Survei Mastel-APJII: Pengguna Internet Butuh Campur Tangan Pemerintah Lindungi Privasi dan Data Pribadi

Mengenai perlindungan data pengguna internet, ada cerita yang saya alami sendiri beberapa hari yang lalu. Saya mencoba untuk hidup cashless, makanya di dalam ponsel saya sudah mengunduh ada beberapa aplikasi dompet elektronik. Saya pun rajin top up ketika dana sudah mau habis.

Sayangnya, saya sangat jarang sekali mengganti password untuk semua akun tersebut. Hingga akhirnya saya harus mengalami kejadian yang tidak mengenakkan, ketika saya ingin membayar sesuatu, tiba-tiba dana saya tidak cukup. Saya pun melaporkan hal tersebut ke CS dari perusahaan penyedia e-wallet tersebut, setelah diusut rupanya akun saya di-hack.

Pihak e-wallet tidak bisa berbuat banyak, boro-boro mengganti dana saya yang hilang. Mereka hanya bisa bilang, “Mohon kesediannya untuk menunggu informasi selanjutnya” dan menganjurkan saya untuk mendaftar ulang dengan alamat email yang berbeda.

Saya paham ucapan itu hanya pemberi harapan palsu. Sebagai nasabah, saya dikecewakan karena data privasi saya “bocor” dan nilai kepercayaan saya kepada perusahaan e-wallet tersebut jadi turun. Saya pun sadar dengan kesalahan saya sendiri yakni ogah update password.

Cerita saya ini menjadi cukup terwakili dengan hasil survei teranyar yang dilakukan oleh Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia) dan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) mengenai Konklusi Survey Ekosistem DNA (Device, Network & Apps).

Survei ini diikuti oleh 1.020 responden di seluruh Indonesia, dengan profil usia mayoritas berusia 19-36 tahun (82%), berjenis kelamin laki-laki (62%) berprofesi sebagai pelajar/mahasiswa (72%), dan besar belanja pulsa per bulan sekitar Rp50 ribu-Rp100 ribu (47%).

Ada tiga bagian yang disurvei oleh kedua lembaga ini, yakni perangkat, jaringan, dan aplikasi. Menariknya, di bagian ketiga tentang aplikasi bisa dilihat bahwa 95,1% responden mengatakan aplikasi yang diunduh di ponsel mereka adalah media sosial dikuasai oleh Instagram (82,6%), Facebook (66,5%), dan Path (49,6%).

Kemudian diikuti oleh aplikasi messenger/chatting dikuasai oleh Line (90,5%), Whatsapp (79,3%), dan BBM (33,1%). Lalu, di posisi ketiga aplikasi peta (73,7%%), e-commerce (61,1%), dan pesan tiket (43,4%).

Lebih dalam lagi dibahas bagaimana respons responden terkait kesadaran akan privasi data pribadi. Sebanyak 88% responden bilang, mereka mengetahui fitur lokasi dalam keadaan aktif maka jejak perjalanan akan terekam pada server penyedia aplikasi. Selain itu, sebanyak 87% responden mengatakan mereka menyadari konsekuensi dari pengisian data pribadi ke dalam aplikasi berpotensi mengganggu privasi.

Responden juga menyatakan, sebanyak 55% di antara mereka tidak selalu mengaktifkan fitur lokasi pada HP dan 95% bilang mereka tahu cara menonaktifkan fitur lokasi di HP.

Ditelusuri lebih jauh, sebanyak 92% responden memasukkan nama sebagai data pribadi yang pernah dimasukkan ke aplikasi, email (90%), no HP (82%), TTL (79%), alamat (65%), telepon (15%), kartu kredit (9%), dan pendapatan (8%).

Responden (85%) juga menyadari saat pertama kali menginstal aplikasi, telah dimintai izin oleh pengguna aplikasi untuk menggunakan microphone, kamera, dan data pribadi. Akibatnya, sebanyak 79% responden mengatakan sebenarnya mereka keberatan data dan informasi pribadi diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan.

Pada akhirnya, sebanyak 98% responden mengatakan mereka menyadari perlu perlindungan atas data pribadi di internet dan di angka yang sama responden merasa sebaiknya pemerintah mengatur perlindungan atas privasi dan data pribadi di internet.

