Lima Cara Memperbaiki Masalah Keuangan dalam Startup

Kebanyakan startup belum memiliki keuangan yang stabil saat baru awal berdiri. Ada kalanya penjualan tinggi, ada juga yang rendah. Bahkan terkadang ada biaya mendadak dan keterlambatan pembayaran dari pelanggan yang sering kali mengancam keberlangsungan bisnis. Di sinilah terjadinya cikal bakal terjadinya masalah keuangan perusahaan, tapi semua masalah itu ada solusinya.

Caranya dengan mencari akar masalahnya. Sebelumnya, Anda harus memahami masalah yang terjadi di tingkat dasarnya. Meski ada ratusan penyebab, namun bila di telusuri lebih jauh ada benang merahnya dengan salah satu dari tiga akar penyebab umum.

Pertama, masalah penjualan. Ketika jualan Anda tidak menutup pengeluaran, unsur pertama yang paling awal terkena adalah arus kas. Cari tahu mengapa Anda tidak cukup menjual barang. Alasannya, bisa jadi salah satu dari ini: (1) harga jual terlalu tinggi, (2) pasar tidak menerima produk Anda, (3) ada kesalahan strategi pemasaran.

Dalam banyak kasus, masalah penjualan itu sebenarnya terkait dengan banyak faktor. Semakin cepat Anda menggali dan mencari tahu penyebabnya, semakin cepat Anda menemukan solusi.

Kedua, beban lebih besar dari pemasukan. Anda harus lihat kembali lembar pengeluaran. Jika pendapatan tinggi tapi arus kas sangat ketat, berarti ada sesuatu yang terjadi setelah penjualan. Uang Anda pergi ke suatu tempat dan lembar pengeluaran akan menjelaskan apa yang terjadi.

Ketiga, kolektabilitas yang buruk. Ketika penjualan tinggi dengan ongkos yang rendah, namun arus kas masih menderita. Anda harus cek kembali piutang yang kemungkinan tersedat. Setelah Anda menemukan salah satu dari tiga penyebab umum di atas, sekarang saatnya menyusun strategi untuk memperbaikinya. Ada apa saja? Berikut rangkumannya.

1. Menjalankan flash sale

Jika semua barang vital perusahaan Anda terlihat baik-baik saja, mungkin Anda memerlukan suntikan dana tunai dengan cepat untuk menambal arus kas. Cara paling sederhana dan paling efisien adalah melakukan flash sale dengan harga lebih rendah dari harga normal.

Dengan strategi ini, memungkinkan Anda menghasilkan lonjakan pendapatan dengan cepat. Margin keuntungan memang akan lebih rendah dari harga normal, tapi itu prioritas sekunder. Sebab posisi Anda adalah membutuhkan uang tunai lebih cepat daripada margin yang kuat.

2. Pakai kartu kredit

Banyak bisnis yang secara sporadis menghadapi masalah arus kas. Jika Anda menghitung bisnis Anda ini termasuk ke dalam kategori tersebut, artinya perlu solusi yang memungkinkan Anda dapat meresponsnya dengan cepat tanpa mengorbankan keseluruhan operasional bisnis. Satu jaring pengaman yang bisa dipakai dalam hal ini adalah kartu kredit.

Meminjam lewat kartu kredit lebih disukai daripada jenis pendanaan lainnya karena sifatnya yang terus berputar dengan harga terjangkau. Dengan kartu kredit, Anda hanya perlu membayar bunga atas jumlah kredit yang Anda pakai. Ketika hutang ini lunas, Anda dapat akses kredit dengan limit yang penuh lagi.

3. Perbaiki faktur

Jika Anda memiliki struktur koleksi piutang yang buruk, kemungkinan besar Anda juga menghadapi kebiasaan faktur yang buruk. Dengan memperbaiki kelemahan ini, Anda akan terbantu memperbaiki hubungan dengan klien.

Faktur itu harus tepat waktu, dapat diprediksi, dan jelas. Mereka harus dikirim segera setelah pekerjaan selesai, tidak boleh lebih dari beberapa hari setelah proyek kelar. Faktur harus menjelaskan secara persis kapan pembayaran jatuh tempo, apa persyaratannya, dan bagaimana pembayaran harus dilakukan. Akhirnya, perlu ada rincian biaya yang jelas sehingga tidak ada pertanyaan tentang bagaimana jumlah total dihitung.

4. Bernegosiasi dengan kreditur

Mungkin masalah arus kas Anda berakar pada praktik penjualan yang buruk, karena ini berkaitan dengan lilitan hutang yang Anda alami sendiri dan bagaimana Anda menangani pengeluaran sehari-harinya. Akibatnya pembayaran yang luar biasa mencekik hingga menyakiti arus kas Anda.

Lalu bagaimana solusinya? Pertimbangkan untuk berunding dengan kreditur Anda, lihat apakah Anda bisa membayar cicilan dengan nominal lebih rendah atau setidaknya tenornya diperpanjang. Kreditur bisa saja bersedia untuk melakukan kesepakatan dengan Anda. Apalagi saat cicilan sudah lama dilakukan dan Anda tergolong tepat waktu membayar hutang.

5. Rekrut orang lebih profesional

Pada akhirnya, masalah kronis yang menimpa arus kas Anda mungkin menjadi pertanda bahwa Anda tidak memiliki tim yang tepat dalam menangani pembukuan. Meskipun bukan hal yang paling nyaman untuk dilakukan, Anda mungkin perlu mengganti orang-orang yang bertanggung jawab dan menggantinya dengan orang yang lebih profesional. Akuntan yang profesional akan membantu Anda mendapatkan pembukuan arus kas yang lebih baik.

