Memahami Istilah-istilah Teknis dalam Bisnis dan Produk Startup Digital

Melanjutkan pembahasan mengenai istilah yang sering digunakan dalam perbincangan bertema startup, kali ini DailySocial mencoba mengupas terkait kategori bisnis startup yang banyak dikembangkan di Indonesia. Juga varian teknologi yang sering dijadikan jargon dalam produk atau layanan startup digital.

Didasarkan pada sektor bisnis yang digarap, startup dikelompokkan ke dalam beberapa kategori bisnis berikut ini:

  • Agtech (Agriculture Technology); juga sering disebut agrotech, yakni sebutan bagi startup yang mengembangkan solusi di bidang pertanian. Produk untuk peternakan dan kelautan juga kerap dimasukkan ke dalam kategori ini – kendati sempat muncul istilah aquatech namun tidak begitu populer. Bentuk layanannya bermacam-macam, ada yang menawarkan sistem manajemen, pemantauan, penjualan, hingga pendanaan. Contoh startup: Aruna, Eden Farm, TaniHub, dll.
  • E-commerce; kategori pelaku usaha yang berkaitan dengan sektor niaga. Online marketplace juga bisa dimasukkan dalam kategori ini, walaupun ditinjau dari proses bisnis sering dianggap berbeda. E-commerce identik dengan B2C – brand menjual produk ke konsumen, sementara online marketplace identik dengan C2C – konsumen bertindak sebagai penjual dan pembeli. Seiring perkembangannya, platform seperti Tokopedia, Shopee dll mengakomodasi dua model tersebut.
  • Edtech (Education Technology); juga sering disebut edutech, adalah istilah untuk startup yang menggarap solusi seputar edukasi, baik untuk jenjang formal maupun non-formal. Varian layanannya meliputi materi digital, kursus online, hingga pencarian guru belajar. Contoh startup: Bensmart, Ruangguru, Zenius, dll.
  • Fintech (Financial Technology); yakni istilah untuk startup yang memberikan layanan keuangan digital. Jenis produknya mencakup pinjaman online, dompet digital, platform pembayaran, aplikasi investasi, dan urun dana. Di Indonesia setiap pemain fintech wajib terdaftar di Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan. Contoh startup: Bibit, Dana, Modalku, dll.
  • Healthtech (Health Technology); sering juga disebut medtech (medical technology) dan baru-baru ini mencuat istilah wellness, yakni produk startup yang menyasar pada layanan kesehatan dan pemenuhan gaya hidup sehat, seperti konsultasi dokter online, pembelian obat, pemesanan antrean klinik kesehatan, hingga perangkat lunak manajemen untuk institusi kesehatan. Contoh startup: Halodoc, Medigo, SehatQ, dll.
  • Insurtech (Insurance Technology); merupakan bisnis yang coba mendigitalkan manajemen produk asuransi, bentuknya berupa kanal informasi dan perbandingan produk, pemesanan layanan, hingga klaim asuransi. Contoh startup: Premiro, Qoala, Futuready, dll.
  • Legaltech (Legal Technology); beberapa sering menyebut lawtech (law technology), yakni produk startup digital yang meningkatkan akses, kemudahan, dan efisiensi penyelenggaraan jasa hukum, baik bagi masyarakat dan pemberi layanan termasuk advokat dan paralegal. Selain itu ada juga regtech (regulatory technology) sebagai segmen startup digital yang memberikan akses, meningkatkan kemudahan, dan efisiensi pelaku usaha untuk mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Contoh startup: PrivyID, Justika, Lexar, dll.
  • Loyalty Platform; layanan startup yang memfasilitasi sistem keanggotaan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan sebuah merek atau bisnis. Biasanya mencatat total transaksi pengguna untuk brand tertentu, lalu mengkonversinya menjadi poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah. Contoh startup: GetPlus, Tada, Pomona dll.
  • New Retail; sering disebut juga dengan istilah online-to-offline (O2O), yakni startup yang mentransformasi ritel tradisional dengan sentuhan teknologi tanpa menghilangkan model bisnis yang sudah ada. Misalnya melengkapi toko kelontong dengan produk-produk dari e-commerce atau memfasilitasi toko ritel dengan aplikasi yang meningkatkan pengalaman belanja. Contoh: Kopi Kenangan, Warung Pintar, Wahyoo dll.
  • On-Demand; yakni startup yang mengemas jasa pemesanan suatu layanan melalui aplikasi. Misalnya layanan pemesanan dan pengantar makanan, layanan pemesanan jasa cuci baju, dan sebagainya. Contoh startup: Sejasa, Mr Jeff, Kulina, dll.
  • OTA (Online Travel Agency); yakni startup yang menyediakan produk akomodasi perjalanan melalui aplikasi, termasuk tiket perjalanan, hotel, dan pertunjukan di tempat wisata. Contoh: Airy, Tiket.com, Traveloka, dll.
  • POS (Point of Sales); yakni startup yang menyediakan produk pendukung bisnis ritel, membantu mencatat transaksi dan mengelola alur kas. Contoh: Cashlez, Moka, Qasir, dll.
  • Proptech (Property Technology); merupakan startup yang menyediakan layanan digital di seputar bisnis properti, dapat berbentuk kanal konsultasi, layanan jual beli, layanan sewa, dan lain-lain. Contoh startup: Travelio, Rumah123, 99.co, dll.
  • Ride Hailing; startup yang menyediakan aplikasi untuk pemesanan jasa transportasi. Contoh: Bonceng, Gojek, Grab, dll.