Jawaban pemerintah

Kabar teranyar, dikutip dari Indotelko, akhirnya pemerintah meresmikan aturan soal perlindungan data pribadi yang tertuang dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen) No 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) ditetapkan 7 November 2016, diundangkan dan berlaku sejak 1 Desember 2016.

Aturan ini menyatakan data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Setiap penyelenggara sistem elektronik harus menyusun aturan internal perlindungan data pribadi sebagai bentuk tindakan pencegahan untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam perlindungan data pribadi yang dikelolanya.

Dalam aturan itu juga disebutkan bahwa data harus diverifikasi keakuratannya dan disimpan dalam bentuk data terenkripsi. Selain itu, aturan tersebut juga mengatur ketentuan pusat data dan pusat pemulihan bencana wajib ditempatkan dalam wilayah Indonesia.

Permen ini adalah satu dari 21 Permen turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) yang diundangkan dan berlaku sejak 15 Oktober 2012.

Tak sampai disini, pemerintah juga tengah menggodok Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Kabarnya sudah ada di meja parlemen.

“Undang Undang ini bukan hanya penting, tapi maha penting karena di tingkat ASEAN hanya Indonesia, Laos, dan Kamboja yang belum mempunyai UU tersebut,” ucap Pakar Komunikasi Politik Prof Dr Tjipta Lesmana dikutip dari Antara.

Dia bilang banyak masyarakat yang menjadi obyek sasaran penawaran produk komersial atau email, padahal yang bersangkutan tidak pernah memberikan data kepada perusahaan tersebut.

“Omzet operator seluler itu dari bisnis penawaran produk itu bisa mencapai triliunan rupiah. Masyarakat sudah merasa terganggu tapi tidak bisa berbuat banyak.”

Dari aksi pemerintah yang sudah cukup peduli tentang perlindungan data pribadi, sekarang tinggal implementasi di lapangan. Pemerintah harus tegas memberi hukuman kepada perusahaan yang sengaja “membocorkan” data pengguna untuk keuntungan pribadi.

Lalu, dari sisi pengguna internet itu sendiri harus lebih bijak, lebih selektif menggunakan aplikasi, dan harus rajin update password untuk meminimalisir potensi kejahatan siber di kemudian hari.

Laporan DailySocial: Kondisi Industri Fintech Indonesia Tahun 2016

Hari ini (5/12) DailySocial meluncurkan laporan hasil riset dengan tajuk “Indonesia’s Fintech Report 2016” untuk membantu entitas lokal dan luar negeri dala memahami kondisi fintech Indonesia di tahun 2016. Fokus riset ini lebih menitikberatkan pada entitas perusahaan atau layanan fintech yang bukan milik bank atau perusahaan telekomunikasi. Riset ini merupakan hasil kolaborasi antara DailySocial dengan Asosiasi Fintech Indonesia dan JakPat.

Beberapa poin menarik yang bisa ditemui dalam riset dengan 69 halaman dan melibatkan sekitar 1000 responden pengguna internet umum ini adalah:

  • Pertumbuhan pemain fintech baru tahun ini adalah yang tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya, mencapai 78% dengan jumlah pemain hingga 140.
  • Di antara pemain-pemain yang ada saat ini, 43% – nya masuk dalam kategori payment.
  • Jumlah investasi fintech yang tercatat mencapai Rp 486,3 miliar di tahun 2016 dengan East Ventures menjadi VC lokal paling aktif berinvestasi dengan delapan aktivitas investasi.
  • Istilah fintech sendiri masih belum begitu dikenal di kalangan pengguna internet secara umum. Dari 1000 responden yang mengikuti survei, hanya 28,34% yang mengatakan sudah pernah mendengarnya.
  • Pemain fintech saat ini merasa tantangan terbesar datang dari sisi regulasi yang masih belum jelas, kurangnya kolaborasi, kurangnya talenta yang memahami fintech, dan edukasi.

Bila ingin mengetahui lebih jauh hasil riset “Indonesia’s Fintech Report 2016” yang terdiri dari 69 halaman, Anda dapat mengaksesnya secara gratis setelah menjadi member DailySocial melalui tautan berikut ini.

