KitaBeli Secures 299 Billion Rupiah Funding, Expanding into New Business and Categories

An FMCG-specific social commerce startup, KitaBeli, announced a $20 million (worth 299.5 billion Rupiah) funding round led by Glade Brook Capital Partners, an American equity investment firm. KitaBeli’s previous investors, AC Ventures, and Go-Ventures also participated, along with a new investor, Innoven Capital.

KitaBeli is to use the fresh money to continue expanding into second and third-tier cities across the country, while launching new product categories such as beauty, personal care, mother & baby products, and frozen foods.

KitaBeli is a social commerce platform that offers FMCG products and allows users and partners to get discounts and earn money by leveraging their social network. This app allows consumers to enjoy discounted prices through a social and gamified shopping experience.

Unlike most e-commerce applications, KitaBeli runs a direct-to-consumer business model that offers buyers the basic necessities of daily life. KitaBeli combines PinDuoDuo’s ‘group buying’ approach and combines it with a local community approach.

“By being extremely consumer-focused, we have been able to achieve product-market fit and scale very fast in a historically untapped market,” explained Prateek Chaturvedi, co-founder and CEO of KitaBeli, Monday (18/7).

He continued, by leveraging the offline social networks of our Local Community Leaders (Mitras), we have been able to reach thousands of new users who are buying online for the first time in their lives. This has helped us build massive loyalty with our customers and enabled us to deliver better long-term margins than other players.”

“Glade Brook is one of the most experienced growth stage investors we’ve met, and their experience in e-commerce and social commerce across emerging markets globally is unmatched. The experience and insight that Linda Guo, Paul Hudson and their entire team have brought to this space convinced us that they are the right partners on our journey.” he said.

Glade Brook Capital Partners’ Partner, Linda Guo said, “We are excited to partner with KitaBeli to bring better, more affordable ecommerce access to second-tier communities in Indonesia. We believe the next wave of ecommerce growth in Indonesia will be driven by consumer demand outside major cities like Jakarta.”

AC Ventures Founder & Managing Partner Adrian Li added, the company’s commitment to KitaBeli further substantiates our thesis that Indonesia’s next frontier of ecommerce users will come from second- and third-tier cities in Indonesia. KitaBeli has focused on creating a solution that is well-suited for rural consumers. It utilizes social hooks and gamification to push engagement and employs a hyper-local community delivery model.

“KitaBeli’s product-led approach and operational excellence has demonstrated powerful customer engagement, strong top-line growth, and promising take rate expansion. We are enthusiastic about KitaBeli’s future and excited to have been a part of the journey from the very beginning,” Adrian said.

Opportunities in the second and third tier cities

Chaturvedi said that historically, expansion into rural areas has not been widely implemented by other players. Whereas second and third-tier cities in Indonesia currently represent a market of more than $100 billion, with over 200 million consumers and contributions exceeding 50% of the country’s GDP. However, this opportunity is not immune to the following issues.

For example, consumers often experience longer delivery times for online shopping orders. KitaBeli provides solutions by building warehouses in its operational areas, enabling it to make same-day and next-day deliveries straight to the customer.

Furthermore, consumers are often hitched with higher prices due to broken supply chains. This often results in 10%-50% cost higher than consumers living in Jakarta. By sourcing products directly from brands and principals, KitaBeli provides huge savings to consumers.

“Also, consumers in second-and third-tier cities often have trust issues with e-commerce as they don’t familiar with the person they doing business with. In order to solve the trust issues, KitaBeli employs a different strategy from its competitors, focusing on consumers’ offline networks and encouraging them to invite friends and family to use the platform.”

Over the past few months, KitaBeli claims to have grown more than 10 times and this achievement makes the company a leading player in this vertical in Indonesia.

Download the recent Social Commerce report published by DailySocial.id here. Discussing the trend and business model of Indonesian Social Commerce.

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Raih Pendanaan 299 Miliar Rupiah, Siap Perluas Bisnis dan Kategori Baru

Startup social commerce khusus produk FMCG KitaBeli mengumumkan telah menyelesaikan putaran pendanaan senilai $20 juta (senilai 299,5 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Glade Brook Capital Partners, perusahaan investasi ekuitas asal Amerika Serikat. Investor KitaBeli sebelumnya, yakni AC Ventures, Go-Ventures juga turut bergabung, bersama investor baru, Innoven Capital.

