Kiat SweetEscape dan SurveySensum Mempertahankan Laju Bisnis Selama Pandemi

Teknologi telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup orang banyak. Bukan hanya membantu mereka memangkas waktu, namun juga memberikan pengalaman baru saat mengakses produk dan layanan secara online. Pandemi yang datang sejak tahun 2020 lalu juga telah mempercepat edukasi dan adopsi teknologi kepada orang banyak. Dan secara langsung telah memudahkan pekerjaan hingga proses belajar mengajar untuk semua.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, dibahas pentingnya peranan teknologi untuk mendukung pertumbuhan startup, bersama Co-Founder & CEO SweetEscape David Soong dan Co-founder & Head of Product SurveySensum Tanuj Diwan.

Pandemi dan inovasi

Sebagai platform yang selama ini fokus kepada segmen B2C, SweetEscape, online marketplace jasa fotografer, memiliki layanan baru untuk bisnis dijuluki “Fotto”. Strategi ini dipilih dalam rangka menyelamatkan bisnis perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19, permintaan industri perjalanan turun hingga 90%. Melalui lini baru ini, perusahaan mampu untuk tetap menjalankan bisnis, meskipun segmen utama mereka yaitu B2C terganggu karena adanya aturan pembatasan perjalanan.

Sebelumnya saat menawarkan layanan kepada segmen B2C, interaksi dengan pelanggan secara langsung tidak terlalu banyak terjadi. Kebanyakan pelanggan langsung menghubungi fotografer yang dipilih dalam platform. Namun saat pandemi dan dengan lini bisnis baru mereka yang menyasar B2B, interaksi dengan klien pun harus dilakukan secara langsung oleh tim SweetEscape.

Sementara itu bagi  SurveySensum yang selama ini fokus kepada segmen B2B, saat awal pandemi sempat mengalami kendala. Banyaknya pebisnis yang memangkas budget dan menunda proyek mereka, cukup menyulitkan bagi tim SurveySensum. Namun demikian saat ini ketika kondisi sudah semakin pulih, bisnis pun kembali menggunakan teknologi yang mereka miliki.

“Tujuan kita adalah memanfaatkan teknologi untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi. Dimulai dengan feedback kita berharap klien bisa mengambil langkah selanjutnya berdasarkan survey dan feedback yang diterima,” kata Head of Product SurveySensum Tanuj Diwan.

Penerapan teknologi

Terkait dengan teknologi, platform seperti Sweet Escape mengklaim tidak terlalu banyak menerapkan teknologi yang rumit. Fungsi mereka sebagai platform pada dasarnya adalah memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk melakukan pemilihan photographer yang sesuai, melakukan reservasi dan pembayaran.

Untuk mengelola semua percakapan dalam satu platform, SweetEscape juga mengembangkan sendiri chat message internal dan menghindari penggunaan platform chat app/messenger. Sebagai open marketplace, SweetEscape juga melakukan proses kurasi photographer terbaik yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggan.

Sementara itu sebagai platform yang mengedepankan teknologi SurveySensum menerapkan teknologi artificial intelligence (AI) di dalam platform. Dengan demikian secara otomatis bisa dikategorikan pertanyaan atau feedback yang masuk dari pelanggan secara langsung. Hal ini tentunya memudahkan perusahaan untuk mengelola masukan tersebut.

Melalui teknologi, SurveySensum ingin membantu pendiri startup yang tidak terlalu mengerti teknologi dengan edukasi dan proses yang fleksibel dan tentunya mudah dipahami.

Tren Foto di New Normal, Sudah Coba Virtual Photoshoot dan Terrace Photoshoot?

Industri fotografi salah satu yang terkena dampak langsung dari pandemi covid-19. Misalnya para fotografer, di mana banyak project pemotretan tertunda atau bahkan dihentikan. Pelaku di industri fotografi pun harus beradaptasi dengan situasi di mana sesi photoshoot tidak lagi di lakukan di studio maupun di titik keramaian.