Di samping survei ini, sebelumnya kami juga telah meluncurkan hasil survei yang menyoroti perilaku pengguna terhadap layanan digital, tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan e-commerce, penetrasi layanan kesehatan digital, pola mendengarkan musik di Indonesia pada tahun 2016, konsumsi mobile game, dan alat pembayaran non-tunai populer di Indonesia.

Survei DailySocial: Mayoritas Responden Pernah Berbelanja Aplikasi di Google Play

Hari ini (8/11) DailySocial kembali meluncurkan hasil survei yang kali ini bertajuk “Android User Behavior”. Kami mencoba untuk mengungkap bagaimana perilaku pengguna Android, khususnya di Indonesia, pada tahun 2016. Survei ini merupakan hasil kolaborasi DailySocial dengan JakPat untuk memberikan gambaran umum perilaku pengguna Android, mulai dari apa saja yang menjadi pertimbangan utama ketika ingin membeli perangkat baru, aktivitas yang paling sering dilakukan, hingga dana yang dimiliki untuk berbelanja Apps ataupun device baru.

Beberapa poin menarik yang bisa ditemui dalam survei yang melibatkan 1019 responden ini di antaranya adalah:

  • Dukungan jaringan 4G pada perangkat menjadi pertimbangan utama responden saat ini ketika akan membeli perangkat baru dengan persentase mencapai 37,19%.
  • Namun, brands juga harus mempertimbangkan faktor lain seperti Processor, RAM, Harga, dan Baterai yang berhasil masuk dalam daftar 5 besar pertimbangan utama responden untuk membeli smartphone baru.
  • Saat ini, Samsung masih merajai pasar dengan persentase yang mencapai 47,11%, jauh lebih tinggi dibandingkan brand yang lain
  • Di sisi distribusi platform Android, kami menemukan bahwa mayoritas responden dalam survei telah menggunakan Android versi terbaru dengan Android versi Lolipop yang memiliki persentasi paling tinggi yang mencapai 31,51%.
  • Dengan penetrasi perangkat Android yang terus meningkat, aktivitas belanja juga mengalami pertumbuhan dan dalam survei ini 50,34 responden menyatakan pernah berbelanja aplikasi atau melakukan in-app purchase di Google Play
  • Di sisi metode pembayaran, Carrier Billing, atau yang lebih akrab disebut potong pulsa, menjadi metode pembayaran paling populer di Google Play dengan persentase mencapai 54,23%.

Bila ingin mengetahui lebih jauh hasil survei “Android User Behavior” yang terdiri dari 28 halaman, Anda dapat mengaksesnya secara gratis setelah menjadi member DailySocial melalui tautan berikut ini.

Di samping survei ini, sebelumnya kami juga telah meluncurkan hasil survei yang menyoroti perilaku pengguna terhadap layanan digital, tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan e-commerce, penetrasi layanan kesehatan digital, pola mendengarkan musik di Indonesia pada tahun 2016, konsumsi mobile game, dan alat pembayaran non-tunai populer di Indonesia.

Survei DailySocial: Koleksi Musik, Layanan Gratis, dan Fitur Adalah Pertimbangan Utama Responden Beralih ke Layanan Musik Streaming

Era digital telah menggeser kejayaan industri musik yang dahulu mengandalkan penjualan fisik dari musik rekaman. Kini, menikmati musik lewat layanan streaming pun perlahan mulai mendapatkan perhatian pengguna. Dalam survei DailySocial bertajuk “Music Listening Pattern in Indonesia”, kami menemukan bahwa koleksi musik, adanya pilihan layanan gratis, dan kelengkapan fitur menjadi pertimbangan-pertimbangan utama responden untuk beralih ke layanan music streaming.

Layanan streaming di Indonesia sebenarnya baru naik ke permukaan dalam dua atau tiga tahun belakangan dan mulai mendapat perhatian ketika Joox dan Spotify ikut meramaikan pasarnya. Adopsinya pun tidak begitu tinggi karena hanya 29,54% responden dalam survei yang menyatakan telah menikmati musik secara streaming. Sedangkan 70,46% sisanya masih betah mendengarkan musik secara offline, tidak terhubung ke internet.

