Apple Perkenalkan macOS Mojave dengan Sederet Fitur Baru yang Menarik

Bersamaan dengan iOS 12, macOS versi baru juga menjadi sajian di acara WWDC 2018 yang Apple helat semalam. Versi terbarunya ini dinamai macOS Mojave, dan sepintas koleksi fitur barunya terdengar jauh lebih menarik ketimbang yang diusung macOS High Sierra tahun lalu.

Sebagai pengguna Mac, saya sendiri sampai sekarang masih belum menyempatkan untuk update ke High Sierra dikarenakan kurang menariknya fitur-fitur yang dibawanya. Namun dengan macOS Mojave, sepertinya saya bakal meng-update sesegera mungkin setelah Apple merilisnya ke publik di musim semi nanti.

Berikut penjelasan singkat dari fitur-fitur baru yang dihadirkan macOS Mojave.

Dark Mode

macOS Mojave Dark Mode

Tampilan macOS memang belum berubah banyak sejak perombakan desain yang dibawa OS X Yosemite di tahun 2014. Akan tetapi Mojave akhirnya menghadirkan fitur Dark Mode yang proper. Saya bilang proper karena sebelum ini Dark Mode hanya menggelapkan warna menu bar di atas, sedangkan di Mojave tampilan aplikasi seperti Finder, Mail, Messages maupun Calendar juga ikut digelapkan.

Fitur ini bisa diaktifkan kapan saja pengguna mau, dan developer pihak ketiga nantinya juga bisa menerapkan Dark Mode pada aplikasi buatannya berkat API yang disediakan Apple. Dark Mode memang tidak berdampak langsung pada fungsionalitas, tapi setidaknya cukup membantu ketika harus bekerja di depan Mac di malam hari.

Stacks dan penyempurnaan Finder

macOS Mojave Stacks

Tidak jarang saya melihat tampilan desktop yang acak-adut akibat begitu banyaknya file di Mac milik teman. Mojave sudah menyiapkan solusinya dalam wujud Stacks, di mana sejumlah file bakal dikelompokkan secara otomatis berdasarkan tipe file maupun atribut seperti tanggal dan tag.

Untuk Finder, sekarang ada mode tampilan bernama Gallery View, yang pada dasarnya merupakan versi lebih matang dari Cover Flow. Dalam mode tampilan ini, preview file akan ditampilkan dalam ukuran besar di tengah, lalu di sebelah kanan ada metadata lengkapnya.

Fitur Quick Look, yang biasa diaktifkan dengan menekan tombol Space, kini tak hanya menampilkan preview file saja, tapi juga menyediakan opsi penyuntingan macam rotate dan crop untuk gambar, trim untuk video dan audio, serta markup untuk PDF. Semuanya tanpa perlu membuka aplikasi sama sekali.

Group FaceTime

macOS Mojave Group FaceTime

FaceTime ramai-ramai yang menjadi salah satu fitur andalan iOS 12 juga hadir di macOS Mojave. Fungsinya sama persis dan juga mendukung sampai 32 partisipan. Partisipan tambahan bisa bergabung dalam percakapan kapan saja, dan mereka bebas memilih hendak menggunakan Mac atau perangkat iOS.

Mac App Store berubah total

macOS Mojave Mac App Store

Pengguna Mac patut berterima kasih pada iOS 11, sebab App Store baru yang terdapat pada iOS 11 akhirnya menginspirasi Apple untuk menerapkan perombakan yang sama pada Mac App Store. Di Mojave, tampilannya berubah total dan jauh lebih menarik.

Begitu dibuka, pengguna bakal langsung disambut oleh konten editorial yang telah disiapkan tim internal Apple. Di sebelah kiri, ada beberapa tab untuk memudahkan pencarian aplikasi. Juga menarik adalah, untuk pertama kalinya, aplikasi ternama seperti Microsoft Office dan Adobe Lightroom CC bisa diunduh melalui Mac App Store.

Warisan aplikasi iOS

macOS Mojave Apple News

Ini memang bukan pertama kalinya macOS mewarisi aplikasi iOS. Namun di Mojave, aplikasi yang datang langsung ada empat, yakni News, Stocks, Voice Memos dan Home. Semuanya memiliki tampilan yang telah dioptimalkan untuk perangkat desktop, meski sepintas kelihatan mirip seperti versi iPad-nya.