Nah belakangan ini muncul tren baru yang mulai digemari banyak masyarakat dan dapat di lakukan di rumah masing-masing. Ya, virtual photoshoot dan terrace photoshoot yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat apabila ingin mengabadikan momen dari rumah di masa new normal dengan tetap menerapkan social distancing.

Virtual Photoshoot

Sesuai namanya, sesi foto virtual photoshoot tidak dilakukan secara langsung melainkan melalui video call. Sesi foto virtual ini membutuhkan koneksi internet kencang agar fotografer dapat menangkap momen objek foto dari layar laptop.

Keunikan dari virtual photoshoot adalah saat fotografer mencoba berbagai macam properti untuk menimbulkan efek yang berbeda, contohnya adalah menggunakan gelas bening atau lampu kedip saat mengambil foto di hadapan laptop. Dari sisi model juga dapat menggunakan beragam properti untuk mempercantik foto, misalnya memanfaatkan bunga, tanaman atau koleksi buku di rumah.

Virtual photoshoot dapat dilakukan dengan mudah dan praktis apalagi di dukung dengan pencahayaan natural yang maksimal. Namun yang harus diperhatikan bahwa hasil dari virtual photoshoot resolusinya rendah dan hasil fotonya cenderung kurang tajam.

Terrace Photoshoot

Sesi foto juga dapat dilakukan meski di rumah saja, misalnya dari teras, taman atau halaman rumah dengan menjaga jarak aman dengan fotografer. Awalnya terrace photoshoot di lakukan oleh para selebriti dan influencer, namun kini semakin banyak masyarakat yang mencoba tren tersebut untuk mengabadikan momen kebersamaan keluarga di rumah.

Fotografer dapat mengabadikan momen di teras rumah dari jarak minimal 2 meter dengan objek foto sehingga tetap mengikuti protokol keselamatan yang di sarankan pemerintah. Hasil dari terrace photoshoot tentunya lebih tajam dan memiliki resolusi tinggi karena diambil langsung menggunakan kamera.

Kedua tren foto saat masa new normal ini juga mempengaruhi layanan photoshoot yang di tawarkan oleh SweetEscape. SweetEscape menyediakan kode promo: TERRACESWEETESCAPE untuk layanan Terrace Photoshoot dengan harga Rp800.000 dan memberikan FREE Virtual Photoshoot bagi 20 pengguna pertama yang menyelesaikan pemesanan melalui aplikasi.

Selama beberapa minggu kami melihat semakin tinggi permintaan masyarakat akan inovasi foto di masa new normal. Untuk itu kami dengan senang hati memfasilitasi pelanggan yang ingin mencoba tren foto Virtual Photoshoot & Terrace Photoshoot dengan harga terjangkau.” Jelas Sabrina Soesilo, selaku Head of Marketing SweetEscape.

Menurut Sabrina, dengan begitu pengguna dapat mencoba langsung kedua tren foto new normal dengan fotografer profesional SweetEscape. Selain itu, setiap 1 penjualan layanan Terrace Photoshoot akan didonasikan Rp100,000 kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan karena dampak pandemi COVID-19 lewat program #JalinKebaikan, kolaborasi dengan Jalin Mimpi Foundation.

SweetEscape Resmikan “Fotto” sebagai Layanan Fotografi untuk Bisnis

SweetEscape, online marketplace jasa fotografer, mengumumkan layanan baru untuk bisnis dijuluki “Fotto”. Strategi ini dipilih dalam rangka menyelamatkan bisnis perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19, permintaan industri perjalanan turun hingga 90%.

Kepada DailySocial, juru bicara SweetEscape menerangkan sejatinya Fotto adalah rebranding dari layanan yang sudah dijalankan perusahaan sejak awal 2019. Waktu itu bernama SweetEscape for Business. Layanan ini bergerak untuk memenuhi kebutuhan fotografi dan videografi bisnis mulai dari foto makanan, properti, katalog fesyen, headshot foto untuk perusahaan, hingga foto produk kemasan.

