Action Per Minute: Semua Hal yang Perlu Anda Ketahui

Dalam dunia olahraga, kemampuan para atlet bisa diukur dengan jelas. Misalnya, kemampuan atlet lari diukur dari kecepatannya. Sementara kemampuan atlet angkat besi bisa diukur dari total berat yang dia angkat. Lalu, apa tolok ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan atlet esports? Ada berbagai hal yang mempengaruhi kemampuan pemain esports. Salah satu metrik yang bisa digunakan untuk mengetahui kemampuan seorang pemain profesional adalah APM.

Apa Itu APM?

APM merupakan singkatan Action Per Minute. Metrik ini menggambarkan berapa banyak tindakan yang bisa pemain eksekusi dalam satu menit. Semakin tinggi APM seseorang, biasanya, semakin mumpuni juga kemampuannya. Karena, APM tinggi membuktikan bahwa seseorang tidak hanya mengerti apa yang harus dia lakukan dalam game, tapi juga menjadi bukti dia punya ketangkasan untuk mengeksekusi apa yang dia rencanakan. Hanya saja, APM tolok ukur mutlak untuk mengetahui kemampuan seorang gamers profesional. Pasalnya, untuk meningkatkan APM, seseorang terkadang melakukan tindakan yang repetitif.

Istilah APM pertama kali digunakan oleh komunitas StarCraft. Penggunaan APM sebagai tolok ukur kemampuan seseorang menjadi populer setelah komunitas gamers StarCraft membuat sejumlah tools yang memungkinkan audiens untuk mengetahui APM dari pemain profesional StarCraft. Setelah peluncuran StarCraft II: Wings of Liberty, APM menjadi salah satu metrik yang ditampilkan pada antarmuka game.

Biasanya, pemain amatir bisa mencapai 50-60 APM. Hal itu berarti, dalam satu detik, dia bisa mengambil satu atau dua tindakan. Pemain profesional bisa mendapatkan APM yang jauh lebih tinggi. Misalnya, para pemain StarCraft profesional bisa mendapatkan 300 APM, menurut laporan Engadget. Di tengah pertarungan sengit, angka ini bisa naik menjadi 600 APM.

“Kebanyakan pemain profesional bisa mendapatkan 500-600 APM,” kata Philip Hübner, Product Manager untuk Intel Extreme Masters pada NBC News. “Jadi, 10 tindakan per detik.”

Seberapa Penting APM untuk Atlet Esports?

Matt Weber, Director of Operations untuk Team Liquid, mengatakan bahwa APM bisa dibandingkan dengan kecepatan pitching pemain baseball. Tentu saja, kecepatan pitching bukan satu-satunya tolok ukur akan kemampuan pemain baseball. Namun, kecepatan pitching bisa menjadi salah satu faktor yang menentukan apakah seseorang bisa bertanding di liga baseball profesional atau tidak. Bagi pemain esports, APM jadi salah satu tolok ukur tersebut.

Istilah APM memang berasal dari komunias StarCraft. Namun, sebenarnya, kita bisa mengukur APM untuk game lain. Hanya saja, jika dibandingkan dengan game esports lain, game RTS seperti StarCraft memang mengharuskan pemainnya untuk mengambil lebih banyak actions. Misalnya, dalam game MOBA seperti Dota 2 atau League of Legends, Anda hanya akan mengendalikan satu karakter. Jadi, Anda hanya akan fokus pada karakter tersebut. Sementara dalam StarCraft, ada banyak hal yang harus Anda perhatikan, mulai dari mengumpulkan sumber daya, membangun pertahanan, menyiapkan pasukan, dan lain sebagainya. Alhasil, APM punya peran yang lebih penting dalam game seperti StarCraft daripada game esports lain,

Weber mengatakan, untuk mengetahui kemampuan teknis seorang pemain StarCraft II, beberapa faktor yang diperhatikan selain kecepatan adalah keakuratan, efisiensi, dan kemampuan untuk melakukan multitasking. Jadi, kemampuan untuk memilih tindakan yang tepat sama pentingnya dengan kemampuan untuk bisa mengambil action dengan cepat.

“Orang seperti saya bisa mendapatkan 300 APM dengan mudah,” ujar Weber. “Tapi, kebanyakan tindakan yang saya ambil merupakan tindakan sia-sia. Karena, untuk mendapatkan 300 APM, saya hanya melakukan tindakan yang sama berulang kali. Misalnya, untuk menggerakkan unit saya, saya bisa melakukan klik 10 kali untuk meningkatkan APM saya.”

Pemain profesoinal StarCraft, Steve Bonnell II alias Destiny bercerita bahwa dia pernah menawarkan jasa mengajar untuk pemain amatir yang ingin bisa bermain dengan lebih baik. Dia mengungkap, ketika dia mengajarkan pemain yang masih di peringkat Bronze dan Silver, dia akan fokus untuk mengajarkan strategi secara umum. Dia justru menomorduakan cara untuk mengatur unit satu per satu. Padahal, kemampuan untuk mengatur unit satu per satu itu justru bisa meningkatkan APM pemain.

“Ketika Anda sudah ada di tingkat Master, dan Anda ingin bisa masuk ke tahap Grandmaster, barulah Anda mulai memikirkan tentang kemampuan mekanis Anda,” ujar Bonnell pada Engadget. “APM adalah salah satu cara untuk mengukur kemampuan mekanis Anda. Namun, APM tinggi bukan jaminan bahwa seseorang bisa mengendalikan unitnya dengan baik. APM bukanlah segalanya.”

Sama seperti Bonnell, Sean “Day9” Plott, komentator StarCraft, mengatakan bahwa pemain amatir tidak perlu terlalu khawatir akan APM. “Ketika Anda berkompetisi di tingkat profesional, barulah Anda harus bertanya pada diri sendiri: ‘Apa kelebihan saya?'” ujar Plott. “Di kompetisi profesional, semua orang sudah tahu semua strategi yang ada. ‘Strategi baru’ jarang digunakan karena semua orang sudah tahu apa yang akan terjadi. Jadi, pemain profesional biasanya mencoba untuk unggul dari lawannya dengan meningkatkan APM mereka.”

Bagaimana Cara untuk Meningkatkan APM?

“Jika Anda ingin meningkatkan kecepatan APM, ada beberapa latihan yang bisa saya sarankan,” kata Plott. “Pertama, mainkan single-player, buat build order dan eksekusi rencana tersebut dengan sempurna — Anda tidak boleh melewatkan satu pekerja, satu pylon, atau satu building pun. Secara otomatis, tubuh Anda akan beradaptasi untuk mengklik dengan lebih cepat. Hal itulah yang paling penting: membuat tangan Anda ingin bergerak lebih cepat.”

“Latihan lain yang saya rekomendasikan adalah mengklik dan bergerak secepat mungkin ketika bertanding dengan pemain lain,” jelas Plott. “Hal ini akan membuat Anda sering kalah, karena Anda akan fokus untuk mengklik dengan cepat dan bukannya melakukan tindakan secara efektif. Tapi tidak apa-apa. Karena setelah sekitar dua minggu, tindakan yang biasnya memakan waktu selama 6 miliseconds, Anda akan bisa melakukannya hanya dalam 300 miliseconds. Dengan memaksa diri Anda untuk bermain dengan lebih cepat, tubuh Anda akan terbiasa untuk mengklik dengan lebih cepat.”