Penyempurnaan fitur screenshot dan Continuity Camera

macOS Mojave Screenshot tools

Selain App Store dan keempat aplikasi di atas, warisan dari iOS rupanya juga mencakup pembaruan pada fitur screenshot. Setiap kali screenshot diambil di Mojave, pengguna bisa langsung mencorat-coret (markup) gambarnya – persis seperti di iOS. Pengguna bahkan juga bisa merekam tampilan macOS dalam wujud video (screen recording).

Kemudian ada juga fitur baru yang sangat menarik bernama Continuity Camera, di mana kita dapat mengambil gambar atau memindai dokumen menggunakan iPhone atau iPad, lalu hasilnya langsung muncul di Mac. Sangat praktis dan berguna dalam konteks sehari-hari.

Sumber: Apple.

8 Fitur iOS 12 Paling Menarik yang Perlu Anda Ketahui

Apple resmi menggelar WWDC 2018 semalam, dan bersamanya sudah pasti ada pengumuman iOS versi baru, tepatnya iOS 12. Dari segi tampilan versi ini memang masih sama seperti sebelumnya, akan tetapi sejumlah fitur baru yang dibawanya cukup menarik untuk disoroti.

Berikut 8 fitur iOS 12 paling menarik beserta penjelasan singkatnya.

Kinerja lebih responsif

Dibandingkan iOS 11, iOS 12 diyakini jauh lebih responsif, bahkan untuk perangkat yang sudah cukup berumur sekalipun. Sekadar informasi, kompatibilitas iOS 12 sama persis seperti iOS 11, yang berarti perangkat setua iPhone 5S pun masih bisa menerima update-nya ketika dirilis di bulan September atau Oktober mendatang.

Dalam pengujiannya menggunakan iPhone 6 Plus yang menjalankan iOS 12, Apple bilang bahwa aplikasi Camera dapat dibuka 70% lebih cepat, keyboard muncul 50% lebih cepat, dan mengetik pun juga diklaim lebih responsif. Apple tak lupa menambahkan bahwa secara keseluruhan loading aplikasi di iOS 12 bisa lebih cepat sampai dua kali lipat.

ARKit 2

iOS 12 ARKit 2

Melanjutkan jejak ARKit 1.5 yang dirilis bersama iOS 11.3, ARKit 2 terus menyempurnakan pengalaman augmented reality yang bisa dinikmati pengguna iOS 12. Yang paling utama, konten AR di iOS 12 dapat dinikmati secara multiplayer, kurang lebih mirip seperti yang dihadirkan ARCore 1.2 di Android.

Kemudian yang tidak kalah unik adalah format file baru khusus AR bernama usdz hasil kolaborasi antara Apple dan Pixar. Berkat usdz, konten AR pada dasarnya bisa diakses secara langsung dari berbagai aplikasi seperti Safari, Messages, Mail maupun News.

Masih seputar AR, iOS 12 turut menghadirkan aplikasi bawaan baru bernama Measure, yang berfungsi untuk mengukur dimensi beragam objek nyata di sekitar pengguna. Sebelum ini sebenarnya sudah ada beberapa aplikasi serupa di App Store dari developer pihak ketiga, tapi setidaknya untuk pengukuran yang sederhana kita bisa mengandalkan aplikasi bawaan ini saja.

Messages dan FaceTime

iOS 12 Messages & FaceTime

Pembaruan atas kedua aplikasi ini sejatinya lebih ke arah lucu-lucuan ketimbang fungsional. Khusus di iPhone X, ada sejumlah karakter Animoji baru, beserta opsi untuk membuat karakter sendiri yang Apple sebut dengan istilah Memoji. Lebih lanjut, Animoji sekarang juga dapat meniru gerakan pengguna yang menjulurkan lidahnya.

Yang mungkin lebih penting adalah FaceTime, sebab di iOS 12, akhirnya hadir fitur Group FaceTime alias panggilan video berkelompok. Sebanyak 32 orang sekaligus bisa bergabung dalam satu percakapan Group FaceTime, dan tentu saja fitur ini terintegrasi dengan percakapan grup di iMessage.

Photos

iOS 12 Photos

Aplikasi Photos di iOS 12 membawa satu tab baru berlabel “For You” yang menggabungkan Memories beserta iCloud Shared Albums. Fitur pencarian juga diklaim lebih cerdas di Photos untuk iOS 12, serta yang tidak kalah menarik adalah fitur sharing suggestion, yang sangat berguna untuk saling bertukar koleksi foto yang diambil selama beraktivitas bersama teman atau keluarga.