“Di tahun ini memang sudah direncanakan untuk memperkenalkan nama baru untuk layanan fotografi bisnis dengan nama Fotto. Tujuannya untuk memberikan layanan yang representatif dan menyeluruh bagi market bisnis,” ujarnya, Kamis (30/4).

Dia juga memastikan bahwa kehadiran Fotto tidak bersifat sementara alias semasa pandemi saja. Ke depannya akan lebih banyak inovasi yang siap ditawarkan SweetEscape melalui Fotto. Salah satunya mengembangkan Fotto agar dapat dapat menjawab kebutuhan pasar di Asia Tenggara.

Dalam teknisnya, fotografer professional Fotto akan melakukan sesi foto di lokasi yang telah disepakati bersama dengan tetap memperhatikan protokol keselamatan dari WHO. Hasil foto produk yang sudah di-edit dapat diakses dengan cepat dalam waktu tiga hari kerja melalui aplikasi.

Layanan Fotto itu sendiri telah mengabadikan kebutuhan bisnis untuk beberapa perusahaan besar. Di antaranya Boga Group, GoFood, GrabFood, Zomato, RedDoorz, Alodokter, P&G, BCA, PwC, At Kearney, dan masih banyak lagi.

Diharapkan Fotto dapat membantu kebutuhan pasar selama pandemi, membantu rekan-rekan bisnis yang harus migrasi dari offline ke online melalui konten visual yang menarik.

Konfirmasi layoff

Co-Founder & CEO SweetEscape David Soong dan Co-Founder & COO Emile Etienne turut memberikan konfirmasi perihal layoff yang dilakukan perusahaan, seperti yang diungkap dalam laporan SEAcosystem. Laporan yang dibuat dan diisi secara sukarela ini mendata ada 47 pegawai SweetEscape Indonesia yang terkena layoff.

Menanggapi itu, Etienne menjelaskan perusahaan terpaksa mengurangi pegawainya di Indonesia dan Filipina karena pandemi. Pendiri perusahaan menunda keputusan tersebut selama mungkin, tetapi dampak pandemi yang begitu kuat membuat mereka harus bertindak cepat.

“Sebagai pendiri, kami memiliki konflik moral terhadap tim kami dan pemegang saham kami. Untuk kebaikan perusahaan yang lebih besar, kami harus bergerak cepat mengurangi biaya untuk menyimpan dana tunai untuk memastikan landasan pacu selama 18 bulan demi mengantisipasi resesi global,” tuturnya.

Sebelum mengambil layoff, perusahaan sudah memotong semua pengeluaran yang tidak penting, seperti membatalkan berbagai langganan, perjalanan, biaya hosting, dan banyak lagi. “Pilihan terakhir kami adalah mengurangi jumlah pegawai. Sangat sulit harus melepaskan mereka dan memastikan Anda membantu mereka setelah pergi.”

Soong menambahkan, tidak hanya melakukan strategi bertahan saja. Perusahaan harus putar otak untuk meneruskan bisnis baru. Dalam waktu dua minggu setelah layoff, akhirnya perusahaan merilis Fotto.

“Di Fotto, kami membantu para pemain offline ke online, seperti puluhan ribu toko F&B yang terpaksa tutup untuk hadir secara online. Juga, membantu perusahaan dan brand menciptakan konten visual yang lebih baik dan menarik untuk bisnis mereka,” katanya.

Dia juga memastikan ke depannya perusahaan akan terus memberikan layanan fotografi perjalanan dan bisnis terbaik melalui jaringan lebih dari 10 ribu fotografer di seluruh dunia ketika industri mulai membaik.

