Koalisi Rimac dan Bugatti Bakal Lahirkan Supercar Listrik Bugatti pada Dekade Ini Juga

Nama Rimac memang tidak sepopuler Tesla di industri mobil listrik. Namun ke depannya perusahaan asal Kroasia tersebut bakal semakin disegani di industri otomotif secara luas. Pasalnya, Rimac baru saja mengumumkan bahwa mereka telah mengambil alih kepemilikan atas brand Bugatti dari Volkswagen.

Koalisi antara kedua produsen supercar ini bakal membentuk perusahaan baru bernama Bugatti Rimac, dengan markas baru yang akan dibangun di Kroasia. Kehadiran Bugatti Rimac pada dasarnya memungkinkan kedua perusahaan untuk saling berbagi sumber daya dan upaya R&D. Meski demikian, Bugatti dan Rimac masih akan tetap beroperasi sebagai brand yang terpisah.

Secara struktur, Rimac bakal menguasai 55 persen dari saham Bugatti Rimac, sedangkan 45 persen sisanya dipegang oleh Porsche (yang sendirinya masih merupakan bagian dari Volkswagen). Rimac sendiri sebenarnya juga memiliki beberapa investor (salah duanya Porsche dan Hyundai), akan tetapi pemegang keputusan finalnya tetap Mate Rimac, pendiri sekaligus CEO Rimac.

Yang mungkin jadi pertanyaan terpenting adalah, apakah ini berarti ke depannya kita bakal berjumpa dengan supercar elektrik dari Bugatti? Pastinya. Kepada Financial Times, Rimac mengatakan bahwa Bugatti bakal meluncurkan mobil listrik di dekade ini juga, namun mereka juga masih akan memproduksi model hybrid pada akhir periode tersebut.

Buat Rimac sendiri, mereka masih akan terus mengembangkan dan memproduksi supercar-nya sendiri. Tahun ini, Rimac berniat meluncurkan Nevera, supercar elektrik yang digadang-gadang bakal menjadi mobil tercepat yang boleh melintas di jalanan secara legal, titel yang sebelumnya dipegang oleh Bugatti Chiron.

Namun membangun dan menjual supercar seharga jutaan dolar bukan satu-satunya bisnis yang dijalankan Rimac. Mereka selama ini juga konsisten menjadi pemasok teknologi elektrik buat sejumlah pabrikan otomotif, seperti misalnya Aston Martin dan Jaguar. Rimac bahkan sudah punya rencana untuk mengembangkan bisnis sampingannya ini lebih jauh lagi dengan mendirikan entitas terpisah bernama Rimac Technology.

Entitas baru ini sepenuhnya dikuasai oleh Rimac, dan bakal sepenuhnya berfokus pada pengembangan drivetrain, baterai, maupun komponen-komponen wajib lain dari sebuah mobil listrik. Jadi selain di mobil-mobil listrik besutan Bugatti dan Rimac sendiri, kita juga bakal menjumpai teknologi rancangan Rimac pada sejumlah merek lain.

Sumber: Rimac via Engadget.

Drako GTE Adalah Supercar Elektrik yang Menyamar Sebagai Sedan Sport Empat Pintu

Tesla Roadster 2 bukanlah satu-satunya supercar bermesin listrik yang dijadwalkan mengaspal tahun depan. Secara diam-diam dan tanpa terekspos ke publik, sebuah pabrikan asal Silicon Valley bernama Drako Motors rupanya telah sibuk mengembangkan supercar elektriknya sendiri.

Duo pendiri Drako Motors, Dean Drako dan Shiv Sikand, mengaku telah mengerjakan supercar bernama Drako GTE ini selama satu dekade. Yang mereka pamerkan ke hadapan publik baru-baru ini bukanlah sebatas prototipe, melainkan unit produksi versi final yang sudah sempat merasakan aspal sirkuit.

Drako GTE

Sirkuit? Ya, mobil ini sama sekali tidak main-main spesifikasinya. Empat motor elektrik yang diusungnya mampu menghasilkan output daya total sebesar 1.200 hp dan torsi 8.800 Nm. Torsi sebesar ini disalurkan ke masing-masing rodanya secara presisi via gearbox tipe direct-drive, dan top speed-nya sendiri disebut mencapai 331 km/jam.