Grouped notifications

iOS 12 Grouped Notifications

Setelah sekian lama, Apple akhirnya memperbaiki salah satu kelemahan iOS dibandingkan Android, yaitu terkait notifikasi. Di iOS 12, notifikasi kini bakal dikelompokkan berdasarkan aplikasi dan topik, sehingga pengguna tak akan lagi disambut oleh deretan notifikasi yang seakan tidak ada ujungnya di bawah.

Juga sangat berguna adalah kemudahan untuk mengatur bagaimana notifikasi dari setiap aplikasi akan ditampilkan, apakah dirasa tidak perlu dan lebih baik dimatikan sepenuhnya saja, atau ditampilkan di Notification Center tanpa menginterupsi aktivitas pengguna.

Do Not Disturb dan Screen Time

iOS 12 Do Not Disturb Bedtime

Perihal interupsi ini rupanya mendapat porsi besar di iOS 12. Sederhananya, Apple ingin konsumen tidak melewati batas wajar pemakaian gadget, dan ini coba mereka wujudkan lewat penyempurnaan fitur Do Not Disturb serta fitur baru bernama Screen Time di iOS 12.

Do Not Disturb sekarang memiliki mode khusus untuk jam tidur, di mana notifikasi yang masuk selama itu akan benar-benar disembunyikan, dan baru akan ditampilkan di pagi hari. Harapannya, pengguna yang terbangun di tengah malam kemudian reflek mengecek jam di ponselnya tidak lalu lanjut membuka Instagram setelah melihat banyaknya notifikasi yang masuk, melainkan bisa kembali tidur lagi.

iOS 12 Screen Time

Screen Time di sisi lain bakal memberikan gambaran terkait pemakaian perangkat di tangan pengguna masing-masing; berapa kali kita membuka ponsel setiap jamnya, dan lain sebagainya. Dari situ kita bisa memilih untuk membatasi diri kita sendiri, semisal membatasi penggunaan aplikasi Instagram hanya satu jam dalam satu hari.

Kesannya memang seperti mengatur pemakaian gadget oleh anak-anak, tapi pada kenyataannya beberapa dari kita memang butuh batasan-batasan seperti ini kalau ingin tetap fokus dan produktif. Tentu saja fitur-fitur yang disajikan Screen Time juga bisa kita terapkan sebagai fitur parental control terhadap anak-anak.

Siri Shortcuts

iOS 12 Siri Shortcuts

Siri juga mendapat pembaruan yang menarik di iOS 12, di mana ia dapat berkomunikasi dengan semua aplikasi pihak ketiga, dengan catatan developer-nya sudah memberikan dukungan. Jadi dengan satu frasa perintah suara dari pengguna, Siri dapat menginstruksikan aplikasi untuk melakukan sesuatu sesuai permintaan.

Frasanya ini bisa kita buat sendiri, dan instruksinya pun tidak cuma terbatas satu saja. Semuanya dapat diatur lewat aplikasi bawaan baru bernama Shortcuts, yang memanfaatkan interface drag-and-drop demi memudahkan kita untuk meracik semacam instruksi berseri buat Siri dan berbagai aplikasi.

Perbaikan desain aplikasi dan penyempurnaan CarPlay

iOS 12

iOS 12 membawa tampilan baru untuk News beserta iBooks, yang rupanya telah berganti nama menjadi Apple Books. Aplikasi Voice Memos juga telah disempurnakan tampilannya, dan untuk pertama kalinya, tersedia buat pengguna iPad. Begitu juga untuk aplikasi Stocks yang kini hadir di iPad.

Untuk CarPlay, Apple sepertinya mendengarkan banyak komplain dari pengguna. Selama ini, dashboard mobil hanya bisa menampilkan navigasi dari Apple Maps jika menggunakan CarPlay. Siapa juga yang mau menggunakan Apple Maps yang begitu inferior dibandingkan Google Maps atau Waze? Untungnya, CarPlay di iOS 12 akhirnya sudah mendukung aplikasi navigasi pihak ketiga.

Sumber: Apple.

AsteroidOS Siap Berikan Nafas Baru Bagi Smartwatch Android Wear yang Sudah Uzur

Menjajal satu demi satu custom ROM merupakan keasyikan yang hanya bisa dinikmati pengguna perangkat Android. Namun situasinya sedikit berbeda di smartwatch. Meski mayoritas menjalankan Wear OS (Android Wear) yang berbasis Android, tidak banyak sistem operasi alternatif yang bisa konsumen coba.