KitaBeli akan memanfaatkan dana segar untuk melanjutkan ekspansi ke kota-kota lapis kedua dan ketiga di seluruh nusantara, sembari meluncurkan kategori produk baru seperti kecantikan, perawatan pribadi, produk ibu & bayi, dan makanan beku.

KitaBeli adalah platform social commerce yang menawarkan produk FMCG dan memungkinkan pengguna dan mitra mendapatkan diskon dan mendapatkan uang dengan memanfaatkan jejaring sosial mereka. Aplikasi ini memungkinkan konsumen untuk menikmati harga diskon melalui pengalaman belanja sosial dan gamified.

Berbeda dengan aplikasi e-commerce kebanyakan, KitaBeli menjalankan model bisnis direct-to-consumer yang menawarkan kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari kepada pembeli. KitaBeli menggabungkan pendekatan ‘group buying’ ala PinDuoDuo dan menggabungkan dengan pendekatan komunitas lokal.

“Dengan sangat berfokus pada konsumen, kami telah mampu mencapai kesesuaian dan skala produk-pasar dengan sangat cepat di pasar yang secara historis belum dimanfaatkan,” jelas Co-founder dan CEO KitaBeli Prateek Chaturvedi dalam keterangan resmi, Senin (18/7).

Dia melanjutkan, dengan memanfaatkan jaringan sosial offline dari Pemimpin Komunitas Lokal (Mitra), perusahaan dapat menjangkau ribuan pengguna baru yang membeli secara online untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Langkah tersebut dapat membangun loyalitas dari pelanggan dan memungkinkan pihaknya untuk memberikan margin jangka panjang yang lebih baik daripada pemain lain.

“Glade Brook adalah salah satu investor tahap pertumbuhan paling berpengalaman yang pernah kami temui, dan pengalaman mereka dalam e-commerce dan social commerce di seluruh negara berkembang secara global tidak tertandingi. Pengalaman dan wawasan mendalam yang dibawa Linda Guo, Paul Hudson, dan seluruh tim mereka ke ruang ini meyakinkan kami bahwa mereka adalah mitra yang tepat dalam perjalanan kami,” ujarnya.

Partner Glade Brook Capital Partners Linda Guo menyampaikan, “Kami sangat senang dapat bermitra dengan KitaBeli untuk menghadirkan akses e-commerce yang lebih baik dan lebih terjangkau ke komunitas lapis kedua di Indonesia. Kami percaya gelombang pertumbuhan e-commerce berikutnya di Indonesia akan didorong oleh permintaan konsumen di luar kota-kota besar seperti Jakarta.”

Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, komitmen perusahaan terhadap KitaBeli semakin memperkuat tesis yang menyatakan bahwa pengguna e-commerce berikutnya di Indonesia akan datang dari kota-kota tingkat kedua dan ketiga di Indonesia. KitaBeli telah berfokus pada penciptaan solusi yang cocok untuk konsumen pedesaan. Ini menggunakan kait sosial dan gamifikasi untuk mendorong keterlibatan dan menggunakan model pengiriman komunitas hyperlocal.

“Pendekatan yang dipimpin oleh produk dan keunggulan operasional KitaBeli telah menunjukkan keterlibatan pelanggan yang kuat, pertumbuhan lini atas yang kuat, dan ekspansi tingkat penerimaan yang menjanjikan. Kami sangat antusias dengan masa depan KitaBeli dan bersemangat untuk menjadi bagian dari perjalanan sejak awal,” ucap Adrian.

Potensi di kota lapis dua dan tiga

Chaturvedi menyampaikan, ekspansi ke daerah pedalaman ini secara historis belum banyak dilirik oleh pemain lain. Padahal di kota-kota tingkat kedua dan ketiga di Indonesia sekarang mewakili pasar lebih dari $100 miliar, dengan lebih dari 200 juta konsumen berkontribusi lebih dari 50% dari PDB negara. Akan tetapi, peluang tersebut tidak luput dari isu yang menghantui.

Di antaranya, konsumen sering mengalami waktu pengiriman yang lama untuk pesanan belanja online. Solusi yang diberikan KitaBeli adalah membuka gudang di setiap kota tempat ia beroperasi, memungkinkannya untuk melakukan pengiriman pada hari yang sama dan hari berikutnya langsung ke depan pintu pelanggan.