Meski begitu, masa depan industri musik streaming di Indonesia masih cerah. Walau saat ini mayoritas responden masih betah jadi pendengar musik secara offline, kami menemukan bahwa 50,29% dari mereka menyatakan bersedia untuk beralih ke layanan musik streaming.

Alasan-alasan responden untuk beralih ke layanan streaming / Survei DailySocial
Alasan-alasan responden untuk beralih ke layanan streaming / Survei DailySocial

Tiga pertimbangan utama yang menjadi alasan beralih adalah kelengkapan koleksi musik, ketersediaan pilihan untuk menikmati layanan secara gratis, dan kelengkapan fitur. Pertimbangan lainnya seperti kemudahaan penggunaan, streaming yang mulus, fitur mendengarkan offline, harga yang terjangkau, dan pilihan pembayaran yang lebih luas baru mengikuti setelahnya.

Sedangkan di sisi para responden yang enggan beralih, kami menemukan bahwa alasan seperti koneksi yang lambat, layanan berbayar, dan layanan tersebut sulit untuk digunakan menjadi tiga alasan teratas mereka untuk tetap setia dengan caranya saat ini, mendengarkan musik secara offline.

Alasan-alasan responden yang enggan beralih ke layanan streaming / Survei DailySocial
Alasan-alasan responden yang enggan beralih ke layanan streaming / Survei DailySocial

Data menarik lainnya yang kami dapatkan datang dari sisi reponden yang saat ini sudah menikmati layanan musik streaming. Selain sudah memiliki layanan favoritnya masing-masing, kami juga menemukan beberapa alasan mereka untuk menggunakan layanan streaming. Tiga di antaranya yang menduduki peringkat teratas adalah untuk menghemat ruang penyimpanan perangkat, kelengkapan koleksi musik, dan kemudahan untuk menggunakan layanannya.

Alasan-alasan para responden untuk menggunakan layanan streaming / Survei DailySocial
Alasan-alasan para responden untuk menggunakan layanan streaming / Survei DailySocial

Laporan survei dengan tajuk “Music Listening Pattern in Indonesia” yang diterbitkan DailySocial pada September lalu ini adalah hasil kerja sama DailySocial dengan JakPat. Diharapkan survei yang melibatkan 1015 responden ini bisa memberikan gambaran makro terkait pola mendengarkan musk di era digital saat ini, terutama untuk mereka yang bergelut di industri musik Indonesia.

Bila Anda tertarik untuk mengetahui lebih jauh, Anda bisa mengunduh laporan lengkapanya setelah menjadi member DailySocial melalui tautan ini.

Survei DailySocial: Pengembang Mobile Game Lokal Masih Belum Begitu Dikenal Responden

Industri game di Indonesia telah berkembang cepat dalam beberapa dekade belakangan dan di tahun 2013 saja industri game online disebutkan memperoleh pemasukan mencapai $190 juta (Rp 2,4 triliun). Dengan tingkat pertumbuhan pengguna mobile yang tinggi saat ini, melalui survei “Mobile Game Consumption in Indonesia” kami mencoba memberikan gambaran besar mengenai perilaku pemain terhadap perkembangan mobile game di Indonesia.

Survei ini merupakan hasil kerja sama DailySocial dengan Jakpat yang melibatkan 516 responden. Beberapa data menarik yang ditemukan dalam survei yaitu:

  • Tingkat awareness responden terhadap kehadiran pengembang mobile game lokal tidak begitu tinggi, tetapi juga tidak terlalu rendah. Hanya 49,61% responden yang mengaku tahu mengenai keberadaan pengembang game lokal.
  • Dengan persentase mencapai 52,91%, media sosial menjadi sumber informasi utama responden untuk mengetahui keberadaan pengembang mobile game lokal.
  • Di tahun 2016, genre mobile game Adventure, Strategy, Puzzle, Action, dan Arcade menjadi lima genre paling dipilih untuk dimainkan.
  • Kesediaan untuk membayar sebuah mobile game tidak tinggi, karena 74,03% responden menyatakan enggan untuk membayar untuk memainkan mobile game.
  • Bagi responden yang bersedia membayar, carrier billing menjadi metode pembayaran pilihan 66,42% responden

Bila ingin mengetahui lebih jauh survei “Mobile Game Consumption in Indonesia”, Anda bisa mengaksesnya secara cuma-cuma setelah menjadi member DailySocial melalui tautan ini.

