Traveloka Segera Tutup Layanan Pembayaran Tagihan

Traveloka tengah memangkas sejumlah layanan yang dianggap kurang menopang bisnis inti perusahaan. Layanan pembayaran tagihan dan top-up akan segera berhenti beroperasi pada Oktober 2023. Hal ini telah diinformasikan pada laman “My Bills” di aplikasi Traveloka.

Tidak hanya itu, produk investasi ‘Tabungan Emas Pegadaian di Traveloka’ yang sempat diluncurkan bekerja sama dengan PT Pegadaian juga sudah tidak lagi beroperasi. Informasi terkini di aplikasi, layanan ‘Gold’ di Traveloka kini sudah tidak tersedia, dan pengguna diarahkan untuk membuat akun langsung di Pegadaian.

Ketika pandemi Covid-19 melanda, salah satu industri yang paling terpukul adalah travel dan pariwisata. Ketika itu, bisnis Traveloka terbilang sedang berada di puncak kejayaan. Beberapa inisiatif baru digulirkan, termasuk fitur PayLater, serta optimalisasi layanan Xperience untuk mendukung kegiatan rekreasi penggunanya.

Namun, dampak pandemi semakin terasa dan hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan sesuatu. Dalam usaha bertahan di situasi pandemi, Traveloka bertransformasi menjadi sebuah lifestyle superapp, dengan semangat agar perusahaan tetap relevan dengan kebutuhan gaya hidup masyarakat.

Sembari menanti industri perjalanan dan pariwisata pulih usai pandemi, Traveloka memutuskan untuk masuk ke layanan food delivery dengan TravelokaEats dan healthtech melalui produk asuransi. Perusahaan juga mengembangkan produk baru di unit bisnis keuangan, disusul dengan layanan online grocery lewat brand Traveloka Mart.

Pada akhirnya, tidak semua layanan ini bisa bertahan. September 2022, perusahaan mengambil langkah efisiensi bisnis yang berujung pada penutupan layanan pesan-antar makanan dan logistik ‘Traveloka Eats’ dan ‘Traveloka Send’. Penutupan ini menyusul layanan online grocery Traveloka Mart yang sudah tutup akhir Agustus 2022.

Pihaknya mengaku pemberhentian kedua layanan ini adalah bagian dari strategi bisnis dan prioritas perusahaan. Ketika itu, sektor perjalanan dan pariwisata disebut tengah bangkit dan Traveloka siap menyambut hal ini dengan fokus pada bisnis inti perusahaan.

Tren perjalanan diprediksi meningkat pada beberapa tahun ke depan. Menurut laporan e-Conomy SEA 2022, sektor perjalanan menunjukkan tren pemulihan yang bertahap dan akan mencapai pemulihan penuh pada 2023 dan 2024. Salah satu sektor yang paling berpengaruh adalah perjalanan domestik yang menunjukkan pemulihan lebih cepat.

Fokus ke bisnis inti

Di akhir tahun 2022 lalu, Traveloka meluncurkan tagline baru, “Life, Your Way”. Dengan tagline ini, Traveloka menegaskan komitmennya sebagai platform travel nomor satu di Asia Tenggara yang menghadirkan pengalaman konsumen dengan mengedepankan teknologi melalui beragam solusi layanan perjalanan.

Berdasarkan data internal Traveloka pada kuartal III/2022, terdapat peningkatan pemesanan hingga lima kali lipat untuk perjalanan destinasi internasional, dan lebih dari 30 persen peningkatan pemesanan pada perjalanan destinasi domestik. Selain itu, pemesanan tiket pesawat juga mengalami peningkatan hingga empat kali dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Dalam menyediakan ragam produk yang relevan dan memudahkan konsumen, Traveloka menerapkan tiga kunci utama, yakni solusi produk serta layanan yang menyeluruh, jaminan layanan berkualitas dan fitur-fitur terbaik untuk meningkatkan kenyamanan konsumen, serta best value deals yang menguntungkan bagi konsumen.

