juga mencatat pertumbuhan signifikan, terutama dari segmen B2C melalui BukaMall dengan pertumbuhan 17% setiap bulan di sepanjang 2020. Per Desember 2020, transaksi Bukamall tumbuh 3,1 kali dibandingkan tahun lalu.

Kepemimpinan

Bukalapak juga dikabarkan menjadi unicorn lokal keempat yang menjajaki potensi IPO lewat SPAC. Mereka mulai menjajaki potensi go public di BEI (dengan sebagian kecil saham), lalu akan dilanjutkan melantai di bursa Amerika Serikat lewat mekanisme SPAC. Perusahaan dikatakan tengah dalam pembicaraan awal dengan beberapa perusahaan cek kosong dan sudah mulai menjalin eksplorasi dengan sejumlah investment bank.

Selain laju pertumbuhan bisnis, kepemimpinan perusahaan menjadi hal yang akan disoroti kala sebuah perusahaan berada di bursa saham. Bukalapak kini sudah “ditinggal” pada pendirinya [tidak lagi terlibat di posisi eksekutif], yakni Achmad Zaky (mundur dari posisinya sebagai CEO tahun 2020), Nugroho Herucahyono (2020, CTO), dan Fajrin Rasyid (2020, Presiden). Suksesi dilakukan dengan merekrut Rachmat dan mempromosikan Teddy.

Rachmat Kaimuddin Teddy Oetomo
Posisi CEO Bukalapak, Komisaris BIB President Bukalapak, CEO BIB
Perusahaan sebelumnya ·         KB Bukopin (Direktur Keuangan, Komisioner)

·         Bosowa Semen (Direktur)

·         Naring Priate Equity (Wakil Direktur)

·         Quvan Management (Principal)

·         Cardig Air Services (Direktur Keuangan)

·         IFC (Konsultan)

·         BCG (Konsultan)

·         Schroders (Head of Intermediary Business)

·         Credit Suisse (Direktur Riset Ekuitas)

·         Capital Markets (Analis)

Dari pekerjaan sebelumnya, Rachmat dan Teddy memiliki pengalaman yang cukup mumpuni di bidang manajemen keuangan dan investasi. Selain kedua sosok ini, Bukalapak juga masih memiliki Willix Halim yang menempati posisi sebagai COO.

Selain upaya terus mengurangi burn rate, dalam beberapa pernyataan para pemimpin Bukalapak juga mengungkapkan strategi bisnisnya untuk mengejar profitabilitas — termasuk dengan mengeksplorasi berbagai sektor di luar bisnis intinya sebagai layanan e-commerce.

Sempat diumumkan juga bahwa perusahaan tengah merekrut beberapa posisi strategis untuk sebuah unit bisnis baru di negara baru. Menurut spekulasi yang beredar, Bukalapak mencoba mengeksplorasi pasar Filipina. Terkait hal ini, kami juga sudah mencoba mengonfirmasi ke pihak Bukalapak, namun mereka memilih tidak berkomentar.

Persaingan ketat platform e-commerce terus meruncing, namun besarnya pangsa pasar Indonesia masih menyisakan peluang untuk dieksplorasi. Masih banyak isu yang belum benar-benar tuntas untuk diselesaikan, mulai dari logistik sampai pendekatan yang lebih hyperlocal. Melenggangnya para unicorn ke bursa saham dianggap sebagai langkah naik kelas untuk menarik lebih banyak investor luar memahami pendekatan digital dengan kearifan lokal yang disajikannya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

BRI Ventures Participates in Bukalapak’s Funding Round

BRI Ventures, Bank BRI’s investment arm, announced an undisclosed strategic investment for Bukalapak. This agreement aligns with Bank BRI’s mission to support and digitize the MSME sector throughout the country, which is in line with Bukalapak’s mission. It is said that there are more than 13.5 million MSMEs joining the Bukalapak digital ecosystem.

In an official statement, Bank BRI is to offer banking products and digital loans to Bukalapak’s merchants and customers. It is expected to broaden financial inclusion to develop merchants’ businesses. Based on the data from the Ministry of Cooperatives and SMEs, MSMEs have a large contribution to GDP with a percentage of 60.34% and absorbing 58.18% of total investment in Indonesia.

