Startup Edutech B2B Codemi Terima Pendanaan Tahap Awal dari Init-6

Startup edutech B2B Codemi mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Init-6. Codemi menjadi portofolio startup edutech kedua setelah Eduka yang dibidik oleh perusahaan investasi yang didirikan oleh Co-Founder Bukalapak Achmad Zaky tersebut.

“Kami selalu antusias dengan bidang edukasi dan pengembangan SDM. Pasca Covid-19, setiap perusahaan harus memikirkan ulang dan mengubah paradigma pengembangan SDM mereka agar bisa survive dan berkembang,” kata Zaky dalam keterangan resmi, Rabu (7/10).

Ia tertarik pada Codemi karena mereka mengerti kebutuhan perusahaan dan mampu memberikan solusi yang sangat membantu pengembangan SDM perusahaan, terutama di era pandemi.

Dalam pengumuman pendanaan ini sekaligus disampaikan Zaky telah ditunjuk menjadi komisaris di Codemi.

Fokuskan pengembangan produk

Founder & CEO Codemi Zaki Falimbany mengatakan, dana segar ini akan dimanfaatkan untuk berinovasi mengembangkan produk baru dan meningkatkan struktur keamanan. Ia ingin produk Codemi lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar, terutama pada masa di mana training dan pengembangan SDM sulit dilaksanakan secara konvensional.

“Layanan Codemi yang berbasis cloud memungkinkan perusahaan untuk tetap mengadakan training secara online di tengah PSBB, selain lebih memudahkan karena bisa diakses secara berulang dan memungkinkan penghematan anggaran pelatihan,” tutur Zaki.

Pada saat yang bersamaan, Codemi mengumumkan tiga fitur baru untuk korporasi, yakni instructor led learning, collaborative learning, dan on the job learning. Instructor led learning adalah fitur yang memungkinkan karyawan atau mitra didampingi oleh instruktur dalam penyampaian materi, baik online maupun tatap muka secara langsung.

Sementara, collaborative learning memungkinkan karyawan mendapat kesempatan untuk bisa belajar, sehingga timbul diskusi antar pegawai dan menciptakan sesi coaching, mentoring, atau konseling. Terakhir, on the job training akan memberikan pengalaman baru buat karyawan untuk mempraktikkan materi training yang didapat secara langsung.

Zaki menuturkan ketiga fitur di dalam learning management system ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas korporasi dan menambahkan produk pelatihan pengembangan SDM dari Codemi yang lain. Sejumlah mitra korporasi Codemi datang dari berbagai sektor, di antaranya Frisian Flag, Manulife, Ranch Market, dan OK Bank.

“Tidak hanya kemudahan aksesibilitas, layanan training Codemi juga disertai dengan fitur gamifikasi agar para peserta training lebih termotivasi dalam mengikuti pelatihan dan terdapat sistem untuk memonitor perkembangan dari masing-masing karyawan yang mengikuti pelatihan sehingga perusahaan dapat mengukur efektivitas pelatihan,” tandasnya.

Pemain edtech lama

Codemi sudah didirikan sejak tahun 2013, awalnya mereka mengusung konsep “online open course”. Kemudian di tahun 2015 mengubah haluan bisnis menjadi LMS untuk membantu bisnis adakan pelatihan untuk karyawannya. Mereka juga sempat rilis beberapa layanan sekunder, salah satunya Pitakonan, fasilitasi masyarakat dengan fitur tanya-jawab seputar kewirausahaan.

Tahun 2018, bisnis Codemi makin moncer. Kala itu Zaki mengatakan startupnya capai profitabilitas. Tidak berhenti di sana, Codemi juga lakukan penggalangan dana untuk matangkan rencana ekspansi regional.

RevoU Tawarkan Pendidikan Teknologi, Sesuaikan Materi dengan Kebutuhan Startup

Geliat pesat bisnis dan startup di Indonesia nyatanya masih menyisakan pengangguran yang terus meningkat karena tidak sesuainya skill calon pekerja dengan kebutuhan industri. Pekerjaan rumah ini harus diselesaikan secara bersama oleh pemerintah, institusi pendidikan serta berbagai pihak lainnya.