Mempertimbangkan Ruang Kerja untuk Pelaku Startup Pemula

Meski startup yang sedang Anda rintis masih bootstrap, bukan berarti Anda harus mengurung diri bekerja dalam rumah saja, garasi, di ruang bawah tanah, atau di loteng. Pasalnya, sejak tahun 1980an, pengusaha memiliki lebih banyak pilihan untuk memulai ruang kerja. Ada apa saja?

Artikel berikut ini akan memberikan pilihan ruang kerja yang bisa Anda mulai untuk merintis perusahaan startup Anda.

1. Cafe

Gaya hidup ala Instagram mungkin telah mengilhami banyak calon pengusaha untuk menggabungkan pekerjaan dengan travel yang belum pernah dilakukan oleh pengusaha di generasi sebelumnya. Tampilan laptop dan cangkir kopi bersatu di sebuah meja dengan foto yang diambil dengan teknik flat lay. Berkat era globalisasi, Anda memungkinkan dapat belajar otodidak lewat berbagai platform e-kursus secara online.

2. Coworking space

Coworking space untuk pekerja profesional telah muncul selama beberapa tahun terakhir. Bagian yang menarik dari mereka adalah iming-iming dapat minuman berkafein sepanjang hari, sama halnya dengan kantor pada umumnya. Banyak coworking space yang menawarkan meja individu untuk pekerja lepas. Mereka juga menyediakan ruang pertemuan yang bisa disewa seperlunya, bahkan ada area eksklusif untuk pengusaha pemula.

Konsep dari ekonomi berbagi (sharing economy) dalam coworking space sangat kentara terlihat. Jika FaceTime atau Skype saja tidak cukup untuk meeting dengan klien, cukup pesan ruangan di coworking space. Anda tidak terikat untuk membayar sewa bulanan, namun pada saat yang sama, Anda memiliki tempat untuk merangkak cepat karena dibantu oleh para pengusaha lainnya meski berasal dari perusahaan yang berbeda.

3. Sewa ruangan

Sewa apartemen secara konvensional memiliki daya tarik bagi kalangan milennial yang suka berbelanja. Dengan syarat lokasi yang fleksibel, memiliki rasa kenangan dengan gaya hidup kostan selama masa kuliah, sewa ruangan berbasis komunitas pun semakin diminati. Teman sekamar bervariasi tergantung siapa yang akan merawat properti. Akan tetapi, menjadi teman sekamar dengan pendiri startup adalah hal yang mungkin.

Agar perusahaan tetap bisa hidup, cari pekerjaan tambahan yang bisa menopangnya. Entah itu berjualan di situs e-commerce, atau sebagainya, pekerjaan tersebut bisa Anda manfaatkan untuk mengumpulkan data pelanggan. Jangan lupa untuk selalu menjaga keamanan data dari jaringan WiFi yang Anda pakai, dengan cara mengaktifkan enkripsi jaringan dan membatasi akses yang tidak sah.

4. Kantor di rumah

Jika Anda memutuskan untuk jadi pengusaha rumahan, Anda akan tetap bisa hidup dengan keputusan itu. Dari survei yang dilakukan ReportLinker, sebanyak 41 persen orang yang ditemui berpendapat bahwa memiliki kantor di rumah sendiri adalah keputusan terbaik. Punya kantor di rumah tidak harus ada di loteng atau di ruang bawah tanah, bisa di mana saja, namun harus didukung dengan sarana yang bisa mendorong semangat. Misalnya sirkulasi udaranya bagus, ada cahaya matahari, ada bangku dan meja yang nyaman untuk duduk seharian.

Insipirasi untuk Menumbuhkan Loyalitas

Selalu ada cara sendiri untuk membangkitkan loyalitas tim atau rekan kerja di dalam startup. Bisa karena manajerial atau pun karena faktor lainnya. Salah satu aspek yang mempengaruhi loyalitas itu bisa berasal dari pemimpin atau founder, bisa positif bisa negatif, tergantung apa dan bagaimana pemimpin memberlakukan timnya. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemimpin untuk menginspirasi anggota timnya untuk meningkatkan loyalitas.

Umpan balik dan pembinaan terus menerus perihal manajemen kinerja

Umpan balik menjadi senjata utama untuk menumbuhkan loyalitas. Percakapan mengenai hal ini harus sering dilakukan dalam lingkungan kerja. Karena dengan saling terbuka terhadap umpan balik dan penangan yang berkelanjutan bisa membudayakan transparansi dan keputusan yang diambil dari sana bisa menjadi pembelajaran yang berarti bagi tim.

Peluang pengembangan diri dan karier

Tidak semua orang bekerja semata-mata karena uang saja. Alasan lainnya adalah karena ingin terus belajar dan tumbuh menjadi orang yang lebih baik dan lebih terampil setiap tahunnya. Bisnis harus menangkap hal ini sebagai upaya peningkatan loyalitas. Sediakan lokakarya atau pelatihan-pelatihan yang bisa meningkatkan keterampilan atau memicu keterampilan baru bagi setiap anggota tim.

Tidak kalah pentingnya adalah menjanjikan jenjang karier yang terarah. Jika karyawan sudah menunjukkan kinerja terbaik dan produktivitas yang jauh lebih baik dari yang diminta mungkin bisnis juga harus menyiapkan posisi yang lebih baik. Manajer misalnya, atau bisa yang lainnya. Jadi sebagai individu anggota tim akan terpacu dan juga memberikan gambaran yang pasti mengenai peran mereka. Promosi yang menjanjikan, atau dengan kata lain manajemen sukses bisa menjadi cara untuk meyakinkan anggota tim untuk bertahan.

