Tokopedia Hadirkan Program Loyalitas Konsumen “Tokopoints”

Tokopedia meluncurkan program loyalitas “Tokopoints” seiring upaya meningkatkan repeat sales dari para pengguna aktifnya. Strategi ini akhirnya dilirik Tokopedia, setelah sebelumnya pemain besar di bidang aplikasi digital telah lebih dahulu meluncurkan program ini, sebut saja Tiket.com, Traveloka, Go-Jek, Grab, dan lainnya.

“Kami mengapresiasi dukungan masyarakat terhadap Tokopedia selama lebih dari delapan tahun ini. Kesetiaan Toppers adalah motivasi Tokopedia untuk terus berinovasi dalam memberikan pengalaman berbelanja daring terbaik untuk masyarakat Indonesia,” ujar Co-Head Marketplace Tokopedia Aldo Tjahjadi dalam keterangan resmi.

Pengguna Tokopedia dapat mengumpulkan loyalty dan points dari setiap transaksi yang mereka lakukan baik melalui situs atau aplikasi. Points bisa didapatkan pengguna setiap kali melakukan transaksi. Kemudian, bisa ditukar menjadi kupon yang tersedia dalam Katalog Kupon.

Screenshot 2018-01-30 at 13.25.06

Sementara Loyalty, bisa didapatkan pengguna untuk menentukan dan menaikkan Status Membership-nya. Setiap membership memiliki keuntungan yang berbeda untuk setiap statusnya. Status Membership dimulai dari Classic, Silver, Gold, dan Platinum dengan tingkatan loyalty yang harus dikumpulkan sampai 100 ribu poin.

Adapun keuntungan yang didapat untuk setiap tingkatan membership bisa mendapatkan ongkos pengiriman gratis, diskon, dan cashback. Meski demikian, ada transaksi di Tokopedia yang tidak mendapat Points dan Loyalty, seperti pembelian tiket KAI, Hiburan, Uber, Gift Card, dan Event.

Berdasarkan data terakhir di pertengahan 2017, Tokopedia telah memiliki 2 juta merchant yang telah bergabung, 35 juta pengunjung (unique visit) per bulan yang secara total (situs dan aplikasi) yang memberikan 150 juta kunjungan (visit) per bulan.

Tren digital marketing 2018

Langkah Tokopedia lewat Tokopoints ini, seolah menegaskan mulai diliriknya peningkatan loyalitas pengguna lewat program loyalitas. Strategi ini mulai dipakai oleh pemain besar yang bergerak di bidang teknologi untuk mulai fokus mempertahankan konsumen lama agar tetap melakukan repeat order.

Dari presentasi yang dikemukakan Co-Founder dan Country Head of Shopback Indonesia Indra Yonathan dalam Jakarta E-Commerce Night 2018 baru-baru ini, setidaknya dalam setahun mendatang ada tiga tren pemasaran yang bakal terjadi.

Pertama, akan semakin diperhatikannya performa dari konsep marketing 2.0. Selama ini layanan e-commerce banyak memiliki key performance index (KPI) sebagai tolak ukur kesuksesan strategi marketing, beberapa diantaranya melihat dari Cost Per Click (CPC), Cost Per Visitor (CPV), dan lain sebagainya.

Kedua, menciptakan micro moments sebagai bagian dari consumer journey saat mengunjungi situs e-commerce. Strategi marketing yang bisa diterapkan untuk menciptakan micro moments adalah memposisikan diri sebagai advisor terhadap calon konsumen. Bisa memberikan rekomendasi produk berdasarkan minat, memberi input yang informatif, tidak lagi sembarang jualan produk ke semua konsumen.

Terakhir, loyalty points era. Saat ini menurut Yonathan, perusahaan besar mulai peduli cara mempertahankan konsumen yang ada dan mulai mengucurkan sebagian dana marketingnya dengan menghadirkan program loyalitas.