BRI Ventures‘ CEO, Nicko Widjaja explained, “This strategic investment in Bukalapak is very important as it aligns with BRI Group’s mission in supporting MSMEs. With the massive growth of digital MSMEs nowadays, we believe that they will become the pillars of support for our national economy in the future. This is also part of BRI Ventures’ commitment to strengthen the tech-startup sector in Indonesia.”

The latest data from the country’s central bank shows as many as 87.5% of MSMEs are affected by the economic downturn driven by the pandemic. However, this also shows that 27.6% of MSMEs operating online actually experienced an increase in sales in 2020 and still counting. This illustrates the importance for companies of all shapes and sizes to embrace online business models and digital adaptation in the emerging continent.

In recent years, Bukalapak has shifted from an e-marketplace model to fintech and digital services. Through Mitra Bukalapak’s online-to-offline platform, the company has reached more than 13.5 million MSMEs and more than 100 million users throughout the archipelago.

In 2019, Bukalapak launched a B2B e-procurement business unit through BukaPengadaan Indonesia. Next, it has launched a mutual fund buying and selling platform (BukaReksa). With these products, there will be even more collaboration between the two companies. The Bukalapak business roadmap is very much in line with what the BRI Group brings, not limited to digital loan and savings products for business owners.

BRI Ventures entrance has added to the ranks of Bukalapak investors over the past two years. Yesterday, DailySocial reported a total $ 234 million for Bukalapak’s series G round from various levels of investors, including GIC, Microsoft, EMTEK, Standard Chartered, Naver and Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund. Together with Standard Chartered, through Nexus, Bukalapak will become a mouthpiece for the development of Banking-as-a-Service (BaaS) services.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukalapak Is Said to Secure Funding Over 3 Trillion Rupiah

Bukalapak is said to raise $234 million (more than IDR 3.4 trillion) in a round led by Microsoft, Singapore’s GIC sovereign wealth fund and EMTEK. Quoting from a Reuters, other investors involved this round are SC Ventures, Standard Chartered’s arm investment, Naver Corp.

One of Bukalapak’s representatives said to DailySocial that this round was finalized last year, led by Microsoft and other ranks of investors. “We are also very grateful for the support given,” he said.

From the statement, the conclusion is this $234 million is the total funds raised in the series G round that took place in the past year. There are two stages in this round, from GIC, Microsoft, and EMTEK which was announced in November 2020 worth $100 million.

Furthermore, the second phase occurs in January 2021, led by Standard Chartered, followed by Naver and Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund. Standard Chartered is reported to invest $200 million in funds.

EMTEK, as one of Bukalapak’s early investors, announced $150 million earlier this month, part of which came from Naver Korea.

In the disclosure, EMTEK had two top up investments for Bukalapak. However, EMTEK’s shares have been diluted to 34.49% at present compared to the previous year due to the Series G funding round.

Previously, the news breaking that Bukalapak is currently preparing to go public on two exchanges. Bukalapak reportedly appointed Mandiri Sekuritas as its underwriter to go public in domestic, before merging with the SPAC company in the United States.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BRI Ventures Ikut Suntik Dana ke Bukalapak

BRI Ventures, arm investment dari Bank BRI, mengumumkan pendanaan strategis dengan nominal dirahasiakan untuk Bukalapak. Kesepakatan ini sejalan dengan misi Bank BRI dalam mendukung dan mendigitalkan sektor UMKM di seantero negeri, yang selaras dengan misi Bukalapak. Disebutkan, saat ini ada lebih dari 13,5 juta UMKM bergabung dalam ekosistem digital Bukalapak.

Dalam keterangan resmi dipaparkan, Bank BRI akan dapat menawarkan produk perbankan dan pinjaman digitalnya kepada merchant dan pelanggan di Bukalapak. Harapannya inklusi terhadap akses finansial semakin luas untuk mengembangkan usaha para merchant. Pasalnya, menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM berkontribusi besar terhadap PDB dengan persentase 60,34% dan menyerap 58,18% dari total investasi di Indonesia.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menjelaskan, “Investasi strategis di Bukalapak ini sangat penting karena selaras dengan misi BRI Group dalam mendukung UMKM. Dengan pertumbuhan UMKM digital yang masif seperti yang kita lihat saat ini, kami percaya bahwa mereka akan menjadi pilar penopang perekonomian nasional kita di masa depan. Ini juga menjadi bagian dari komitmen BRI Ventures untuk memperkuat sektor startup teknologi di Indonesia.”