Memberdayakan hubungan karyawan dan kolaborasi

Seharusnya membangun hubungan yang baik di antara karyawan dan kolaborasi menjadi elemen utama di setiap startup. Sebagai bisnis rintisan startup perlu berjuang, di sana diperlukan komitmen dan komunikasi yang baik. itu semua merupakan fondasi yang baik untuk loyalitas karyawan. Open space, tersedianya sarana bermain bersama atau jadwal kumpul bersama di luar jam kerja menjadi salah satu cara praktis untuk meningkatkan hubungan satu sama lain. Obrolan ringan menjadi cara ampun untuk pemahaman satu sama lain. Sebagai pemimpin menyediakan kesempatan untuk terhubung adalah kewajiban, termasuk di dalamnya membuka diri untuk kritik.

Kesalahan Umum yang Sering Dilakukan Founder Startup Tahap Awal

Ada sebuah diskusi menarik dari situs forum tanya-jawab Reddit. Seseorang membuat thread menanyakan pertanyaan: “sebagai orang yang pernah mendirikan startup, apa kesalahan terbesar yang pernah dilakukan?”. Jawaban pun bermunculan dan cukup beragam dari para responden yang mengaku pernah atau sedang mendirikan startup.

Berikut kami coba simpulkan hal-hal yang paling sering dilakukan oleh pendiri startup dan dinilai menjadi sebuah tindakan yang kurang tepat untuk dilakukan.

Perencanaan yang buruk

Ini adalah sebuah kesalahan yang sering terjadi di tahap awal. Perencanaan yang buruk disebabkan karena berbagai hal, termasuk terlalu euforia pada temuan ide di awal. Perencanaan untuk sebuah startup sendiri idealnya memang tidak mudah, karena perlu mendefinisikan secara cermat berbagai unsur detail, termasuk produk, bisnis, pendanaan, hingga pengembangan tim.

Dampak terburuk dari sebuah perencanaan yang tidak optimal adalah founder berisiko kehilangan arah ketika sudah berada di tengah perjalanan. Tidak tahu persis milestone apa yang harus dikejar, karena setiap langkah dilakukan tidak secara teratur. Padahal untuk sebuah kesuksesan startup dibutuhkan kedisiplinan dalam mengeksekusi rencana –sedangkan rencana tersebut merupakan penjabaran dari ide bisnis dan produk yang ditemukan di awal.

Lupa meminta umpan balik dan riset

Beberapa pengembang kadang berjalan pragmatis –artinya berprinsip yang penting produk berjalan dengan baik. Padahal mereka harus menyadari, hasil akhir dari produk yang dikembangkan ialah untuk digunakan oleh pengguna, lalu selanjutnya dikonversi menjadi bisnis. Ketika dalam proses pengembangan, sering merasa bahwa produknya sudah sesuai untuk pemecahan masalah. Sementara dalam sebuah aplikasi, tidak hanya fungsionalitas yang perlu divalidasi, melainkan juga termasuk User Interface (UI) dan User Experiences (UX).

Pengembangan produk terbaik juga harus didasarkan riset kepada pengguna –bisa dilakukan dengan berbagai cara, melibatkan langsung pengguna atau mengulik data-data yang ada. Adanya angka-angka yang ditemukan pada riset akan memberikan proposisi terbaik pada fitur, sehingga aplikasi yang disuguhkan nantinya akan mampu memenuhi kebutuhan pengguna secara sistematis.

Klien besar memakan perusahaan

Beberapa startup di tahap awal sangat rentan dengan isu ini. Klien besar memberikan banyak masukan (income) sehingga sering membuat terlena. Terlenanya, klien tersebut bisa saja menghardik startup untuk menyesuaikan kebutuhannya secara custom, padahal apa yang dijual adalah produk bukan pesanan khusus. Di sini ketegasan founder diuji. Jika cakupannya pada improvisasi produk, bisa saja menjadi masukan yang baik. Namun jika sampai mengubah DNA dari produk, terlebih proses bisnis di dalamnya, maka bisa saja merusak tatanan yang sudah dibangun sebagai startup.

Sangat tergantung pada founder

Founder memang sangat bergantung untuk kepemimpinan sebuah bisnis, akan tetapi founder juga harus menciptakan sebuah kultur yang memungkinkan setiap anggota untuk berani berkreasi. Inovasi yang baik tidak pernah terpusat di satu orang saja, melainkan pada solusi atas permasalahan yang ditemui oleh masing-masing orang. Ketergantungan yang dimaksud di sini seperti apa-apa harus menunggu ide atau arahan dari founder, sementara untuk startup lingkungan yang lebih terbuka dinilai akan banyak membangun.

Visio Incubator Announces 15 Selected Startups to Undergo Training

Following their first debut for incubating startups in Indonesia, Sumatera in particular, Visio Incubator has announced 15 selected startups to undergo the incubation program session two. In this incubation program called “Visio Incubator Batch 2”, the selected startups will be trained for three months by national class mentors. The registration is already held for two months, from September 2017. There are 169 startups registered in this program.

“These top 15 startups are selected from 169 applicants coming from various regions in Indonesia. Through strict selection, the 15 startups will start their journey in the incubation program,” Visio Incubator’s Co-founder & CEO, Hendriko Firman explained.

He also said, there are several assessment aspects such as problems to solve, the solutions offered, the impact presented, business model, traction, founder’s profile, and their overall preparation. For intensive incubation, will be started in early next year.