Plott menambahkan, ketika hendak menaikkan APM, Anda juga harus punya keinginan untuk bermain dengan lebih baik. Karena, jika seseorang ingin bisa ikut turun dalam kompetisi profesional, maka dia harus sering bermain dan menikmati game yang dia mainkan.

“Anda bisa meningkatkan APM dengan cara yang sama sepeti saat Anda ingin bisa melakukan sesuatu dengan lebih baik, yaitu latihan,” tambah Bonnell. “Anda hanya harus terus bermain sampai jari Anda secara otomatis mengingat posisi mereka. Kecepatan APM Anda akan naik dengan sendirinya.”

Sementara itu, Aleksandar “Beastyqt” Krstić, pemain StarCraft II asal Serbia, mengatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan APM di StarCraft adalah dengan melakukan spamming pada awal permainan. Dia mengakui, ada banyak orang yang bingung atau justru kesal ketika mereka melihat para pemain profesional melakukan spamming. Namun, Krstić menjelaskan, melakukan spamming di awal permainan merupakan pemanasan untuk jari-jari para pemain.

“Di dunia olahraga, ketika Anda duduk di bangku cadangan, Anda tidak duduk diam. Anda melakukan pemanasan sebelum Anda dipanggil untuk menggantikan pemain lain,” ujar Krstić dalam sebuah video YouTube. “Spamming di StarCraft punya fungsi yang sama seperti pemanasan.” Dia menjelaskan, sulit bagi seseorang untuk mendadak meningkatkan kecepatan jari mereka dari 50 APM menjadi 400 APM. Dengan melakukan spamming klik pada awal game, seseorang bisa perlahan mempersiapkan diri untuk mencapai APM tinggi.

Namun, bagi pemain pemula, Krstić menyarankan, mereka sebaiknya juga tidak melakukan spamming secara berlebihan, yang bisa mengacaukan ritme permainan mereka sendiri. “Spam klik selama mungkin, tapi jangan sampai spamming merusak gaya bermain Anda,” ujarnya. “Jika Anda adalah pemain baru, Anda bisa melakukan spam pada 10 detik pertama. Jika dengan melakukan spamming build order Anda justru menjadi kacau, Anda sebaiknya berhenti melakukan spamming.”

Ambisi Blizzard untuk Menghidupkan Kembali Esports Warcraft III: Reforged dan Starcraft II

Rangkaian acara ESL Pro Tours untuk Starcraft II dan Warcraft III: Reforged sudah dimulai dengan berjalannya ESL Dreamhack Anaheim 2020. Blizzard berharap bisa memberi kepastian pagi para pemain yang ingin bertanding di dua game title tersebut. ESL dan Dreamhack telah menandatangani kerja sama selama 3 tahun untuk menjalankan ranah kompetitif Starcraft II dan Warcraft III: Reforged. Blizzard akan menyediakan US$4,6 juta sebagai prize pool pada musim-musim pertama ESL Pro Tours ini.

Dalam sesi wawancara dengan Shack News, Esports Associate Product Manager dari Blizzard yaitu Kerry LaRose menjawab beberapa pertanyaan mengenai apa saja yang Blizzard harapkan di musim pertama ESL Pro Tours. Kelly LaRose berkata bahwa Blizzard ingin menjalankan long-term roadmap guna memberi kepastian bagi para organisasi tim esports dan juga pemainnya untuk terjun ke ranah kompetitif Warcraft III: Reforged dan Starcraft II. Ia menekankan bahwa kerja sama dengan ESL adalah keputusan yang paling tepat. ESL sudah berpengalaman dalam menjalankan turnamen RTS dan para komunitas esports juga menyukai hasil karya mereka.

Walaupun Warcraft III tergolong game yang sudah tua, Kelly LaRose berusaha meyakinkan para pemain lama ataupun pemain baru bahwa game ini masih layak dimainkan. Dengan bukti banyaknya pemain lama yang bermain kembali dan pemain baru yang mencoba untuk bermain setelah peluncuran Warcraft III: Reforged dan dibantu dengan esports, Blizzard berusaha untuk mengambil perhatian lebih banyak orang dan berharap semakin banyak pemain baru yang ingin memasuki ranah kompetitif. Memulai kembali ranah kompetitif Starcraft II dan Warcraft III: Reforged tentu akan memberi tantangan bagi Blizzard. Tetapi Kelly LaRose percaya diri karena Blizzard dan ESL sudah berpengalaman untuk menjalankan game title RTS sebelumnya. Blizzard menganggap tantangan sebenarnya adalah bagaimana cara mereka untuk berbaur di setiap region yang ada dan mengajak para pemain baru untuk mengikuti turnamen yang diselenggarakan. Selanjutnya, mereka juga masih memikirkan bagaimana caranya untuk mengembangkan para pemain yang baru memulai karir di dunia kompetitif untuk berkembang agar setara dengan pemain papan atas yang sudah ada. Blizzard bukan hanya ingin mendapatkan talenta baru tetapi juga bagaimana para talenta baru ini bisa jadi bintang.

Untuk menghibur para penggemar lama Warcraft III dan Starcraft II, Kelly LaRose menyebutkan bahwa masih ada pemain-pemain besar yang bertanding saat ini. Seperti Jang “Moon” Jae Ho, Dmitry “Happy” Kostin dan Andriy “Foggy” Koren. Mereka juga akan menantikan nama-nama baru yang muncul di ESL Pro Tours yang pantas bersanding dengan para pemain profesional yang sudah ada. ESL Dreamhack Anaheim 2020 ini adalah kesempatan mereka untuk melihat kemunculan para talenta baru ini.

Tentu mudah bagi die hard fans RTS untuk mengikuti ESL Pro Tours ini, tetapi bagaimana pemain baru mereka bisa diajak untuk menonton turnamen berskala tinggi tersebut? Kelly LaRose menjawab, Blizzard akan menaruh live stream turnamennya di game launcher sehingga para pemain mendapatkan informasi mengenai turnamen yang sedang berjalan. Mereka juga berharap ESL dapat membantu mereka dalam hal ini.

Perihal wabah virus corona yang sedang menyebar, Kelly LaRose menekankan bahwa kesehatan setiap individu adalah hal utama. Pasalnya, Tiongkok merupakan salah satu region yang paling kompetitif dalam kedua game RTS ini. Blizzard juga yakin ESL dan Dreamhack selalu mengutamakan keselamatan banyak pihak dalam menjalankan turnamennya.

Kesimpulannya, Blizzard tidak hanya berfokus untuk mengembalikan pemain lama. Tetapi juga mengembangkan pemain baru yang ingin memasuki dunia kompetitif dan mengembangkan mereka lebih lanjut. Dengan demikian, Blizzard berusaha menghidupkan esports dari kedua game RTS mereka.

Dota 2 Jadi Game Esports Berhadiah Terbesar

Esports kini menjadi bisnis serius. Salah satu indikasinya adalah dari hadiah turnamen yang semakin besar. Menurut laporan Esports Earnings, total hadiah dari semua turnamen esports yang pernah digelar mencapai lebih dari US$700 juta. Sayangnya, hadiah turnamen esports tidak merata. Ada game esports yang menawarkan total hadiah besar, seperti Dota 2. Namun, ada juga game esports yang total hadiahnya tidak terlalu besar, seperti Super Smash Bros.