“Kalau terus akuisisi pengguna baru, itu ada biaya yang besar. Namun bila menjaga loyalitas konsumen, biaya marketing-nya justru akan lebih efisien,” pungkas Yonathan.

Shopback Expands Business to Australia and Build Two New R&Ds

Shopback, a Singapore-based cashback aggregator startup, announces expansion to Australia as the 7th operational area after receiving fresh funding of Rp338 billion led by Credit Saiso. The new office is planned to be functioned in the second quarter of 2018.

“We prefer Australia because it’s mature enough and its good appreciation of e-commerce. The number of transaction there has reached three times higher than Indonesia with only 25 million population,” explained Indra Yonathan, Shopback Indonesia’s Co-Founder and Country Head on Wednesday (1/24)

Besides Australia, Shopback also added two new R&Ds in Vietnam and Taiwan. The new offices will support Shopback’s central R&D in Singapore in developing groups of technology and product in the future.

For Yonathan, the team selected Vietnam and Taiwan to be R&D offices because demographically, the engineering talents are superb. It is what Indonesia has not achieved. Later, the experts are expected to share the knowledge for local talents.

“The funding will not be used for massive marketing. We want to evolve by creating new products. By these means, a large engineering team is neecessary. Should be increased by two or three times.”

Grouply, Shopback has operating in six countries namely Singapore, Malaysia, Philippines, Indonesia, Taiwan and Thailand. Indonesia has become the biggest contributor with 30%-40% in group.

In total, Shopback has partnered up with 1,300 e-commerce players. It has reached 3.2 million users, with total purchasing of SG$22 million per month. The site has been visited for more than 5 million times in a month and its app has been downloaded more than 1.5 million times.

Shopback Indonesia’s business target

Yonathan continued, by the end of this year, they targeted the whole business growth to increase by three times. Therefore, the company will conduct more marketing activities aggresively by giving some incentive to those who successfully refer to new users.

This refferal strategy is proven to be more effective. Considering the company’s research results, Shopback has currently using word-of-mouth marketing strategy. Besides, it’s going to expand partnership with brands and targeting SMEs on e-commerce platform.

“We want to reach around 1000 online SMEs to be our partners.”

The new features of Shopback Indonesia includes price comparison of online tansportation, discount coupon aggregation and top-up balance price.

Within two years operation, the business growth is claimed to reach 300% up and given approximately Rp60 billion cashback to its users. In total, Shopback has 1.8 million users and 180 e-commerce.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Shopback Umumkan Ekspansi ke Australia dan Bangun Dua Lokasi R&D

Shopback, startup agregator cashback asal Singapura, mengumumkan akan segera ekspansi ke Australia sebagai negara ketujuh wilayah operasinya, pasca mendapatkan kucuran dana segar senilai Rp338 miliar dipimpin oleh Credit Saiso. Kantor barunya tersebut direncanakan beroperasi pada kuartal kedua tahun 2018.

“Kami pilih Australia karena sudah cukup mature dan pemahamannya terhadap e-commerce sudah sangat baik. Di sana, jumlah transaksinya sudah tiga kali lipat dari Indonesia meski jumlah penduduknya hanya 25 juta orang,” terang Co-Founder dan Country Head of Shopback Indonesia Indra Yonathan, Rabu (24/1).

Selain ekspansi ke Australia, Shopback juga menambah dua lokasi R&D terbaru di Vietnam dan Taiwan. Kantor tersebut akan mendukung pusat R&D Shopback di Singapura dalam pengembangan teknologi dan produk secara grup ke depannya.

Menurut Yonathan, pihaknya memilih kedua negara tersebut sebagai kantor R&D lantaran secara demografis memiliki talenta di bidang engineering-nya yang sudah mumpuni. Kondisi tersebut dinilai belum terjadi di Indonesia. Nantinya tenaga senior tersebut diharapkan bisa mentransfer ilmu ke para talenta lokal.