Berikutnya, konsumen sering dihadapi dengan harga yang lebih tinggi karena rantai pasokan yang rusak. Hal ini sering mengakibatkan pelanggan akhir membayar 10%-50% lebih banyak daripada konsumen yang hidup di Jakarta. Dengan mendapatkan produk langsung dari merek dan prinsipal, KitaBeli memberikan penghematan besar kepada konsumen.

“Terakhir, konsumen di kota tingkat kedua dan ketiga sering kali memiliki masalah kepercayaan dengan e-commerce ketika mereka tidak mengenal orang yang mempromosikan atau menjual produk. Untuk mendobrak hambatan kepercayaan, KitaBeli menggunakan strategi yang berbeda dari pesaingnya, berfokus pada jaringan offline konsumen dan mendorong mereka untuk mengundang teman dan keluarga untuk menggunakan platform.”

Selama enak bulan terakhir, KitaBeli mengklaim telah tumbuh lebih dari 10 kali lipat dan pencapaian ini menjadikan perusahaan sebagai pemain terdepan di vertikal ini di Indonesia.

Unduh laporan tentang Social Commerce yang baru diterbitkan DailySocial.id di sini. Membahas tren dan model bisnis Social Commerce yang ada di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Strategi Startup Social Commerce Dagangan Menyasar Kota-Kota Tier 3 dan 4

Di diskusi bersama DailySocial kali ini, Co-Founder Dagangan Wilson Yanaprasetya membahas bagaimana strategi dan ekspansi bisnis perusahaan di kota-kota tier 3 dan 4.

Wilson mengatakan, misi utama perusahaan adalah bagaimana seluruh masyarakat Indonesia bisa berdaya dalam memiliki barang kebutuhan sehari-hari.

Simak pembahasan tentang strategi Dagangan yang terangkum di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Mapan Announces 223 Billion Rupiah Series A Funding Led by Patamar Capital and Astra Digital

Mapan announced a series A funding worth $15 million or around 223 billion Rupiah. This round was led by Patamar Capital and PT Astra Digital Internasional, with the participation of BRI Ventures, SMDV, Blibli, Prasetia Dwidharma, Flourish Ventures, and 500 Global.

Previously, Mapan’s majority stake (45.53%) was acquired by Gojek through its subsidiary PT Dompet Karya Anak Bangsa (Gopay). At that time, Mapan was involved in GoPayLater initiative, a BNPL service that becomes main feature in the Gojek and Tokopedia ecosystems.

Founded in 2009 by Aldi Haryopratomo, Mapan (PT Ruma) has reached more than 3 million users in Java, Bali, Sumatra, Nusa Tenggara, and Sulawesi. Its core service is digitizing the ‘arisan’ concept that community groups are familiar with, then inserting financial services into it.

The fresh funds will be used to further develop digital arisan services through expanding product range and partnering with the best suppliers; targeting to expand Mapan coverage accessible to 10 million Indonesian families by 2026.

Mapan’s mission is to improve the life quality of  the Indonesian people by removing barriers to financial access for all levels of society. The lower-middle economic group can take advantage of Arisan Mapan’s products to increase household purchasing power for items such as kitchen utensils, electronics, and furniture.

In addition, they now also provide other products and services such as Mapan Pulsa (a bill payment application) and Mapan Mart (a consumer goods resale platform).

“We are interested in the approach that Mapan uses to strengthen women’s empowerment in their community. The concept of social gathering has long been a part of Indonesian culture and with digitalization, Mapan has succeeded in bringing scalability to this long-standing cultural practice,” Dondi Hananto, Partner at Patamar Capital said.

Future plans

According to a trusted source, this funding will also help Mapan become a more independent company under the GoTo Group — therefore, it is on par with other digital subsidiaries such as GoPlay and others.

In terms of leadership, Mapan recently appointed Ardelia Apti as the CEO, replacing Hendra Tjanaka. She has experience in fintech and deep tech. For 5 years, Ardelia has held various positions at Gojek and helped build Swadaya, a benefit program for Gojek driver-partners that helps them save on their daily expenses.

In addition, Ardelia also heads GoPay’s Offline Payment business, encouraging the use of QR payments for consumers, businesses, and SMEs. Previously, Ardelia worked as Country Director at Element, Inc., and consultant at McKinsey & Company.

Founder & Commissioner of Mapan, Aldi Haryopratomo said, “This funding round supported by strong Indonesian and global investors makes us even more excited to embark on Mapan’s new phase that is about to begin. This is a support for Ardelia’s vision of building a women’s community and ensuring Indonesian families become financially independent.”