Dari semua game esports yang ada, game esports berhadiah terbesar adalah Dota 2. Secara keseluruhan, turnamen esports dari game MOBA itu telah memberikan hadiah sebesar US$220 juta. Tidak heran, mengingat selama ini, The International memang selalu menjadi turnamen esports dengan hadiah terbesar. Tahun lalu, The International 9 menawarkan total hadiah sebesar US$34 juta. Setelah mengalahkan Team Liquid di babak final, OG keluar sebagai juara dan membawa pulang US$15 juta. Ini menjadikan tim OG sebagai tim esports dengan total hadiah kemenangan terbesar sepanjang 2019.

Menurut laporan The Hollywood Reporter, kelima anggota tim OG juga menjadi atlet esports dengan total hadiah kemenangan terbesar. Di posisi nomor satu, duduk Johan “N0tail” Sundstein. Pemain berumur 26 tahun asal Denmark ini merupakan kapten OG. Sepanjang karirnya, dia telah mengumpulkan US$6,8 juta sepanjang karirnya. Sementara posisi kedua diisi oleh Jesse “JerAx” Vainikka. Pemain asal Finlandia ini mendapatkan US$6,4 juta sepanjang karirnya. Dengan total hadiah sebesar US$6 juta, anggota OG asal Australia, Anathan “ana” Pham duduk di posisi ketiga. Posisi keempat diisi oleh pemain Prancis, Sebastian “Ceb” Debs sementara posisi kelima diduduki oleh Topias “Topson” Taavitsainen. Keduanya juga merupakan anggota tim OG.

Sumber: Esports Earnings
Tiga game dengan total hadiah turnamen terbesar. | Sumber: Esports Earnings

Selain Dota 2, game lain yang menawarkan total hadiah terbesar adalah Counter-Strike: Global Offensive. Sepanjang sejarah, CS:GO telah memberikan total hadiah turnamen sebesar US$87,1 juta. Fortnite dari Epic Games ada di peringkat ketiga dengan total hadiah sebesar US$84,4 juta. Dengan total hadiah sebesar US$73 juta, League of Legends menjadi game esports dengan total hadiah terbesar keempat. Posisi ke lima diisi oleh game strategi real-time buatan Blizzard, Starcraft II dengan total hadiah US$32,1 juta.

Kelima game esports dengan hadiah terbesar merupakan game PC. Berdasarkan laporan Esports Earnings, game esports mobile dengan total hadiah terbesar adalah Arena of Valor, yang secara keseluruhan telah memberikan hadiah turnamen sebesar US$11,7 juta. Game tersebut duduk di peringkat 11 dari daftar game-game esports berhadiah terbesar. Sementara Player Unknown’s Battleground Mobile duduk di peringkat 31 dengan total hadiah sebesar US$2,8 juta. Di Indonesia, esports mobile memang lebih berkembang. Namun, di kancah internasional, game PC seperti Dota 2, League of Legends, dan CS:GO, masih mendominasi esports scene.

Cabang Esports SEA Games 2019: Rangkuman Perjuangan Indonesia Sejauh Ini

Cabang esports SEA Games 2019 jadi salah satu helatan yang menarik untuk disaksikan. Selain karena tren esports yang sedang menanjak naik di Indonesia, ditambah juga ini menjadi momen bagi gamers untuk membanggakan Indonesia lewat esports.

Beberapa pertandingan telah selesai digelar. Pada cabang MLBB, Indonesia harus puas mendapatkan perak, meski statusnya sebagai kontingen yang paling dijagokan. Lalu bagaimana dengan cabang-cabang lainnya? Berikut rangkuman hasil cabang esports lain di SEA Games 2019.

Dota 2

Sumber: IESPA - Edit: Akbar Priono
Kontingen Dota 2 Indonesia bersama sang pelatih/manajer tim (pojok kanan) untuk cabang esports SEA Games 2019. Sumber: IESPA – Edit: Akbar Priono

Kontingen Dota 2 Indonesia untuk cabang esports SEA Games 2019 diwakili oleh tim PG.Barracx. Menghadapi SEA Games, tim ini sudah melakukan beberapa persiapan, termasuk bootcamp di Singapura untuk berlatih dengan Evil Geniuses.

Sayang, pada gelaran SEA Games, kontingen Dota 2 belum bisa mendapat hasil yang maksimal. Format pertandingan esports Dota 2 di SEA Games 2019 sendiri terdiri dari dua babak, yaitu fase grup dan fase playoff. Indonesia berada di grup B bersama dengan Filipina, Laos, dan Myanmar.

Bertanding dalam format best-of-2 single round robin, Indonesia harus puas berada di peringkat bontot dengan perolehan berupa satu kali seri dan dua kali kalah. Indonesia berhasil menahan imbang Myanmar, namun kalah melawan Filipina dan Laos, masing-masing dengan skor 0-2. Akhirnya tim Indonesia terpaksa harus pulang lebih awal, di hari ketiga rangkaian pertandingan cabang esports SEA Games 2019, tanggal 7 Desember 2019.

Hearthstone

Jothree (kiri) bersama DouAhou (kanan). Sumber: Unipin Esports
Jothree (kiri) bersama DouAhou (kanan). Sumber: Unipin Esports

Cabang esports Hearthstone Indonesia diwakili oleh Hendry Koenarto Handisurya (Jothree). Menjadi salah satu jawara Hearthstone terkuat dari Indonesia, Jothree mendapat medali perak saat gelaran eksibisi esports di Asian Games 2018 lalu.

Pada SEA Games 2019, permainan Jothree sebenarnya cukup menjanjikan setelah berhasil lolos dari babak grup. Masuk di upper bracket Jothree harus menghadapi Werit Popan (Disdai), pemain asal Thailand. Merupakan lawan berat bagi Jothree, ia terpaksa menerima kekalahan 1-3 dan terpukul ke lower bracket. Takluk dengan skor tipis 2-3, Jothree dipaksa mengakhiri perjalanannya di SEA Games 2019 setelah kalah melawan Nguyen Hoang Long dari Vietnam.

Hari ini (9 Desember 2019), rangkaian pertandingan HearthStone untuk SEA Games 2019 sendiri telah usai dengan Malaysia sebagai peraih medali emas. Wakil Malaysia Yew Weng Kean (Wkyew) keluar menjadi juara setelah mengalahkan Werit Popan di babak final.

StarCraft II

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Cabang yang satu ini memang terbilang susah-susah-gampang bagi Indonesia, mengingat komunitas game ini yang tidak sebegitu besar di Indonesia. Namun demikian, Indonesia tetap mempersiapkan yang terbaik untuk cabang yang satu ini, salah satunya lewat tangan AKG Games yang memberangkatkan kontingen StarCraft II Indonesia ke Korea Selatan untuk berlatih.