Engineer menjadi pekerjaan yang paling banyak dicari startup, namun ketersediaannya begitu terbatas. Alhasil, membuat startup mengambil talenta dari luar negeri untuk bekerja di perusahaannya.

RevoU turut mengambil kesempatan tersebut dengan meresmikan kehadirannya di Indonesia sejak awal Juni 2019. Startup edutech ini sebenarnya adalah hasil paduan dari startup edutech di Tiongkok dan Amerika Serikat, dengan lokalisasi untuk Indonesia.

RevoU didirikan oleh Matteo Sutto, mantan petinggi di Zalora dan iPrice Group. Startup ini memosisikan diri sebagai wadah percepatan karier buat siapapun asal memiliki kemauan yang kuat untuk belajar, terlepas dari latar belakang, tingkat pendidikan, atau karier sebelumnya.

Menurutnya, pangkal isu dari ketimpangan ini bukan terjadi karena kurang sesuainya kurikulum yang diajarkan institusi pendidikan. Namun karena minimnya tools untuk melatih skill jadi lebih baik sesuai dengan kebutuhan industri.

Salah satu faktor ini, setidaknya ia temukan saat bekerja di iPrice. Banyak orang Indonesia yang memiliki skill mumpuni berkat mentoring dan pelatihan yang tepat diajarkan di sana.

“Jadi bukan karena kurang talenta, tapi kurangnya tools untuk berlatih mengembangkan skill yang tepat sesuai kebutuhan industri IT. Ini isu fundamental yang coba kami selesaikan lewat RevoU,” terang Sutto kepada DailySocial.

Program “Career Track” dan penyaringan peserta

Founder dan CEO RevoU Matteo Sutto / RevoU
Founder dan CEO RevoU Matteo Sutto / RevoU

Dia melanjutkan, RevoU menyiapkan pilihan karier yang ingin ditempuh setiap partisipannya, disebut “Career Track.” Kurikulumnya merupakan kombinasi materi online yang sudah ada, 1-on-1 live mentoring dengan pelaku startup, dan dipadu padankan tugas-tugas rutin yang berkorelasi dengan pekerjaan nyata di lapangan.

Alhasil, setiap partisipan diharapkan memiliki skill yang lebih matang dan tidak bersifat jangka pendek saja. Sebab ilmu yang diajarkan dari para mentor dapat langsung dipraktikkan dalam pekerjaan nyata.

Mentor yang mengisi dalam setiap pertemuan, sambungnya, adalah praktisi nyata yang bekerja di startup dan mau berbagi pengalaman serta tips untuk para partisipan.

Program pendidikan yang dapat dipilih dalam Career Track sementara ini adalah Digital Marketing. Sutto menyebut pihaknya akan terus menambah pilihan karier yang paling banyak dibutuhkan di startup, seperti dan Data Science, Engineer, Computer Science, Data Analytics dan sebagainya.

“RevoU bertugas untuk melatih calon talenta, sehingga saat bekerja di startup, perusahaan tidak perlu melatih lagi karena sudah kami kerjakan. Jadi lulusan yang kami hasilkan siap langsung kerja.”

Ambil contoh, untuk Digital Marketing, komitmen yang dibutuhkan untuk mengikuti program ini adalah 15 minggu. Selama program berlangsung, partisipan tidak akan diajari ilmu yang basic, seperti apa itu SEO, dan sebagainya. Melainkan mengajak mereka untuk membuat kerangka kerja analitis, dan aktif dengan mengerjakan tugas yang datang dari contoh pekerjaan dalam kehidupan nyata.

“Tugas berkala kami berikan untuk memastikan apakah mereka paham dengan yang dipelajari dalam sepekan tersebut. Mereka juga diajak untuk pakai tools yang biasa dipakai startup, seperti Slack untuk berkomunikasi dengan partisipan lainnya atau mentor.”

Menurutnya 15 minggu adalah waktu yang pas, tidak terlalu lama pun juga tidak terlalu cepat. Namun durasi tersebut akan disesuaikan untuk program Career Track yang lainnya, apabila dibutuhkan.

Sutto menyebutkan, RevoU memang diperuntukkan buat siapapun entah itu mahasiswa tingkat akhir atau pekerja dengan pengalaman awal, namun ada seleksi yang ketat. Pasalnya, perusahaan memiliki aturan bahwa setiap partisipan yang gagal diterima di startup, mereka tidak diwajibkan membayar iuran.