Namun sekarang setidaknya sudah ada satu sistem operasi open-source yang dapat digunakan di sejumlah smartwatch. Namanya AsteroidOS, dan versi stabil pertamanya (v1.0) baru saja dirilis ke publik setelah dikembangkan selama sekitar empat tahun.

AsteroidOS menawarkan fitur-fitur esensial yang sudah semestinya menjadi standar untuk smartwatch, mulai dari notifikasi, kalender, alarm, kalkulator, remote control pemutar musik sampai aplikasi ramalan cuaca. Pengembangnya juga telah menyiapkan SDK (software development kit) agar komunitas developer bisa membuat aplikasi untuk AsteroidOS.

AsteroidOS

Karena berbasis Linux, SDK AsteroidOS pada dasarnya juga menawarkan kemudahan untuk membuat porting aplikasi dari platform lain. Semua ini tentu harus menunggu keterlibatan dari kalangan developer, tapi setidaknya sekarang pengguna bisa bermain-main dengan sejumlah watch face dan aplikasi bawaan AsteroidOS.

Guna memudahkan konsumen, pengembang AsteroidOS juga telah menyediakan panduan instalasi bagi para pengguna Asus ZenWatch, ZenWatch 2, ZenWatch 3, Sony Smartwatch 3, LG G Watch, G Watch R dan G Watch Urbane. Namun mungkin yang menjadi pertanyaan, mengapa kita harus meninggalkan Android Wear dan beralih ke AsteroidOS?

Well, coba Anda lihat deretan perangkat yang kompatibel itu tadi. Mayoritas adalah smartwatch lama, dan kebanyakan juga sudah tidak menerima update OS terbaru dari pabrikannya masing-masing. Alternatif seperti AsteroidOS ini setidaknya masih bisa memberikan nafas baru seandainya pengguna masih ingin menggunakan perangkat lamanya.

Sumber: Liliputing dan AsteroidOS.

Update Terbaru Windows 10 Hadirkan Sejumlah Fitur Penunjang Produktivitas

Tepat tanggal 30 April 2018 ini, Microsoft resmi merilis update terbaru untuk Windows 10. Memang tidak ada penamaan khusus seperti “Creators Update” kali ini, akan tetapi sejumlah pembaruan yang dibawanya bisa dibilang cukup signifikan, terutama untuk urusan produktivitas.

Yang pertama dan yang paling menarik adalah fitur baru bernama Timeline, yang sempat diumumkan sekitar setahun lalu. Sesuai namanya, Timeline memungkinkan kita untuk meninjau apa saja yang kita konsumsi atau kerjakan sebelumnya sampai 30 hari ke belakang.

Semisal Anda perlu melihat kembali file PDF yang sempat Anda tandatangani pekan lalu, tinggal buka Timeline lalu scroll ke bawah, atau bisa juga dengan memanfaatkan fungsi search. Namun yang lebih istimewa lagi, Timeline rupanya juga bisa diakses melalui perangkat Android atau iOS dengan bantuan browser Microsoft Edge atau Office 365, sehingga Anda dapat meninjau apa saja yang dikerjakan di laptop atau PC dari mana saja.

Masih menyangkut tema produktivitas, ada fitur bernama Focus Assist. Fungsinya tidak lain dari membantu kita berkonsentrasi selama mengerjakan sesuatu, dan caranya tentu saja adalah dengan menyingkirkan elemen-elemen pengalih perhatian seperti notifikasi media sosial dan lain sejenisnya untuk sementara waktu.

Untuk mengaktifkannya, cukup klik tombolnya di Action Center. Focus Assist juga bisa aktif secara otomatis sesuai jadwal yang kita tetapkan, dan kita juga bebas menentukan aplikasi atau kontak tertentu yang dinilai penting dan tidak boleh terlewatkan notifikasinya meski fitur ini sedang aktif. Setiap kali sesi Focus Assist selesai, kita bakal mendapat rangkuman notifikasi yang masuk selama tadi sibuk berkonsentrasi.

