Hubungan Erat Pandemi dan Masa Depan Teknologi Pengenal Wajah

Merebaknya corona virus disease 2019 (Covid-19) menuntut perubahan perilaku masyarakat di aspek kesehatan. Salah satunya yang paling sederhana dan juga paling penting adalah penggunaan masker ketika berada di luar rumah.

Masker adalah kebutuhan utama umat manusia selama pandemi saat ini. Tentu saja di mana-mana masih ada saja orang yang abai soal ini. Seperti yang disampaikan World Health Organization (WHO), keberadaan masker begitu esensial sehingga mereka merekomendasikan semua orang memakainya. Rekomendasi itu berubah dari sebelumnya hanya untuk tenaga kesehatan dan pasien saja.

Penggunaan masker yang masif saat ini ternyata berimbas terhadap perkembangan teknologi, khususnya teknologi pengenal wajah. Maklum, penggunaan masker ini artinya pekerjaan rumah baru bagi perusahaan visual artificial intelligence yang harus menciptakan pembaruan untuk mengenali wajah di balik masker.

Masker tak lagi masalah

Masker ternyata bukan masalah rumit untuk ditembus oleh perusahaan produsen visual artificial intelligence. Sebagai perusahaan di negara dengan populasi kamera pengawas terbanyak di seluruh dunia, Hanwang menemukan teknologi untuk menembus masker sepertinya bukan perkara sulit bagi mereka.

Hanwang adalah salah satu perusahaan pencipta teknologi pengenal wajah terkemuka di Tiongkok. Program pengenal wajah mereka dapat mengidentifikasi wajah tanpa masker hingga 99,5%. Pada pertengahan Maret lalu Hanwang mengungkap mereka sudah bisa mengenali wajah di balik masker. Akurasinya pun tidak main-main–hingga 95%. Lebih canggih lagi, teknologi ini bisa terhubung dengan sensor temperatur agar sistem bisa mengidentifikasi sehat atau tidaknya seseorang.

Algoritma teknologi pengenal wajah biasanya bekerja dengan memindai dan mengumpukan sejumlah data points dari wajah seseorang. Bagian-bagian krusial wajah yang dapat dikenali itu ada di jarak antarmata serta struktur hidung dan dagu. Tutupi bagian itu, maka algoritma akan sulit mengidentifikasi wajah.

Teknologi Hanwang terhubung dengan foto dari 1,2 miliar orang dari pangkalan data kepolisian Tiongkok. Sistem mereka dengan menebak seperti apa wajah seseorang yang ada di pangkalan data jika menggunakan masker. Teknologi Hanwang ini memang masih terus berkembang, tapi perusahaan percaya diri permintaan produk mereka ini akan datang dari seluruh dunia menyusul situasi pandemi.

Hanwang tentu bukan satu-satunya yang punya kemampuan tersebut. Ada Facewatch asal Inggris yang mengklaim punya teknologi serupa. Ada juga SAFR yang berasal dari Amerika Serikat. Namun sejauh ini sepertinya hanya Hanwang teknologinya sudah digunakan di publik. Produk Hanwang dikabarkan dipakai oleh otoritas Hong Kong untuk mengidentifikasi peserta aksi protes di sana.

Berlomba untuk mengelabui

Meningkatnya kecerdasan visual AI dalam memindai wajah orang-orang bermasker tentu membawa manfaat di situasi pandemi seperti sekarang. Contoh paling mudah adalah untuk mengawasi dan melacak keberadaan orang-orang yang berpotensi terjangkit virus.

Namun kemajuan teknologi ini jelas punya efek samping bagi pemegang kekuasaan. Perlu diingat dalam situasi pandemi ini, selalu ada peluang bagi negara otoritarian melebarkan cengkeramannya terhadap hak-hak sipil.  Human Rights Watch sudah mencatat hal itu sudah terjadi di Tiongkok, Thailand, Turki, Kamboja, Venezuela, dan Mesir.

Potensi yang tak diinginkan itu bisa terjadi dari teknologi pengenal wajah yang memakai masker tadi. Bayangkan potensi di sebuah negara dengan aparatus yang represif menghadapi aksi protes. Dengan teknologi semacam ini, mereka dapat dengan mudah melakukan profiling peserta aksi protes yang sudah mengikuti aturan berlaku. Di tangan kekuasaan yang represif, masker dapat dianggap salah satu penghalang untuk menjinakkan gelombang perlawanan.