Beberapa layanan yang sudah tersedia dalam aplikasi, termasuk program loyalitas ‘Traveloka Points’ dan ‘Traveloka Priority’ yang menawarkan keuntungan eksklusif seperti diskon hotel dan prioritas layanan pelanggan.

Selain itu juga ada fitur ‘Reschedule+’ yang memungkinkan konsumen mengubah tidak hanya jadwal penerbangan, tetapi juga destinasi dan maskapai. Traveloka juga siap memperkuat posisinya di Asia Tenggara, termasuk Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.

Dalam wawancara terakhir bersama DailySocial.id, CMO Traveloka Shirley Lesmana meyakini kemampuan dan kesiapan Traveloka untuk dapat terus beradaptasi guna merespon kebutuhan konsumen saat ini dan di masa depan.

“Dengan menjadi brand yang semakin berpusat pada konsumen, kami berharap Traveloka dapat menjadi inspirasi sekaligus platform travel pilihan konsumen dalam mewujudkan aspirasi, mengeksplorasi berbagai destinasi baru, serta menemukan hidden gems untuk lebih memaknai hidup.” Tutup Shirley.

Startup Insurtech Futuready Tutup di Indonesia

Startup insurtech Futuready mengumumkan tutup operasional di Indonesia.

“Mohon maaf kami, PT Futuready Insurace Broker (FIB), sudah tidak beroperasi lagi,” dikutip dari situs resmi Futuready, diakses pada hari ini (4/7).

Perusahaan melanjutkan, “dari kami semua di FIB, terima kasih banyak telah memercayai kami selama ini. Adalah hal yang menyenangkan telah menyediakan produk asuransi bagi Anda secara online sejak 2016.”

Tidak disebutkan penyebab keputusan tersebut diambil.

Sebelumnya, induk Futuready, Aegon Group, menjual bisnisnya di Thailand pada November 2022 kepada perusahaan ekuitas swasta berbasis di Singapura, The Huntington Group. Di Thailand, sebelumnya menjalankan bisnis sebagai telemarketing sejak 2007, kemudian rebrand jadi Futuready Thailand yang menawarkan solusi asuransi yang berfokus pada konsumen melalui saluran afinitas dan mitra.

Di Indonesia, Aegon, mengempit 80% kepemilikan saham di Futuready. Aegon merupakan perusahaan asuransi jiwa dan manager aset yang berbasis di Den Haag, Belanda.

Saat pertama kali beroperasi di Indonesia pada 2016, Futuready memanfaatkan lisensi sebagai broker asuransi yang diperoleh dari OJK. Petinggi saat itu, Sendy, menyampaikan broker memiliki posisi yang unik karena dapat membantu nasabah dalam berasuransi. Broker melaksanakan tugasnya membantu nasabah menentukan pilihan produk asuransi terbaik dengan objektif dan transparan.

Tidak hanya konsultasi, perusahaan juga dapat memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak atas nama dan demi kepentingan nasabah, bukan kepentingan perusahaan asuransi.

Setelah Sendy, posisi tertinggi Futuready Indonesia diisi oleh Keet Peng Onn sejak Agustus 2019. Onn sebelumnya menduduki beberapa posisi penting di Aegon Group.

Putar otak pasarkan asuransi

Di Indonesia, penetrasi masyarakat terhadap produk asuransi terbilang rendah. Data OJK menunjukkan, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada 2021 mencapai 3,18% persen, yang terdiri dari penetrasi asuransi sosial (1,45%), asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), dan sisanya asuransi wajib.

Sementara itu, kontribusi aset industri asuransi baru mencapai 5,8% terhadap PDB dengan penetrasi di bawah 4%. Padahal, untuk menjadi negara maju, kontribusi asuransi harus mencapai 20% dari PDB.

Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing merinci ada beberapa permasalahan mendasar yang ada dalam industri asuransi. Misalnya, inovasi yang tidak terlalu kencang, produk yang tidak terjangkau untuk masyarakat luas, hingga proses bisnis banyak yang masih manual. Dari sini, banyak sekali kesempatan digitalisasi yang dapat dilakukan oleh pemain insurtech.

Dengan kondisi tersebut, pendekatan PasarPolis adalah membangun digital engagement, menautkan asuransi sebagai bagian dari gaya hidup digital masyarakat Indonesia, dengan menghadirkan layanan embedded insurance.

“Seperti saat orang membeli barang di marketplace, asuransi berasa seperti udara [sesuatu yang mengiringi, dalam hal ini untuk perlindungan barang]. Jadi tujuannya mendatangkan asuransi ke kehidupan orang, bukan orang yang datang untuk mencari asuransi. Kemitraan ini adalah strategi terbaik untuk mengakses pelanggan,” jelas Cleo.

Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin menambahkan, tiap kali ada inovasi yang mengubah perilaku masyarakat akan menimbulkan risiko baru. Kesempatan inilah yang bisa digarap perusahaan asuransi, sehingga produknya juga dituntut untuk terus berinovasi. Dunia asuransi itu sendiri dikenal sebagai industri yang kaku dengan proses kerja yang tidak sedinamis layanan insurtech.

“Asuransi harus menjadi lifestyle yang bukan dicari untuk satu tahun, tapi bisa dibeli beberapa kali dalam setahun. Makanya harus dikaitkan dengan lifestyle,” ujarnya.

Kedua perusahaan di atas juga mulai tancap gas memanfaatkan kanal distribusi yang paling banyak dicari konsumer, yakni keagenan. Fuse bahkan hanya memfokuskan diri di model bisnis ini saja.

Bisnis keagenan

Sebelumnya, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyampaikan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. Namun, catatan ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agency sebagai kanal distribusinya.

Togar juga menegaskan model keagenan tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia hingga seluruh masyarakat memahami pentingnya proteksi asuransi jiwa bagi dia dan keluarganya. Sebab, produk asuransi sampai saat ini masih ‘dijual’, bukan ‘dibeli’.

Bisnis keagenan ini termasuk mahal dan memiliki turnover yang tinggi. Kendati begitu, perusahaan yang mengandalkan kanal ini tetap harus melakukan perekrutan agar tetap tumbuh dalam kondisi apapun. Togar menyebut ada rumusan umum dalam merekrut agen, yakni 10:3:1. Artinya, dari setiap 10 orang yang diundang, hanya tiga orang yang tertarik dan mengikuti pelatihan. Namun pada akhirnya hanya satu orang yang bersedia menjadi agen asuransi jiwa.

“Kalau dianalogikan, mie instan itu tinggal taruh di display, lalu orang datang membelinya. Produk asuransi jiwa enggak bisa begitu. Dia harus ditawarkan. Nah, inilah yang menyebabkan kenapa peranan tenaga pemasar asuransi jiwa menjadi penting,” katanya.

Zomato Tutup Permanen di Indonesia, Pemain Direktori Semakin Tersisih

Aplikasi direktori restoran Zomato resmi menyetop operasional secara penuh di Indonesia. Pengumuman resmi disampaikan perusahaan melalui situsnya sejak pekan lalu. Aplikasinya masih bisa diakses khusus direktori penelusuran di India dan UEA saja. Namun, direktori lokasi di Indonesia kini sudah tidak tersedia.

“Saatnya mengucapkan perpisahan! Kehadiran kami di Indonesia merupakan perjalanan yang hebat, tetapi sayangnya kami harus menghentikan operasi kami di sini!. Tapi kami masih bisa menelusuri berbagai restoran dan memesan makan dari berbagai tempat makanan rekomendasi Zomato di India dan UAE,” tulis perusahaan.