Selanjutnya, seperti biasa Microsoft juga menyematkan sejumlah penyempurnaan untuk browser Edge. Yang paling sepele namun paling menarik adalah sebuah icon pengeras suara pada tab yang sedang memutar audio. Klik icon itu, maka audionya bisa kita mute atau unmute dengan sangat mudah. Tidak ada lagi ceritanya bingung mencari dari tab mana suara berasal.

Terakhir, fitur Dictation kini diklaim lebih akurat dan bisa diaktifkan kapan saja dengan shortcut “Win + H”, dan pada aplikasi apa saja yang memiliki area untuk menginput teks. Cortana juga tidak lupa di-update agar dapat membantu kita mengontrol perangkat smart home yang kompatibel.

Sumber: Microsoft.

Microsoft Sedang Godok Versi Windows 10 yang Lebih Hemat Storage

Sebagian besar konsumen memang tidak akan mempermasalahkan size besar yang dihabiskan Windows 10 pada hard disk (atau SSD) milik laptop maupun PC-nya. Namun ini merupakan problem besar bagi mereka yang laptop-nya hanya memiliki ruang penyimpanan sebesar 16 GB untuk sistem operasi.

Laptoplaptop ini memang bisa menjalankan Windows 10 saat keluar dari pabrik, akan tetapi versinya mentok di situ saja. Pasalnya, tidak ada ruang lagi untuk meng-install update terbaru yang dirilis Microsoft. Lalu apa gunanya memakai iterasi terbaru Windows kalau tidak bisa mendapatkan versi yang paling gres?

Untuk itu, Microsoft tampaknya sedang menyiapkan solusinya dalam bentuk edisi baru Windows 10, yang secara internal mereka sebut dengan nama Windows 10 Lean. Selesai di-install, Lean rupanya bisa menghemat kapasitas penyimpanan hingga sebesar 2 GB dibandingkan jika kita meng-install Windows 10 Home atau Pro.

Pertanyaannya, apa saja yang hilang dari edisi ini? Menurut informasi yang berhasil digali Windows Central, yang dihilangkan cuma komponen-komponen yang dinilai non-esensial, macam Registry Editor atau Internet Explorer, dan lain sejenisnya. Sisanya sama persis seperti Windows 10 biasanya, dan Lean pun masih mendukung instalasi aplikasi 32-bit.

Selain itu, sumber Windows Central juga mengatakan bahwa kemungkinan proses instalasi update pada Windows 10 Lean bakal berlangsung lebih lama. Kompromi ini harus dilakukan demi mencegah terjadinya rollback di tengah-tengah proses update, yang pada akhirnya bakal menggagalkan proses update itu sendiri.

Sejauh ini Lean masih dalam tahap pengembangan, dan belum ada yang bisa mengestimasikan kapan Microsoft bakal merilisnya secara publik – tidak menutup kemungkinan bagi Microsoft untuk membatalkannya secara menyeluruh.

Sumber: Windows Central.

Project OpenWatch Bisa Menjadi Cikal Bakal Sistem Operasi Smartwatch Alternatif Terhadap Wear OS

Kecuali Anda Apple, Samsung atau Fitbit, sulit rasanya mengembangkan sistem operasi sendiri demi menandingi Wear OS (Android Wear) besutan Google. Seperti yang kita tahu, ketiga pabrikan besar itu punya OS smartwatch-nya sendiri-sendiri: watchOS (Apple), Tizen (Samsung), dan FitbitOS (Fitbit).

Namun ketika opsi yang tersedia secara luas (Wear OS) menjadi hambatan atas inovasi Anda, upaya untuk mengembangkan sistem operasi sendiri mau tidak mau harus dilakukan. Itulah yang menjadi motivasi bagi pengembang smartwatch Blocks, yang harus berusaha sendiri karena tidak ada OS yang tersedia yang mendukung konsep modular mereka.

Yang patut diapresiasi, Blocks tidak egois. Belum lama ini mereka meluncurkan Project OpenWatch, sebuah proyek open-source yang bertujuan untuk memudahkan developer lain dalam mengembangkan sistem operasi smartwatch-nya sendiri. Basisnya adalah Android Oreo, namun untuk sekarang baru satu jenis chipset yang didukung, yaitu MediaTek MTK6580M yang digunakan oleh Blocks.

Project OpenWatch

Sejauh ini sudah ada dua developer yang cukup tenar yang mengembangkan OS-nya dengan memanfaatkan Project OpenWatch, yakni pengembang CarbonROM dan LineageOS (penerus CyanogenMod). Sayang keduanya belum berani mengumumkan jadwal perilisannya.