Di samping survei ini, DailySocial juga telah menerbitkan beberapa survei lain dengan topik yang berbeda-beda, mulai dari perilaku terhadap layanan digital, tingkat kepuasan terhadap layanan e-commerce, penetrasi startup teknologi di sektor kesehatan, pola mendengarkan musik, hingga alat pembayaran non-tunai.

Survei DailySocial: YouTube adalah Platform Favorit Responden Indonesia Nikmati Musik Streaming

Industri musik kini telah berubah seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Jika dahulu penjualan rekaman fisik begitu berjaya, kini era tersebut bergeser ke digital yang belakangan mengerucut ke layanan streaming. Lewat survei DailySocial dengan tajuk “Music Listening Pattern in Indonesia”, kami menemukan beberapa data menarik dan salah satunya adalah keluarnya YouTube sebagai platform favorit untuk mendengarkan musik secara streaming yang dipilih 74,23% responden.

Layanan streaming di Indonesia sendiri mulai mencuat dalam dua atau empat tahun belakangan dan mulai ramai ketika Joox dan Spotify ikut masuk ke pasar. Pun begitu, adopsinya masih terbilang rendah karena hanya 29,54% responden dalam survei kami yang saat ini menikmati musik secara streaming. 70,46% sisanya masih mendengarkan musik secara offline, tidak terhubung ke internet sama sekali.

Untungnya arahnya memang sudah ke ranah digital. Dari 74,46% responden yang mendengarkan musik secara offline, 58,21% yang telah menempatkan unduhan gratis sebagai prioritas utama untuk mendapatkan musik yang ingin didengarkan.

Platform favorit untuk mendengarkan musik secara streaming / Survei DailySocial
Platform favorit untuk mendengarkan musik secara streaming / Survei DailySocial

Di sisi lain, responden yang mulai menikmati musik secara streaming juga telah memiliki layanan favoritnya masing-masing. Dalam survei ini YouTube adalah platform favorit yang dipilih oleh 74,23% responden untuk mendengarkan musik secara streaming. Posisi berikutnya ditempati oleh Joox dengan 35,74% yang diikuti oleh Spotify dengan 20,96%. Sayang, tidak ada pemain lokal yang naik ke permukaan seperti pada survei sebelumnya.

Joox sendiri bergabung di pasar streaming Indonesia lebih dahulu pada tahun 2015 yang tidak lama kemudian diikuti dengan masuknya Spotify secara resmi di tahun berikutnya lewat kerja sama dengan Indosat Ooredoo.

Pengguna layanan free streaming dan paid streaming / Survei DailySocial
Pengguna layanan free streaming dan paid streaming / Survei DailySocial

Satu hal yang harus diperhatikan oleh para pemain layanan streaming di Indonesia adalah soal monetisasi layanan. Dalam survei ini kami menemukan bahwa mayoritas responden (89,69%)  saat ini menikmati layanan free streaming. Ini sejalan dengan survei sebelumnya yang menemukan bahwa 88,04% responden enggan membayar untuk menikmati layanan streaming.

Pada fase awal penetrasi layanan streaming di Indonesia ini pengguna lebih menginginkan ketersediaan layanan streaming secara gratis. Kalaupun harus membayar, harga yang dianggap masuk akal oleh 76,55% responden adalah di bawah Rp 49.000 untuk berlangganan per bulan.

Mayoritas pendengar musik secara offline bersedia untuk beralih ke layanan streaming / Survei DailySocial
Mayoritas pendengar musik secara offline bersedia untuk beralih ke layanan streaming / Survei DailySocial

Berita baiknya, dari 74,46% responden pendengar musik offline, ada 50,49% responden yang menyatakan ingin pindah ke layanan streaming. Sedangkan 49,71% lainnya masih betah dengan cara offline karena menganggap koneksi untuk menikmati layanan streaming di Indonesia saat ini masih lambat.