Persiapan tersebut ternyata berbuah cukup manis, Emmanuel Enrique (QuanTel) berhasil lolos grup, walau kawannya Bondan Lukman (Deruziel) harus puas dengan perolehan 0-5. Lolos ke babak Playoff, Quantel harus berhadapan dengan wakil Malaysia, Kien Khun Yap (Ranger). Bertarung dengan format best-of-5 Quantel hanya berhasil merebut satu angka saja dari Ranger. Akhirnya cabang esports StarCraft harus pulang dengan tangan hampa setelah semua kontingennya tumbang.

Perebutan medali emas StarCraft II di SEA Games 2019 akan dilakukan esok hari, 10 Desember 2019, mempertemukan Filipina dengan Singapura di babak Grand Final dengan format best-of-7.

Arena of Valor

Sumber: IESPA - Edit: Akbar Priono
Kontingen AOV Indonesia untuk cabang esports SEA Games 2019. bersama sang pelatih (pojok kanan). Sumber: IESPA – Edit: Akbar Priono

Selain MLBB, potensi Indonesia mendapat medali di cabang esports SEA Games 2019 ini sebenarnya adalah lewat cabang Arena of Valor. Salah satu penyebabnya adalah karena cabang ini diwakili oleh EVOS AOV. Menjadi tim terkuat di Indonesia selama tiga kali berturut-turut, reputasi tim ini jadi semakin baik setelah melihat perolehan positif yang mereka dapatkan selama gelaran AIC 2019.

Benar saja, EVOS AOV memberikan hasil yang cukup positif saat berada di fase grup. Berada di grup B bersama dengan Laos, Malaysia, dan Singapore, Indonesia dipaksa melalui babak Tiebreaker setelah perolehan poin Indonesia, Malaysia, dan Laos sama-sama 5 poin.

Setelah berhasil lolos, Indonesia sebenarnya sudah tampil cukup menjanjikan dari babak upper bracket. Satria Adi Wiratama (Wiraww) dan kawan-kawan berhasil maju ke babak Grand Final setelah mengalahkan salah satu regional terkuat di peta dunia kompetitif AOV, Thailand.

Pada babak Grand Final, Indonesia harus mengulang pertemuannya dengan Thailand. Sayangnya, satu yang tidak terulang di sana adalah kemenangan Indonesia. Bertanding dalam format best-of-5, Indonesia ditundukkan oleh Thailand dengan skor sapu bersih 0-3. Dengan ini maka Indonesia harus puas menerima medali perak di cabang esports AOV SEA Games 2019.


Sejauh ini, Indonesia sudah mengumpulkan dua medali perak di cabang esports SEA Games 2019. Masih ada satu cabang lagi yang belum bertanding, yaitu Tekken 7. Mari kita doakan agar Indonesia yang diwakili oleh Muhammad Andriansyah (Meat) bisa mendapatkan hasil yang terbaik.

Jadwal Esports SEA Games 2019 Dibuka Dengan Pertandingan Cabang MLBB

Cabang Esports SEA Games 2019 sudah akan dimulai. Sebelumnya kita sudah sempat membahas bersama soal potensi timnas esports Indonesia untuk SEA Games 2019. Dari semua yang harus dihadapi, Filipina selaku tuan rumah memang masih jadi salah satu yang terberat.

Tetapi selain dari itu, dari cabang Tekken 7 kita juga bisa melihat bahwa Thailand punya pemain dengan jam terbang yang cukup tinggi. Nopparut “Book” Hempamorn salah satunya, pemain yang sudah malang melintang di dunia Tekken, bahkan sempat mengalahkan jago Tekken Korea Selatan, Knee, di gelaran Thaiger Uppercut 2018.

Kendati demikian, harapan untuk kontingen Indonesia tetaplah agar bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Beban moral terberat mungkin ada di kontingen MLBB. Setelah tim EVOS Esports menjadi juara dunia lewat gelaran M1, semua mata memandang Donkey dan kawan-kawan yang mewakili Indonesia di esports MLBB SEA Games 2019. “Saya pribadi juga percaya diri akan dapat medali dari MLBB. Tapi saya dan kontingen berusaha untuk tetap fokus pada tujuan, membawa nama baik Indonesia, dan tidak overconfident.” Ucap Jeremy “Tibold” Yulianto pelatih kontingen MLBB tempo hari.

Pertandingan esports SEA Games 2019 akan berlangsung mulai tanggal 5 sampai 10 Desember 2019 mendatang. Berikut jadwal esports SEA Games 2019:

Mobile Legends: Bang Bang akan menjadi gelaran pembuka untuk hari pertama ini, dilanjut dengan StarCraft, dan HearthStone. Selain tiga cabang tersebut, Esports SEA Games 2019 juga mempertandingkan 3 cabang game lainnya, yaitu Dota 2, AOV, dan Tekken 7.

Selain cabang MLBB dan Tekken 7, potensi Indonesia dalam gelaran ini sebenernya terbilang cukup besar. Pada cabang StarCraft II, AKG Games bahkan memberangkatkan kontingennya ke Korea Selatan dengan salah satu jagoan StarCraft II, Jack “NoRegreT” Umpleby. Dari cabang AOV, tren performa EVOS juga sedang terbilang positif belakangan. Walau tidak jadi juara di gelaran AIC, tetapi hasil yang mereka dapatkan terbilang meningkat dari waktu ke waktu.

Dari sisi Dota, timnas Garuda Muda juga dibawa bootcamp selama dua hari di Filipina untuk berlatih dengan tim Evil Geniuses. Lalu dari sisi Hearthstone, Hendry “Jothree’ Handisurya sudah mempersiapkan diri dengan cukup maksimal, bahkan latihan sampai dengan 14 jam sehari. Tak hanya itu, Jothree juga sempat menorehkan hasil berupa medali perak saat mengikuti eksibisi esports ASIAN Games 2018.

Selain ditayangkan secara live-streaming, gelaran esports SEA Games 2019 juga tayang di televisi nasional, GTV. Jangan lupa saksikan dan dukung semua kontingen Indonesia di esports SEA Games 2019.

CEO Shopify Sumbangkan Rp352 Juta untuk Hadiah Turnamen StarCraft II

Sekarang, esports mulai menjadi mainstream. Developer game tidak segan-segan untuk turun tangan dalam mengadakan turnamen besar. Tak hanya itu, esports juga mulai menjadi bagian dari gelaran olahraga internasional, seperti SEA Games. Street Fighter dan Rocket League juga akan menjadi bagian dari pre-event Olimpiade 2020. Selain itu, semakin banyak perusahaan non-endemik yang menjadi sponsor liga atau tim esports. Namun, sebelum competitive gaming menjadi populer, turnamen esports biasanya diadakan secara mandiri oleh komunitas, dengan tempat yang tak terlalu megah dan hadiah yang tak terlalu besar.

HomeStory Cup adalah turnamen grassroot dari Starcraft II yang diadakan oleh TakeTV. Turnamen yang diadakan dua tahun sekali ini diadakan untuk pertama kali pada sembilan tahun lalu oleh mantan pemain Warcraft III profesional, Dennis “TaKe” Gehlen. Pada 2010, dia mengundang delapan temannya — yang ketika itu merupakan pemain profesional StarCraft II asal Eropa ternama — ke rumahnya di Krefeld, Jerman, untuk bertanding dengan satu sama lain. Hadiah yang disediakan tidak besar.