Blocks melihat Project OpenWatch sebagai solusi bagi mereka yang tertarik mengembangkan smartwatch kelas budget, spesifiknya yang berharga kurang dari $100. Bagi konsumen, proyek ini berpeluang melahirkan sejumlah sistem operasi baru sebagai alternatif dari Wear OS.

Pertanyaannya, apakah kita benar-benar butuh OS smartwatch baru? Kalau dalam kasus Blocks, kehadiran OS baru sangat masuk akal mengingat konsep modular yang ditawarkan memang tergolong baru. Semoga saja OS baru yang terlahir nantinya bisa mengatasi problem-problem Wear OS, dan bukan sekadar mengandalkan interface baru yang lebih chic atau fancy.

Sumber: Liliputing dan The Verge.

LG Rilis webOS Versi Open-Source Demi Mewujudkan Pengadopsiannya di Kategori Perangkat Lain

Masih ingat dengan webOS? Sebelum Android jadi sebesar sekarang, webOS pada masanya merupakan alternatif lain iOS yang tidak kalah menarik. Di tahun 2010, webOS berpindah tangan ke HP bersamaan dengan akuisisi atas perusahaan pengembangnya, Palm. Lalu di tahun 2013, webOS berpindah tangan lagi ke LG.

Di tangan LG, webOS tidak lagi mengisi smartphone atau tablet, melainkan smart TV sekaligus kulkas. Kendati demikian, LG sebenarnya ingin webOS bisa merambah lebih banyak perangkat. Untuk itu, mereka mengumumkan webOS Open Source Edition, yang bisa diulik oleh developer yang tertarik.

Kalau melihat ilustrasi yang diberikan LG di atas, mereka tampaknya berharap ke depannya webOS bisa menenagai tablet, set-top box hingga robot. Merilis webOS versi open-source tentunya bisa membantu perwujudan visi tersebut. Di samping itu, LG juga bekerja sama dengan pemerintah Korea dalam membantu startup terpilih untuk urusan komersialisasi dengan webOS sebagai alat bantunya.

Yang menarik, ini bukan pertama kalinya webOS dijadikan open-source. Sebelum mengopernya ke LG, HP sebenarnya sempat mengubah sejumlah bagian webOS menjadi open-source di awal 2012. Versi ini juga yang akhirnya menjadi fondasi atas LuneOS, sistem operasi yang ditujukan buat smartphone dan tablet.

Kendati demikian, webOS versi open-source yang dirilis HP dulu ternyata tidak lengkap, seperti diungkapkan oleh pengembang LuneOS. Ini otomatis memunculkan pertanyaan serupa, apakah webOS Open Source Edition yang dirilis LG kali ini benar-benar komplet dan bisa digodok menjadi sistem operasi final untuk perangkat lain?

Sumber: LG.

Android Wear Resmi Punya Nama Baru

Dibanding watchOS (sistem operasi yang dijalankan Apple Watch), menurut saya Android Wear punya nama yang lebih catchy. Kita tahu bahwa itu merupakan sebuah sistem operasi berkat label “Android” (dengan fondasi yang memang sama), sedangkan label “Wear” mengindikasikan konteks spesifiknya di ranah wearable.

Kendati demikian, Google merasa Android Wear belum bisa merefleksikan visi mereka. Google juga bilang bahwa nama ini tidak bisa merepresentasikan para konsumennya, sebab tidak semua pengguna smartwatch Android Wear merupakan pengguna perangkat Android – seperti yang kita tahu, Android Wear sebenarnya juga kompatibel dengan iOS.

Pada kenyataannya, di tahun 2017 kemarin setidaknya satu dari tiga pengguna smartwatch Android Wear adalah pengguna iPhone. Data ini diungkap oleh Google sendiri, dan mereka pun menilai harus ada nama baru yang lebih pas untuk Android Wear.

Wear OS by Google

Pilihannya jatuh pada “Wear OS”, diikuti oleh embel-embel “by Google”. Nama baru ini diumumkan menjelang event Baselworld, di mana kemungkinan besar kita bakal melihat beberapa smartwatch baru yang menjalankan sistem operasi besutan Google tersebut.

Selain namanya, logonya juga berubah, tapi sayangnya sejauh ini Google hanya mau berbagi soal itu saja. Kemungkinan Google bakal membahas lebih detail mengenai versi baru Wear OS pada ajang Google I/O di bulan Mei mendatang. Selagi menunggu, sebaiknya kita membiasakan diri dulu dengan nama barunya yang jadi kurang catchy itu.