Angka-angka ini sangatlah mengesankan, apalagi jika melihat tampang Drako GTE yang lebih mirip sports car ketimbang supercar. Ya, mobil ini merupakan sedan empat pintu yang siap menampung empat penumpang, kebetulan saja performanya sekelas supercar berharga jutaan dolar.

Drako GTE

Wujudnya sepintas juga mirip seperti Fisker Karma (kini bernama Karma Revero), dan ini dikarenakan struktur sasisnya memang meminjam milik Fisker, sebelum akhirnya dikawinkan dengan rancangan Lowie Vermeersch, desainer yang bertanggung jawab atas sejumlah mobil keluaran Ferrari dan Maserati.

Untuk baterai, Drako GTE disebut mengemas baterai berkapasitas 90 kWh. Sejauh ini belum ada informasi mengenai efisiensinya, namun yang pasti baterai ini turut dilengkapi on-board charger 15 kW, serta mendukung DC fast charging 150 kW.

Drako GTE

Meski sama-sama akan mengaspal mulai tahun 2020, ada perbedaan mencolok antara Tesla Roadster 2 dan Drako GTE: Drako GTE hanya akan diproduksi sebanyak 25 unit saja, dan harganya dimulai di angka $1,25 juta. Bandingkan dengan Tesla Roadster 2 yang dibanderol mulai $200.000 ‘saja’.

Sumber: Electrek.

Lotus Evija Adalah Mobil Elektrik dengan Performa dan Kecepatan Charging Luar Biasa

Tidak semua orang mengenal nama Lotus di dunia otomotif, tapi mereka yang tahu pasti sudah tidak ragu dengan reputasi pabrikan asal Inggris itu di dunia balap. Itulah mengapa ketika beredar kabar mengenai rencana Lotus untuk membuat mobil elektrik, banyak yang tak sabar menanti pembuktian keganasan performanya.

Hari itu sudah semakin dekat. Lotus baru saja menyingkap mobil elektrik perdananya secara resmi. Dijuluki Evija, ia duduk di kategori electric hypercar, sekelas dengan Pininfarina Battista yang diperkenalkan Maret lalu.

Lotus Evija

Dari segi penampilan, Evija pun tidak kalah eksotis, utamanya berkat sederet lekukan dan lubang udara di tubuhnya, yang menurut Lotus banyak terinspirasi oleh mobil-mobil balap Le Mans. Penggunaan sasis monoque berbahan serat karbon juga menjadikan Evija sebagai hypercar elektrik paling ringan, dengan bobot yang berkisar di angka 1.680 kilogram.

Namun seperti yang bisa kita harapkan dari Lotus, performa merupakan nilai jual utama Evija. Empat motor elektrik dipercaya menjadi penggerak keempat rodanya, dengan output sebesar 1.972 tenaga kuda dan torsi 1.700 Nm. 0 – 100 km/jam dengan mudah dilahapnya dalam waktu kurang dari tiga detik.

Lotus Evija

Lotus juga mengklaim Evija mampu mencapai kecepatan 300 km/jam dalam waktu kurang dari 9 detik, yang menurut Lotus merupakan sebuah prestasi di antara mobil-mobil lain di kelas ini. Top speed-nya sendiri disebut bisa mencapai angka 320 km/jam.

Meski kemampuan mengebut Evija tergolong luar biasa, Lotus rupanya tidak melupakan faktor efisiensi. Baterai 70 kWh yang tertanam di balik punggung Evija – sengaja diposisikan seperti ini guna mempertahankan ciri khas mobil-mobil Lotus yang mesinnya berada di tengah – mampu menyuplai energi yang cukup untuk menempuh jarak hingga sejauh 400 kilometer.

Lotus Evija

Bukan hanya itu, Lotus bahkan telah merancang agar baterai ini bisa di-charge dengan output sebesar 800 kW, sehingga proses pengisian ulangnya cuma memerlukan waktu 9 menit saja dari kosong hingga penuh. Namun yang perlu diingat, sejauh ini teknologi charging mobil elektrik secepat itu masih belum tersedia secara publik.

Menggunakan unit charger tercepat yang sudah ada sekarang (350 kW), Lotus mengklaim Evija hanya membutuhkan waktu 12 menit untuk mengisi 80% kapasitas baterainya, atau 18 menit untuk pengisian hingga penuh. Ya, definisi cepat bagi Lotus rupanya tidak berhenti sampai di kemampuan mobil dalam mengebut saja, tapi juga meliputi kecepatan charging-nya.