“Kami hanya ingin menunjukkan pada para fans cara kami bersenang-senang dalam bermain game dan pada saat yang sama, menunjukkan permainan yang hebat,” kata Gehlen, menjelaskan alasan mengapa dia membuat HomeStory Cups, dikutip dari The Esports Observer. Dia mengatakan, satu hal yang unik tentang HomeStory Cup adalah turnamen ini diadakan di dalam rumah. “Ada orang yang memasak di dapur, dan kami tetap bermain dengan pemain-pemain terbaik dari Korea, Amerika, dan Eropa untuk memainkan game pada level tertinggi.”

Sekarang, HomeStory Cup telah berkembang. Turnamen ini tak lagi diadakan di rumah Gehlen, tapi di gaming bar milik TakeTV. Meskipun begitu, format turnamen ini tetaplah kasual. HomeStory Cup XX, yang diadakan pada akhir pekan lalu, menawarkan total hadiah US$25 ribu (sekitar Rp352 juta). CEO Shopify, Tobi Lutke, yang juga merupakan penggemar dari StarCraft II, merasa bahwa total hadiah ini tidak cukup besar. Dia lalu memutuskan untuk menyumbangkan US$25 ribu sebagai total hadiah pada turnamen tersebut.

Bulan lalu, kecintaan Lutke akan StarCraft II menarik perhatian media dan fans game tersebut ketika dia menawarkan Ryoo “SeleCT” Kyung Hyun, mantan pemain profesional untuk magang di perusahaan yang dia pimpin. Dalam Twitter, dia mengatakan, pencapaian SeleCT sebagai pemain profesional sudah cukup untuk membuktikan kepiawaian.

Apa yang dilakukan oleh Lutke — menyumbangkan uang untuk turnamen dan menunjukkan apresiasi pada pemain profesional — menunjukkan bagaimana seseorang atau sebuah perusahaan dapat mendekatkan diri dengan komunitas gamer dengan cara yang otentik. Walau Lutke melakukan ini karena dia tampaknya memang senang dengan StarCraft II, Shopify akan mendapatkan untung karena namanya menjadi dikenal di kalangan fans StarCraft II di dunia.

AKG Games Berangkatkan Kontingen StarCraft II SEA Games 2019 Berlatih di Korea Selatan

Pertandingan cabang esports SEA Games 2019 sudah semakin dekat, persiapan para pemain semakin intens demi dapat memberikan yang terbaik bagi nama Indonesia di mata internasional. Semua pihak bahu-membahu, untuk mencapai hal tersebut, tak terkecuali AKG Games selaku publisher game besutan Blizzard Entertainment di Indonesia.

Demi mendapatkan pencapaian terbaik, AKG Games memberangkatkan dua kontingen cabang esports StarCraft II  SEA Games 2019, Bondan “Deruziel” Lukman dan Emmanuel “Quantel” Enrique, ke Korea Selatan untuk berlatih. Mulai dari tanggal 18 sampai 24 November 2019 mendatang, mereka akan berlatih dengan Jake “NoRegreT” Umpleby.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Bincang singkat dengan Jake Umpleby via confrence call. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Tak heran jika Korea Selatan dipilih menjadi tempat kontingen StarCraft II Indonesia untuk menempa diri, mengingat negara tersebut yang bisa dibilang sebagai kiblat esports StarCraft, sejak memulai trennya di awal tahun 2000an. Sang pelatih, NoRegret, juga punya reputasi yang cukup besar di dunia kompetitif StarCraft. Belakangan, ia aktif menjadi shoutcaster bahkan juga termasuk dalam jajaran caster dalam gelaran eksibisi esports di Asian Games 2018 lalu.

Dalam gelaran konfrensi pers yang diselenggarakan di Wisma 46, Jakarta, AKG Games juga turut mengundang NoRegret untuk hadir dalam sebuah confrence call. Ia sedikit bercerita tentang apa saja yang akan dilakukan untuk melatih para kontingen esports StarCraft 2 di SEA Games  2019. “Saya akan fokus kepada mentalitas pemain, serta meningkatkan pola mereka berpikir di dalam permainan StarCraft.” Jake mengatakan.

Deruziel, juga mengutarakan harapannya terhadap pelatihan yang dilakukan ini. “Harapan saya tinggi banget. Dengan dikirim ke Korea, apalagi dipilih coach yang bagus, tentunya saya berharap bisa mendapatkan lebih banyak pengetahuan lagi. Excited banget untuk pelatihan ini pokoknya.”

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Kiri-Deruziel, Kanan-Quantel. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Quantel pun menambahkan terkait pelatihan ini dan dampaknya terhadap kesempatan mendapatkan medali di cabang esports StarCraft II di SEA Games 2019. “Jika melihat kompetisi sebelumnya, sebetulnya kesempatan kita sudah besar. Dengan pelatihan ini, saya merasa akan semakin meningkatkan kesempatan kami untuk mendapatkan hasil yang terbaik di cabang esports StarCraft II di SEA Games 2019.”

Masih membahas soal latihan, satu yang juga buat saya cukup penasaran adalah soal latih tanding. Akankah ada latih tanding dengan pemain-pemain StarCraft top asal Korea Selatan? Bagaimanapun, lawan tanding sang pemain bisa dibilang jadi cermin kemampuannya. Terkait ini, Eliandy Andojoputro selaku manajer kontingen StarCraft Indonesia juga turut memberikan komentarnya. “Untuk latihan dengan pemain lainnya, itu pasti ada sesinya. Karena melihat Malaysia dan Thailand yang sempat latihan di sana, juga melakukan kegiatan latih tanding. Tetapi kalau siapa yang dilawan, nanti akan ada informasi lebih lanjut.”

Festival Olahraga dan Keberlanjutan Esports StarCraft II

Walau bisa dibilang moyangnya genre MOBA, namun kini genre Real Time Strategi (RTS) terbilang sudah mulai terlupakan. StarCraft sendiri, setelah memulai trennya sekitar awal 2000an lalu di Korea Selatan sana, kini esports StarCraft mungkin bisa dibilang sudah mulai tergerus ragam genre baru yang bermunculan dan terlupakan zaman. Dalam artikel Variety terbitan Juli 2018 lalu, salah satu analis dari Newzoo bahkan menerka StarCraft sebagai game esports yang mulai berhenti berkembang.

Namun demikian game ini seakan tetap terpatri dipikiran orang-orang sebagai ikon esports. Bagaimana tidak, walau jumlah pemainnya di dunia mungkin sudah tidak sebanyak game MOBA, namun StarCraft II tetap jadi game pilihan untuk berbagai gelaran festival olahraga yang diadakan belakangan.

StarCraft II menjadi pilihan saat Asian Games 2018 memutuskan untuk mengadakan eksibisi cabang esports di Britama Arena, Jakarta Utara. Game ini juga dibawa ke PyeongChang, dan dijadikan sebagai salah satu bagian acara dari gelaran Olimpiade Musim Dingin 2018. Kini, StarCraft II lagi-lagi menjadi cabang game pilihan bagi SEA Games 2019 yang akan menjadikan esports sebagai cabang bermedali.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Felix Huray (tengah), menjawab pertanyaan awak media saat sesi tanya jawab di konfrensi pers yang diadakan di Wisma 46, Rabu, 13 November 2019 lalu. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Melihat pola tersebut, maka mengembangkan esports StarCraft mungkin bisa jadi sebuah urgensi tersendiri bagi Indonesia, mengingat kesempatannya bagi esports untuk mengharumkan nama Indonesia. Siapa yang tahu, Asian Games 2022 di Hangzhou nanti akan menjadikan esports sebagai cabang bermedali, dengan StarCraft II sebagai salah satu game yang dipertandingkan.