Sumber: Google.

Tahun Depan, Microsoft Ubah Windows 10 S Jadi Mode Khusus untuk Versi Standar

Setahun yang lalu, Microsoft memperkenalkan Windows 10 S bersamaan dengan Surface Laptop. Kombinasi keduanya dinilai ideal untuk kebutuhan sekolah (atau bisnis), di mana yang sering dicari adalah laptop yang bebas ribet dan terjamin performanya.

Windows 10 S mencoba mewujudkan hal itu lewat optimalisasi dan satu pembatasan yang krusial: pengguna hanya bisa meng-install aplikasi yang berasal dari Microsoft Store. Namun seandainya diperlukan, konsumen masih bisa meng-upgrade ke Windows 10 Home secara cuma-cuma, atau ke Windows 10 Pro dengan membayar $50.

Mekanisme seperti ini tentu saja membuahkan sejumlah pertanyaan. Yang paling utama, mengapa harus ada versi terpisah kalau pada akhirnya konsumen diperbolehkan kembali ke versi standar (Home atau Pro)? Mengapa tidak dijadikan mode khusus yang bisa diaktifkan sesuai keperluan konsumen saja?

Microsoft tampaknya memperhatikan perbincangan di kalangan komunitas penggunanya, sebab mereka berencana mengubah Windows 10 S menjadi mode khusus buat Windows 10 Home, Pro dan Enterprise. Bukan lagi Windows 10 S dan bukan lagi versi yang terpisah, melainkan S Mode.

Cara kerja S Mode sebenarnya sama persis seperti Windows 10 S sekarang. Laptop yang secara default menjalankan S Mode tidak bisa diisi dengan aplikasi yang bukan dari Microsoft Store. Apabila konsumen hendak menonaktifkannya, mereka bisa melakukannya secara cuma-cuma untuk Windows 10 Home, atau dengan membayar $50 untuk Windows 10 Pro, berdasarkan rumor yang beredar.

Sumber: The Verge.

Jolla Umumkan Sailfish 3 OS, Lebih Aman dan Mendukung 4G LTE

Pengembang asal Finlandia, Jolla baru saja mengumumkan versi baru Sailfish OS di Mobile World Congress, yang akan dikenal sebagai Sailfish 3. Versi baru ini akan menampilkan toko aplikasi yang diperbarui, mendukung 4G VoLTE dan memiliki peningkatan kinerja yang nyata. Sailfish 3 juga akan tersedia untuk lebih banyak perangkat.

Sailfish OS adalah sistem operasi mobile yang diproduksi sebagai penerus platform MeeGo Nokia. Ponsel pertama dengan Sailfish OS diluncurkan pada 2013 dan pengerjaan versi 3.0 telah dimulai sejak beberapa waktu yang lalu dengan target peluncuran pada kuartal ketiga tahun 2018.

Dalam pengumumannya, Jolla mengklaim telah memperluas fitur dan opsi keamanan di dalam Sailfish 3 OS untuk menjadikannya sebagai opsi “solid” untuk berbagai kebutuhan korporat. Sistem operasi mobile yang baru tersebut juga mendapat dukungan penuh untuk infrastruktur regional, termasuk upgrade OS, pendirian pusat R & D independen beserta layanannya, hosting lokal, pelatihan, dan rangkaian fitur yang fleksibel. Sedangkan bagi pengguna publik, OS ini diklaim memiliki kemampuan untuk mendukung konfigurasi di perangkat yang mempunyai spesifikasi rendah dan bahkan mampu menjalankan aplikasi Android.

jolla sailfish 3 OS

Sailfish 3 OS juga memiliki dukungan VoLTE untuk menghadirkan jaringan berkecepatan tinggi di smartphone 4G masa depan. Selanjutnya, Jolla mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kerjasama dengan salah satu pabrikan perangkat papan atas, Sony. Di masa mendatang, Sailfish 3 OS bahkan disebut akan berjalan di Sony Xperia A2.

Terakhir, Jolla mengumumkan dukungan untuk beberapa perangkat lain seperti smartphone Gemini dari Planet Computers dan dua tablet dari Inoi yang ditujukan untuk pasar Rusia.

Sumber berita PhoneArena dan gambar header Jolla.