Application Information Will Show Up Here

Tiga Hal Penting untuk Memahami Perilaku Baru Konsumen di Era Digital

Semenjak populer dikembangkan startup, konsep marketplace kini tak hanya didominasi platform jual-beli produk. Marketplace juga merambah pada vertikal bisnis tertentu, seperti kerajinan tangan, produk kecantikan, hingga layanan fotografi.

Beda bisnis, beda pula target pasar dan tantangannya. Hal ini juga yang dialami Founder & CEO SweetEscape David Soong saat membangun dan menjalankan bisnis lewat platform sewa jasa fotografer profesional yang sudah berjalan selama 2,5 tahun.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, David berbagi pengalamannya di SweetEscape dalam menilik perilaku konsumen di era digital berkaitan dengan bisnis yang digelutinya.

Memahami potensi pasar

David blak-blakan mengungkap bahwa ada banyak tantangan dihadapi dalam memulai bisnis yang terbilang baru ini. Tantangan paling besar adalah persepsi. Belum tentu orang mau menggunakan layanan ini, wong kita tidak kenal dengan fotografernya.

Belum lagi barrier pada bahasa mengingat SweetEscape menyediakan fotografer di 500 kota di seluruh dunia. Ada juga hambatan dari perekrutan talent. Mereka tak yakin apakah bisnis ini bakal berjalan atau tidak.

Tetapi, David menilai bahwa semua bisnis pada dasarnya sama. Ada banyak potensi pasar yang dapat diincar. Kalau bicara soal model bisnis yang dilakoninya, potensinya tercipta berkat pertumbuhan pengguna media sosial dan bisnis jualan online.

“Indonesia itu salah satu basis pengguna media sosial terbesar, yang mana paling banyak ke media sosial yang visual (Instagram). Kemudian, e-commerce atau jualan online. Kalau jualan barang, kita setidaknya punya foto dan video production,” ungkap David.

Memetakan perilaku pasar

Seiring dengan perjalanan bisnisnya, David dapat memetakan segmen pengguna berdasarkan perilaku pasar. Ada dua jenis, yaitu business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C).

Pasar B2C sudah jelas, yang diincar adalah konsumen yang menikmati langsung jasa/layanan. Menurutnya, berkat media sosial, orang-orang cenderung sering membagikan momen-momen pribadi. Berbeda sekali dengan dulu, mereka hanya menyimpan dokumentasi momen pribadi.

“Media sosial mendorong kita untuk ingin berada di momen itu. Kita melihat ini sebagai new behaviour,” tuturnya.  

Sementara B2B berasal dari perusahaan/korporat. Mereka biasanya membutuhkan konten visual yang banyak, cepat, dan harganya terjangkau. Perilaku di atas justru dapat mempermudah pelaku bisnis untuk menyampaikan produk.

Perilaku pasar yang kini relevan

Masih berkaitan dengan poin sebelumnya. Menurut David, tanpa kita sadari sebetulnya kita telah membiarkan diri kita untuk memesan jasa dari orang yang tidak kita kenal. Contoh paling akrab adalah memesan Gojek.

Ia menilai bahwa hal ini adalah bentuk perubahan signifikan pada perilaku pasar. Jika model bisnis ini diterapkan dulu, mungkin kita tidak berani. Sama halnya dengan memesan jasa fotografer tanpa bertemu sekalipun dengan orangnya.

“Nah, untuk menarik konsumen, caranya adalah menciptakan kepercayaan. How do you create trust? Di dunia fotografi, konsep stranger itu biasa, seperti kita memesan vendor pernikahan. Yang berbeda adalah sekarang ada shortcut untuk trust dengan mengandalkan portfolio mereka dan review dari para pengguna,” paparnya.

Tantangan dan Potensi Bisnis Marketplace Fotografer Profesional

Minggu lalu, SweetEscape, platform marketplace yang menghubungkan konsumen dengan fotografer profesional, mengumumkan perolehan pendanaan seri A hampir 85 miliar Rupiah. Hian Goh selaku perwakilan dari Openspace Ventures, investor yang memimpin pendanaan, mengatakan keyakinannya mengenai pangsa pasar yang terus meningkat. Saat ini dianggap terjadi pergeseran kebiasaan yang signifikan di kalangan konsumen terkait kebutuhan mengabadikan momen spesial, baik saat berlibur, mengadakan perayaan, atau mengabadikan capaian.