Namun demikian, kadang satu menerapkan model bisnis yang mengombinasikan beberapa kategori di atas. Contohnya yang dilakukan iGrow, mereka adalah startup pertanian (agtech) yang menyajikan layanan melalui mekanisme fintech. Atau 99.co, menyajikan layanan proptech melalui pendekatan berbasis marketplace.

Produk teknologi startup

Selain kategori bisnis, ada cukup banyak terminologi yang kini mengemuka terkait produk teknologi yang digarap startup. Berikut beberapa yang populer di Indonesia:

  • AI (Artificial Intelligence); diterjemahkan menjadi kecerdasan buatan, ialah mekanisme untuk membuat sistem komputer bekerja cerdas seperti manusia. Sistem diprogram agar mampu membuat keputusan secara mandiri dengan mempelajari pola aktivitas dan data yang terekam sebelumnya. Contoh cara kerjanya seperti ini, misalnya AI yang diterapkan pada fitur rekomendasi di aplikasi e-commerce. Program AI akan mengamati tingkah laku pengguna dalam periode tertentu, mencatat perilaku dominan dari pengguna – misalnya pengguna X lebih suka barang bermerek alih-alih mementingkan harga, sehingga ketika nantinya pengguna kembali menggunakan aplikasi dan mencari sesuatu, sistem akan merekomendasikan barang-barang terkait didasarkan pada popularitas merek, sehingga lebih sesuai dan membuat pengguna merasa terbantu. Istilah “automation” juga sering disematkan dalam produk digital, pada dasarnya itu merupakan proses dan mekanisme kerja yang dihasilkan AI.
  • AR (Augmented Reality) dan VR (Virtual Reality); istilah ini mengacu pada konten virtual, keduanya memiliki cara kerja yang berbeda. AR adalah konten virtual yang dikombinasikan dengan realitas memanfaatkan perangkat penangkap gambar (kamera). Contohnya aplikasi desain interior yang banyak beredar di Playstore atau App Store, melalui ponsel pengguna bisa menyimulasikan penempatan perabotan di rumah – perabotnya adalah objek 3D virtual, sementara tempatnya merupakan gambaran nyata dan real-time dari tangkapan kamera. Aplikasi Pokemon-Go yang sempat populer juga menggunakan pendekatan ini. Sementara VR merupakan konten yang sepenuhnya realitas virtual yang disuguhkan kepada pengguna untuk menyuguhkan sesuatu. Misalnya untuk membuat pengguna merasakan pengalaman berada di dunia permainan – sehingga membutuhkan perangkat tambahan.
  • Big data; yakni pemrosesan data dalam jumlah yang besar, biasanya dihimpun dari pemrosesan terus menerus tanpa henti, misalnya dari aktivitas pengguna di media sosial; di dalamnya termasuk kegiatan pengambilan, pemilahan, pembelajaran, penerjemahan, hingga visualisasi data. Salah satu terminologi turunan yang juga populer adalah data analytics (kegiatan analisis dari hasil pemrosesan data, biasanya setelah divisualisasikan) dan data science (ilmu yang khusus mempelajari pengelolaan data).