Meanwhile, Ardelia added, “In Indonesia, women play an important role in managing family finances, including managing arisan as a form of savings and financial management that has been known for a long time in Indonesian culture. We are proud that Arisan Mapan products can empower women to be able to help increase purchasing power and improve the quality of life in their communities. We are committed to working with them so that we can continue to develop financial solutions broadly.”

Application Information Will Show Up Here

Optimisme Desty Gairahkan “Social Commerce” sebagai Bisnis Berkelanjutan

Tidak dimungkiri, social commerce adalah salah satu vertikal bisnis di startup yang diuntungkan semenjak pandemi. Pembatasan interaksi sosial secara otomatis mendorong semangat para pelaku industri untuk mencari pendapatan tanpa harus melangkah ke luar rumah. Hal ini tak lepas dari fitur-fitur di media sosial, seperti “Instagram Story” yang turut membantu penjual dalam memasarkan produknya.

Terlebih itu, konsep social commerce melekat erat dengan ranah e-commerce. Mengutip dari laporan Econsultancy, pada 2025 mendatang, pasar e-commerce diproyeksikan akan melebihi $100 miliar per tahunnya. Hal ini turut mendongkrak popularitas social commerce.

Desty adalah salah satu pemain social commerce yang hadir sejak Oktober 2020, alias saat pandemi berlangsung. Dalam waktu singkat, Desty mampu meyakinkan pasar bahwa model bisnis yang diusung adalah the next big thing yang akan tumbuh bersama industri e-commerce — yang diproyeksikan akan menjadi penyokong ekonomi digital di Indonesia.

Untuk membahas lebih dalam, DailySocial.id mengundang Shintia Xu selaku Head Marketing Desty untuk membagikan pandangan dan optimismenya di industri ini dalam sesi #SelasaStartup yang digelar di pekan ketiga Juni 2022.

Kue bisnis social commerce

Berbagai riset menyebutkan bahwa kue bisnis social commerce ini sejalan dengan penggunaan internet yang terhubung dengan perangkat smartphone. Misalnya, mengutip dari laporan Econsultancy bersama Magento dan Hootsuite pada bulan Oktober 2019 berjudul “The State of Social Commerce in Southeast Asia”, industri social commerce diproyeksikan akan bertumbuh signifikan. Asia Tenggara memiliki lebih dari 350 juta pengguna internet dan 90% dari mereka sudah terhubung dengan smartphone.

Ukuran pasar social commerce di Indonesia sendiri cukup besar. Menurut laporan Research and Markets, pada 2022, nilai pasarnya mencapai $8,6 miliar dan akan meningkat sampai $86,7 miliar di 2028 mendatang.

Pada umumnya, platform enabler seperti Desty memberikan layanan untuk memudahkan pengelolaan barang dan sistem transaksi. Sebagian juga membantu di sisi pemasaran sampai dengan pembayaran. Selain Desty, beberapa platform yang berusaha membantu pelaku social commerce adalah AturToko, Avana, Minin, Tokotalk, dan beberapa lainnya.

“Kami punya empat produk yang semuanya mengonsolidasi semua pain points yang belum diberikan pemain social commerce yang ada sejauh ini, makanya Desty hadir,” ucap Shintia.

Desty menyediakan empat jenis layanan solusi digital, yakni Desty Menu, menyediakan kemudahan bagi restoran dalam membuat menu digital. Menu yang didesain khusus untuk industri hospitality dan F&B ini terintegrasi dengan fitur pembayaran dan kode QR sehingga memudahkan transaksi.

Berikutnya, Desty Omni, platform untuk mengelola stok barang dan pesanan toko yang sangat membantu bagi aktivitas jualan online; Desty Store, yang merupakan platform pembuatan situs bagi toko online; dan Desty Page, layanan penyedia landing page yang dioptimasi untuk tautan di akun media sosial, khususnya Instagram — konsepnya mirip Linktree atau Oneblink yang dikembangkan MTARGET.

“Saat pertama kali baru hadir, banyak yang belum tahu produk Desty. Akhirnya para social seller mulai coba-coba dan akhirnya kami mulai dipercaya. Ini masalah kebiasaan baru saja, pelan-pelan mereka akan terbiasa dengan cara baru yang sebenarnya memudahkan mereka. Adaptasi ini sangat terbantu semenjak adanya pandemi.”