Terkait hal ini Felix Huray selaku General Manager AKG Games memberikan pandangannya. “AKG Games akan terus mencari peluang untuk mendukung atlit esports Indonesia.” Felix membuka jawabannya. “namun demikian, semua tergantung lagi dari komunitas. Kami AKG Games berusaha sebisa mungkin mendengar komunitas dalam membantu mengembangkan game besutan Blizzard, termasuk StarCraft. Apa yang diinginkan dari komunitas, kami akan fasilitasi sebisa mungkin, contohnya juga seperti program pelatihan ini.” Felix menjawab.


Deruziel dan Quantel akan berangkat latihan ke Korea Selatan mulai tanggal 18 hingga 24 November 2019 mendatang. Setelah itu mereka akan bertanding untuk Indonesia dalam cabang esports SEA Games 2019, yang akan diselenggarakan tanggal 5 hingga 10 Desember 2019, di Filoil Flying V Centre, San Juan, Metro Manila.

Mari kita doakan agar kontingen StarCraft Indonesia untuk SEA Games 2019 bisa mendapatkan hasil yang terbaik dan membanggakan nama Indonesia di tingkat Asia Tenggara!

IEM Katowice 2020 Usung StarCraft II Lagi, Tawarkan Hadiah Rp5 Miliar Lebih

StarCraft II boleh jadi sudah dapat dikatakan jadul, akan tetapi game ini masih hidup sebagai salah satu niche di ekosistem esports. Baru-baru saja StarCraft jadi salah satu cabang kompetisi di ajang World Electronic Sports Games (WESG) SEA 2019. Game ini juga muncul di Asian Games 2018 bersama beberapa cabang esports lain seperti Arena of Valor dan Clash Royale. Jangankan StarCraft II, StarCraft orisinal saja hingga kini masih dimainkan banyak orang dan memiliki liga sendiri di Korea Selatan.

Menyambut ulang tahun StarCraft II yang ke-10, ESL akan kembali mempertandingkan game tersebut di panggung turnamen Intel Extreme Masters (IEM) Katowice. StarCraft II memang telah langganan jadi salah satu cabang kompetisi di turnamen IEM, dan kali ini ESL kembali mengundang pemain-pemain terbaik dunia untik bertanding di Polandia, tanggal 28 Februari – 2 Maret 2020 nanti.

Menurut informasi di situs resmi IEM Katowice 2020, turnamen StarCraft II ini menawarkan prize pool sebesar sekurang-kurangnya US$250.000. Namun angka tersebut tampaknya sudah bertambah, karena dalam siaran pers yang diberitakan oleh Esports Insider dan The Esports Observer, jumlah prize pool yang ditawarkan kini adalah sebesar US$400.000 (sekitar Rp5,6 miliar). IEM Katowice 2020 akan menjadi tahun ke-10 StarCraft II hadir di acara Intel Extreme Masters, dan menjadi turnamen StarCraft II ke-33 yang diorganisir oleh ESL.

“Selama sepuluh tahun, StarCraft II telah menghadirkan sebagian momen paling legendaris di panggung kami. Judul-judul Blizzard selalu jadi bagian dari DNA Intel Extreme Masters, dan warisan adalah sesuatu yang penting untuk kami jaga dan kembangkan. SC2 membantu kami menjaga benang hidup hingga ke tahun-tahun pertama Intel Extreme Masters,” ujar Michal Blicharz, VP of Pro Gaming di ESL.

IEM Katowice 2019 - Eo Yoon Soo
Eo Yoon Soo, juara StarCraft II IEM Katowice 2019 | Sumber: Intel Extreme Masters

Babak kualifikasi online IEM Katowice 2020 akan digelar di bulan Januari, dan dari sini ESL menyediakan 11 slot pemain untuk maju ke acara utama dengan seluruh biaya transportasi dan akomodasi ditanggung penuh. Acara IEM Katowice 2020 itu sendiri akan menampilkan 76 pemain StarCraft II terbaik untuk memperebutkan hadiah di Spodek Arena, Polandia. Selain 11 pemain hasil kualifikasi tadi, partisipan juga ditentukan dari peringkat mereka di StarCraft II World Championship Series (WCS).

Di samping StarCraft II, menu utama IEM Katowice 2020 adalah kompetisi Counter-Strike: Global Offensive (CS:GO) yang disebut sirkuit ESL Pro Tour. ESL menyiapkan hadiah senilai US$500.000 (sekitar Rp7 miliar) untik kompetisi ini, dan juaranya akan menjadi selangkah lebih dekat untuk dinobatkan sebagai peraih gelar Intel Grand Slam Season 3. Bila Anda penggemar StarCraft II atau CS:GO kompetitif, turnamen besar ini tidak bolah Anda lewatkan.

Sumber: Intel Extreme Masters, Esports Insider, The Esports Observer

AlphaStar, AI Buatan DeepMind Dapatkan Gelar Grandmaster di StarCraft II

Seiring dengan semakin canggihnya teknologi artificial intelligence, semakin banyak juga cara untuk mengaplikasikan AI dalam bisnis, seperti penggunaan chatbot sebagai bagian dari customer service. Di industri game dan esports, AI juga memiliki berbagai kegunaan, misalnya untuk membuat strategi dan melatih para pemain. Tak berhenti sampai di situ, AI kini juga dapat bertanding di level yang sama dengan gamer profesional. DeepMind baru saja mengumumkan bahwa AI buatan mereka, AlphaStar, berhasil mencapai ranking Grandmaster dalam StarCraft II. Itu artinya, AI ini dapat mengalahkan 99,8 persen pemain game buatan Blizzard tersebut.

Ada tiga ras yang bisa Anda mainkan di StarCraft II, yaitu Terran, Protoss, dan Zerg. Karena itu, DeepMind melatih tiga jaringan syaraf yang berbeda untuk menguasai permainan tiga ras tersebut. Untuk melatih AlphaStar, DeepMind menggunakan database yang disediakan oleh Blizzard. Dari sini, sang AI belajar untuk mengambil keputusan dari para pemain terbaik. Setelah itu, DeepMind membuat AI tiruan dan mengadunya dengan satu sama lain. DeepMind juga membuat “exploiter agent” yang berfungsi untuk menemukan celah dalam strategi yang digunakan oleh AlphaStar.  Pada Januari 2019, DeepMind mengumumkan, AlphaStar dapat mengalahkan pemain-pemain profesional terbaik dalam 10 pertandingan. Ketika itu, AI buatan DeepMind itu hanya kalah dari Grzegorz “MaNa” Komincz dalam pertandingan terakhir.