  • Blockchain; yakni sebuah sistem revolusioner yang menghubungkan antarjaringan komputer secara terdesentralisasi dan terdistribusi. Maksudnya seperti ini, dengan mekanisme blockchain transaksi data dapat dilakukan secara langsung – sesederhana si A dapat langsung mengirimkan sesuatu ke si B tanpa perantara. Dikatakan revolusioner karena sejauh ini memang kebanyakan sistem masih tersentralisasi. Sebagai contoh saat mengirimkan pesan melalui aplikasi, dalam proses yang lebih detail, pesan itu tidak langsung sampai ke penerima, namun harus melewati server aplikasi lalu disampaikan ke penerima, sehingga pada dasarnya pesan tersebut jadi ada beberapa salinan – di perangkat pengirim, di server aplikasi, dan di perangkat penerima. Blockchain berusaha mengubah semua itu, tidak ada lagi penerima dan tidak ada lagi duplikasi, pesan yang dikirimkan benar-benar berpindah dari pengirim ke penerima – layaknya saat orang memberikan benda fisik kepada orang lain, benda tersebut sepenuhnya berpindah.
  • Chatbot; sering disebut juga sebagai asisten virtual, yakni salah satu produk kecerdasan buatan yang diterapkan pada aplikasi pesan, memungkinkan komputer untuk memahami dan menjawab setiap pesan yang dikirimkan. Biasanya diintegrasikan dengan aplikasi bisnis yang dimiliki perusahaan pengembang, agar dapat melakukan aksi secara otomatis.
  • IoT (Internet of Things); merupakan konsep konektivitas antar perangkat melalui sambungkan internet. Contoh penerapannya seperti yang dilakukan dalam produk eFishery, mereka mengembangkan perangkat pakan ikan yang dilengkapi dengan sensor. Sensor tersebut bertugas melakukan transmisi data dan mengoperasikan perangkat. Terhubung melalui konektivitas internet, pengguna dapat memantau dan mengontrol kinerjanya melalui aplikasi khusus.
  • Machine Learning; merupakan salah satu komponen terpenting AI, yakni algoritma komputer untuk mempelajari data, mengenali pola, dan membuat model berdasarkan data historis.
  • NLP (Natural Language Processing); merupakan salah satu produk AI, bekerja dengan machine learning untuk membantu komputer untuk menganalisis, memahami, dan memperoleh makna dari bahasa manusia. Layanan chatbot memanfaatkan NLP dalam kienrjanya.
  • SaaS, PaaS, dan … as a Services lainnya; yakni jenis aplikasi atau platform berbasis internet yang dapat digunakan secara cepat dengan konfigurasi sederhana. Misalnya Software as a Services (SaaS) untuk aplikasi kasir, memungkinkan pengguna memiliki sistem manajemen toko tanpa harus mengembangkan sendiri, menginstal di perangkat secara manual, dan menyediakan server untuk penyimpanan data. Atau Infrastructure as a Services untuk sistem server, memungkinkan pengembang membuat dan mengelola server tanpa harus membeli perangkat komputer dan memasang sistem operasi secara manual. Biaya berlangganannya juga fleksibel, bergantung intensitas penggunaan.

Memahami Istilah-istilah dalam Pendanaan Startup

Di dalam dunia startup, terdapat banyak istilah yang mungkin asing bagi beberapa orang – kadang termasuk bagi pelaku startup itu sendiri. Sementara definisi dan konsep dari terminologi tersebut penting untuk dipahami, apalagi kalau memang punya niatan untuk bertumbuh besar dan terhubung dengan berbagai pihak, termasuk venture capital atau mitra bisnis global.

Dalam rangka memberikan edukasi kepada founder startup pemula dan publik penikmat dinamika ekosistem startup di Indonesia, DailySocial mencoba mengulas berbagai istilah populer yang sering dilontarkan dalam diskusi soal pendanaan startup.