Itu sebabnya berbagai pihak memutar akal untuk mengalahkan kepintaran visual AI tadi. Dari sejumlah perlawanan terhadap bentuk surveilans berlebih itu ada perempuan bernama Kate Rose. Rose punya latar belakang cukup unik yakni analis keamanan siber sekaligus desainer fesyen. Kombinasi keduanya memungkinkan Rose mendirikan Adversarial Fashion, lini busana anti-surveilans.

Adversarial Fashion punya banyak produk untuk membantu pelanggannya terhindar dari kamera pengawas. Mereka punya masker dengan pola khusus untuk menangkis kamera pengenal wajah hingga kaos dengan gambar pelat nomor kendaraan untuk mengelabui kamera pemindai pelat nomor.

“Hak-hak privasi harus lebih ditegakkan, dalam hal melindungi hak Anda atas data yang dikumpulkan tentang Anda yang memerlukan surat perintah,” kata Rose.

Rose hanya salah satu yang punya inisiatif tersebut. Jika Rose memadukan pengetahuannya di bidang fesyen untuk membuat penangkal kamera pengenal wajah, beberapa yang lain menggunakan riasan. Ada teknik riasan yang mencegah kamera melihat wajah dan ada juga riasan yang justru memperbanyak wajah.

Namun teknik riasan ini tak akan berdaya di sistem pengenalan wajah berbasis sinar inframerah seperti yang dipakai di iPhone. Itu sebabnya muncul teknik lain berbentuk topi LED. Topi ini bisa memproyeksikan sinar inframerah untuk mengacaukan algoritme pengenal wajah.

Para inovator teknologi pengenal wajah pun tak akan tinggal diam melihat beragam teknik anti-surveilans di atas. Mereka akan menganggapnya sebagai tantangan yang perlu ditaklukkan sebagaimana Hanwang menaklukkan masker. Maka bukan mustahil, wabah Covid-19 ini justru akan mempercepat inovasi-inovasi tingkat lanjut dari teknologi pengenal wajah.

[Computex 2019] Synology Perkenalkan Solusi Storage Enterprise yang Lengkap

Setiap tahunnya, Computex selalu diadakan di kota Taipei di negara Taiwan. Ajang komputer terbesar di Asia ini memang mengundang minat tidak hanya para pebisnis yang ingin menjual peripheral komputer, namun juga para wartawan yang haus akan berita baru. Di tahun 2019 ini, Dailysocial secara khusus diundang oleh Synology yang selalu dikenal dengan produk Network Attached Storage mereka di Indonesia.

Synology Computex 2019 - Computex 2019

Produk dari Synology sendiri tidak hanya berkisar pada NAS saja. Saat ini, mereka memiliki produk router serta server yang selalu siap dijual kepada perusahaan-perusahaan besar. Yang sepertinya belum diketahui oleh banyak orang adalah ternyata Synology memiliki beberapa solusi lengkap untuk perusahaan dalam menyimpan data mereka. Hal inilah yang mereka perkenalkan di ajang Computex 2019.

Computex 2019 sendiri diadakan pada beberapa lokasi di Taipei, Taiwan. Pada tahun 2019, perhelatan terbesarnya terpusat di Nangang yang saat ini sudah memiliki dua gedung besar. Infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah Taiwan pun juga sangat apik, karena selain terhubung dengan MRT jalur biru yang dikenal dengan Bannan Line, pada saat perhelatan Computex, bis-bis gratis yang dapat mengantarkan pengunjung dari hotel ke gedung pameran dan sebaliknya pun tersedia banyak.

Akan tetapi, Synology kali ini tidak membuka booth pada Computex 2019. Secara eksklusif, kami diundang oleh mereka langsung ke gedung yang menempati kantor barunya. Gedung yang bernama Taipei Far Eastern Telecom Park tersebut terletak pada kota New Taipei.