Laporan “Music Listening Pattern in Indonesia”  yang diterbitkan oleh DailySocial pada September silam ini merupakan hasil kerja sama DailySocial dengan JakPat. Harapannya, melalui survei ini para pelaku industri musik bisa mendapatkan gambaran makro terkait dengan pola mendengarkan musik di era digital saat ini.

Bila Anda tertarik untuk mengetahui lebih jauh, Anda bisa mengunduh laporan lengkapnya setelah menjadi member DailySocial melalui tautan ini.

Survei DailySocial: Informasi Kesehatan Adalah Konten Paling Dicari dari Startup Teknologi Kesehatan

Salah satu sektor yang kini tengah menjadi perhatian beriringan dengan pertumbuhan startup yang makin menjamur adalah sektor kesehatan. Pun begitu, dalam survei DailySocial dengan tajuk “Indonesia’s Digital Healthcare Services Penetration Survey” kami menemukan bahwa penetrasi startup teknologi kesehatan masih rendah karena hanya 36,92 persen responden yang menyatakan tahu mengenai keberadaannya. Selain itu, kami juga menemukan bahwa di tahap awal ini informasi seputar kesehatan adalah konten yang paling dari startup teknologi kesehatan.

Konten informasi yang paling banyak dicari dalam layanan startup teknologi di sektor kesehatan / Survei DailySocial
Konten informasi yang paling banyak dicari dalam layanan startup teknologi di sektor kesehatan / Survei DailySocial

Berdasarkan data survei, ada tiga konten informasi yang paling dicari dari layanan startup teknologi di sektor kesehatan saat ini yang secara berurutan adalah Informasi Gejala Penyakit (29,38%), Tips Kesehatan (25,61%), dan Berita seputar kesehatan (17,79%). Sedangkan layanan seperti konsultasi online dan informasi obat hanya mendapat persentase sebesar 11,05 persen dan 7,01 persen. Belum begitu populer.

[Baca juga: Survei DailySocial: Layanan Streaming Belum Jadi Metode Utama Saat Mendengarkan Musik]

Hal tersebut sedikit banyak berdampak kepada popularitas startup teknologi di sektor kesehatan yang ada di Indonesia. Dokter.id, KlikDokter, dan Alokdokter pun menjadi tiga startup teknologi di sektor kesehatan paling populer yang digunakan oleh responden dalam survei. Selain memulai lebih awal, ketiganya juga memang menyajikan konten informasi seputar kesehatan yang paling dicari oleh responden survei.

Populartitas startup teknologi di sektor kesehatan / Survei DailySocial Populartitas startup teknologi di sektor kesehatan / Survei DailySocial

Data menarik lainnya yang kami temukan yaitu mengenai sumber informasi keberadaan startup teknologi kesehatan. Dari 36,92 persen yang mengetahui keberadaan startup teknologi kesehatan, 42,59 persen responden menyebutkan bahwa media sosial seperti Facebook dan Twitter adalah sumber informasi utama mereka mengetahui startup kesehatan di Indonesia. Ini adalah hal yang wajar mengingat Indonesia sendiri adalah salah satu negara dengan pengguna Facebook terbanyak di dunai.

Meski di tahap awal ini penetrasi startup teknologi di bidang kesehatan masih rendah, namun bila dilihat dari sudut pandang lain artinya ruang untuk tumbuh masih terbuka lebar. Toh pasar industri kesehatan sendiri secara umum diramalkan akan menyentuh $21 miliar (sekitar Rp273 triliun) di tahun 2019 nanti.

Hal paling esensial saat ini bagi startup teknologi di sektor kesehatan adalah keterlibatan pihak yang mengerti dan memahami bagaimana industri kesehatan bekerja agar komunikasi antara pelaku dan lembaga kesehatan yang sudah ada bisa berjalan lancar.

[Baca juga: Survei DailySocial: Mayoritas Responden Optimis Alat Pembayaran Non-Tunai Bisa Menggantikan Tunai di Masa Depan]

Laporan “Indonesia’s Digital Healthcare Services Penetration Survey” yang diterbitkan oleh DailySocial pada Agustus silam ini merupakan hasil kerja sama DailySocial dengan JakPat. Harapannya, melalui hasil survei ini para pelaku bisnis bisa mendapatkan gambaran makro mengenai penetrasi layanan startup teknologi di sektor kesehatan hingga alasan apa saja yang membuat responden menggunakan layanan tersebut.