Fundraising

Secara etimologis dapat diartikan sebagai proses penggalangan dana. Dana tersebut dibutuhkan startup untuk menambah sumber daya guna mengakselerasi bisnis – meningkatkan jumlah pengguna, angka penjualan, atau kehadiran di wilayah baru. Umumnya dilakukan setelah startup mendapatkan traksi (traction) yang meyakinkan.

Traksi bentuknya macam-macam, namun pada dasarnya merupakan pelanggan yang menggunakan produk secara berulang. Misalnya untuk aplikasi pesan antar makanan, traksi dapat direpresentasikan dengan jumlah active member dan mitra merchant; untuk aplikasi media daring, traksi dapat diukur dari jumlah kunjungan unik harian dan bulanan; dan lain-lain.

Pendanaan startup dilakukan secara bertahap, oleh karena itu jika menyimak pemberitaan di DailySocial, sering ada istilah “pendanaan awal”, “seri A”, “pra-seri B” dan sebagainya. Berikut penjelasannya secara singkat untuk masing-masing tahapan:

  • Bootstrapping; modal usaha yang dilakukan secara mandiri oleh pendiri startup. Jadi mekanisme paling populer ketika startup baru diluncurkan. Perolehan dana dari grant –misalnya memenangkan perlombaan atau penghargaan—juga dimasukkan ke sini.
  • Pendanaan awal (seed funding); merupakan putaran investasi pertama atau awal yang didapatkan dari investor eksternal, yang artinya akan mendapatkan bagian tertentu sebagai imbal balik. Pendanaan eksternal dilakukan setelah startup (dan investor) menyepakati nilai perusahaan (valuasi).
  • Pendanaan lanjutan; jika setelah pendanaan awal startup masih membuka babak putaran investasi baru, maka akan masuk ke tahap lanjutan. Tahap lanjutan pertama biasa disebut dengan istilah “seri a”, dilanjutkan “seri b”, “seri c” dan seterusnya sesuai kebutuhan startup.
  • Pendanaan Pra-; istilah lain membubuhkan kata pra- pada pendanaan, misalnya pre-seed funding/pra pendanaan awal, pre-series a/pra seri a, dan sebagainya; sebagai putaran pengiring pendanaan yang akan dilanjutkan kemudian hari sampai penutupan putaran di tahap tertentu – sembari menunggu keterlibatan investor baru.

Istilah “putaran” juga lekat dengan pendanaan, hal itu untuk menggambarkan bahwa di setiap tahapan pendanaan, startup membuka peluang siapa saja untuk tergabung menjadi investor. Setiap putaran pendanaan startup memiliki target capaian tertentu. Misalnya pendanaan seri f Gojek menargetkan $3 miliar.

Selain itu ada juga istilah putaran pendanaan yang didasarkan pada jenis investor. Sebagian juga dapat dikorelasikan dengan kategori pendanaan berdasarkan tahapannya. Berikut ulasannya:

  • Angel round; pendanaan putaran ini diberikan oleh investor individu, kelompok investor individu, rekanan, atau keluarga dalam jumlah kecil di awal pendirian startup – kebanyakan bisa disamakan dengan pre-seed funding.
  • Corporate round; pendanaan diberikan oleh suatu perusahaan kepada startup. Bisa dilakukan di tahap mana saja, tujuannya untuk membangun kemitraan strategis. Contohnya sebuah perusahaan asuransi memberikan investasi pada startup ojek online, agar startup tersebut memanfaatkan produk asuransinya sebagai opsi utama di aplikasi.
  • Venture round; pendanaan diberikan oleh pemodal ventura (venture capital) di tahap lanjut. Istilah ini juga umum digunakan kalau startup dan investor belum menemukan kesepakatan investasi itu masuk dalam seri a, b, c, atau lainnya. Venture capital mengumpulkan dana dari limited partners, yang terdiri dari perusahaan, private equity, dan lain-lain.
  • Private equity round; pendanaan yang didapat dari private equity –yakni perusahaan investasi yang mengumpulkan dana dari perusahaan atau pihak-pihak tertentu. Umumnya masuk ke dalam tahapan lanjut dengan nilai yang sangat besar.
  • Debt Funding atau Debt Financing; merupakan pinjaman dana modal yang diberikan dalam convertible notes untuk startup yang sudah berada di tingkat lanjut. Di jangka waktu tertentu dana bisa dikembalikan bersama perjanjian bunga yang disepakati, atau bisa juga dikonversi menjadi kepemilikan saham.
  • Growth Fundpendanaan tahap lanjutan yang diberikan oleh investor untuk mengakselerasi bisnis yang sudah mapan, biasanya dalam seri A ke atas. Tak jarang investasi dilakukan melalui inisiatif dana gabungan yang melibatkan lebih dari satu venture capital. Contoh dana gabungan: Vision Fund yang diinisiasi Softbank.