Sebelumnya pada 2020, perusahaan memang sudah mengumumkan menutup kantor cabangnya di Indonesia pada Oktober 2020 lalu. Kala itu, layanan berlangganan Zomato Pro dan Zomato Gold, yang memungkinkan pengguna mendapat sejumlah benefit, seperti kemudahan reservasi restoran dan memilih menu makanan, ikut dihentikan.

Meski demikian, pengguna masih bisa mengakses layanan Zomato untuk menelusuri direktori restoran dan tempat makanan baik itu melalui situs dan aplikasi Zomato. Sebab, pemeliharaan konten di sini dilakukan langsung oleh tim Zomato di kantor pusat di India.

Zomato sendiri masuk ke pasar Indonesia pada November 2013 lalu setelah resmi hadir perdana di India pada Juli 2008.

Fokus perbaiki kinerja

Penutupan bisnis internasional Zomato adalah rangkaian upaya perusahaan yang kini berfokus mencapai pada titik impas. Sejak 2021, perusahaan telah menghentikan hampir semua bisnis internasionalnya, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris Raya (UK), Singapura, dan Lebanon.

Mengutip dari Business Insider India, CEO Zomato Deepinder Goyal, mengatakan, “Kami juga menutup operasi kami di Lebanon, yang merupakan satu-satunya bisnis internasional yang kami miliki (selain bisnis makan di UEA) setelah menutup sisa bisnis internasional kami yang beroperasi tahun lalu.”

Zomato telah mengidentifikasi tiga segmen geografis untuk menandai peta bisnis internasionalnya. Per 10 November 2021, terdiri atas:

  1. India
  2. Uni Emirat Arab (UEA)
  3. Rest of the World (Australia, Selandia Baru, Filipina, Indonesia, Malaysia, AS, Lebanon, Turki, Ceko, Slovakia, Polandia, Qatar, Irlandia)

India adalah pasar terbesar bagi Zomato dalam hal pendapatan, diikuti oleh UEA. Oleh karenanya, keduanya ini dipertahankan hingga sekarang. Di Uni Emirat Arab, Zomato bermain sebagai platform agregator makanan, sementara di kandangnya, sebagai bisnis pengiriman makanan.

Pemain tersisa

Hengkangnya Zomato di bisnis direktori restoran di Indonesia, kini menyisakan Qraved dan PergiKuliner yang kini masih beroperasi dengan model bisnis yang sama. Sisanya juga menyediakan layanan direktori, tetapi bukan jadi bisnis utama, seperti yang dilakukan oleh Chope dan Eatigo. Mereka berdua menyediakan layanan reservasi dan voucher makanan.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-Founder PergiKuliner Oswin Liandow mengatakan bahwa hanya pemain lokal yang mampu bertahan, dan pada akhirnya menjadi juara di bisnis direktori restoran. Dia pun mengklaim bahwa PergiKuliner adalah satu-satunya platform penelusuran kuliner lokal dengan pertumbuhan jumlah ulasan yang objektif dan trafik yang tinggi.

Cakupan ulasan di PergiKuliner tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya, mulai dari kedai kaki lima hingga restoran hotel bintang lima.

“PergiKuliner selama ini berupaya untuk fokus kepada pengguna. Untuk restoran, jika mereka memiliki bisnis yang baik dan makanan yang berkualitas, tentunya sangat relevan menjadi mitra kami karena kami berupaya memberikan ulasan yang obyektif,” kata Oswin.

Sebagai platform media, cara monetisasi PergiKuliner adalah periklanan untuk pemilik restoran. Konsepnya beragam, apakah restoran tersebut ingin di-highlight dari lokasi, menu, dan lainnya. Cara ini sesungguhnya dilakukan oleh berbagai platform sejenis, termasuk Zomato dan OpenRice yang sudah angkat kaki dari Indonesia.