“Dari hasil funding yang kami dapat, tidak akan kami pakai untuk marketing gila-gilaan. Kami ingin kembangkan pasar dengan menghadirkan banyak produk baru. Untuk itu butuh tim engineering yang banyak. Kalau bisa, tim-nya bisa tambah dua sampai tiga kali lipat.”

Secara grup, Shopback telah beroperasi di enam negara, yaitu Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia, Taiwan, dan Thailand. Indonesia menjadi kontributor terbesar dengan sumbangsih sekitar 30%-40% secara grup.

Secara total, Shopback telah bermitra dengan 1.300 perusahaan e-commerce. Penggunanya mencapai lebih dari 3,2 juta orang, sementara total penjualannya sebesar SG$22 juta per bulannya. Situs Shopback sendiri telah dikunjungi lebih dari lima juta kali dalam sebulannya dan aplikasinya sudah diunduh lebih dari 1,5 juta kali.

Target bisnis Shopback Indonesia

Yonathan melanjutkan sampai akhir tahun ini pihaknya menargetkan pertumbuhan bisnis Shopback Indonesia secara keseluruhan dapat tumbuh hingga tiga kali lipat. Untuk itu, perusahaan akan melakukan sejumlah kegiatan marketing yang lebih agresif dengan memberikan sejumlah insentif kepada para pengguna yang berhasil memberikan referensi ke pengguna baru.

Strategi referral seperti ini dinilai lebih efektif. Pasalnya, menurut hasil riset yang dilakukan perusahaan, selama ini strategi pemasaran Shopback lebih ke arah word-of-mouth. Tak hanya itu, Shopback juga akan memperbanyak kerja sama dengan brand dan mulai menyasar UMKM yang telah berjualan di platform e-commerce sebagai mitra.

“Kami ingin menggaet sekitar 1000 UKM yang berjualan online untuk masuk sebagai mitra kami.”

Fitur terbaru yang dihadirkan Shopback Indonesia diantaranya pembandingan harga, mulai dari transportasi online, agregasi kupon diskon, dan harga pulsa.

Dua tahun Shopback Indonesia beroperasi, pertumbuhan bisnisnya diklaim mencapai 300% dan telah memberikan cashback sekitar Rp60 miliar kepada penggunanya. Adapun total pengguna Shopback mencapai 1,8 juta orang dan 180 mitra e-commerce.

Layanan Penyedia Diskon dan “Cashback” ShopBack Raih Pendanaan Rp338 Miliar yang Dipimpin Credit Saison

ShopBack, startup penyedia jasa diskon dan cashback dari Singapura, meraih pendanaan segar sebesar US$25 juta (sekitar Rp338 miliar) yang dipimpin oleh Credit Saison, perusahaan kartu kredit dan ritel keuangan dari Jepang.

10 investor institusional lainnya yang turut berpartisipasi, termasuk investor baru Blue Sky dan Intouch Holdings, serta investor yang sudah ada, di antaranya SoftBank Ventures Korea, Singtel Innov8, Qualgro, East Ventures, dan AppWorks.

Perolehan dana segar di putaran terbaru ini akan digunakan untuk menggerakkan tiga area pengembangan utama, yaitu memperoleh sumber daya manusia tingkat dunia, meluncurkan fitur produk terbaru, dan membangun kepemimpinan pasar.

Secara total, ShopBack telah mendapat penggalangan senilai hampir mendekati US$40 juta (sekitar Rp540 miliar).

“Model bisnis ShopBack dibangun di atas meledaknya pertumbuhan e-commerce di Asia Pasifik, untuk mendorong nilai nyata bagi para penggunanya dan juga penjualan yang hemat biaya bagi para mitra pedagangnya. Model ini memungkinkan ShopBack memanfaatkan wawasan pengguna dalam kategori belanja untuk mengembangkan solusi belanja cermat, seperti rekomendasi dari kategori belanja lainnya,” ujar Partner Softbank Ventures Korea Sean Lee dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

ShopBack beroperasi di enam negara, yaitu Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia, Taiwan, dan Thailand.