Synology Computex 2019 - Auf

Untuk dapat memenuhi undangan Synology, saya pun harus datang ke sana dengan menggunakan MRT jalur biru atau Bannan. Perjalanan dari hotel saya yang terletak di bilangan Ximen memakan waktu sekitar 45 menit untuk mencapai stasiun Far Eastern Hospital. Setelah itu, dari stasiun menuju ke Telecom Park membutuhkan waktu 15 menit berjalan kaki.

Sesampainya di sana, kami langsung disambut oleh Beata Chu, Marketing Specialist yang sering berkunjung ke Indonesia. Tentunya, saya cukup tergelitik untuk menanyakan mengapa Synology tidak membuka sebuah booth di Computex 2019. Beata pun menjawab dengan cukup diplomatis, “Computex 2019 sebenarnya ditujukan agar para produsen bisa menjual produknya ke seluruh dunia dengan memamerkan segala yang baru di sana. Mereka juga ingin membuka channel sebanyak mungkin. Synology sudah memiliki channel yang lengkap sehingga kami sebenarnya tidak perlu lagi membuka di sana”.

Kami pun diperkenalkan dengan seseorang yang bernama Clara Hsu, seorang Sales Specialist yang ternyata berasal dari Indonesia. Hal ini cukup melegakan karena walaupun kami dan para pegawai Synology cukup fasih berbahasa Inggris, namun masih ada kendala pada aksen yang digunakan oleh masing-masing orang. Komunikasi pun menjadi sangat lancar berkat kehadiran Clara.

Synology membuka sebuah pameran sendiri pada gedung Telecom Park tersebut yang terletak pada lantai dasar. Acara tersebut pun dinamakan Synology Solution Exhibition 2019 yang memamerkan semua hardware dan software yang dimiliki oleh Synology.

Solusi server merupakan hal yang paling ditonjolkan pada acara kali ini. Saat kami memasuki area pameran, Yang cukup menarik adalah server yang diperlihatkan kali ini menggunakan media penyimpanan berbasis flash, yaitu Solid State Drive (SSD). Tiga server yang menggunakan SSD adalah FS3400, FS3600, dan FS6400.

FS3400 menggunakan prosesor Intel Xeon D-1541 dengan RAM 16 GB yang dapat ditambah hingga 128 GB. Di dalamnya terdapat 24 rak untuk dipasangkan SSD hingga 500 TB. Model ini juga mendukung penggunaan dua PSU serta penambahan laci  sehingga dapat ditambahkan hingga 48 rak.

FS3600 juga mendukung 24 rak. Akan tetapi, prosesor yang digunakan lebih kencang dari FS3400, yaitu Intel Xeon D-1567 dengan RAM 16 GB yang dapat ditambahkan hingga 128 GB. Terakhir adalah FS6400 yang menggunakan prosesor Intel Xeon Silver4110 yang dapat dipasangkan RAM hingga 512 GB. FS6400 mendukung hingga 72 rak.

Ketiga produk ini nantinya akan tersedia mulai kuartal ke tiga tahun 2019. Namun saat ditanyakan, belum ada kepastian apakah Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa mendapatkan ketiga server tersebut.

Synology Desktop

Setelah memperkenalkan server,  Synology pun memperkenalkan kemampuan server mereka saat menjalankan virtual machine. Saat ini, Synology merekomendasikan untuk menggunakan maksimal 24 VM agar sistem dapat dioperasikan bersamaan secara optimal. Jika ingin lebih dari itu, Synology menyarankan untuk melakukan clustering agar lebih maksimal.

Selain untuk menggunakannya sebagai penyimpanan VM, Synology pun juga memiliki solusi untuk keamanan. Tidak hanya dari penggunaan storage saja, ternyata Synology memiliki software dan hardware canggih untuk keamanan. Saat ini Synology telah memiliki CCTV untuk dapat melakukan deteksi kasus-kasus tertentu.

Software pengawasan dari Synology dapat dipasang sesuai dengan profile-profile tertentu. Misalkan saja menggunakan kamera pengawasan untuk menjadi sebuah alat penghitung berapa orang yang sudah masuk ke sebuah pintu. Contoh lainnya, Synology mendemokan adanya orang yang sedang berjalan di trotoar depan sebuah rumah, di mana parameter untuk keamanan telah dipasang tepat di depan pintu. Pada saat orang tidak menginjak area yang sudah ditetapkan, alarm tidak akan berbunyi. Cukup canggih bukan?