After completing the incubation, selected startups will have to take part in “Demo Day and Date with Investor”; it is estimated to be held in April 2018. In Demo Day, they will get a chance to pitch in front of potential investors and stakeholders. On the other hand, chances for networking and obtaining funding from investor will be wide open.

“Indonesia is the next investment from around the world. To be able to prepare the best product-market fit startups having the signal to be a unicorn, it is necessary to give them basic program as the intensive incubation. These top 15 batch 2 startups are expected to grow as Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, BukaLapak by being the next startup unicorn in Indonesia,” said Visio Incubator’s Co-founder & CMO, Ogy Winenriandhika.

Below are the select 15 startups which managed to pass the Visio Incubator selection for Batch 2:

Startup Details
Worqers A technology recognition provider and reward system for employees in a company in order to make them more productive and have a sense of ownership
GroupBuyId E-commerce service for purchasing certain goods in large quantities to get more affordable price
Spasium.com An online gallery for purchasing artworks (photography, painting, illustration, etc.) by Indonesia’s local artists
Musikmall A marketplace that brings together music teachers with prospective students to learn music in private
Amproker A mobile platform that allows buyers to make their wishlist, and the sellers will compete to provide the best deals on the items
Swivel Coffee A marketplace specifically for coffee and tea, begins with e-commerce to get traction, data, market, sales, income and profit
Muztreat On-demand service for Muslim beauty salon
Cilsy An online platform providing exclusive IT tutorial
KlikAcara A marketplace of vendors liaison and event organizers which provides buying and selling services as well as renting the needs of the event
Qelisa An application helping farmers to be more accountable, to improve their financial knowledge, and to ease their financial services access
Tripi A one-stop-solution application for tourists (help them on planning their travel trip)
AdaKopi.id A liaison platform to connect coffee farmers’ and the end consumers with two sales schemes that capable to increase farmers’ profits by more than 50%
Design for Dream A platform to help people with disabilities in Indonesia
Tanijoy A liaison platform for landowners and small farmers with no farming land
AntriBos A platform providing the latest queue information and booking queues by taking advantage of mobile apps development


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Visio Incubator Umumkan 15 Startup Terpilih untuk Dibina

Melanjutkan debut pertamanya untuk menginkubasi startup di Indonesia, khususnya wilayah Sumatera, Visio Incubator kembali mengumumkan 15 startup yang berhasil lolos dan berhak mengikuti program inkubasi sesi kedua. Dalam program inkubasi bertajuk “Visio Incubator Batch 2”, selama tiga bulan para startup terpilih akan dididik oleh mentor berkelas nasional. Sebelumnya proses pendaftaran sudah diadakan selama dua bulan, mulai September 2017 lalu. Total ada 169 startup yang mendaftarkan dirinya di program ini.

“Top 15 startup ini disaring dari 169 aplikasi yang masuk yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.  Setelah dilakukan seleksi yang ketat, maka diloloskanlah 15 startup yang akan memulai perjalanan mereka untuk mendapatkan inkubasi di program ini,” ujar Co-founder & CEO Visio Incubator Hendriko Firman.

Turut disampaikan Firman, ada beberapa kriteria penilaian yang dilakukan, yakni berdasarkan permasalahan yang coba diselesaikan, solusi yang ditawarkan, dampak yang coba disajikan, model bisnis, traksi, profil pendiri, dan kesiapan startup secara keseluruhan. Untuk kegiatan inkubasi intensif sendiri akan dimulai awal tahun depan.

Selanjutnya setelah menyelesaikan inkubasi, para startup terpilih akan diminta mengikuti kegiatan “Demo Day and Date with Investor”, estimasinya diselenggarakan bulan April 2018 nanti. Dalam Demo Day, mereka akan berkesempatan melakukan pitching langsung di hadapan para investor dan stakeholder potensial. Dengan kata lain, kesempatan networking maupun memperoleh pendanaan dari para investor semakin terbuka lebar.

“Indonesia adalah the next investment dari seluruh penjuru dunia. Untuk bisa mempersiapkan startup terbaik yang product market-fit dan memiliki sinyal menjadi unicorn, maka harus diberikan program basic semacam program inkubasi intensif. Top 15 startup tahap dua inilah yang akan dibimbing dan didorong hingga ke depannya diharapkan akan mengikuti jejak Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, BukaLapak menjadi startup unicorn Indonesia selanjutnya,” ujar Co-founder & CMO Visio Incubator Ogy Winenriandhika.

Berikut daftar 15 startup yang berhasil lolos seleksi inkubasi Visio Incubator tahap 2:

Nama Startup Keterangan
Worqers Penyedia teknologi rekognisi dan sistem reward untuk para karyawan dalam sebuah perusahaan agar mereka menjadi semakin produktif dan menyatu terhadap perusahaan
GroupBuyId Layanan e-commerce untuk pembelian barang tertentu dalam jumlah banyak sehingga harga satuannya semakin terjangkau
Spasium.com Galeri online untuk pembelian karya seni (fotografi, lukisan, ilustrasi dll) hasil karya seniman lokal dari Indonesia
Musikmall Marketplace yang mempertemukan guru musik dengan calon siswa untuk belajar musik secara privat
Amproker Platform mobile yang memungkinkan pembeli dapat menyebutkan barang apa yang ingin dibeli, dan penjual nantinya akan bersaing memberikan penawaran terbaik terkait barang tersebut
Swivel Coffee Marketplace khusus kopi dan teh, dimulai dari e-commerce untuk mendapatkan traction, data, market, penjualan serta pendapatan dan keuntungan
Muztreat Layanan on-demand untuk salon kecantikan khusus muslimah
Cilsy Platform online penyedia tutorial IT eksklusif
KlikAcara Marketplace penghubung vendor dan penyelenggara acara dengan menyediakan layanan jual-beli serta sewa-menyewa kebutuhan penyelenggaraan acara
Qelisa Aplikasi untuk petani agar petani lebih akuntabel, pengetahuan keuangannya meningkat, dan aksesnya untuk layanan keuangan semakin mudah
Tripi Aplikasi one-stop-solution pariwisata bagi para wisatawan (membantu perencanaan perjalanan wisatawan)
AdaKopi.id Platform penghubung petani kopi dengan konsumen akhir dengan dua skema penjualan yang mampu meningkatkan keuntungan petani hingga lebih dari 50%
Design for Dream Sebuah platform untuk membantu penyandang disabilitas di Indonesia
Tanijoy Platform penghubung antara landowner dengan petani kecil yang tidak memiliki lahan bertani
AntriBos Platform untuk mendapatkan informasi antrean terkini dan booking antrean dengan memanfaatkan pengembangan aplikasi mobile

Cerita Menarik tentang Pembagian Ekuitas antar Founder Startup

Ada sebuah “curhatan” menarik yang kami temukan di situs tanya-jawab Quora dari seorang co-founder yang menceritakan kasus internal di startup yang didirikan, yakni berkaitan dengan pembagian ekuitas. Startup tersebut terdiri dari dua orang co-founder, anggap saja si A (co-founder yang menuliskan cerita di Quora) dan si B (rekannya). Si B menginginkan membagi ekuitas 65:35, yakni 65 persen untuk si B dan sisanya untuk si A. Lantaran merasa mendirikan startup dari nol secara bersama-sama, si A merasa ini tidak adil.

Namun dari yang diceritakan si A, ada beberapa hal yang menjadikan si B tetap ambisius untuk memiliki ekuitas mayoritas.  Pertama karena si B adalah seorang PhD (S3), sedangkan si A adalah seorang MSc (S2). Dari sisi pendidikan si B merasa lebih berpengalaman, oleh karenanya peran di startup si B menjadi CEO dan si A menjadi CTO. Yang kedua, si B berperan dalam mengembangkan bisnis dan kemitraan, sementara si A fokus pada pengembangan produk –bisa dikatakan bahwa produk yang ada sepenuhnya diprogram oleh si A, tapi yang menjual si B.

Si B beralasan, karena ia memiliki pendidikan yang lebih tinggi –keduanya sama-sama teknis—maka sebenarnya dia bisa melakukan apa yang si A lakukan. Dalih lainnya, berkat jaringannya yang kuat, si B dapat meyakinkan investor untuk menggulirkan dananya. Di titik ini, si A menyadari bahwa si B melakukan apa yang tidak ia bisa lakukan sebagai seorang engineer. Namun di sisi lain, apa yang ia kerjakan untuk produk seharusnya berimbang dengan hasil kemitraan yang selama ini didapat.

Dari cerita awal tersebut, diskusi pun dimulai. Ada beragam tanggapan, sehingga dapat ditarik beberapa pembelajaran dari kejadian tersebut.

Mendirikan startup adalah sebuah komitmen

Banyak yang menyayangkan kejadian ini, pasalnya terkait ekuitas sebenarnya menjadi sebuah diskusi “alami” yang sudah dibicarakan sejak awal –atau setidaknya sejak monetisasi bisnis mulai terlihat arahnya. Memang tidak ada prinsip khusus yang bisa diterapkan, karena kepemilikan bersifat sangat personal antar co-founder. Akan tetapi ketika startup sudah di titik “penggalangan dana” atau “revenue”, maka pembagian yang disepakati harus menjadi agenda awal untuk dijadikan komitmen bersama.

“Ekuitas sederhananya didasarkan pada yang telah dilakukan, bukan apa yang ingin dilakukan ke depan,” tulis seorang mengomentari.

Bisa jadi seperti itu, namun ada sebuah nilai yang kadang tidak bisa dihilangkan, yakni bersifat psikologis. Itu sangat berkaitan dengan bagaimana membangun spirit di dalam bisnis. Sangat tersirat, namun cukup berpengaruh, terlebih orang-orang tersebut menjadi penggerak penting dalam tubuh bisnis. Sebut saja si B menerima keputusan si A apa adanya, konsekuensinya ia tidak bahagia. Namun sebut saja si B menolak, bisa saja si A akhirnya memilih menemukan orang lain, startup pun retak.

Co-Founder dijalin dari sebuah kerpercayaan

Kasus yang ada di atas juga dapat diartikan sebagai dampak dari ketidakpercayaan. Si B merasa dirinya mengerjakan lebih dari si A, sementara si A cukup ragu dengan apa yang sudah dilakukan untuk meyakinkan dirinya bahwa seharusnya berhak mendapatkan nilai ekuitas lebih. Namun dapat dilihat, bahwa si A dan si B mengerjakan sesuatu dari aliran berbeda, bisnis dan pengembangan. Ada dua kemungkinan, si A yang kurang percaya diri, si B yang tidak percaya penuh dengan si A, atau si B yang terlalu percaya diri. Sayangnya memiliki startup adalah sebuah harmoni antar co-founder.

“Percakapan ini terlambat, sudah jelas apa yang Anda lakukan harusnya mendapatkan pembagian 50/50, atau setidaknya jika sudah mulai berbicara dengan investor, bisa jadi 25/25, sisanya untuk putaran investasi,” tulis seorang lainnya dalam diskusi.