Buat bisnis online jadi berkelanjutan

Secara konsep, sambung Shintia, Desty mengonsolidasikan seluruh produknya, mulai dari front-end hingga back-end dipermudah untuk dioperasikan oleh para penjual online. Bahkan, untuk mengoperasikan Desty Page misalnya, tidak perlu orang yang harus paham teknologi, ibu-ibu yang awam sekalipun dapat menggunakannya.

Salah satu contoh sukses yang berhasil dibuktikan oleh Desty adalah pengusaha baru, seorang ibu rumah tangga di Medan yang mulai berjualan toko perlengkapan bayi dengan cara konvensional. Setelah terjadi pandemi, ia mulai geser bisnisnya ke platform media sosial dan mulai mempelajari cara berjualan online dengan Desty.

“Ibu ini mengikuti seluruh arahan kita, untuk rajin buat konten, memanfaatkan semua fitur di Desty, sampai akhirnya omzet penjualannya naik 300%. Penjualan di platform media sosialnya ini bahkan melebihi penjualan di toko marketplace yang ia buat.”

Shintia mengklaim, selama ini solusi yang dihadirkan oleh pemain social commerce sebelum Desty hadir masih tercecer, masih dibutuhkan proses manual, dan belum terkonsolidasi penuh. Padahal, bagi para penjual, channel penjualan yang datang dari mana saja itu adalah masalah keseharian.

“Selalu ada kepusingan tentang undersell dan oversell. Desty membuat fitur-fitur yang membuat operasional mereka jadi lebih efisien, tidak butuh banyak SDM, sehingga mereka bisa tetap fokus mengembangkan bisnisnya.”

Selain didukung fitur yang menyeluruh, model bisnis Desty juga disebutkan oleh Shintia mendukung bisnis online dapat tumbuh bersama. Perusahaan tidak membebankan biaya berlangganan untuk para pengguna, alias seluruh fitur dapat digunakan secara gratis. Perusahaan hanya mengenakan biaya jasa untuk transaksi yang berhasil.

“Kami percaya empowering SME itu bukan dengan membebankan biaya bulanan. Prinsip kami, kami dapat uang kalau kamu [penjual online] dapat uang. Konsep kami diterima hingga kini kami punya lebih dari satu juta merchant online,” tutupnya.

Mapan Umumkan Pendanaan Seri A 223 Miliar Rupiah Dipimpin Patamar Capital dan Astra Digital

Mapan mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $15 juta atau setara 223 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Patamar Capital dan PT Astra Digital Internasional, dengan partisipasi BRI Ventures, SMDV, Blibli, Prasetia Dwidharma, Flourish Ventures, dan 500 Global.

Sebelumnya saham mayoritas Mapan (sebanyak 45,53%) telah diakuisisi oleh Gojek lewat anak perusahaannya PT Dompet Karya Anak Bangsa (Gopay). Kala itu Mapan dilibatkan dalam menginisiasi GoPayLater, layanan BNPL yang kini menjadi andalan di ekosistem Gojek dan Tokopedia.

Didirikan sejak tahun 2009 oleh Aldi Haryopratomo, Mapan (PT Ruma) telah menjangkau lebih dari 3 juta pengguna di area Jawa, Bali, Sumatera, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Layanan utama mereka mendigitalkan konsep arisan yang sudah familiar dilakukan kelompok masyarakat, kemudian di dalamnya disisipkan layanan finansial.

Dana segar akan digunakan untuk mengembangkan lebih lanjut layanan arisan digital melalui perluasan jangkauan produk dan bermitra dengan pemasok terbaik; dengan target membuat layanan Mapan dapat diakses oleh 10 juta keluarga Indonesia di tahun 2026.

Mapan juga memiliki misi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan menghilangkan hambatan pada akses finansial bagi seluruh lapisan masyarakat. Kelompok ekonomi menengah ke bawah dapat memanfaatkan produk Arisan Mapan untuk meningkatkan daya beli rumah tangga untuk barang-barang seperti peralatan dapur, elektronik, dan furnitur.

Selain itu, mereka kini juga menyediakan produk dan layanan lain seperti Mapan Pulsa (aplikasi pembayaran tagihan) dan Mapan Mart (platform resale barang-barang konsumen).

“Kami tertarik dengan pendekatan yang Mapan gunakan untuk memperkuat pemberdayaan perempuan di komunitasnya. Konsep arisan sudah lama menjadi budaya Indonesia dan dengan digitalisasi, Mapan berhasil membawa skalabilitas terhadap praktik budaya yang sudah lama ini,” ucap Dondi Hananto selaku Partner di Patamar Capital.