Sumber: DeepMind
AlphaStar versus Grzegorz “MaNa” Komincz. | Sumber: DeepMind

Satu hal yang menarik, DeepMind membatasi AlphaStar sehingga ia hanya bisa melihat bagian dari game yang memang bisa dilihat oleh gamer manusia. Tak hanya itu, AI ini juga dibatasi sehingga ia hanya dapat melakukan 22 action dalam lima detik, sama seperti yang dapat dilakukan manusia. AlphaStar adalah AI pertama yang bisa mencapai level Grandmaster, level tertinggi di StarCraft II. Sebelum ini, DeepMind — yang ada di bawah naungan Alphabet, perusahaan induk Google — juga membuat AI untuk bermain go. AI yang dinamai AlphaGo itu berhasil mengalahkan pemain Go profesional. Namun, StarCraft II memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dari board game seperti go. Dalam StarCraft II, yang menggunakan sistem real-time dan bukannya turn-based, seorang pemain harus mengumpulkan mineral untuk membangun markas, membuat unit pekerja, dan melakukan upgrade. Setiap saat, pemain memiliki 100 triliun triliun (10^26) keputusan yang bisa mereka ambil. Dampak dari keputusan yang mereka ambil juga tidak langsung terlihat, yang membuat game ini menjadi semakin rumit.

“Sepanjang sejarah, pencapaian pengembangan AI selalu ditandai dengan pencapaian dalam game. Sejak komputer bisa memahami go, catur, dan poker, StarCraft dianggap sebagai tantangan berikutnya,” kata David Silver, DeepMind Principle Research Scientist, seperti disebutkan oleh The Verge. “Game ini jauh lebih kompleks daripada catur, karena pemain mengendalikan ratusan unit sekaligus; lebih rumit dari go, karena ada 10^26 opsi dalam setiap gerakan; dan pemain memiliki informasi yang lebih sedikit daripada ketika bermain poker.”

Silver mengatakan, mereka mengembangkan AlphaStar bukan untuk menggantikan pemain esports profesional, tapi untuk membuat AI belajar untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata. “Satu hal penting yang membuat kami tertarik dengan StarCraft adalah karena game ini memiliki masalah yang merepresentasikan masalah di dunia nyata,” kata Silver, dikutip dari BBC. “Kami melihat StarCraft sebagai benchmark untuk memahami cara kerja AI dan membuat AI yang lebih baik.” Dia mengatakan, teknologi yang mereka dapatkan dari pengembangan AlphaStar dapat digunakan dalam teknologi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari asisten virtual, robot, sampai mobil otonom, karena ketiga kegiatan ini memaksa AI untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tak lengkap.

Apa pendapat pemain profesional?

Menurut Raza “RazerBlader” Sekha, salah satu pemain StarCraft II terbaik di Inggris Raya, mengakui bahwa performa AlphaStar memang mengagumkan. Namun, dia melihat AI itu masih memiliki beberapa kelemahan. Opininya terbentuk setelah dia bertanding melawan AlphaStar sebagai Terran dan melihat permainan antara sang AI dengan pemain lain. “Ada satu game ketika seorang pemain menggunakan komposisi pasukan yang aneh, dia hanya menggunakan pasukan udara — dan AlphaStar tidak tahu cara mengatasi hal ini,” kata Sekha, dikutip dari BBC. “Sang AI gagal beradaptasi dan akhirnya harus menyerah kalah. Ini menarik karena pemain yang baik biasanya memiliki gaya bermain standar, sementara pemain yang lebih lemah justru memiliki gaya permainan yang tidak biasa.”

Sementara Joshua “RiSky” Hayward, pemain terbaik di Inggris Raya, tidak mendapatkan kesempatan untuk melawan AlphaStar. Namun, dia memerhatikan pertandingan sang AI sebagai Zerg. Dia mengatakan, AlphaStar memiliki gaya bertarung yang unik sebagai seorang Grandmaster. “Ia tak membuat keputusan yang paling efisien,” ujarnya. “Tapi, ia dapat mengeksekusi strateginya dan melakukan beberapa hal dalam satu waktu, sehingga ia bisa mendapatkan ranking cukup tinggi.”

Emmanuel “QuanTel” Enrique Bicara Soal Komunitas StarCraft II dan SEA Games 2019

Kancah kompetitif StarCraft II, meski secara lokal jarang terdengar, namun game besutan Blizzard yang satu ini kerap dipertandingkan dalam kompetisi olahraga multi-cabang. Terakhir kali ada ASIAN Games 2018 yang menjadikan esports sebagai salah satu cabang eksibisi dan turut mempertandingkan StarCraft II. Hal ini, menurut saya, membuat StarCraft II jadi penting bagi Indonesia. Apalagi setelah kini SEA Games cabang esports juga turut mempertandingkan StarCraft II.

Membahas lebih lanjut soal ini, saya lalu mencoba berbincang dengan Emmanuel “QuanTel” Enrique, salah satu kontingen Indonesia untuk cabang esports StarCraft. Kami berbincang seputar komunitas StarCraft luar dan dalam negeri, serta seputar persiapan jelang SEA Games 2019 ataupun WESG SEA mendatang.

Akbar Priono (AP): Halo salam kenal QuanTel, pertama-tama selamat atas kemenangannya di WESG Indonesia Finals ya. Boleh perkenalan dulu mungkin bro QuanTel.

Emmanuel QuanTel (EQ): Ya terima kasih. Nama saya Emmanuel Enrique, usia 19 tahun, saya bermain race Protoss di StarCraft II, rank saya GrandMaster untuk saat ini.

AP: Quantel bermain StarCraft II sedari kapan? Lalu terjun ke ranah kompetitif sejak kapan?

EQ: Kalau StarCraft II sebetulnya baru main dari Januari kemarin, tapi sebelumnya saya sudah bermain StarCraft I (Brood War) dari tahun 2009. Saya terjun kompetitif sejak dari tahun 2017 kemarin, sejak StarCraft: Remastered dirilis.

AP: Apa yang membuat QuanTel memilih untuk kompetitif pada game StarCraft dan bertahan sampai sekarang?

EQ: Saya suka konsep Real-Time Strategy (RTS) yang disajikan dalam StarCraft, yang ada unsur mengatur ekonomi dan mengatur pasukan secara mikro. Saya juga banyak terinspirasi pemain pro StarCraft, yang membuat saya jadi ingin bermain seperti mereka.

Bisu, salah satu pemain StarCraft ternama di dunia Internasional. Sumber: Liquidpedia
Bisu, salah satu pemain StarCraft ternama di dunia Internasional. Sumber: Liquidpedia

Salah satu yang juga jadi inspirasi saya adalah Bisu, pemain asal Korea Selatan, yang juga bisa dibilang sebagai salah satu pemain legend di StarCraft. Secara permainan, dia itu punya kemampuan multitasking yang sangat baik di dalam game. Jadi dalam sekian detik dia bisa melakukan banyak gerakan. Kemampuan dia dalam mengendalikan unit secara satu persatu atau istilahnya micro-management dia juga sangat bagus.

Kalau alasan bertahan, menurut saya para penggemar RTS cenderung loyal sama game mereka. Kalau alasan saya sendiri adalah karena konsep permainan ini nggak bikin bosan ketika dimainkan. Setiap permainan selalu beda dan selalu ada hal yang bisa diperbaiki lagi di setiap permainan.