Menurut data yang dirilis We Are Social per Januari 2018 lalu, ada lebih dari 150 juta pengguna aktif media sosial–setara dengan 54% dari total populasi. YouTube (88%), Facebook (81%), dan Instagram (80%) menjadi kanal yang paling laris digunakan. Kaitannya dengan tren yang disebutkan Goh, platform media sosial yang disebutkan erat kaitannya dengan kebutuhan konten visual, berupa foto atau video. Media sosial juga telah menjadi “galeri digital” yang digunakan untuk mengarsipkan banyak momen yang dianggap spesial oleh masyarakat.

Tak hanya SweetEscape, startup lokal lain yang turut hadir memfasilitasi kebutuhan fotografi berkualitas adalah Frame a Trip. Kedua startup sama-sama efektif beroperasi sejak tahun 2017, dengan pendekatan bisnis yang unik. Alih-alih melakukan fundraising untuk melakukan penetrasi pasar seluas-luasnya, mereka memilih menggunakan “gaya bisnis konvensional”.

Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Frame a Trip Endra Marsudi bercerita, “Frame A Trip sejak berdiri hingga saat ini masih memilih opsi bootstrapping dan belum menggunakan kapital dari luar. Oleh karenanya, pendekatan operasional dituntut untuk jadi bisnis konvensional yang mengutamakan profit (EBITDA) positif setiap bulannya agar runway-nya bisa panjang dalam bersaing di pasar. Strategi yang diterapkan juga dituntut untuk lebih efektif dan efisien dalam menghasilkan penjualan dibanding menyebarkan awareness semata.”

Endra Marsudi
Co-Founder & CEO Frame a Trip Endra Marsudi / Frame a Trip

Kendati demikian, startup yang memiliki brand dengan warna khas biru muda tersebut mengaku telah menjangkau lebih dari 300 kota dan mengakomodasi lebih dari 700 fotografer profesional terkurasi. Endra menyebutkan, rata-rata kenaikan penjualan per bulan mencapai 30% dan sudah bisa EBITDA positif sejak Q4 2018.

“SweetEscape adalah gabungan antara marketplace dan platform. Di marketplace murni, konsumen dan pembeli berkomunikasi secara langsung. Kami lebih cocok disebut jaringan pasar. Kami memperkerjakan fotografer sembari membangun komunitas untuk berkolaborasi serta mengembangkan bisnis mereka melalui teknologi,” ujar Co-Founder & COO SweetEscape Emile Etienne mendefinisikan bisnisnya.

Dua startup, satu tipe layanan dan target pasar, dengan pendekatan bisnis berbeda.

Dituntut go global sejak lahir

Salah satu permasalahan orang ketika bepergian ke destinasi wisata atau luar negeri adalah menemukan fotografer yang tepat dan terjangkau. Opsinya mereka bisa membawa dari kota asal yang sudah diketahui kualitasnya, tapi harus menanggung akomodasi, atau mencari secara mandiri di sekitar lokasi agar lebih hemat. Yang terakhir ini prosesnya tidak mudah, harus bertanya dan bernegosiasi. Frame A Trip dan SweetEscape melihat kondisi itu sebagai sebuah peluang.

Layanan mereka memungkinkan orang menemukan fotografer profesional di lokasi yang diinginkan dengan jaminan kualitas hasil jepretan. Cara kerjanya, platform merekrut para juru foto untuk bekerja secara freelance berdasarkan permintaan. Mereka melakukan seleksi berdasarkan track record studio foto dan/atau portofolio hasil karyanya. Pun para fotografer bisa mendaftarkan secara mandiri untuk selanjutnya diseleksi tim internal. Dari sisi konsumen, mereka hanya perlu memasukkan informasi sesuai kebutuhan, seperti destinasi dan layanan fotografi yang dibutuhkan.