Lotus Evija

Masuk ke kabinnya, kita bisa melihat perkawinan antara gaya modern dan gaya balap, yang keduanya sama-sama menjurus ke prinsip minimalisme. Panel instrumen di balik setir merupakan satu-satunya layar yang bisa kita jumpai dari kabin Evija, dan setirnya sendiri juga semakin menguatkan aura balapnya secara menyeluruh.

Kendati demikian, Evija juga dirancang untuk tetap cocok digunakan sehari-hari. Ini bisa kita lihat dari sebuah kenop berwarna pada setirnya, yang memberikan pengemudi akses ke lima mode berkendara dengan karakter performa yang berbeda-beda: Range, City, Tour, Sport, dan Track.

Lotus Evija

Dari perspektif digital, Lotus memastikan Evija bakal terus terhubung ke jaringan cloud berkat modem terintegrasinya. Ini berarti Evija bakal menerima sejumlah pembaruan dan perbaikan melalui software update layaknya mobil-mobil Tesla; dan pemilik mobil juga dapat mengakses sejumlah pengaturan, seperti misalnya menyalakan sistem pendingin sebelum masuk ke mobil, melalui aplikasi pendamping Evija di smartphone.

Kapan mobil ini siap mengaspal? Belum tahu, namun yang pasti tahap produksi Lotus Evija bakal dimulai tahun depan. Lotus berencana memproduksi hanya 130 unit Evija, dan tiap unitnya dihargai mulai £1,7 juta, atau kurang lebih setara 29,5 miliar rupiah.

Sumber: Electrek dan Lotus.

Supercar Elektrik Pininfarina Battista Resmi Diperkenalkan

Setahun yang lalu, beredar kabar bahwa Pininfarina bakal ‘naik kelas’ dari sebatas rumah desain menjadi produsen mobil. Kemudian pada bulan Desember kemarin, Pininfarina mengungkap bahwa mobil pertamanya akan dinamai Battista, lengkap beserta secuil detailnya, tanpa menyingkap seperti apa wujud supercar bertenaga listrik itu.

Sesuai janji, Geneva Motor Show tahun ini menjadi tempat peluncuran resmi Pininfarina Battista. Penampilannya begitu garang, dan apabila ia kelihatan seperti sebuah Ferrari, itu dikarenakan sang pabrikan berlambang kuda jingkrak itu sudah sejak lama mempercayakan Pininfarina sebagai desainer mobil-mobilnya.

Pininfarina Battista

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Battista benar-benar superior soal performa. Kolaborasinya bersama Rimac menghasilkan empat motor elektrik – satu untuk setiap roda – dengan output daya total sebesar 1.400 kW, atau setara 1.900 daya kuda. Torsi yang dihasilkan mampu menembus angka 2.300 Nm, sehingga tidak heran apabila 0 – 100 km/jam dapat ditempuhnya dalam waktu kurang dari dua detik.

Untuk top speed, Battista mencatatkan angka 350 km/jam. Saya curiga Pininfarina membatasi kecepatan maksimum Battista secara elektronis, apalagi jika mempertimbangkan niat mereka untuk memasarkan mobil ini sebagai mobil yang legal dikendarai di jalanan umum.

Pininfarina Battista

Keempat motor elektrik ini menerima suplai daya dari baterai berkapasitas 120 kWh. Dalam satu kali pengisian, baterai ini sanggup membawa Battista menempuh jarak 450 km, tapi tentunya dalam kondisi mobil dibawa santai, bukan digeber secara brutal.

Pininfarina Battista

Beralih ke dalam, interior Battista tampak begitu mewah, apalagi jika dibandingkan dengan mayoritas mobil lain di kelas ini, yang sering kali mengorbankan begitu banyak komponen pendukung di kabin demi mencapai performa semaksimal mungkin. Sentuhan modernnya juga sangat kental, terutama berkat tiga buah layar di balik lingkar kemudinya.

Pininfarina Battista

Juga seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya, Pininfarina berencana memproduksi hanya 150 unit Battista, dan setiap unitnya akan dihargai sebesar $2,6 juta. Meski status Pininfarina sekarang adalah anak perusahaan Mahindra, mereka menegaskan bahwa Battista akan dibuat sepenuhnya di Itali.

Sumber: The Verge.