Rencana selanjutnya

Menurut pemaparan sumber terpercaya, pendanaan ini juga akan turut membawa Mapan menjadi perusahaan yang lebih mandiri di bawah GoTo Group — sehingga setara anak usaha digital lain seperti GoPlay dan lainnya.

Di sisi kepemimpinan, belum lama ini Mapan mengumumkan penunjukan Ardelia Apti sebagai CEO, menggantikan Hendra Tjanaka. Ia memiliki pengalaman panjang di bidang fintech dan deep tech. Selama 5 tahun, Ardelia memegang berbagai posisi di Gojek dan turut membangun Swadaya, yakni program benefit untuk mitra pengemudi Gojek yang membantu mereka menghemat pengeluaran sehari-hari.

Selain itu, Ardelia juga mengepalai bagian bisnis Offline Payment GoPay, mendorong penggunaan pembayaran melalui QR bagi konsumen, bisnis dan juga UKM. Sebelumnya, Ardelia bekerja sebagai Country Director di Element, Inc. dan konsultan di McKinsey & Company.

Founder & Komisaris Mapan Aldi Haryopratomo mengatakan, “Putaran pendanaan yang didukung oleh investor Indonesia dan global yang kuat membuat kami semakin bersemangat untuk memulai fase baru Mapan yang akan dimulai. Ini merupakan dukungan untuk visi Ardelia dalam membangun komunitas perempuan dan memastikan keluarga Indonesia menjadi mandiri secara finansial.”

Sementara itu Ardelia menambahkan, “Di Indonesia, perempuan berperan penting dalam mengelola keuangan keluarga termasuk mengelola arisan sebagai salah satu bentuk tabungan dan pengelolaan keuangan yang sudah dikenal lama di budaya masyarakat Indonesia. Kami bangga bahwa produk Arisan Mapan dapat memberdayakan para perempuan untuk dapat membantu meningkatkan daya beli dan meningkatkan kualitas hidup di komunitas mereka. Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan mereka agar kami dapat terus mengembangkan solusi-solusi keuangan secara luas.”

Application Information Will Show Up Here

Cara Mendaftarkan Diri sebagai Agen di Aplikasi Super

Super Agen merupakan program yang diadakan oleh Super, bukan hanya menyerap tenaga kerja di pelosok Indonesia namun juga membantu operasional logistik Super serta membantu pembeli dalam melakukan transaksi di aplikasi.

Cara kerja Super Agen adalah dengan menjual berbagai bahan pokok yang tertera di aplikasi Super kepada masyarakat sekitar. Dengan menjadi Super Agen, Anda akan mendapat keuntungan berupa komisi.

Banyaknya komisi bergantung pada transaksi yang berhasil Anda buat, sehingga semakin baik performa Anda maka semakin besar komisi. Selain itu, waktu kerja yang fleksibel dan adanya program apresiasi setiap bulannya juga menambah keuntungan sebagai Super Agen. 

Dengan kehadiran Super Agen, Super mampu mewujudkan harga yang merata di kota kecil dan pedesaan. Bagaimana cara untuk mendaftarkan diri?

Syarat Menjadi Super Agen

Sebelum mendaftar, ada beberapa syarat yang perlu Anda penuhi, yakni:

  • Berumur 17-45 tahun
  • Sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  • Memiliki dan dapat mengoperasikan handphone
  • Memiliki rekening tabungan
  • Memiliki kendaraan pribadi

Tutorial Menjadi Super Agen

Untuk menjadi Super Agen, Anda perlu melakukan registrasi via aplikasi atau website. Artikel ini akan memberikan tutorial mendaftar melalui website. Berikut adalah caranya:

  • Klik Super Agen



  • Klik Daftar Sekarang di bagian tengah atau kanan atas layar



  • Isikan data diri Anda secara lengkap
  • Klik Daftar
  • Masukkan kode verifikasi yang dikirim melalui SMS ke nomor Anda
  • Klik Kirim

Selesai! Anda telah terdaftar sebagai Super Agen dan dapat menjual beragam produk di aplikas Super ke tetangga, warung, keluarga, dan masyarakat sekitar. Semoga bermanfaat.