Bila Anda tertarik untuk mengetahui lebih jauh, Anda bisa mengunduh laporan lengkapnya setelah menjadi member DailySocial melalui tautan ini.

Survei DailySocial: Mayoritas Responden Optimis Alat Pembayaran Non-Tunai Bisa Menggantikan Tunai di Masa Depan

Hari ini (5/10) DailySocial meluncurkan hasil survei dengan tajuk “Popular Cashless Payment Instrument in Indonesia”. Melalui survei kali ini, kami mencoba mencari tahu popularitas alat pembayaran non-tunai di Indonesia dan bagaimana responden menggunakan alat pembayaran tersebut. Survei DailySocial ini merupakan hasil kolaborasi DailySocial dengan JakPat untuk memberikan gambaran besar mengenai penetrasi alat pembayaran non-tunai di Indonesia secara umum, alasan menggunakan alat pembayaran non-tunai, hingga bagaimana responden menggunakannya.

Beberapa poin menarik yang dapat ditemui dalam hasil survei yang melibatkan 1028 responden ini di antaranya adalah:

  • Secara umum, penetrasi alat pembayaran non-tunai di Indonesia sudah cukup baik karena 82,39% responden menyebutkan telah mengetahui dan menggunakan secara aktif alat pembayaran non-tunai.
  • Pun begitu, masih ada 17,61% responden yang ingin tetap menggunakan tunai sebagai alat pembayaran utama.
  • Dalam survei ini, ATM mendominasi sebagai alat pembayaran non-tunai dengan persentase mencapai 90,67%.
  • Penggunaan non-tunai untuk pembayaran berkala seperti tagihan listrik & air, asuransi, cicilan, hingga pendidikan masih belum jadi prioritas karena persentasenya tidak ada yang melebihi 30%.
  • Berita baiknya, 67,32% responden percaya bahwa pembayaran non-tunai bisa menggantikan alat pembayaran tunai di masa depan nanti.

Bila ingin mengetahui lebih lanjut hasil survei “Popular Cashless Payment Instrument in Indonesia” yang terdiri dari 27 halaman, Anda dapat mengaksesnya secara cuma-Cuma setelah menjadi member DailySocial.

Selain survei ini, DailySocial juga sebelumnya telah meluncurkan survei yang menyoroti perilaku pengguna terhadap layanan digital, tingkat kepuasan terhadap layanan e-commerce, penetrasi layanan kesehatan digital, dan pola mendengarkan musik di Indonesia tahun 2016.

Survei DailySocial: Layanan Streaming Belum Jadi Metode Utama Saat Mendengarkan Musik

Di tahun 2015 DailySocial pernah melakukan survei untuk mengetahui bagaimana adopsi layanan streaming di Indonesia. Kini, kami melakukan hal yang tak jauh berbeda melalui survei “Music Listening Pattern in Indonesia” yang diterbitkan hari ini. Survei ini merupakan hasil kerja sama DailySocial dan JakPat untuk memberikan gambaran mengenai pola mendengarkan musik saat ini dengan melibatkan 1015 responden.

[Baca juga: Laporan: Mayoritas “Online Shopper” Puas dengan Layanan E-Commerce di Indonesia]

Ada beberapa hal menarik yang ditemukan dalam laporan ini, yaitu:

  • Hanya 29,54% responden saat ini mendengarkan musik melalui layanan streaming, sedangkan 70,46% sisanya masih memilih jalur offline.
  • Jalur offline ini artinya responden tidak terhubung dengan internet sama sekali ketika mendengarkan musik. Ada 58,21% responden yang menempatkan free download sebagai prioritas utama sumber untuk mendengarkan musik.
  • Pun demikian, 50,29% responden menyatakan kenginannya untuk pindah ke layanan streaming.

[Baca juga: DailySocial.id Luncurkan Laporan Perilaku Konsumen Digital Indonesia 2016]

  • Yang harus diperhatikan di tahap awal penetrasi layanan streaming musik di Indonesia adalah fakta bahwa tidak banyak yang berminat untuk membayar layanan musik streaming. 89,69% responden survei menyebutkan bahwa mereka adalah free user.
  • Dalam survei kali ini, YouTube berhasil keluar sebagai platform favorit untuk mendengarkan streaming musik dengan persentase mencapai 74,23%, diikuti Joox di posisi kedua dan Spotify di posisi ketiga.