Meskipun demikian, PergiKuliner mengklaim berupaya untuk bekerja sama dengan restoran yang memang telah memiliki popularitas baik, dari sisi harga, lokasi, hingga kualitas rasa makanan. Mereka melakukan proses kurasi terhadap siapapun yang ingin beriklan dan bisa menolak jika tidak sesuai persyaratan.

“Saya berupaya menekankan kepada tim bahwa misi kita adalah memberikan ulasan dan rekomendasi restoran secara obyektif. Menjadikan platform kami sebagai referensi yang akurat bagi pengguna.”

Startup Quick Commerce “Bananas” Resmi Tutup, Segera Pivot ke Bisnis Baru

Startup quick commerce Bananas mengumumkan akan tutup layanan e-grocery setelah resmi beroperasi selama 10 bulan. Kegagalan menemukan unit ekonomi yang cocok jadi penyebab utama diambilnya keputusan tersebut.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & CEO Bananas Mario Gaw menyampaikan, meski tutup ia akan mempertahankan sejumlah karyawannya untuk pivot ke bisnis baru yang benar-benar berfokus pada menyelesaikan masalah dengan unit ekonomi yang lebih baik. “Totally new [bisnis] focusing on a pain point with better unit economics,” ucapnya.

Dalam pengumuman yang disampaikan perusahaan di media sosial, perusahaan mengucapkan rasa terima kasih kepada mitra dan pemasok utama yang telah mendukung hadirnya layanan e-grocery dari Bananas untuk melayani para konsumen. Namun, perusahaan mengakui setelah beroperasi selama berbulan-bulan, sembari terus bereksperimen dengan berbagai bagian bisnis, tidak menemukan bagaimana dapat menciptakan unit ekonomi yang dapat bekerja.

“Dengan dukungan luar biasa dari investor kami, kami telah memutuskan untuk memanfaatkan runway yang tersisa untuk membangun sesuatu yang lebih baik,” tulis pengumuman tersebut.

Lebih lanjut disampaikan, berkaitan dengan itu manajemen akan menghentikan layanan e-grocery setelah selesai menjual semua stok dengan diskon yang signifikan. Perusahaan juga memastikan semua talentanya yang terkena dampak dapat segera mendapat tempat baru selama masa transisi ini, dengan memanfaatkan jaringan dan kolega di industri.

“Ini hanya perpisahan sementara dari tim di balik Bananas. Kami yakin bahwa masa-masa sulit ini hanya akan menempa orang-orang di dalamnya untuk menjadi lebih baik dan lebih kuat di masa depan,” tutup pengumuman tersebut.

Saat awal debut, Bananas telah didukung oleh sejumlah investor, seperti East Ventures, SMDV, Arise, dan Y Combinator. Total dana yang diperoleh sebesar $1,5 juta.

Tantangan di quick commerce

Awalnya Bananas memosisikan diri sebagai quick commerce untuk konsumen middle to high. Kalangan ini didefinisikan punya gaya hidup sibuk, seperti profesional dan orang tua karier yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Mereka juga bukan tipikal yang oportunis yang selalu disokong dengan diskon atau cashback.

“Kami melihat segmen ini masih sangat baru, mereka malas menghabiskan waktu di jalan, belum lagi harus antre di supermarket dan angkut belanjaannya yang berat itu. Angle kami adalah mengincar mereka, bukan yang harus dipancing dengan promo,” kata Mario saat interview dalam sesi #SelasaStartup pada September lalu.

Ia pun mengakui bahwa tantangan di quick commerce ini begitu besar karena menyatukan seluruh kerumitan dalam operasionalnya. Misalnya, harus bangun dark store, mengurus inventaris, sourcing barang di lokasi mana yang laku mana yang tidak, ini baru sebagian kecil saja.

“Jadi semua fungsi dan lini itu susah. Pun juga dari marketing untuk akuisisi user di Pondok Indah dan Kelapa Gading mungkin lebih mudah bikin event di mall. Tapi belum tentu di lokasi lain sama karena beda gaya hidup dan kebiasaan.”