Laporan DSInnovate: Social Commerce Report 2022

Selama satu dekade terakhir, e-commerce telah berhasil menjadi lokomotif industri yang mendorong berbagai inovasi digital di berbagai sektor. Sebut saja pembayaran digital, logistik pintar, sampai dengan platform pemberdayaan UMKM. Namun demikian, di balik gegap-gempita industri e-commerce masih terdapat gap yang cukup kentara di Indonesia, khususnya saat berbicara tentang pemerataan.

Berbeda dengan masyarakat di perkotaan yang sudah terbiasa dengan layanan digital, kondisi di pedesaan —apalagi daerah rural—kondisinya masih jauh berbeda. Banyak faktor menjadi penyebab, mulai dari tingkat literasi digital sampai dengan keandalan infrastruktur. Terkait infrastruktur, contohnya, pengguna di pedesaan mendapati biaya kirim yang besar karena barang dikirim dari kota.

Adanya isu-isu tersebut mendorong para inovator melahirkan “Social Commerce”, versi e-commerce yang dimodifikasi dengan berbagai penyesuaian fitur. Model bisnisnya juga unik, seperti lewat kemitraan untuk menangani isu literasi digital, lewat group buying untuk menangani isu mahalnya ongkos kirim, sampai sistem hub-and-spoke untuk menangani sistem distribusi yang rumit.

Perlahan tapi pasti, model social commerce mulai diterima oleh masyarakat Indonesia, membuat bisnis ini kian banyak diminati oleh startup lokal.

Untuk melihat perkembangan bisnis ini, DSInnovate meluncurkan “Social Commerce Report 2022” dengan tema besar “Digitizing the Second-Tier Cities in Indonesia”. Laporan ini merangkum sejumlah hal, meliputi:

  1. Pembahasan konsep dan model bisnis social commerce
  2. Ekosistem social commerce di Indonesia
  3. Studi kasus social comerce di Indonesia
  4. Tren perkembangan social commerce di Indonesia

Terdapat beberapa temuan data menarik, salah satunya dari 16 startup social commerce yang ada di Indonesia, 14 di antaranya telah mengumumkan perolehan investasi. Menunjukkan bawah model bisnis yang diusung berhasil divalidasi oleh adopter awal dan hipotesis dari pemodal ventura. Selain itu, konsep bisnis berbasis syariah juga dipertimbangkan beberapa pemain di Indonesia.

Di sisi kematangan industri, peneliti juga melakukan analisis dan pengukuran terhadap beberapa variabel — yang menunjukkan bahwa social commerce masih memiliki ruang gerak yang luas untuk dieksplorasi. Selain itu, masih ada data dan temuan menarik lainnya. Selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut: Social Commerce Report 2022.


Disclosure: Dagangan mendukung peluncuran laporan ini

East Ventures Leads RPG Commerce’s Series B Funding

East Ventures is leading a $29 million or approximately 431 billion Rupiah series B funding round for RPG Commerce. In addition, this round was also led by UOB Venture Management, Vertex Ventures SEA & India (VVSEAI), and RHL Ventures.

In his official statement, East Ventures’ Co-founder and Managing Partner, Willson Cuaca said, RPG Commerce has a unique position as it takes an approach by serving various categories, brands, and roll-up models in e-commerce sector.

He said this is an important strategy for D2C businesses to attract international interest in ensuring its success in the market. “RPG Commerce is capable to grow a loyal customer base in the United States, Canada, and Europe, through quality products and innovation in the supply chain,” Willson said.

RPG Commerce’s Co-founder & CEO, Melvin Chee said he would use the additional funding to add to the brand portfolio and the team numbers, encourage R&D innovation, also M&A. “We wanted to quickly add to our talent and leverage technology capabilities to expand our consumer landscape,” Melvin said.

On a general note, RPG Commerce is a D2C-based social commerce startup from Malaysia. The platform offers in-house brand products in the categories of daily necessities, clothing to basic household. Currently, RPG partners with more than ten brands, including Thousand Miles, Bottom Labs, Eubi, Montigo, and Cosmic Cookware.

RPG manages various brands from product launch, operations, and optimization supported by end-to-end production and delivery. According to the company’s data, RPG is supported by state-of-the-art back-end technology and a visionary creative team that has been able to rapidly expand its brand portfolio and grow its customers by 300% over the past year.

With the spirit of supporting independent businesses with on-demand products, he aims to empower small business owners through incubation and acquisition programs to serve consumers in various verticals.

Investment climate and social commerce potential

In a recent interview with DailySocial.id, Willson Cuaca mentioned some interesting notes regarding the investment climate. Despite the negative sentiment in the Indonesian startup ecosystem, he believes that this has not changed his position in finding potential startups.