[Baca juga: Indonesia’s Digital Healthcare Services Penetration Survey]

Hasil lengkap dari survei Dailysocial “Music Listening Pattern in Indonesia” yang terdiri dari 27 halaman ini dapat diunduh secara gratis melalui tautan ini setelah Anda menjadi member DailySocial.

Survei DailySocial: Iklan Facebook dan Instagram Berperan Besar dalam Mendorong Keputusan Berbelanja Online di Indonesia

Survei DailySocial dengan tajuk Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 yang terbit pada Agustus 2016 lalu adalah survei yang menyoroti perubahan perilaku konsumen di berbagai sektor bisnis digital. Ada banyak hal menarik yang ditemukan, salah satunya terkait dengan dampak iklan terhadap pengambilan keputusan untuk berbelanja online. Berdasarkan data survei ditemukan bahwa iklan Facebook, Instagram, dan Google adalah iklan yang paling berperan dalam mendorong keputusan masyarakat untuk berbelanja online.

Iklan Facebook memiliki persentase paling tinggi di antara pilihan-pilihan lain yang dengan persentase mencapai 38 persen. Iklan Instagram mengikuti di posisi kedua dengan 24 persen dan iklan Google di posisi ketiga dengan 15 persen. Media iklan tradisional seperti billboard hanya dipilih oleh 11 persen responden dan Twitter ada di posisi buncit dengan hanya satu persen responden yang memilihnya.

Dampak dari iklan digital terhadap pengambilan keputusan berbelanja online masyarakat / Survei DailSocial
Dampak dari iklan digital terhadap pengambilan keputusan berbelanja online masyarakat / Survei DailSocial

Bertenggernya Facebook di posisi pertama sebenarnya merupakan hal yang wajar mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan basis pengguna Facebook yang besar. Hal yang sama juga berlaku untuk Instagram yang ada di posisi kedua dengan mayoritas penggunanya adalah generasi milenial. Ini diperkuat oleh temuan dari survei JakPat terbaru tentang tren media sosial yang menyebutkan Facebook hingga kini masih mendominasi sebagai media sosial populer di Indonesia.

Dengan popularitas media sosial seperti Facebook dan Instagram, para pemasar digital harusnya mulai memikirkan strategi terbaik mereka untuk berkampanye di dua saluran tersebut. Selain untuk mendatangkan trafik, besar kemungkinan kedua saluran itu bisa mendatangkan pengguna baru untuk bisnis seperti para generasi milenial. Pun begitu, pelaku e-commerce juga perlu mempertimbangkan beberapa faktor lain bila ingin memaksimalkan potensi saluran iklan Facebook, Instagram, ataupun Google.

Berdasarkan data survei, harga adalah faktor utama yang jadi pertimbangan 42 persen responden sebelum memutuskan untuk melakukan transaksi jual beli online. Hal tersebut berbanding lurus dengan 40 responden menganggap diskon adalah kampanye promo paling atraktif bila ingin berbelanja online. Sedangkan kampanye free shipping mengikuti setelahnya dengan persentase mencapai 32 persen.

Kampanye dan promo favorit pebelanja online bila ingin belanja / Survei DailySocial
Kampanye dan promo favorit pebelanja online bila ingin belanja / Survei DailySocial

Dunia e-commerce memang tengah menjadi sektor paling bergairah di bisnis digital Indonesia dengan potensinya yang masih besar. Meski masih ada banyak tantangan untuk diselesaikan, namun e-commerce Indonesi juga tidak perlu dicemaskan pertumbuhannya.

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 yang diterbitkan oleh DailySocial ini merupakan hasil kerja sama Dailysocial dengan JakPat. Harapannya, melalui laporan ini para pelaku bisnis bisa mendapaktan gambaran makro mengenai kebiasaan masyarakat dalam menggunakan layanan digital dewasa ini.

Anda yang tertarik untuk menggali lebih jauh dapat mengunduh laporan lengkapnya setelah menjadi member DailySocial melalui tautan ini.