Di tambah lagi, dengan kenaikan harga BBM, otomatis membuat Bananas harus putar otak untuk tetap menekan pengeluaran di tengah perang bisnis ritel yang marginnya terkenal tipis. Solusi yang kini tengah diusahakan adalah mengembangkan algoritma agar sistem pengantaran dapat dilakukan dalam satu batch untuk satu kendaraan sekali jalan untuk satu area.

Sebelumnya, Dropezy juga mengambil langkah serupa dengan pivot ke bisnis yang benar-benar baru di luar e-grocery. Kompetitor terdekat Dropezy dan Bananas, yang bergerak di vertikal sama hanya menyisakan Astro yang masih beroperasi.

Astro mulai mengembangkan produk private label, dinamai Astro Goods. Sejauh ini, produk yang sudah dirilis dari makanan ringan, makanan segar, paket siap masak, hingga kerajinan tangan. Selanjutnya, Astro Kitchen untuk produk makanan dan minuman siap santap. Disebutkan, perusahaan memiliki lebih dari 40 dark store yang terbesar di Jabodetabek.

HappyFresh juga sempat berhenti, namun kembali beroperasi setelah terima dana segar berbentuk debt dari Genesis, InnoVen, dan Mars. Ketiganya merupakan modal ventura yang berfokus pada pendanaan berbasis utang (debt).

Application Information Will Show Up Here

Fabelio Dinyatakan Pailit, Wajib Selesaikan Kewajiban

Startup e-commerce produk furnitur Fabelio (PT Kayu Raya Indonesia) resmi dinyatakan pailit. Berdasarkan pengumuman pailit di surat kabar, pernyataan tersebut diputuskan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.47/Pdt. Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.JKT.PST, tertanggal 5 Oktober 2022.

Dalam putusan tersebut, pengadilan mengabulkan putusan pailit terhadap PT Kayu Raya Indonesia. “Menyatakan Debitor (PT Kayu Raya Indonesia) dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya,” tulis pengumuman putusan pailit, dikutip dari Katadata.

Rapat kreditur pertama ditetapkan pada pekan ini (17/10). Ini ditetapkan oleh Hakim Pengawas pada 6 Oktober. Sedangkan batas akhir pengajuan tagihan para kreditur dan tagihan pajak ditetapkan bulan depan (14/11) paling lambat pukul 17:00 di kantor pengurus.

Selanjutnya, rapat pencocokan piutang/verifikasi tagihan para kreditor dan kantor pajak dijadwalkan seminggu setelahnya atau 28 November pukul 10:00 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Sehubungan dengan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan penetapan hakim pengawas tersebut, kami mengundang para kreditur, debitur, dan pihak lain yang berkepentingan untuk menghadiri rapat-rapat tersebut.”

Sebelumnya, isu ini sudah lama mencuat di media massa sejak tahun lalu berawal dari kegagalan perusahaan membayar gaji karyawan dan vendor sejak September 2021. Bahkan, muncul petisi yang sudah ditandatangani oleh 3.125 orang hingga 14 Desember 2021.

Manajemen berkilah kondisi tersebut terjadi karena pandemi yang membatasi gerak aktivitas orang-orang untuk keluar rumah. Namun, menurut laporan The Ken, alasan tersebut bertolak belakang dengan kondisi para kompetitornya yang justru tumbuh subur. Alias masalah Fabelio itu karena ulah sendiri.

Selain Fabelio, DailySocial.id juga mengompilasi sejumlah startup yang tutup sepanjang 2021 hingga tahun ini. Berikut daftarnya:

1. Bonza

Berdasarkan penelusuran DailySocial.id, startup ini tutup pada awal tahun ini. Dari halaman LinkedIn co-founder Bonza, ia sudah tidak bekerja di Bonza per Januari 2022. Situs resminya juga sudah tidak bisa diakses. Startup ini juga telah masuk dalam daftar portofolio terdahulu di East Ventures.