He said, there are still many startups with good fundamentals. “Remain calm and alert in dealing with this situation. Seek support from your investors, be more prudent in spending, and don’t do fundraising when your company needs money,” Willson advises the founders.

In the context of social commerce in Indonesia, this model shows the potential for great growth in the future. Bain & Co data recorded that transactions from social commerce contributed $12 billion to the total GMV of e-commerce in the country which amounted to $47 billion in 2020.

In addition, social commerce trends continue to develop considering that rural communities still have limited access to fulfill their needs through online platforms compared to people living in urban areas.

By empowering the distribution network model or reseller, social commerce can open access to products and wider job opportunities.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri B di RPG Commerce

East Ventures memimpin putaran pendanaan seri B senilai $29 juta atau sekitar 431 miliar Rupiah kepada RPG Commerce. Selain East Ventures, putaran ini juga dipimpin oleh UOB Venture Management, Vertex Ventures SEA & India (VVSEAI), dan RHL Ventures.

Dalam keterangan resminya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, RPG Commerce memiliki posisi unik karena mengambil pendekatan dengan melayani berbagai kategori, merek, dan model roll-up di sektor e-commerce.

Menurutnya, ini menjadi strategi penting bagi bisnis D2C untuk memiliki daya tarik internasional demi memastikan kesuksesannya di pasar. “RPG Commerce mampu menumbuhkan basis pelanggan loyal di Amerika Serikat, Kanada, hingga Eropa, melalui produk berkualitas dan inovasi di supply chain,” tutur Willson.

Co-founder & CEO RPG Commerce Melvin CHee menyebutkan akan menambah portofolio merek dan jumlah SDM, mendorong inovasi R&D, hingga M&A dengan tambahan pendanaan ini. “Kami ingin menambah talenta kami dengan cepat dan meningkatkan kemampuan teknologi untuk memperluas lanskap konsumen kami,” ujar Melvin.

Sebagai informasi, RPG Commerce merupakan startup social commerce berbasis D2C asal Malaysia. RPG menawarkan produk merek in-house pada kategori kebutuhan sehari-hari, pakaian hingga rumah tangga. Saat ini, RPG bermitra dengan lebih dari sepuluh merek, termasuk Thousand Miles, Bottom Labs, Eubi, Montigo, dan Cosmic Cookware.

RPG mengelola berbagai merek mulai dari peluncuran produk, operasional, hingga optimalisasi yang didukung oleh produksi dan pengiriman secara end-to-end. Menurut perusahaan, RPG didukung teknologi back-end canggih dan tim kreatif yang visioner sehingga mampu melakukan ekspansi portofolio merek dengan cepat dan pertumbuhan pelanggan hingga 300% selama satu tahun terakhir.

Dengan semangat mendukung bisnis secara independen dengan produk sesuai permintaan, pihaknya berharap dapat memberdayakan pemilik bisnis kecil melalui program inkubasi dan akuisisi demi melayani konsumen di berbagai vertikal.

Iklim investasi dan potensi social commerce

Dalam wawancara dengan DailySocial.id baru-baru ini, Willson Cuaca memberikan beberapa catatan menarik terkait iklim investasi. Terlepas dengan adanya sentimen negatif di ekosistem startup Indonesia, ia menilai hal tersebut tidak mengubah posisinya dalam mencari startup yang potensial.

Menurutnya, masih banyak startup-startup yang memiliki fundamental yang baik. “Tetap bersifat tenang dan sigap dalam menghadapi situasi ini. Mencari dukungan dari para investor Anda, be more prudent in spending, dan jangan melakukan fundraising di saat perusahaan Anda memerlukan uang,” saran Willson untuk para founder.

Dalam konteks social commerce di Indonesia, model ini termasuk yang menunjukkan potensi pertumbuhan besar di masa depan. Data Bain & Co mencatat transaksi dari social commerce menyumbang $12 miliar terhadap total GMV e-commerce di tanah Air yang sebesar $47 miliar di 2020.

Di samping itu, tren social commerce terus berkembang mengingat masyarakat pedesaan masih memiliki keterbatasan akses dalam memenuhi kebutuhannya melalui platform online dibanding masyarakat yang tinggal di perkotaan.

Dengan memberdayakan model jaringan distribusi atau reseller, social commerce dapat membuka akses terhadap produk dan kesempatan kerja lebih luas.