“Kami tidak menggunakan mekanisme bagi hasil, melainkan membeli jasa kerja fotografer profesional sesuai rate yang mereka tawarkan dengan satuan per jam. Lalu kami akan mengambil keuntungan dari selisih harga jual (publish rate) ke konsumen dan harga beli jasa ke fotografer,” ujar Endra menjelaskan mekanisme kerja sama dengan mitranya.

Mekanisme serupa juga dimiliki SweetEscape. Fotografer akan dibayar per sesi menyesuaikan harga tawar yang diberikan, biasanya bergantung kota dan jenis layanan mengenai nominal harganya. Mereka juga menyediakan dasbor web dan aplikasi khusus untuk fotografer, untuk berkomunikasi dengan tim operasional, calon konsumen, juga mengatur ketersediaan.

Tantangan layanan tersebut adalah harus memiliki cakupan seluas-luasnya ketika debut di pasar. Sebagai contoh Frame A Trip, di awal kemunculannya mereka langsung tersedia di 45 tujuan wisata dunia. Perekrutan mitra untuk ketersediaan memang jadi hal yang benar-benar dipersiapkan sebelum dirilis ke publik. Namun demikian hadir di pasar global bukan tanpa masalah.

Endra mengatakan, isu paling krusial adalah proses kurasi fotografer berkualitas dan profesional. Frame A Trip menghadirkan 5 juri untuk menyetujui calon mitra yang ingin bergabung di platformnya, 3 berasal dari internal dan 2 dari eksternal.

Sementara Emile punya cerita tersendiri terkait ekspansi layanan, “Dalam banyak hal, kami menghadapi tantangan yang sama seperti Airbnb di masa awal. Karena kami meluncurkan vertikal fotografi liburan, kami harus segera go-global. Memiliki ribuan fotografer lokal di ratusan kota menjadi bagian terbesar dari unique selling proposition kami.”

“Seandainya kami membangun model seperti Uber, kami akan hadir ke kota demi kota tanpa terlebih dulu memiliki fotografer. Tapi karena kami go-global terlebih dulu, tantangannya adalah meningkatkan jaringan fotografer profesional dengan cepat. Tidak hanya di Indonesia, tapi di ratusan kota di seluruh dunia. Sehingga turut membawa serta berbagai tantangan yang harus dipikirkan seperti bahasa, budaya, harga, zona waktu, dukungan pelanggan dan lainnya,” lanjut Emile.

Emile Etienne
(kiri) Co-Founder & COO SweetEscape Emile Etienne / SweetEscape

Sejauh ini tidak ada permasalahan terkait regulasi, misalnya perpajakan atau sejenisnya.

Pangsa marketplace juru foto profesional

Sejak 2,5 tahun beroperasi, Frame A Trip menangkap demografi konsumen yang kerap menggunakan layanannya. Segmentasi pasar terbesarnya adalah generasi milenial, didominasi gender perempuan dan berstatus “baru berkeluarga dengan anak satu (masih kecil)”.

Demografi pengguna layanan Frame a Trip
Demografi pengguna layanan Frame a Trip

“Milenial” jadi kata kunci penting dalam kaitannya dengan potensi pasar. Endra memaparkan berdasarkan data BPS, kurang lebih 33% dari populasi Indonesia ada di kalangan tersebut. Mereka merupakan early adopter teknologi, sebagian native adopter sehingga relatif cepat merespons konsep baru seperti layanan sewa fotografer profesional. Di satu sisi, terdapat kultur social media savvy dan social climber yang peduli akan jumlah “likes” sebagai “social currency”.