Sekali lagi, memilih co-founder adalah sebuah intrik personal. Oleh karenanya mungkin sering mendengar, bahwa seorang pendiri startup kesulitan untuk menemukan rekanan yang tepat untuk dijadikan co-founder. Umumnya selain memiliki pemahaman teknis tentang bidang bisnis yang berbeda –misal teknologi dan bisnis—hubungan co-founder lebih dari itu, karena ini tentang kepercayaan satu sama lain, dan bagaimana masing-masing dapat menghargai satu sama lain dengan peran yang berbeda.

Pencapaian bisnis harus selalu bisa terukur

Tidak bisa dimungkiri juga, kadang secara aktual kontribusi antar co-founder memang berbeda. Bisa jadi si A dan si B memang demikian, bahwa si B mengerjakan lebih banyak. Dari sini dapat dijadikan pembelajaran bahwa setiap pencapaian harus bisa diukur, karena pada dasarnya walaupun yang dikerjakan berbeda, tapi ada capaian yang dapat dinilai. Misalnya terkait produk, bisa dicocokkan dengan roadmap yang sudah didefinisikan, atau didasarkan pada analisis performa sistem. Sedangkan dari bisnis, bisa juga diukur dari ROI (Return of Investment) yang berhasil dikembalikan.

Dengan adanya capaian yang lebih terukur, akan lebih mudah penyelesaiannya jika terjadi debat tentang kepemilikan. Angka-angka tersebut setidaknya bisa menjadi justifikasi yang lebih absah untuk mendasari keputusan berdasarkan kinerja masing-masing co-founder. Terlepas dari itu semua, semangat membangun startup seharusnya ditanam sejak awal untuk menuai hasil sukses bersama untuk para pendirinya.

Ide Saja Tidak Cukup, Butuh Kesiapan Lebih sebelum Menghadap ke Investor

Pada umumnya, proses terbentuknya sebuah startup baru berawal dari seseorang (founder) yang menemukan sebuah ide produk atau bisnis, lalu berusaha ingin merealisasikannya. Di tahap awal, walaupun mungkin jumlahnya tidak signifikan, ada banyak modal yang harus dipenuhi. Mulai dari waktu untuk mengerjakan produk tersebut, fasilitas pendukung, hingga hal lain berkaitan dengan operasional. Startup butuh modal awal, dan salah satu cara untuk memenuhinya dengan menggandeng rekanan investor guna mendapatkan seed-funding (pendanaan tahap awal).

Ide-ide baru yang dicetuskan startup tahap awal selalu menarik, mencoba menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara yang selalu diklaim lebih efisien dan lebih terjangkau. Nyatanya beberapa startup memang membuktikan bahwa ide yang dimilikinya berhasil “mengubah dunia”, sebut saja cikal-bakal GO-JEK atau Tokopedia. Tapi sekarang startup tengah menjadi tren, setiap hari selalu ada ide baru yang muncul, ada startup baru yang dilahirkan.

Fenomena tersebut sedikit menggeser pandangan tentang sebuah startup, yang tadinya memfokuskan pada penyelesaian masalah dengan ide-ide segar, kini banyak yang tidak konsisten dalam melakoninya. Publikasinya startup baru, tapi yang disampaikan ke konsumen atau investor hanya sebatas nama startup, logo dan landing page, tanpa ada progres yang berkelanjutan.

Mendapat investasi menjadi agenda yang banyak diinginkan startup baru, tujuannya untuk cepat merealisasikan ide tersebut menjadi bisnis yang nyata. Namun investor butuh diyakinkan tidak hanya menggunakan ide atau visi yang ditulis dalam slide. Ada beberapa hal yang seharusnya disiapkan dengan baik.

Ide yang sudah tervalidasi, berdasarkan kebutuhan di lapangan

Memvalidasi ide bisa dilakukan dengan beragam cara. Bisa dengan menunjukkan angka-angka hasil riset atau survei terkait dengan permasalahan yang ingin dipecahkan, atau coba menunjukkan ide tersebut kepada khalayak, apakah sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Konsep dari produk yang sudah dijalankan MVP-nya

Ide menjadi gambaran yang sangat abstrak, memiliki Minimum Viable Product akan memberikan pemahaman yang lebih gamblang kepada investor tentang bagaimana solusi tersebut bekerja. Atau setidaknya sudah harus ada proof-of-concept. Karena ini sekaligus menunjukkan bahwa ide tersebut sangat memungkinkan untuk dieksekusi dan direalisasikan.

Memahami betul konsumen dari produk

Pada akhirnya produk dikembangkan untuk digunakan oleh pangsa pasar, karena dari situ proses bisnis akan bekerja. Yakinkan bahwa solusi dari ide yang saat ini ada benar-benar ada yang membutuhkan. MVP bisa menjadi cara terbaik untuk menguji, apakah hipotesis terkait dengan ide tersebut sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.

Meyakinkan tentang kapabilitas founder dan tim

Di luar dari hal berkaitan dengan produk, unsur internal juga penting untuk digambarkan dengan jelas. Yakni tentang siapa founder dari startup tersebut dan tim pendukungnya. Latar belakang founder dan tim akan sangat berpengaruh –atau memberikan keyakinan lebih, bahwa produk yang dikembangkan bisa berhasil, karena memiliki keterampilan dan penguasaan terhadap masalah.

Jadi, pada dasarnya ide saja tidak cukup. Temuilah investor dengan empat kesiapan di atas. Suguhkan presentasi terbaik dengan menunjukkan bukti-bukti terukur tentang rencana bisnis yang akan digerakkan bersama startup baru.