Dibanderol US$ 2 Juta, Pininfarina Battista Ialah Supercar Elektrik Berkekuatan 1.900BPH

Satu dekade silam, mayoritas orang mungkin sulit membayangkan mobil elektrik bisa bersaing dengan supercar berbahan bakar bensin. Saat ini, Anda mungkin sudah mendengar soal Rimac C Two atau Audi PB18 e-tron. Dan di awal 2018, perusahaan desain yang jasanya telah lama dimanfaatkan Ferrari, Alfa Romeo dan Maserati ini sempat mengungkap rencana untuk mulai menggarap supercar  listrik.

Ketika itu, kreasi mereka diperkenalkan dengan codename PF0 (atau PF-Zero). Dan baru di penghujung tahun ini, perusahaan asal Itali tersebut mengumumkan nama resminya. PF0 nantinya akan dipasarkan sebagai Pininfarina Battista. Namanya terinpsirasi dari sang pendiri, Battista Farina. Pininfarina Battista sendiri bukanlah kendaraan biasa. Ia didesain untuk menjadi mobil elektrik berspesifikasi super buat menantang Bugatti Chiron.

Proyek ini diujungtombaki oleh cucu sang founder, Paolo. Ia mencoba meneruskan ambisi kakeknya yang belum terwujud untuk memproduksi mobilnya sendiri. Kini, Automobili Pininfarina punya visi agar Battista mampu memecahkan rekor dunia, memberikan penggendara beragam inovasi teknologi, serta mengusung desain elegan. Berbicara soal penampilan, perusahaan masih belum mau menyingkapnya secara terang-terangan. Garis besar wujudnya cuma ditampilkan berupa siluet.

Pininfarina Battista 1

Pininfarina Battista dipersenjatai mesin berkekuatan 1.900-break horse power dengan torsi 2305-newton meter, dihasilkan oleh setup quad-motor buatan Rimac. Supercar ini mampu menyentuh 100-kilometer per jam dalam waktu kurang dari dua detik serta memperkenankan Anda melesat di kecepatan maksimal 402km per jam. Kemudian, baterai di dalam diperkirakan mampu membawanya berjelajah sejauh 482-kilometer tanpa menghasilkan emisi karbon.

Produsen menggarapnya sebagai ‘hypercar mewah bermesin elektrik sejati pertama di dunia’. Bagian eksteriornya dibuat dari bahan serat karbon, dan bulan lalu Paolo sempat menjelaskan pada Top Gear bahwa dalam merancang mobil, kakeknya mengambil inspirasi dari objek-objek alam yang terekspos angin – misalnya tumpukan salju di jalanan, pegunungan, serta bentuk es. Konsep desain inilah yang Pininfarina terapkan di Battista.

Tapi ada kabar yang kurang menggembirakan terkait Pininfarina Battista:  supercar ini dibanderol di harga yang tidak murah dan diproduksi secara terbatas. Automobili Pininfarina punya agenda buat mulai memasarkan Battista di tahun 2020 dengan kisaran harga antara US$ 2 sampai US$ 2,5 juta.

Namun perlu diketahui bahwa bahkan jika modal mencukupi, Anda kemungkin harus berebut dengan peminat lain karena Pininfarina hanya memproduksinya sebanyak 150 unit buat dibagi ke tiga wilayah: 50 untuk Amerika, 50 buat Eropa, dan sisanya dibawa ke Asia.

Pininfarina Battista akan dipamerkan di Geneva International Motor Show 2019 pada bulan Maret mendatang.

Sumber: PR Newswire.

Supercar Elektrik Audi PB18 e-tron Siap Merajai Jalanan Sekaligus Sirkuit Balap

Sebelum kita melihat wujud final dari SUV elektrik Audi e-tron Quattro, sang pabrikan asal Jerman masih punya persembahan lain untuk menggambarkan visinya akan masa depan industri otomotif melalui sebuah prototipe supercar elektrik. Namanya Audi P18 e-tron, dan Anda bisa menilai sendiri betapa ganas penampilannya dari gambar di atas.

Tidak seperti R18 e-tron Quattro yang diciptakan untuk balap Le Mans, PB18 siap melahap jalanan biasa maupun sirkuit balap. Ia bahkan memiliki kabin belakang yang bisa memuat kargo layaknya sebuah hatchback. Kendati demikian, tema utamanya tetap balapan, berbeda dari konsep Audi Aicon yang berfokus pada tren self-driving.