Data terbaru dari bank sentral negara menunjukkan sebanyak 87,5% UMKM dipengaruhi oleh penurunan ekonomi yang didorong oleh pandemi. Namun, hal ini juga menunjukkan bahwa 27,6% UMKM yang beroperasi secara online benar-benar mengalami peningkatan penjualan pada tahun 2020 dan seterusnya. Ini menggambarkan semakin pentingnya bagi perusahaan dari segala bentuk dan ukuran untuk merangkul model bisnis online dan adaptasi digital di Asia yang sedang berkembang.

Dalam beberapa tahun terakhir, Bukalapak telah beralih dari model e-marketplace, menjadi fintech dan layanan digital. Melalui platform online-to-offline Mitra Bukalapak, perusahaan telah menjangkau lebih dari 13,5 juta UMKM dan lebih dari 100 juta pengguna di seluruh nusantara.

Pada 2019, Bukalapak meluncurkan unit bisnis e-procurement B2B melalui BukaPengadaan Indonesia. Kemudian meluncurkan platform jual beli reksa dana (BukaReksa). Dengan produk-produk ini, akan ada lebih banyak lagi kolaborasi antara kedua perusahaan. Peta jalan bisnis Bukalapak sangat sesuai dengan apa yang dibawa oleh Grup BRI, tidak terbatas pada produk pinjaman dan tabungan digital untuk pemilik bisnis.

Masuknya BRI Ventures, menambah jajaran investor Bukalapak selama dua tahun terakhir. Kemarin, DailySocial melaporkan total putaran dana seri G yang berhasil dihimpun Bukalapak sebesar $234 juta dari berbagai jajaran investor, seperti GIC, Microsoft, EMTEK, Standard Chartered, Naver dan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund. Bersama Standard Chartered, melalui nexus, Bukalapak akan menjadi corong untuk pengembangan layanan Banking-as-a-Service (BaaS).

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Dikabarkan Kantongi Pendanaan Lebih dari 3 Triliun Rupiah

Bukalapak dikabarkan memperoleh pendanaan sebesar $234 juta (lebih dari 3,4 triliun Rupiah) dalam putaran yang dipimpin oleh Microsoft, GIC sovereign wealth fund Singapura, dan EMTEK. Mengutip dari laporan Reuters, investor lainnya yang masuk dalam putaran ini adalah SC Ventures, arm investment milik Standard Chartered, Naver Corp.

Perwakilan Bukalapak saat dihubungi DailySocial, menyampaikan pendanaan ini sudah dirampungkan pada tahun lalu, dipimpin oleh Microsoft dan jajaran investor lainnya. “Kami pun sangat berterima kasih kepada dukungan yang diberikan,” katanya.

Dari pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa putaran sebesar $234 juta ini adalah total dana yang diperoleh dalam putaran seri G yang berlangsung pada tahun lalu. Ada dua tahapan dalam putaran ini, pertama dari GIC, Microsoft, dan EMTEK yang diumumkan pada November 2020 senilai $100 juta.

Kemudian, tahap kedua terjadi pada Januari 2021, dipimpin oleh Standard Chartered, diikuti Naver dan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund. Dikabarkan Standard Chartered menyuntikkan dana senilai $200 juta.

EMTEK, yang merupakan salah satu investor Bukalapak sejak awal, mengumumkan perolehan dana sebesar $150 juta pada awal bulan ini, yang sebagian di antaranya datang dari Naver Korea.

Dalam keterbukaan informasi, EMTEK sempat melakukan top up investasi sebanyak dua kali untuk Bukalapak. Akan tetapi, saham EMTEK terdilusi menjadi 34,49% pada saat ini dibandingkan tahun sebelumnya akibat putaran pendanaan Seri G tersebut.

Sebelumnya juga tersiar kabar, Bukalapak yang saat ini tengah bersiap untuk melantai di dua bursa. Bukalapak dikabarkan menunjuk Mandiri Sekuritas sebagai underwriter-nya untuk melantai di dalam negeri, sebelum melakukan merger dengan perusahaan SPAC di Amerika Serikat.

Application Information Will Show Up Here