Lima Alasan Mengapa Startup Tahap Awal Harus Bootstrapping

Ketika Anda ingin merintis startup, butuh semangat kewirausahaan untuk mewujudkannya, sebab akan ada banyak hal yang harus dikerjakan. Perlu disadari juga dari awal, untuk merintis suatu bisnis baru butuh dana investasi yang nilai tidak kecil.

Berapa banyak yang harus Anda investasikan untuk membuat situs? Haruskah Anda beli peralatan? Ruang kantor macam apa yang perlu Anda sewa? Bagaimana Anda harus gaji diri sendiri?

Jika Anda masih ada di titik ini, disarankan untuk tidak berpikir mengambil kredit, melainkan bangun usaha sepenuhnya dari kantung sendiri. Ada lima alasan mengapa startup pada tahap awal harus bootstrapping. Berikut rangkumannya:

1. Model bisnis biasanya berubah pada tahap awal

Alasan pertama adalah karena sangat mungkin saat Anda mengembangkan gagasan dan model bisnis akan berfluktuasi, sementara Anda harus tetap fleksibel dengan hal tersebut. Biasanya rencana yang Anda siapkan matang-matang sebelum benar-benar diimplementasikan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Hal ini disebabkan ada faktor X, Anda pun harus siap dengan kondisi tersebut.

Ketika Anda mendanai startup dari kantung sendiri, Anda akan berpikir dua kali sebelum berkomitmen untuk menghabiskan uang yang begitu berharga.

2. Fase yang bisa menyeimbangkan pro kontra menjadi karyawan vs pengusaha

Ada pepatah yang menyebutkan, “Jangan tenggelamkan kapal Anda,”. Pepatah ini maksudnya jangan berhenti dari pekerjaan terlalu cepat. Ada risiko signifikan yang terkait apabila Anda bekerja dari kerja kantoran terlalu cepat, sebab Anda harus bertanggung jawab penuh atas seluruh biaya overhead. Mulai dari peralatan, perawatan, komputer TI, staf. Belum lagi hal-hal lainnya yang sering dianggap remeh, seperti asuransi kesehatan, tunjangan pekerjaan, gaji lembur, dan sebainya.

Jika Anda menyubsidi seluruh pertumbuhan awal startup Anda dengan pinjaman, Anda dapat dengan mudah kehilangan jalur dari bisnis sebenarnya. Maka itu, pastikan bisnis Anda memiliki progres hingga mampu menghidupi diri Anda dan karyawan sebelum meninggalkan pekerjaan yang selama ini sudah menghidupi Anda.

3. Menjadi batu loncatan sebelum memutuskan untuk scale up

Bila bisnis Anda hidup karena disubsidi oleh dana eksternal, Anda mungkin tergoda untuk scale up sebelum berhasil membuktikan model bisnis diterima di pasar. Katakanlah bisnis Anda menyediakan layanan kelas seni untuk pasangan di malam hari. Dengan uang sendiri, Anda bisa menguji model bisnis tersebut dengan menyewa ruangan di kedai kopi selama beberapa kali pertemuan.

Selama waktu tersebut, Anda perhatikan apakah model bisnis ini akan melahirkan pengguna loyal? Jika terbukti ada hasilnya, Anda bisa perlahan-lahan menyewa tempat tersebut untuk beberapa bulang sebelum memutuskan untuk sewa penuh. Langkah ini akan meminimalkan dana Anda terbuang sia-sia.

4. Ada hubungan emosional ketika menghabiskan tabungan sendiri

Anda memiliki keterikatan emosional dengan uang sendiri. Setiap kuitansi, pengeluaran, belanja perusahaan dan lain-lain harus membuat Anda mengatakan ke diri sendiri, “Apakah saya memerlukan ini?.”

Ada banyak pemilik usaha yang berjuang menjalani bisnisnya dengan strategi bakar uang, ambil kredit untuk kebutuhan yang tidak penting, seperti makan siang bisnis, beriklan, membuat merchandise, dan lainnya. Biaya seperti ini padahal tidak pernah mereka lakukan jika sedang bersama keluarga mereka dari tabungan sendiri.

Untuk itu, Anda perlu mulai membuat anggaran dengan nominal budget yang konservatif jika hal-hal seperti ini terjadi. Dengan demikian Anda bisa melanjutkan bisnis yang bisa membuat arus kas kembali positif.

5. Anda pegang kendali atas uang sendiri

Bila bisnis yang dirintis malah membawa hutang, berarti Anda membawa risiko yang mana harus menyerahkan bunga untuk memuaskan kreditur. Ini sama saja artinya Anda kehilangan kendali.

Ada istilah bisnis yang biasa digunakan untuk perusahaan publik terkait hal ini, disebutnya rasio hutang terhadap modal. Rasio ini dihitung untuk mengukur rasio semua kewajiban perusahaan terhadap semua aset atau ekuitas.

Bila bisnis berada di atas rasio hutang, bisa menjadi tanda bahwa perusahaan Anda sekarat. Kemungkinan startup Anda ini dimulai dengan modal yang sangat kecil. Dalam hal ini, hutang yang Anda keluarkan akan menyebabkan rasio hutang terhadap modal melonjak dengan sangat cepat. Artinya ini risiko besar.

Risiko akan semakin besar ketika pada tahap awal Anda mengajak investor dan menukarnya dengan saham perusahaan. Anda akan kehilangan kendali, bahkan bisa jadi dipaksa keluar dari jabatan oleh investor.

Lima alasan ini secara langsung mendorong Anda untuk tidak meminjam uang sama sekali dari pihak mana pun. Juga jangan mengandalkan investor. Ketika bisnis Anda telah menemukan pasarnya, namun dapat diandalkan berarti Anda ada potensi untuk scale up.