Synology Computex 2019 - VisualStation

Alat untuk keamanan ini salah satunya adalah VisualStation VS960HD yang bisa memproses hingga 96 kamera dengan kualitas 720p. Kamera yang digunakan pun diklaim dapat menggunakan merek apa saja, bahkan yang sudah ada dipasaran. Nantinya video dapat dihasilkan dengan menggunakan H.265. Synology pun juga menekankan bahwa VS960HD dapat bekerja pada rentang suhu -20 derajat sampai 50 derajat celcius.

Synology Computex 2019 - VS with Camera

Tidak hanya untuk perusahaan besar saja, pada acara kali ini Synology juga memperlihatkan beberapa DiskStation NAS terbaru mereka. Dua di antaranya adalah DS620 Slim dan DS419 Slim. DS620 Slim menggunakan prosesor Intel Celeron J3355 yang berkecepatan 2 GHz serta memiliki enam bay yang dapat menampung hard disk hingga kapasitas 24TB. DS419 Slim menggunakan empat bay dan menggunakan prosesor Marvell Armada.

Synology Computex 2019 - DiskStation

Belum jelas apakah Synology akan langsung memboyong solusi mereka ke Indonesia dalam waktu dekat ini. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa Synology saat ini sudah menjadi pilihan solusi bagi beberapa perusahaan ternama, seperti kosmetik Shiseido dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri, Synology mengklaim bahwa solusi mereka telah dipakai di beberapa bank dan perusahaan. Sayangnya, Synology tidak dapat menyebutkan perusahaan mana saja yang sudah menggunakan solusi mereka. Setelah itu, selesailah tur dari pameran Synology.

Synology juga memiliki sebuah topologi tentang bagaimana mereka menyimpan data dan melakukan backup agar data yang ada aman. Cukup rumit memang untuk dijelaskan. Oleh karenanya, kami akan menjelaskannya pada artikel yang terpisah.

Kami juga melakukan wawancara dengan Simon Hwang yang menjabat sebagai Synology APAC President. Ada beberapa pertanyaan menarik yang kami utarakan kepada beliau mengenai produk dan strateginya di Indonesia. Hal tersebut juga akan kami sajikan pada artikel yang terpisah juga.

*Semua foto diambil dengan menggunakan Samsung Galaxy S10+.

Xiaomi Adakan Peluncuran Perangkat Terakhir di 2018: Redmi Note 6 dan Mi 8 Lite

Setelah selama tahun 2018 mengeluarkan banyak perangkat, Xiaomi akhirnya menutup tahun ini dengan meluncurkan empat buah perangkat yang cukup dinanti oleh para fansnya. Seperti biasa, Xiaomi mengundang media dan para suporternya ke acara peluncuran mereka. Kali ini, acara peluncuran diadakan pada Ballroom hotel Raffles Jakarta pada tanggal 6 November 2018.

Xiaomi 2018 - Launch

Perangkat pertama yang diperkenalkan adalah smartphone Xiaomi Redmi Note 6 Pro. Perangkat ini merupakan smartphone pertama dari Xiaomi yang menggunakan konfigurasi dua kamera di bagian depan dan dua kamera di bagian belakang. Selain itu, Xiaomi juga mengembangkan AI pada sisi kameranya, sehingga mereka yakin akan hasil foto dari kameranya.

Xiaomi 2018 - Redmi Note 6 Mi 8 Lite

Perangkat kedua adalah smartphone yang selama ini ditunggu-tunggu oleh para Mi Fans. Smartphone tersebut adalah Xiaomi Mi 8 Lite. Perangkat ini menggunakan sebuah kamera 24 MP dengan sensor Sony IMX 576 pada bagian depannya. Pada bagian belakangnya, sensor Sony IMX 363 dengan resolusi 12 MP digunakan.