“Pola tersebut turut mengubah travel journey menjadi momen mikro, yakni dreaming > planning > booking > experiencing > sharing. Dari sini dapat terlihat generasi milenial saat jalan-jalan tidak hanya mementingkan proses experiencing jalan-jalannya saja tapi juga sudah lebih mewajibkan sharing ke sosial media serta mencari inspirasi jalan-jalan (dreaming) dari sosial media,” ujar Endra.

Pasalnya zaman sekarang kamera ponsel sudah semakin canggih, pun kamera profesional harganya juga banyak yang terjangkau. Emile memiliki jawaban yang cukup logis mengenai ancaman disrupsi tersebut.

“Banyak dari kita yang memiliki dapur indah dan masih memesan makanan. Banyak klien kami yang memiliki kamera profesional, tapi lebih suka memesan jasa di SweetEscape. Dengan menggunakan seorang fotografer, konsumen dapat menikmati momen tersebut, apakah liburan, pesta ulang tahun, pernikahan , kelulusan dan lain-lain. Kami mengurus proses pasca produksi, termasuk menyortir hasil jepretan terbaik dan menyuntingnya. Kamera smartphone akan terus menjadi lebih baik dan memainkan peran penting dalam kehidupan kita, tetapi itu tidak akan menggantikan kebutuhan fotografer.”

Mengabadikan momen penting secara profesional

Mengutip apa yang diketik Emile kepada kami mengenai cita-cita besar yang ingin diraih bersama SweetEscape, “When I think of getting an ojek in Jakarta, I think Gojek. Today, when I think of getting a taxi in NYC I think UBER. In 5 years when people think photography they think SweetEscape.”

Kebutuhan fotografi memang tidak terbatas saat momen liburan saja. SweetEscape sudah memulai dengan memberikan beragam jasa fotografi di luar liburan. Sementara Frame a Trip juga segera meluncurkan variasi layanan serupa.

“Frame A Trip akan menawarkan jasa mengabadikan life moments. Diharapkan dengan produk baru tersebut konsumen akan menggunakan jasa Frame A Trip tidak hanya dengan alasan liburan, tapi juga dengan tujuan ingin mengabadikan momen terbaik keseharian (arisan, acara keluarga, hangout, dst) dan/atau siklus hidup (baby born, birthday, graduation, wedding, dst). Akan di-launch dalam waktu dekat,” terang Endra.

Terkait persaingan bisnis, baik Emile maupun Endra meyakini, inovasi akan memainkan peran penting untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen.

“Kami melihat pesaing dengan model bisnis yang sama sebagai faktor penyeimbang. Dengan adanya pesaing maka kita akan terus berinovasi dan bekerja cerdas agar bisa lebih unggul di pasar. Terkait dengan hal ini, maka kami memang lebih fokus menawarkan value yang lebih banyak untuk konsumen dibanding para pesaing yang ada, yakni: better rate, more photos, easy booking worldwide, freedom to choose the photographer, dan giving more in editing,” ungkap Endra.

“Kami fokus pada kebutuhan klien, fotografer dan peningkatan layanan. Selama 6 bulan terakhir kami telah belajar banyak tentang apa yang dituntut pasar dan dalam beberapa bulan mendatang kami akan meluncurkan solusi untuk kebutuhan acara-acara dan bisnis. Nilai unik kami adalah pemesanan yang mudah dalam waktu kurang dari 2 menit, mengobrol dengan fotografer dalam 24 jam untuk merencanakan pemotretan, terjangkau, tersedia di banyak tempat, dan (proses penyampaian) foto yang cepat dalam 48 jam,” pungkas Emile.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

SweetEscape Raises 84.8 Billion Rupiah Series A Funding

A digital platform connecting consumers with professional photographers, SweetEscape, today (7/02) announced a new Series A round. It’s worth up to $6 million or equivalent with 84.8 billion Rupiah. The funding led by Openspace Ventures and Jungle Ventures, also involved in this round Burda Principal Investments and the previous investors.