ShopBack mengklaim sejauh ini telah ada 1.000 transaksi setiap jamnya dan lebih dari 740 ribu transaksi per bulan. Angka penjualan lebih dari 300 juta dolar dengan lebih dari 1.300 mitra yang bergerak di penjualan online, perjalanan, dan gaya hidup.

Perusahaan telah menghimpun lebih dari 3,5 juta pelanggan tersebar di enam negara di Asia Pasifik sejak pertama kali didirikan pada 2014. Sekitar 1,5 juta d iantaranya berasal dari Indonesia.

Dari segi web traffic, secara regional mencapai 5 juta kunjungan (desktop dan mobile) per bulannya hingga Oktober 2017. Sekitar 2 juta kunjungan berasal dari Indonesia. Besarnya kontribusi dari Indonesia menjadikan negara ini pasar utama ShopBack. Total cashback yang diberikan perusahaan untuk pengguna Indonesia mencapai Rp35 miliar.

Country General Manager ShopBack Indonesia Indra Yonathan menambahkan agar tetap relevan dengan kebutuhan pengguna, perusahaan baru-baru ini menambahkan beberapa fitur layanan perbandingan harga, mulai dari perbandingan harga transportasi online, agregasi kupon diskon, dan harga pulsa termurah. Fitur tersebut diharapkan dapat mempermudah pengguna dalam membuat keputusan untuk membeli sesuatu.

Pihaknya percaya bahwa pelokalan yang cepat dan efektif sangat penting bagi pihak yang beroperasi di wilayah yang sudah terbagi seperti Asia Pasifik. Meskipun penawaran layanan intinya tetap sama di berbagai negara, perusahaan tetap mengadopsi strategi produk dan pemasaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di pasar dengan lebih baik.

“Kami berusaha keras untuk dapat menjadi satu-satunya portal atau alat bagi masyarakat Indonesia untuk berbelanja dan memenuhi kebutuhan gaya hidup mereka dengan lebih cermat,” terang Indra.

Mengembalikan Semangat Harbolnas Ke “Khittah”-nya

Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang berlangsung selama 12 Desember – 14 Desember 2016 telah berakhir. Ada banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi oleh seluruh pemain e-commerce, utamanya adalah banyak munculnya diskon fiktif. Kebetulan isu ini sempat menimpa Lazada, Bukalapak, Matahari Mall, dan lainnya.

Isu seperti ini pada akhirnya tidak sejalan dengan semangat awal diadakannya Harbolnas, yakni ingin mendorong orang untuk mencoba berbelanja online dan membantu ekosistem layanan e-commerce jadi lebih kondusif.

“Terkait diskon fiktif, sementara ini masih diserahkan secara penuh ke peserta bersangkutan untuk menindak tegas ke seller-nya yang nakal. Mungkin ke depannya bisa bekerja sama dengan lembaga hukum, agar bisa ditindak lebih tegas,” ujar Ketua Panitia Harbolnas 2016 Miranda Suwanto, Senin (19/12).

[Baca juga: Masihkah Konsumen Butuh HARBOLNAS?]

CEO Lion Parcel Gunardi menambahkan mengontrol harga dan diskon yang bertebaran di internet memang agak susah. Namun, pada dasarnya konsumen harus tahu produk apa saja yang logis untuk diberikan diskon hingga 90%.

Produk seperti gadget atau teknologi keluaran terbaru tidak mungkin bisa di diskon hingga 90%, kecuali produk tersebut adalah barang lama atau tidak laku di pasaran. Menurut dia, produk yang bisa diberi diskon tinggi itu lebih cocok untuk aksesoris, foodware, atau sifatnya memiliki kadaluarsa yang cepat.