East Ventures sudah dua kali menyuntik startup yang didirikan pada 2020 oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas. Total dana yang diperoleh Bonza mencapai lebih dari Rp35 miliar dari berbagai investor, tak hanya East Ventures. Ketika ditanya perihal status Bonza, pihak East Ventures enggan memberikan komentar.

Bonza adalah startup big data yang berambisi membantu perusahaan menerjemahkan data yang dimiliki dari berbagai sumber untuk diintegrasi menggunakan AI dan machine learning untuk membantu mengambil keputusan dalam skala yang optimal.

2. Jipay

Kabar ini langsung dikonfirmasi oleh Dayana Yermolayeva selaku CEO melalui unggahan di laman LinkedIn. Jipay adalah startup fintech untuk pekerja rumah tangga (PRT) yang menyediakan kartu prepaid dan aplikasi bagi keluarga dalam mengelola pengeluaran lewat PRT mereka.

Ia memutuskan untuk menghentikan Jipay bukan karena kehabisan uang, tapi karena gagal mencapai product-market-fit. Dari hasil yang didapat, solusi Jipay tidak mampu mengubah kebiasaan keluarga dan PRT dalam mengelola anggaran keuangan. Pertumbuhan justru terjadi karena didorong oleh cashback, yang menimbulkan minimnya loyalitas, di samping buruk juga untuk bisnis secara jangka panjang.

Dengan model bisnis yang dilakukan, pada akhirnya Jipay hanya jadi sekadar platform remitansi. Yang mana, di Singapura harus ada lisensi khusus, belum lagi margin yang tipis.

“Pada akhirnya turun ke matematika sederhana. Mengingat pendanaan kami saat ini, kami tidak akan menghasilkan pendapatan pengiriman uang yang cukup di Singapura untuk meningkatkan seri A kami, sementara memperluas ke pasar kami berikutnya, UEA, akan membutuhkan investasi yang jauh lebih banyak,” tulis Yermolayeva.

Ia pun memberikan penutup, “Beberapa minggu yang sulit dipenuhi dengan pertanyaan dan ambiguitas, tetapi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada investor dan tim saya karena telah mendukung saya di setiap langkah.”

Jipay telah memperoleh pendanaan tahap awal senilai $1,3 juta dari East Ventures, SHL Capital, dan beberapa angel investors.

3. Orori

Meski belum ada pernyataan resmi dari manajemen. Dari penelusuran DailySocial.id, startup yang didirikan oleh George Budi Sumantri dan Triono J. Dawis ini telah berhenti beroperasi pada sekitar April 2021.

Baik situs dan kantor pusat Orori telah ditutup. Perusahaan dituding gagal mengembalikan dana masyarakat yang berinvestasi melalui e-mas dan beli perhiasan melalui Orori. Akun media sosial Orori di Instagram dihujani oleh konsumen yang tidak bisa menarik dananya.

Penolakan IPO dan Ditinggalkan Co-Founder Berakhir pada Penutupan Layanan Guvera

Setelah mendapatkan penolakan hingga pemblokiran pengajuan IPO dari ASX (Australian Securities Exchange –bursa efek di kawasan setempat), layanan streaming musik Guvera kondisinya kian kacau. Kegiatan operasionalnya makin “mangkrak” dan mulai dihentikan secara masif. Sementara itu salah satu Co-Founder Claes Loberg dikabarkan juga telah mengundurkan diri sebagai direktur, pun demikian dengan rekannya Steve Porch yang mulai menyerah. Sehingga saat ini tinggal Darren Herft yang ada di jajaran direktur.

Namun tak menyerah begitu saja, sejak awal tahun lalu dengan dorongan investor (karena berhutang atas pengembalian investasi hingga $1,8 juta), Guvera sempat melakukan pivot sebagai sebuah layanan advertising untuk layanan hiburan. Bernama DragonFli layanan tersebut akan difokuskan untuk pengguna di Indonesia, India dan Tiongkok.