Audi PB18 e-tron

Satu hal yang paling unik dari PB18 e-tron adalah posisi duduknya. Dengan menekan satu tombol saja, jok pengemudinya bakal bergeser dari samping ke tengah, posisi yang dinilai paling pas untuk bermanuver di sirkuit balap (monoposto). Inovasi ini dimungkinkan berkat setir dan pedal yang dioperasikan secara elektronik, alias tidak ada sambungan mekanisnya.

Sebagai sebuah supercar, performanya yang berasal dari tiga motor elektrik tidak bisa dianggap remeh. Tenaganya memang cuma 570 kW (± 764 hp), akan tetapi torsinya mencapai angka 830 Nm, dan kita semua tahu kalau mobil elektrik bisa langsung meraih torsi besarnya dari 0 RPM. Alhasil, akselerasi 0 – 100 km/jam sanggup ditempuh dalam waktu kurang dari 2 detik berdasarkan klaim Audi.

Audi PB18 e-tron

Sebagai mobil yang juga bisa dibawa secara legal di jalanan, efisiensi daya pun juga harus menjadi prioritas. Untuk itu, Audi telah menyematkan baterai solid-state berkapasitas 95 kWh yang diperkirakan bisa membawa mobil menempuh 500 kilometer dalam satu kali pengisian. Baterai ini bisa di-charge secara wireless, atau diisi ulang dengan sangat cepat menggunakan charger 800 volt milik Porsche.

Audi PB18 e-tron tidak lebih dari sebatas showcase, akan tetapi bukan tidak mungkin Audi menerapkan sejumlah teknologinya pada mobil-mobil produksinya di masa yang akan datang. Mungkin bukan jok yang bisa bergeser itu, melainkan teknologi baterai dan motor elektriknya.

Sumber: Electrek dan Audi.

Pininfarina Siap Berevolusi dari Sekadar Rumah Desain Menjadi Pabrikan Mobil

Di industri otomotif, nama Pininfarina memang tidak sebesar Ferrari. Selama puluhan tahun perannya tidak lebih dari sebatas desainer mobil-mobil besutan Ferrari. Namun di tahun 2020 nanti, jangan kaget kalau ada supercar elektrik dengan label Pininfarina sebagai logo utamanya.

Media publikasi Autocar melaporkan kabar ini berdasarkan informasi dari sumber internal. Pininfarina yang kini berada di naungan Mahindra (perusahaan asal India itu mengakuisisinya di tahun 2015), bakal meninggalkan status lamanya sebagai rumah desain menjadi pabrikan mobil terpisah. Sosok yang ditunjuk untuk memimpin adalah Michael Perschke, mantan petinggi Audi India.

Tidak tanggung-tanggung, sejak awal mereka sudah memasang target untuk memproduksi empat mobil dalam kurun waktu lima tahun. Yang pertama dan yang menjadi unggulan adalah sebuah supercar elektrik bernama PF-Zero. Kabarnya, PF-Zero ini diproyeksikan sebagai penantang Bugatti Chiron, meski mesinnya murni ditenagai oleh energi listrik.

Pininfarina H2 Speed

Kedengarannya ambisius, akan tetapi Pininfarina dan Mahindra tidak sendirian. Mereka juga akan dibantu oleh pabrikan asal Kroasia, Rimac, yang belum lama ini memperkenalkan supercar elektrik bertenaga nyaris 2.000 hp. Wujudnya seperti apa memang belum ada yang tahu, tapi setidaknya mobil konsep Pininfarina H2 Speed (gambar atas) yang diungkap di tahun 2016 bisa memberikan sedikit gambaran.

Tiga mobil lainnya dikabarkan adalah SUV. Model teratasnya, PF-One, bakal mengemas baterai berkapasitas 140 kWh, serta motor elektrik dengan output daya total sebesar 950 hp. Dengan bekal seperti ini, akselerasi 0 – 100 km/jam bisa dengan mudah ditempuh dalam waktu kurang dari 3 detik.

Pengembangannya akan dimulai tahun ini juga (untuk PF-Zero), dengan jadwal rilis di tahun 2020. 2020 sepertinya bakal menjadi tahun yang menarik untuk sektor mobil elektrik, apalagi mengingat Tesla juga akan memulai produksi Roadster 2 di tahun tersebut.

Sumber: Autocar.