Apabila berhasil diterima di startup, partisipan memiliki keringanan untuk mencicilnya dengan membayar uang muka yang ringan dan melunasinya dari 12 bulan sampai 18 bulan setelah mereka mendapat gaji di kantor baru. Untuk biaya program Digital Marketing dimulai dari Rp15 juta per orangnya.

Sebelum partisipan bergabung, sebenarnya mereka mendapat kesempatan untuk ikut kelas perkenalan secara gratis selama tiga minggu. Dalam perkenalan ini, siapapun bisa bergabung dan diharapkan mendapat gambaran besar tentang pilihan program Career Track yang sesuai dengan ketertarikan.

“Program tiga minggu ini gratis untuk siapapun, tapi untuk ikut Career Track ada seleksi ketat karena kami berinvestasi untuk setiap partisipan yang masuk ke RevoU. Kalau mereka tidak diterima, kami tidak menghasilkan uang sama sekali.”

Rencana berikutnya RevoU

Pada tahap awal RevoU, Sutto beserta tim akan perbanyak pilihan program Career Track. Namun, bukan berarti secara langsung fokus memperbanyak volume partisipan karena dikhawatirkan akan mengurangi kualitas lulusan.

Untuk itu, perusahaan akan fokus dari sisi supply dan demand dengan perbanyak kemitraan dengan startup agar mereka semakin mudah menerima rekomendasi lulusan yang siap direkrut. Beberapa nama startup yang telah bekerja sama di antaranya Lazada, Shopee, Traveloka, Zalora, dan Gojek.

Dari sisi supply, bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mendorong mahasiswa mengikuti program di RevoU.

“Dari strategi tersebut, kami harapkan secara perlahan awareness masyarakat terhadap RevoU meningkat karena kami punya misi besar, tidak sekadar bisnis saja, ingin meningkatkan kemampuan lulusan di Tanah Air.”

Sutto enggan menyebut berapa banyak partisipan yang telah bergabung, namun diklaim sudah ada perkumpulan mahasiswa yang berpartisipasi pada bulan pertama operasionalnya ini.

RevoU disebutkan telah menerima pendanaan dari angel investor dengan nilai yang tidak disebutkan. Tim RevoU tersebar di Singapura dan Eropa. Namun tim inti RevoU akan bertempat di Indonesia.

Kehadiran RevoU tentunya meramaikan startup edutech di Indonesia. Pemain lainnya dengan konsep yang berbeda ditawarkan oleh startup seperti Udemy, Zenius, Ruangguru, Cakap, GreatEdu, Labster, Kelas.com, Quipper, dan masih banyak lagi. Adapun yang model bisnisnya sangat mirip dengan RevoU ada Binar Academy dan Hacktiv8.

Udemy Resmikan Kehadiran di Indonesia

Marketplace edutech asal Amerika Serikat Udemy meresmikan kehadirannya di Indonesia. Telah dibangun tim lokal agar Udemy lebih fokus melayani pasar, membantu para instruktur lokal dan siswa dalam memperbaiki kehidupan lewat belajar online.

Vice President Udemy Richard Qiu menjelaskan, pihaknya menghubungkan masyarakat di manapun dengan instruktur terbaik di seluruh dunia untuk mengembangkan keahlian dan pengetahuan dalam topik apapun.

“Kami percaya bahwa siapapun bisa membangun kehidupan yang mereka impikan melalui pembelajaran online. Terdapat lebih dari 30 juta siswa di seluruh dunia dan 35 ribu kursus baru di 2018 secara global,” terangnya, Selasa (5/3).

Keputusan Udemy untuk hadir secara resmi di Indonesia, lantaran negara ini menyumbang di atas 200 ribu pengguna. Padahal, pihaknya mengaku masih menjalankan pemasaran secara organik saja.

Secara diferensiasi dengan pemain sejenis, Udemy lebih mengarahkan pada konten edukasi yang sifatnya lebih ke arah pengembangan karier profesional maupun pengayaan pribadi.

Secara total ada 15 kategori edukasi yang bisa dipilih, seperti development, bisnis, IT & software, personal development, desain, marketing, sampai fotografi. Konten yang sifatnya untuk akademis sebenarnya juga tersedia, namun bukan jadi konten yang paling ditonjolkan di Udemy.