Aplikasi Guvera yang ada di mobile marketpalce juga sudah di-rebranding menjadi DragonFli. Dari informasi yang terdapat di laman aplikasi Guvera di Google Play mereka akan mengubah sebagian besar layanan mereka. Yang semula hanya layanan streaming musik sekarang dikombinasikan dengan informasi dengan brand. Lengkap dengan playlist yang direkomendasikan brand tersebut.

Guvera Limited tercatat telah mengumpulkan total investasi $185 juta selama 2008 hingga 2016, dari sekurangnya 3000 pemegang saham. Untuk membangun kembali Guvera, Herft meminta dua relawan dari jajaran investor untuk membantu operasional bisnis. Sehingga ditunjuk Messrs Loberg dan Porch untuk mengisi posisi tersebut. Masing-masing memiliki kepemilikan saham 11,5 persen dan 6,5 persen.

Herft, Loberg dan Brad Christiansen mendirikan Guvera pada tahun 2008 dan meluncurkan situs MP3 dua tahun setelahnya. Seiring dengan perkembangan model penikmat musik, Guvera bertransformasi menjadi layanan streaming, bekerja sama langsung dengan perusahaan label musik untuk lisensi. Model bisnis yang ditawarkan freemium, dan berhasil memikat 17 juta pengguna di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri Guvera hadir sejak 4 Februari 2014. Layanan musik asal Australia tersebut juga terus melakukan optimasi layanan, salah satunya dengan melakukan kerja sama dengan brand dan melakukan pembaruan aplikasi. Terakhir aplikasi diperbarui pada versi 3.0 dan diresmikan di Jakarta pada akhir Maret 2016 lalu. Pembaruan terakhir membawa fitur sosial di lini aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Multiply to Shutdown Blog Platform on December 1, 2012

It’s something that we’ve predicted before but it’s still causing some consternation especially among die hard Multiply users. Multiply announced that it will close down its blog service on 1 December 20120. The blogging service that has been a staple of Multiply since its inception in 2003 is giving way to the company’s Marketplace business that has turned Indonesia and The Philippines into the focus of Multiply’s global operations. Faithful bloggers will have to export their valuable posts and photos to other blog services.

Continue reading Multiply to Shutdown Blog Platform on December 1, 2012

Selamat Tinggal Microsoft Money

Microsoft berencana untuk menutup salah satu produknya Microsoft Money, sebuah perangkat lunak yang membantu pengguna mengelola keuangan. Penjualan perangkat lunak ini akan ditutup akhir bulan Juni ini.

Pihak Microsoft menyatakan bahwa pengguna yang sekarang sudah ada tetap bisa menggunakan perangkat lunak tersebut dan menggunakan layanan pendukung online sesuai dengan lisensi (agreement) ketika membeli Microsoft Money. Microsoft juga mengakui bahwa Microsoft Money terpaksa ditutup karena Microsoft ingin mendahulukan prioritas untuk produk-produk yang lebih menguntungkan bagi perusahaan.

Sebuah fakta statistik memang menunjukkan bahwa penjualan Microsoft Money beberapa bulan ini kian menurun, meskipun kemungkinan besar keputusan untuk menghentikan Microsoft Money sudah diambil jauh sebelum tren ini terlihat. Matt Rosoff, seorang analis mengatakan bahwa keputusan menghentikan Microsoft Money mungkin semata-mata untuk memotong pengeluaran, lagi-lagi karena efek resesi global.

Setelah baru-baru ini menghentikan Microsoft Encarta dan Digital Image Suite sepertinya ada indikasi Microsoft akan lebih memfokuskan diri ke cloud services dan solusi korporat daripada ke small business. Entah mengapa Microsoft selalu kalah ketika bertarung di pasar bisnis kecil dan end-customer.

(sumber:pcworld)