In the mid-2018, the startup founded by David Soong and Emile Etienne has secured $1 million seed funding led by East Ventures, participated also Beenext, SkyStar Capital, and GDP Venture.

The following funding is to be allocated for AI technology development in order to improve the platform’s capability. In addition, for operational expansion throughout Asia, SweetEscape plans to double up talents by 2019. Currently, the company has more than 100 employees distributed in Jakarta, Singapore, and Manila.

SweetEscape founder and team in Jakarta headquarter / SweetEscape
SweetEscape founder and team in Jakarta headquarter / SweetEscape

SweetEscape’s Co-Founder and CEO, David Soong said, AI technology optimation is highly required to improve post-production process. The hype of technology capability supposed to help photographic image processing.

Based in Jakarta, SweetEscape was founded in 2017. The previous founder, Emile, was also the Co-Founder & COO of Bridestory. Currently, they’ve reached more than 500 cities in over 100 countries.

In Indonesia, SweetEscape has a direct competitor named Frame a Trip, with a similar business model and target market. Founded by some experts in the business and entertainment industry, including Dian Sastro Wardoyo, Frame a Trip is targeting to cover more than 500 cities this year.

Emile as the Co-Founder & COO added, in order to scale up the business, SweetEscape will expand the photography services for all cases. Not only a trip or tour but also for a birthday party, baby shower, graduation, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

SweetEscape Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 84,8 Miliar Rupiah

Platform digital yang mempertemukan konsumen dengan fotografer profesional, SweetEscape, hari ini (02/7) mengumumkan telah mendapatkan putaran pendanaan baru dalam seri A. Nilainya mencapai $6 juta atau setara 84,8 miliar Rupiah. Pendanaan dipimpin oleh Openspace Ventures dan Jungle Ventures dengan keterlibatan Burda Principal Investments dan investor sebelumnya.

Pertengahan tahun 2018 lalu, startup yang didirikan oleh David Soong dan Emile Etienne tersebut telah membukukan pendanaan awal senilai $1 juta yang dipimpin East Ventures dengan partisipasi Beenext, SkyStar Capital, dan GDP Venture.

Modal tambahan ini akan dialokasikan untuk pengembangan teknologi AI guna meningkatkan kapabilitas platform. Selain itu untuk kebutuhan ekspansi operasional ke seluruh wilayah Asia, SweetEscape berniat merekrut lebih banyak pegawai hingga dua kali lipat di tahun 2019. Saat ini perusahaan telah memiliki lebih dari 100 karyawan yang tersebar di Jakarta, Singapura dan Manila.

SweetEscape
Founder dan tim SweetEscape di kantor pusat di Jakarta / SweetEscape

Co-Founder & CEO SweetEscape David Soong mengatakan, optimasi teknologi AI sangat diperlukan untuk meningkatkan proses pasca produksi. Kapabilitas teknologi yang tengah menjadi tren di industri tersebut diyakini bisa membantu dalam pengolahan gambar hasil fotografi.

Berbasis pusat di Jakarta, SweetEscape didirikan pada tahun 2017. Sebelumnya salah satu pendirinya, Emile, adalah Co-Founder & COO Bridestory. Saat ini mereka telah menjangkau lebih dari 500 kota di lebih dari 100 negara.

Dari Indonesia, SweetEscape bersaing langsung dengan Frame a Trip, juga memiliki model bisnis dan cakupan pasar yang hampir serupa. Didirikan oleh beberapa pesohor dalam dunia bisnis dan hiburan, termasuk selebriti Dian Sastro Wardoyo, Frame A Trip juga targetkan bisa mencakup lebih dari 500 kota tahun ini.

Emile selaku Co-Founder & COO turut menambahkan, untuk meningkatkan bisnis SweetEscape akan terus memperluas menghadirkan layanan fotografi untuk berbagai kebutuhan. Tidak hanya perjalanan atau wisata, namun akan memfasilitasi acara ulang tahun, baby shower, wisuda dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here