Instrumen pendanaan

Investor memberikan investasi kepada startup melalui beberapa instrumen. Di Indonesia ada dua yang paling populer, yakni utang dan ekuitas. Pertama utang, modelnya berbeda dengan pinjaman modal yang diberikan institusi finansial seperti perbankan, karena pengembaliannya tidak serta merta dengan uang dan bunga pinjaman. Di Indonesia mekanisme yang paling populer melalui convertible note (beberapa menyebut dengan convertible loan).

Convertible note berisi perjanjian pengembalian utang, bisa dengan opsi uang maupun ekuitas sebagai konversi dana investasi yang diberikan. Beberapa memiliki jangka waktu tertentu, beberapa lainnya lebih fleksibel dari sisi tenggat waktu. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi penerbitan perjanjian ini. Paling sering, untuk startup tahap awal, karena belum menemukan titik terang mengenai valuasi–sementara dianggap utang hingga suatu hari ketika valuasi sudah berhasil dihitung akan dikonversi menjadi persentase ekuitas atau saham.

Instrumen kedua adalah ekuitas. Ini jelas, untuk startup yang sudah mapan dan memiliki kalkulasi gamblang mengenai valuasi. Investor memberikan dana, lalu startup akan mengalokasikan persentase saham ke tiap investor. Tidak ada rumus pasti, karena lebih bergantung pada kesepakatan antara founder dan investor.

Valuasi startup

“Kalau startupmu dijual, harganya berapa?”, pernyataan itu jadi definisi mudah dari valuasi. Nilai dari sebuah perusahaan penting untuk diketahui, terlebih saat ingin membuka gerbang investasi kepada pihak luar. Perhitungan tersebut juga akan bermanfaat bagi founder untuk menentukan seberapa besar ekuitas yang akan diberikan kepada calon investor dalam penawarannya. Tantangannya, startup digital cenderung berbeda dengan perusahaan konvensional dalam menghitung valuasi.

Di bisnis konvensional variabelnya jelas, biasanya terdiri dari penjumlahan nilai kapitalisasi pasar (untuk yang sudah IPO), omzet perusahaan (dari transaksi), uang tunai (dari keuntungan), saham perusahaan (jika perusahaan tergabung dalam private equity atau berinvestasi ke bisnis lain); lalu dikurangi dengan utang. Pendekatan startup unik, karena valuasi harus dihitung bahkan sebelum bisnis menghasilkan keuntungan.

Untuk statup sendiri, perhitungan valuasi biasanya dibagi jadi dua model, pre-money (sebelum mendapatkan pendanaan) dan post-money (setelah mendapatkan pendanaan). Sebelum mendapatkan pendanaan, variabel yang menjadi penentu meliputi banyak hal, misanya nilai perputaran transaksi bisnis, traksi atau pengguna layanan, produk yang dikembangkan, tim yang ada, bahkan sampai ke faktor eksternal seperti potensi pasar dan kompetitor.

Mengonversi variabel tersebut menjadi sebuah nominal mata uang memang jadi pekerjaan yang tidak mudah, karena tidak bisa searah –misalnya founder saja yang menentukan. Investor pun akan melihat dan melakukan kalkulasi. Sehingga lebih banyak mengandalkan kesepakatan untuk mencapai angka tertentu. Berbeda dengan post-money, yang sudah berbekal nilai valuasi sebelum pendanaan, perhitungannya menjadi lebih mudah. Kesepakatan akan fokus berdiskusi pada nilai saham yang akan diberikan.

Seiring perkembangannya, saat ini mulai populer beberapa metode penghitungan valuasi, seperti Discounted Cash Flow, Comparable, Venture Capital Method, dan lain-lain.