Supercar Elektrik Rimac C Two Diklaim Lebih Ngebut Lagi Ketimbang Tesla Roadster 2

Baru beberapa bulan lalu, Tesla menyingkap Roadster generasi kedua, yang diklaim sebagai mobil elektrik versi produksi tercepat sejagat. Sekarang, tampaknya ada yang tidak terima dengan klaim ini, dan mereka pun langsung memamerkan kreasinya yang diyakini lebih superior.

Mereka adalah Rimac Automobili, pabrikan ambisius asal Kroasia yang sempat menggemparkan dunia di tahun 2012 lewat sebuah supercar elektrik bernama Concept One. Mobil tersebut pada akhirnya hanya diproduksi sebanyak 8 unit, dengan banderol harga mencapai satu juta dolar.

Rimac C Two

Enam tahun berselang, Rimac C Two pun lahir. Dibanding Concept One, C Two datang membawa seabrek penyempurnaan, dan ia pun siap mematahkan rekor yang Tesla klaim bersama roadster. Juga penting adalah penamaannya yang tak lagi menggunakan istilah “Concept”, sebab Rimac berencana memproduksi C Two setidaknya sebanyak 150 unit.

Rimac C Two

150 memang kedengaran sedikit, tapi begitulah memang kalau yang kita bahas adalah supercar. C Two yang sasisnya terbuat sepenuhnya dari serat karbon ini diyakini dapat menghasilkan output daya sebesar 1.914 hp, dan akselerasi 0 – 100 km/jam hanya membutuhkan waktu 1,85 detik – cuma lebih cepat 0,05 detik ketimbang Roadster 2, tapi tetap saja lebih cepat.

Kecepatan maksimumnya mencapai angkai 415 km/jam, nyaris menyamai Bugatti Chiron. Kalau sedang tidak dibawa ngebut, C Two dipercaya dapat menempuh jarak sejauh 650 km sebelum baterai berdaya 120 kWh-nya perlu diisi ulang. Rimac tak lupa menyematkan dukungan teknologi fast charging, sehingga 80% kapasitas baterainya bisa terisi dalam waktu kurang dari setengah jam.

Rimac C Two

Dalam kecepatan normal C Two juga bisa mengemudi dengan sendirinya berkat sistem yang diklaim memenuhi standar Level 4 autonomy. Sistem ini terdiri dari 8 kamera, Lidar, 6 radar, dan 12 sensor ultrasonik. Kompleksitas data yang dikumpulkan semua komponen ini tentu saja membutuhkan daya pemrosesan yang tinggi, dan Rimac mengklaim sistem yang tersemat pada C Two punya daya setara 22 unit MacBook Pro.

Sayangnya sejauh ini Rimac masih bungkam soal jadwal pemasaran C Two. Terlepas dari itu, kehadiran Rimac C Two serta Tesla Roadster 2 setidaknya bisa menjadi indikasi akan habisnya masa kejayaan supercar bermesin bensin.

Sumber: Road & Track.

Ariel Hipercar Adalah Supercar Elektrik dengan 1.180 Tenaga Kuda

Faraday Future membuka tahun 2017 dengan sebuah SUV bertenaga listrik yang mampu berakselerasi lebih cepat ketimbang supercar terbaru Bugatti. Prototipe mobil bernama FF91 itu turut membuktikan kalau mobil elektrik juga bisa menghasilkan output daya di atas 1.000 tenaga kuda, dan fakta ini pun membuka peluang bagi lebih banyak supercar bertenaga listrik.

Adalah pabrikan otomotif asal Inggris, Ariel, yang baru-baru ini mencuri sorotan publik dengan mengumumkan bahwa mereka sedang mengerjakan supercar elektrik. Untuk sementara dijuluki Hipercar – yang disebut-sebut merupakan singkatan dari “High Performance Carbon Reduction – mobil berpenampilan garang ini menjanjikan daya sebesar 1.180 tenaga kuda.

Ariel Hipercar

Power sebesar itu datang dari empat motor elektrik, yang masing-masing bertugas menjadi penggerak tiap roda. 0 – 100 km/jam ia lalui dalam waktu 2,4 detik saja, sayang kecepatan maksimumnya dibatasi secara elektronik di angka 257 km/jam – saya yakin daya sebesar itu bisa melesat jauh lebih kencang lagi.