Cerita Perjalanan Kegagalan Zenc Labs dalam Pengembangan Produk

Founder & CEO Zenc Labs, François Wouts, memiliki cerita menarik tentang liku-liku perjalanannya dalam membangun startup. Cerita ini diangkat karena memiliki beberapa pembelajaran penting yang dapat menjadi pertimbangan bagi pembaca yang berniat untuk pivot dari pekerjaan profesional yang sudah dimiliki saat ini dan membangun sebuah startup.

François sendiri sebelumnya sudah memiliki karier yang cukup nyaman di Google, dengan berbagai fasilitas penunjang dan pendukung yang ia sebut sangat mencukupi untuk kesehariannya. Termasuk gaji yang nilainya tidak kecil, karena ia menjadi salah satu staf di tim pengembangan. Namun setelah tiga tahun di Google, akhirnya memutuskan untuk keluar.

Dua tahun sebelum keluar François mencoba belajar tentang startup, dari program YCombinator dan para pendiri yang sudah menuai kesuksesan. Ia memahami betul bahwa startup sangat erat dengan kegagalan, eksekusinya harus sempurna. Sebagai orang yang memiliki kompetensi teknis, François juga mencoba menyerap berbagai ilmu lain, termasuk desain dan pemasaran dari rekan-rekannya sebelum benar-benar memulai startup.

Pentingnya melakukan validasi ide, karena berkaitan dengan prospek bisnis

Pada akhirnya bulan Maret 2017 François resmi keluar. Dan salah satu gagasan ide yang coba divalidasi ialah mengembangkan sebuah alat yang dapat membantu developer menjadi lebih produktif, dengan menghadirkan IDE yang memudahkan developer untuk coding. Sebagai seorang pengembang ia tahu betul tentang isu-isu personal seorang developer. Gagasan prototipe itu pun coba terus dieksplorasi.

Akhirnya sebuah IDE bernama Modular berhasil dikembangkan, dengan mengedepankan kemampuan agar para developer fokus dalam penulisan kode berdasarkan modul pengembangan. François cukup bangga dengan karya tersebut, karena dinilai akan merevolusi cara developer dalam mengembangkan aplikasi. Dan setelah tiga bulan berjalan akhirnya prototipe tersebut memiliki fungsional dan antarmuka yang cukup lengkap. Namun ada satu hal yang dilupakan François, selama tiga bulan pengembangan produk ia sama sekali tidak berbicara dengan calon pengguna.

François tersadar bahwa yang ia pikirkan baru di satu sisi saja, menciptakan produk yang bagus. Namun tidak memiliki rencana bisnis apa pun dengan produk tersebut. Bahkan ketika dipikirkan sebagai sebuah alat yang gratis, produk tersebut ternyata masih terlalu rumit untuk menjadikan hidup pengembang menjadi lebih mudah. François merasa gagal sebelum benar-benar meluncurkan produk tersebut.

Terlepas dari kegagalan tersebut, François mempelajari banyak hal, baik dalam teknis pengembangan maupun unsur lain terkait pembuatan bisnis. Salah satunya ia menyadari bahwa suasana hati adalah ukuran yang tidak bisa benar-benar diandalkan. Artinya keyakinan saja tidak cukup, harus benar-benar diukur dengan kondisi pasar yang ada.

Temukan permasalahan yang benar-benar dihadapi oleh pengguna

Modular akhirnya diujicobakan ke salah satu teman François yang juga seorang pengembang, dan jawabannya tidak tertarik. Namun dari pertemuan dengan rekannya tersebut akhirnya François justru menemukan sebuah permasalahan, yakni tentang kebutuhan sebuah sistem sederhana untuk mengelola server berbasis Amazon Web Serives (AWS). Kebanyakan pengembang tidak memiliki banyak waktu untuk mengatasi kompleksitas AWS, dan umumnya yang dilakukan ialah mendelegasikan ke DevOps paruh waktu.

Dan ini adalah babak baru lahirnya Zenc Labs, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Modular dihentikan, dan sebuah aplikasi untuk DevOps layanan AWS segera dikembangkan. Sebagai alumni dari Google, François cukup kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan pengembangan di AWS, bisa dipelajari namun membutuhkan waktu ekstra. Usahanya pun berhasil, sebuah prototipe kembali dilahirkan, dan rekannya tadi diminta untuk menjadi penguji.

Beberapa umpan balik diberikan, namun solusi yang ditawarkan akhirnya diterima, dan dianggap akan bermanfaat. François memutuskan untuk mempublikasikan prototipenya ke kanal sosial yang dimiliki. Benar saja banyak masukan, terutama terkait UX, dan itu menjadi sebuah materi menarik untuk optimasi layanan. Hingga akhirnya kini petualangan startupnya dimulai, dan rencana bisnis yang solid pun sudah didefinisikan dengan produk barunya tersebut.

Melawan ego untuk terus berfokus pada tujuan awal yang sudah terdefinisi

François turut menyampaikan, di tahap ini ketika ia sudah memiliki rencana yang matang bukan berarti tanpa tantangan. Masih ada ego yang perlu dilawan, karena di tengah perjalanan ada perasaan yang memaksa untuk berhenti mengerjakan produk yang dikerjakan sekarang ini. Ketika bertemu masalah baru, juga egonya meningkat ingin mencoba pivot lagi. Namun François sadar betul, untuk tetap fokus menyelesaikan apa yang sudah dimulai, dan kali ini sudah tervalidasi.