“Agak susah control pricing dari sekian banyak peserta yang tergabung di bisnis online ini. Kalau jual produk gadget, jadi agak tricky lagi karena penjual menjual dengan harga yang telah dinaikkan sebelumnya, baru diberi diskon. Ini memang kurang fair bagi konsumen, makanya konsumen harus teliti dan jangan sampai terjebak dengan harga seperti itu.”

Harbolnas = diskon?

Hasil survei dari Nielsen Indonesia / Nielsen
Hasil survei dari Nielsen Indonesia / Nielsen

Menurut Miranda, Harbolnas itu tidak hanya menjual diskon besar-besaran saja. Tapi ada nilai lainnya, yaitu perang memberikan kualitas produk dan pelayanan terbaik. Bentuknya, tidak hanya diskon saja, tapi juga dapat berupa ongkos kirim gratis, cashback, atau undian berhadiah.

Harbolnas menjadi ajang bagi seluruh pemain e-commerce untuk sama-sama menjangkau konsumen lebih dalam lagi. Kesempatannya jadi setara dengan pemain e-commerce yang sudah berskala besar. Sekaligus, upaya peserta e-commerce untuk mencapai target kinerja tahunan mereka.

Menurut hasil survei dari Nielsen yang menghimpun 500 responden dari 20 kota urban, diskon jadi hal utama pemicu konsumen mengunjungi situs e-commerce. Persentasenya mencapai 90%, ongkos kirim gratis (41%), voucher (27%), dan cashback (15%).

Shopback juga melakukan survei serupa pasca Harbolnas berakhir. Shopback melakukan survei dengan menghimpun 539 responden yang berasal dari Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, dan Banjarmasin.

Dari temuannya, konsumen menyampaikan harapannya untuk Harbolnas 2017. Konsumen menyatakan adanya diskon dengan nominal lebih tinggi sebanyak 60,3%, mengharapkan diskon tanpa disertai minimum pembelian (49,1%), promo yang disajikan berlaku untuk seluruh barang (46,6%).

Kemudian, mengharapkan promo yang lebih mudah dimengerti (19,1%) dan informasi yang disampaikan terkait promo yang disajikan dibuat lebih jelas dan lengkap (14,7%).

Konsumen Indonesia sudah pandai meriset

Lebih jauh diungkapkan dari hasil survei Shopback, ternyata sebanyak 33,1% responden menjawab bahwa mereka menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk berbelanja online. Sementara, konsumen yang menghabiskan waktu selama 15-25 menit (17,7%), 26-40 menit (17,1%), 6-15 menit (17,1%), 40-60 menit (10%), dan 1-5 menit (4,8%).

Menurut pantauan Shopback, konsumen yang membutuhkan waktu lebih banyak, rata-rata membeli produk yang memang membutuhkan banyak pertimbangan dan perbandingan, seperti laptop, smartphone, atau wisata.

Dengan durasi yang konsumen habiskan, mayoritas dari mereka mengunjungi tiga hingga empat toko online (42,6%), 1-2 toko online (35,9%), dan 5-6 toko online (15,9%).

“Sama halnya dengan mengunjungi toko offline, konsumen pasti perlu datangi lebih dari satu toko sebelum akhirnya memutuskan untuk beli barang dimana. Artinya konsumen sudah jauh lebih pintar dan memiliki banyak pilihan toko online untuk melakukan riset,” ungkap Miranda.

Target transaksi tidak tercapai

Kategori produk yang paling banyak dijual saat Harbolnas menurut survei Nielsen / Nielsen
Kategori produk yang paling banyak dijual saat Harbolnas menurut survei Nielsen / Nielsen

Sebelum Harbolnas digelar, panitia sempat mengumbar target transaksi yang naik dua hingga tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, tahun lalu prediksi transaksi Harbolnas mencapai Rp2,1 triliun. Akan tetapi, tahun ini dipredikasi hanya mencapai Rp3,3 triliun, atau naik 1,57 kali lipat.