Selain itu, keikutsertaan StarCraft dalam event olahraga multi-cabang seperti ASIAN Games dan SEA Games juga jadi alasan lain saya bertahan di scene kompetisi ini. Jadi sebetulnya nggak terlalu masalah walaupun di tingkat lokal jarang ada kompetisi.

AP: Berhubung saya cukup awam dengan scene StarCraft, jadi sebetulnya bagaimana keadaan scene StarCraft secara internasional?

EQ: Scene StarCraft secara internasional menurut saya terus berkembang dari tahun ke tahun, apalagi setelah tahun 2017 StarCraft: Remastered rilis dan StarCraft II menjadi free-to-play. Dari segi kompetisi, secara jumlah event dan prizepool juga terus bertambah menurut saya.

AP: Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Bagaimana komunitasnya?

EQ: Di Indonesia juga terus berkembang. Tahun ini banyak pemain baru yang mulai ikut main. Bahkan, banyak juga pemain lama yang terjun lagi untuk ikut meramaikan komunitas StarCraft di Indonesia. Tanggal 5 Oktober 2019 kemarin juga ada kompetisi untuk pemain baru dengan hadiah Rp2 juta.

Komunitas StarCraft Indonesia saat menghadiri WESG Indonesia Finals kemarin. Sumber: Facebook Eliandy
Komunitas StarCraft Indonesia saat menghadiri WESG Indonesia Finals kemarin. Sumber: Facebook Eliandy

Lalu komunitas di Indonesia, saat ini kurang lebih yang aktif ada sekitar 70 member. Kalau kegiatan komunitas, selain event besar tahunan seperti SEA Games kita juga ada turnamen komunitas yang diadakan 3 bulan sekali. Antusiasme komunitas juga terbilang stabil bahkan terlihat ada peningkatan yang signifikan.

AP: Kalau menurut pengamatan saya, scene esports StarCraft terbilang stagnan atau mungkin menurun, gimana pendapat Quantel?

EQ: Sebetulnya nggak bisa dibilang menurun juga, dari tahun ke tahun grafik jumlah pemainnya juga terus meningkat. Apalagi StarCraft sendiri juga sudah mulai masuk event olahraga multi-cabang seperti ASIAN Games 2018 kemarin dan juga SEA Games 2019 yang mendatang.

AP: Pernah kepikiran untuk terjun ke scene esports lain? Mengingat RTS bisa dibilang nenek moyang MOBA, mungkin mencoba peruntungan di Dota 2 atau terjun ke scene esports mobile?

EQ: Mungkin untuk saat ini untuk kompetitif hanya StarCraft saja, kalau game lain sih hanya untuk iseng-iseng saja…..hehe.

AP: Oke lanjut membahas soal WESG dan SEA Games nih. Sejauh ini persiapannya sudah sampai mana dan gimana sih Bro QuanTel?

EQ: Kalau untuk WESG SEA Final, persiapan saya terbilang sudah cukup matang, karena bulan lalu sudah sempat melakukan training camp. Kalau untuk SEA Games, sepertinya masih perlu penyesuaian lagi, karena nanti setelah BlizzCon di bulan November akan ada balancing patch. Jadi tentunya gue harus sedikit menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.

AP: Lalu kalau bicara soal SEA GAmes, menurut QuanTel gimana potensi Indonesia di pertandingan tersebut? Siapa yang akan menjadi lawan terberat nantinya?

EQ: Menurut saya potensi Indonesia di SEA Games sih sangat besar, karena kita sudah mempersiapkan strategi yang jitu untuk dipakai saat berlaga nanti. Cuma, memang masih butuh latihan sedikit lagi untuk mematangkannya.

Lawan terberat, Filipina. Alasannya karena mereka kuat dari segi build order. Maksud build order sendiri adalah urutan membuat bangunan atau unit. Jadi maksudnya unggul dari segi build order artinya mereka sudah menemukan urutan membuat bangunan dan unit yang efektif.

StarCraft II, game yang tidak hanya mengandalkan strategi pertarungan, tapi juga rencana dalam membangun markas. Sumber: Polygon
StarCraft II, game yang tidak hanya mengandalkan strategi pertarungan, tapi juga rencana dalam membangun markas. Sumber: Polygon

Selain itu mereka juga kuat dari segi macro-management. Maksud macro-management sendiri salah satunya termasuk dari sisi resource management. Jadi mereka bisa mengumpulkan resource yang banyak dengan yang cepat, dan paham cara spending yang efektif.

Kalau dari kami kontingen StarCraft untuk SEA Games, memang juga harus lebih mematangkan soal build order ini supaya tidak ketinggalan dari Filipina.

AP: Lanjut soal WESG, kalau lolos dari SEA kemungkinan kan akan bertemu sama Korea Selatan? Menurut QuanTel sendiri, sebetulnya apa sih yang membuat Korea Selatan itu jadi sangat hebat di StarCraft? Lalu, apa yang membuat Indonesia ketinggalan dengan hal tersebut?

EQ: Kalau di Korea Selatan, regenerasi pemain baru mereka bisa dibilang sangat cepat. Di sana mereka sudah bermain StarCraft sejak usianya di bawah umur 10 tahun, lalu umur belasan mereka sudah terjun ke kancah kompetitif. Jadi, menurut saya, jika game ini dikenalkan sedari dini; Indonesia juga bisa saja punya banyak pemain jago seperti di Korea Selatan sana. Tapi memang cukup sulit, karena StarCraft tidak begitu populer di Indonesia.

AP: Lalu bagaimana pendapat QuanTel terhadap keikutsertaan StarCraft II di berbagai kompetisi olahraga multi-cabang?

EQ: Menurut saya ini sangat positif bagi komunitas. Saya yakin akan banyak pemain baru yang jadi berminat untuk turut memainkan game ini setelah keikutsertaannya dalam ASIAN Games 2018 kemarin, dan juga tentunya SEA Games 2019 nanti.

AP: Oke, terakhir. Apa yang ingin QuanTel capai sebagai seorang pemain StarCraft? Juga, Apa harapan QuanTel terhadap esports StarCraft?

EQ: Kalau hal yang ingin dicapai, pastinya ingin dapat berkompetisi di tingkat paling tinggi. Bermain dengan pemain terbaik di dunia, harapan tertingginya mungkin bisa bermain di BlizzCon haha…semoga saja bisa kesampaian.

Kalau harapan untuk esports StarCraft, pastinya ingin StarCraft terus berkembang di Indonesia seperti negara-negara tetangga. Lagi-lagi berkaca ke Korea Selatan, di sana bahkan game ini sudah seperti menjadi budaya. Maka dari itu mengingat StarCraft sudah dipertandingkan di kompetisi olahraga multi-cabang, harapannya ini juga akan membantu mengembangkan komunitas StarCraft di Indonesia.

AP: Oke QuanTel, terima kasih atas waktunya, good luck untuk perjuangannya di WESG dan juga SEA Games 2019 nanti!

EQ: Sama-sama, terima kasih juga atas dukungannya.

QuanTel akan bertanding di WESG SEA dan juga cabang esports SEA Games 2019 pada sekitar bulan Desember 2019 mendatang. Semoga QuanTel bisa mendapatkan hasil yang terbaik dan membanggakan nama Indonesia di tingkat Asia Tenggara!