Kalau 1.180 hp terkesan terlalu mengerikan, Ariel juga bakal menawarkan varian berpenggerak dua roda yang hanya dilengkapi dua motor elektrik, yang otomatis memangkas output daya beserta torsinya hingga separuh. Baterainya datang dalam dua varian kapasitas, 42 kWh atau 56 kWh, namun Ariel ternyata juga akan melengkapinya dengan mesin micro-turbine 35 kW guna membuat jarak tempuhnya jadi lebih jauh lagi.

Ariel Hipercar

Secara desain, Hipercar tidak seperti dua mobil besutan Ariel sebelumnya – Atom dan Nomad – yang berdesain serba terbuka. Jika melihat gambarnya, Hipercar sangatlah pantas menyandang titel supercar berkat penampilannya yang cukup radikal – plus tentu saja, sepasang pintu gullwing. Ariel bilang mayoritas sasisnya dibentuk dari bahan aluminium, sedangkan bobotnya dirumorkan berkisar 1.600 kg.

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Ariel Hipercar bakal diluncurkan secara resmi pada tahun 2019, dan siap mengaspal mulai tahun depannya lagi. Harganya dipastikan tidak murah; bos Ariel bilang kalau mobil ini siap ditandingkan dengan supercar berharga di atas £1 juta, sehingga saya berasumsi banderolnya akan menyerempet angka itu.

Sumber: Autoblog dan Ariel Motor Company.

Sanggup Hasilkan 1.360 Tenaga Kuda, NIO EP9 Adalah Mobil Elektrik Tercepat Sejagat

Pernah mendengar nama NextEV? Kecuali Anda mengikuti kompetisi Formula E (Formula 1-nya mobil elektrik), kemungkinan besar Anda sama sekali tak mengenalnya. Perusahaan asal Tiongkok tersebut baru-baru ini membuat gebrakan dengan mengungkap mobil elektrik yang diklaim tercepat sejagat.

Klaim tersebut tidak datang tanpa bukti. Mobil elektrik bernama NIO EP9 ini telah mencatatkan rekor baru dengan menyelesaikan sirkuit Nürburgring dalam waktu 7 menit 5 detik saja. Tidak heran, mengingat NextEV banyak mengadaptasikan teknologi yang mereka pakai dalam Formula E ke mobil ini.

Empat buah motor elektrik dan empat gearbox terpisah menjadi rahasia di balik kegesitan NIO EP9 / NextEV
Empat buah motor elektrik dan empat gearbox terpisah menjadi rahasia di balik kegesitan NIO EP9 / NextEV

Rahasia kegesitannya terletak pada empat buah motor elektrik dan empat gearbox terpisah – sebagai pembanding, varian tercepat Tesla Model S hanya dibekali dua motor elektrik saja. Keempat motor elektrik ini sanggup menyemburkan daya sebesar 1 megawatt, atau kurang lebih setara 1.360 tenaga kuda.

Kecepatan maksimumnya mencapai angka 313 km/jam. Akselerasi 0 – 100 km/jam dapat ia tempuh dalam waktu 2,7 detik, 0 – 200 km/jam dalam 7,1 detik, dan 0 – 300 km/jam dalam 15,9 detik. Fenomenal!

Angka-angka di atas akan terdengar semakin mengejutkan setelah mengetahui bobot EP9 yang mencapai 1.735 kilogram – 635 kg sendiri berasal dari baterainya. Dengan baterai sebesar ini, EP9 bisa menempuh jarak 427 kilometer dalam satu kali charge, dan proses charging-nya sendiri hanya butuh waktu sekitar 45 menit.

NIO EP9 bukan sekadar konsep, hanya saja cuma ada 6 unit yang diproduksi / NextEV
NIO EP9 bukan sekadar konsep, hanya saja cuma ada 6 unit yang diproduksi / NextEV

Terlepas dari segala kelebihan dan keseksiannya, Anda akan kesulitan menjumpai NIO EP9 di jalanan. Pasalnya, NextEV hanya memproduksinya sebanyak enam unit, dan semuanya sudah berada di tangan para pendiri perusahaan meski banderol harga per unitnya diperkirakan mencapai angka 1,2 juta dolar.

Sebelum Anda beranjak kecewa, NextEV berencana untuk meluncurkan mobil elektrik lain di tahun 2017. Pastinya bukan kelas supercar seperti ini, tapi paling tidak harganya bisa lebih masuk akal untuk konsumen secara luas.

Sumber: Engadget dan Business Wire.