“Jadi target pengguna kami adalah masyarakat luas, non akademik, bisnis, dan lainnya. Bisa siapapun yang ingin mengembangkan keahlian dirinya masing-masing karena konten yang kami sediakan itu lebih ke arah pengembangan skill,” tambah Market Manager Udemy Indonesia Giri Suhardi.

Udemy melokalisasi sejumlah unsur agar dapat memudahkan para penggunanya di Indonesia. Pertama, dimulai dari menyediakan terjemahan ke Bahasa Indonesia untuk setiap konten yang dihasilkan di luar Indonesia. Lalu, lokalisasi bahasa untuk situs dan aplikasi.

Metode pembayaran pun kini bertambah, pengguna dapat transfer bank, gerai Alfamart, dan Doku Wallet. Udemy juga membuat studio pertamanya di Asia, berlokasi di kantor Udemy di Jakarta untuk memberdayakan para instruktur lokal dalam membagi pengetahuan mereka dan membuat kursus.

“Dalam studio ini sudah tersedia lengkap semua perlengkapannya. Ini terbuka untuk semua instruktur, kalau ada yang sekadar ingin tanya-tanya kami bisa beri saran di sana.”

Ke depan pihaknya akan membuka studio di lokasi lainnya lewat kemitraan bersama pihak penyedia rekaman studio. Giri menyebut di luar Jakarta, sudah ada studio Udemy di Bandung, rencananya akan diperluas ke Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang.

Model bisnis Udemy

Dalam menyediakan kontennya, Udemy menggaet para instruktur dari berbagai kalangan dan perguruan tinggi untuk membuka akses pendidikan yang lebih luas ke publik. Tidak ada persyaratan yang diberlakukan Udemy buat para instruktur yang ingin bergabung, sekalipun menunjukkan sertifikat yang membuktikan kapabilitas mereka.

Giri menjelaskan pihaknya melakukan kurasi dari setiap kursus yang diproduksi oleh instruktur sebelum dipublikasi. Kualitas video juga ikut diperhatikan. Minimal durasi kursus yang bisa diunggah oleh instruktur adalah 30 menit, tapi tidak ada batasan maksimalnya.

“Untuk kualitas kontennya, jadi ada user rating yang menilai bagaimana instruktur menyampaikan materinya. Semakin tinggi rating-nya, maka bisa dikatakan dia cukup baik dan ilmunya benar-benar berguna.”

Instruktur akan mendapatkan tambahan penghasilan dari setiap kursus yang dibeli pengguna. Apabila pengguna membeli langsung dari tautan yang disebar instruktur, maka instruktur akan mengantongi komisi 97% dari total pembelian. Namun, apabila secara organik maka pembagian hasilnya 50:50 untuk instruktur maupun Udemy.

Perguruan tinggi dapat memproduksi kursus lewat Udemy. Salah satunya yang sudah melakukan adalah Universitas Bina Nusantara (Binus). Knowledge Management & Innovation Director Binus Elidjen mengatakan pihaknya sudah bekerja sama dengan Udemy sejak tiga tahun lalu.

Bila ditotal ada 480 kursus yang terdiri dari 10 topik sudah dipublikasi Binus lewat platform tersebut. Keseluruhan konten ini bisa diakses secara gratis. Binus sudah memiliki 53 ribu pengguna dan sudah disaksikan di 15 negara.

“Kami sedang mencoba untuk membuat kursus berbayar di Udemy, masih dipikirkan akan seperti apa bentuknya,” kata Elidjen.

Hingga saat ini, lebih dari 30 juta orang dari berbagai negara telah mengakses 100 ribu kursus yang diajarkan oleh instruktur dalam 50 bahasa berbeda, termasuk Indonesia. Kursus yang paling banyak diminati adalah IT, development, data analytics. Kemudian disusul tentang keuangan, self development, dan leadership.

Disebutkan sebanyak 100 ribu kursus telah terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Instruktur lokalnya baru mencapai 30 orang dan konten lokal yang sudah diproduksi sebanyak 100 konten. Giri enggan menyebut target spesifik yang ingin dibidik Udemy pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here