Angka transaksi ini bukan hasil nyata yang dikumpulkan panitia Harbolnas, melainkan hasil prediksi dari Nielsen. Menurut Nielsen, ada kenaikan dari sisi penjualan dengan rata-rata 3,9 kali, tapi bila dibandingkan dengan hari biasa.

Menurut Miranda, meski target tidak tercapai tapi ada temuan perbedaan perilaku berbelanja konsumen. Dari hasil survei Nielsen, ternyata produk yang banyak dibeli adalah produk kebutuhan sehari-hari. Sehingga, bila dibandingkan dengan gadget, tentu nilai nilai barangnya berbeda.

“Tidak semua peserta Harbolnas terbuka dengan hasil laporannya, makanya kita pakai hasil prediksi dari Nielsen. Di satu sisi target transaksi memang tidak tercapai, tapi kalau lihat dari kenaikan item yang dijual 5x lebih banyak sementara kenaikan sales hanya 2x. Sebabnya, ada shifting perubahan produk yang dibeli konsumen yaitu daily needs.”

Selain itu, dari segi edukasi terjadi peningkatan. Tingkat awareness konsumen Indonesia terhadap Harbolnas mencatatkan terjadinya kenaikan. Dari survei Nielsen, sebanyak 89% responden mengatakan mereka sebelumnya telah mengetahui Harbolnas. Persentase ini naik 13% dibandingkan tahun lalu. Responden yang mengatakan bahwa mereka sebelumnya telah berbelanja online juga naik 11% jadi 61%.

Hasil survei dari Shopback mengungkapkan, tingkat kepuasan konsumen terhadap Harbolnas 2016 dibandingkan dengan tahun sebelumnya jawabannya cukup merata. Responden yang menjawab lebih baik sebanyak 36,3%, sama saja 35,5%, dan lebih buruk 29,5%.

Responden juga mengungkapkan kesediaannya untuk kembali berbelanja online pada Harbolnas 2017, sebanyak 98,4% mengatakan bersedia dan 1,6% mengatakan tidak bersedia.

DStour #19: Menikmati Kantor Shopback di Kawasan Slipicon Valley

Kali ini DStour mengunjungi kantor Shopback yang terletak di kawasan Slipicon Valley Jakarta. Memanfaatkan ruangan kecil dengan dekorasi dan nuansa yang modern, kantor Shopback menarik dan nyaman untuk dinikmati.

Untuk membuat karyawan lebih betah di kantor dan tentunya meningkatkan produktivitas kerja, kantor Shopback juga dilengkapi dengan fasilitas seperti game room hingga free flow snack.

Simak DStour kali ini yang dipandu langsung oleh Country General Manager Shopback Indonesia Indra Jonathan.

Shopback Luncurkan Aplikasi Mobile Khusus di Indonesia

Kehadiran Shopback yang mengklaim sebagai salah satu pelopor mekanisme belanja online baru di Asia Tenggara semakin menunjukkan eksistensi dan inovasi terkini. Diluncurkan pertama kali di Singapura tahun 2014 dan memasuki Indonesia di pertengahan 2015 silam, Shopback saat ini telah tersebar di 6 negara di Asia dan memiliki lebih dari 600 toko online.

Hari ini Secara resmi Shopback meluncurkan aplikasi mobile untuk platform Android dan iOS. Indonesia menjadi negara pertama yang mendapatkan keistimewaan untuk menikmati aplikasi mobile Shopback.

“Indonesia sengaja dipilih menjadi negara pertama untuk peluncuran aplikasi, karena selama ini terbukti Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna smartphone terbanyak di Asia Tenggara, aplikasi ini sengaja kami hadirkan dan sudah bisa diunduh besok di seluruh Indonesia,” kata Country Manager dan Co-founder Shopback Indonesia Indra Yonathan saat jumpa pers hari ini di Jakarta.