Xiaomi 2018 - Redmi Note 6

Untuk spesifikasinya, kedua smartphone tersebut menggunakan:

Xiaomi Redmi Note 6 Pro Xiaomi Mi 8 Lite
SoC Snapdragon 636 Snapdragon 660
Prosesor 4×2 GHz Kryo 260 + 4×1.8 GHz Kryo 260 4×2.2 GHz Kryo 260 + 4×1.8 GHz Kryo 260
GPU Adreno 509 Adreno 512
RAM 3 GB atau 4 GB 4 GB
Penyimpanan 32 GB atau 64 GB + microSD 64 GB
Layar 6.26 inci 19:9 FHD+ 6.26 inci 19:9 FHD+
Baterai 4000 mAh 3350 mAh Quick Charge 3.0
OS Android Oreo 8.1 MIUI 9 Android Oreo 8.1 MIUI 9
Kamera Depan 20 MP + 2 MP 24 MP Sony IMX 576
Kamera Utama 12 MP + 5 MP Samsung ISOCELL 12 MP + 5 MP Sony IMX 363
Harga 3/32 GB: Rp. 2.899.000

4/64 GB: Rp. 3.299.000

Rp. 3.699.000

Perangkat ketiga yang diperkenalkan adalah Xiaomi Mi Band 3. Peningkatan yang paling dapat dilihat adalah kali ini layar dari Mi Band 3 dapat memperlihatkan pesan, penggilan, dan cuaca. Selain itu, Mi Band 3 sudah memiliki sertifikasi 5 ATM yang tahan terhadap air asin. Baterainya sendiri dapat bertahan sampai dengan 20 hari. Xiaomi melabel Rp. 499.000 untuk gelang pintar yang satu ini.

Xiaomi 2018 - Mi Band 3

Terakhir, Xiaomi memperkenalkan Mi Home Surveillance Camera. Kamera untuk keamanan di rumah ini dapat berputar hingga 360 derajat. Selain itu, Mi Home Camera dioperasikan dengan menggunakan koneksi internet. Sayangnya, kami tidak bisa mencoba pada saat peluncurannya karena koneksi internet yang lambat. Harga jual dari kamera ini adalah Rp. 599.000.

Xiaomi 2018 - Mi Home Camera

Terlalu murah?

Harga jual dari Xiaomi Redmi Note 6 Pro memang terlihat cukup terjangkau, yaitu Rp. 3.299.000. Akan tetapi, dengan spesifikasi yang lebih baik, Xiaomi Mi A2 ternyata terlihat lebih menggiurkan hanya dengan menambah Rp. 400.000 saja, yaitu Rp. 3.699.000. Di samping itu, ternyata pada harga yang sama, konsumen juga bisa mendapatkan Xiaomi Mi 8 Lite yang berdesain lebih cantik.

Xiaomi 2018 - QnA

Saat ditanyakan pada sesi wawancara eksklusif, Steven Shi selaku Head of Xiaomi Southeast Asia and Oceania, mengatakan bahwa mereka menjual Redmi Note 6, Mi A2, serta Mi 8 Lite ke pangsa pasar yang berbeda.

Redmi Note 6 dijual kepada mereka yang ingin baterai lebih besar. Sedangkan Mi 8 Lite dijual ke mereka yang menginginkan hasil kamera terbaik yang Xiaomi tawarkan. Mi A2 ditawarkan untuk mereka yang menginginkan perangkat dengan pure Android.

Xiaomi 2018 - Gradasi

Nah, sekarang tinggal para konsumen yang memilih, mana yang lebih cocok untuk digunakan. Sepertinya, Mi 8 Lite memang sangat menarik karena memiliki desain warna gradasi biru dan ungu yang menawan. Namun, dukungan baterai pada Redmi Note 6 memang lebih cocok untuk digunakan saat bermain game.

Hard Disk Khusus Surveillance Terbaru Seagate Sudah Mulai Tersedia di Indonesia

Ada sebuah konsep menarik yang dipegang oleh mayoritas konsumen Indonesia: ada harga, berarti ada kualitas. Hal itu membuat para pebisnis (dan pengguna bermodal tinggi) untuk membeli varian produk termahal. Produsen hard disk terkemuka asal Amerika, Seagate, kurang setuju dengan paradigma tersebut. Continue reading Hard Disk Khusus Surveillance Terbaru Seagate Sudah Mulai Tersedia di Indonesia