Didukung oleh Accel-X dan East Ventures sebagai investor, Shopback di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signfikan baik dari jumlah pengguna, merchant hingga pendapatan. Shopback menghubungkan merchant dan konsumen dengan sistem reward yang saling menguntungkan, yaitu dengan berbagi potongan komisi yang dikumpulkan dari partner merchant dengan konsumen.

“Hingga hari ini kami telah berhasil memberikan cahsback kepada pengguna hingga 7 milyar, dan jumlah ini tentunya masih akan terus bertambah,” kata Yonathan.

Desktop masih menjadi pilihan favorit

Meskipun saat ini aplikasi sudah diluncurkan khusus untuk Indonesia, Shopback masih mendapatkan jumlah pengunjung yang cukup banyak melalui desktop. Hingga pertengahan bulan Mei 2016, situs Shopback telah dikunjungi oleh 1,6 juta pengguna aktif.

“Kami memiliki fitur menarik seperti Cashback Buddy berupa tombol yang bisa diunduh di Google Chrome, dengan fitur ini ketika mengakses Cashback melalui desktop dan login dengan akun Cashback akan muncul notifikasi Cashback aktif di desktop, sehingga memudahkan pengguna untuk melihat produk yang memiliki cashback,” kata Yonathan.

Saat ini Cashback telah bermitra dengan e-commerce dan marketplace terkemuka di Indonesia seperti Bukalapak, Tokopedia, Berrybenka, Zalora, Lazada, MatahariMall. Namun demikian, untuk menambah lebih banyak merchant dari kalangan Usaha Kecil Menengah (UKM), Shopback senantiasa memberikan peluang untuk menjangkau lebih banyak kalangan UKM untuk bergabung dengan komunitas Shopback.

“Secara keseluruhan Shopback telah bermitra dengan 80 [layanan] e-commerce di Indonesia, namun kami juga ingin menambah lebih banyak pilihan kepada pengguna dengan menghadirkan merchant dari kalangan UKM,” kata Yonathan.

Dengan mengusung konsep all-inclusive, Shopback berbeda dengan situs jual beli online atau potongan harga kartu kredit lainnya yang pada umumnya memiliki keterbatasan waktu dan jenis pembelian. Keunggulan lain yang ditawarkan oleh Shopback adalah cashback yang dikumpulkan bisa ditarik ke rekening pengguna.

“Kami memastikan proses klaim akan sangat ‘seamless‘ yaitu dengan mengirimkan notifikasi di email pengguna tentang history cashback yang didapatkan, nantinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku semua uang tersebut langsung bisa di miliki,” kata Yonathan.

Nilai cashback yang diberikan tentunya bervariasi, untuk setiap kategori yang terdapat di situs Shopback, pengguna bisa mendapatkan nilai cashback hingga 30 persen.

“Shopback Indonesia akan terus fokus untuk meningkatkan kelengkapan produk, memperluas jangkauan, menggandeng lebih banyak [layanan] e-commerce besar guna menyediakan kebutuhan masyarakat Indonesia,” tuntas Yonathan.

Layanan Penyedia Diskon dan “Cashback” Shopback Masuki Pasar Indonesia

Shopback percaya diri masuki pasar Indonesia / DailysocialDaya tarik Indonesia sebagai pasar dengan konsumen yang besar dan terus tumbuh tampaknya berhasil menggoda salah satu layanan pemberi cashback dan diskon asal Singapura Shopback. Setelah sebelumnya beroperasi di tiga negara tetangga yakni Singapura, Filipina, dan Malaysia, kini Shopback tengah bersiap untuk merebut hati para konsumen Indonesia dengan penawaran yang mereka berikan. Shopback hadir penuh percaya diri berkat layanannya menyediakan berbagai diskon dan cashback dari berbagai merchant, baik lokal maupun internasional. Continue reading Layanan Penyedia Diskon dan “Cashback” Shopback Masuki Pasar Indonesia