Riset Google-Temasek: Indonesia Kuasai Pangsa Pasar Ekonomi Internet di Asia Tenggara

Kawasan Asia Tenggara (SEA) digadang-gadang sebagai wilayah dengan pertumbuhan ekonomi internet paling pesat. Dalam satu dekade terakhir, dinamika bisnis digital di berbagai lanskap memang cukup terasa — berupa kemunculan bisnis baru atau penguatan bisnis yang sudah ada dalam investasi besar-besaran. Untuk melihat kondisi terkini, Google dan Temasek kembali merilis laporan riset bertajuk e-Conomy SEA 2018.

e-Conomy mencakup kegiatan ekonomi yang disokong oleh internet dan pendekatan digital. Beberapa sektor yang diteliti termasuk online travel, online media, ride hailing dan e-commerce; karena dinilai sudah mencapai tahap matang di kawasan SEA. Sementara periset beranggapan sektor lain seperti pendidikan, finansial, kesehatan dan sosial masih berada di tahap awal. Riset ini  menjangkau Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Di SEA, ekonomi internet diprediksikan akan mencapai $240 miliar pada tahun 2025 mendatang, tahun ini sudah mencapai $72 miliar. Untuk mendukung pertumbuhan, bisnis akan membutuhkan investasi sampai $50 miliar. Saat ini riset turut memperkirakan konsumen internet di kawasan SEA sudah mencapai lebih dari 350 juta orang. Rata-rata mereka terhubung dengan pendekatan mobile, melalui perangkat ponsel pintar yang dimiliki.

Indonesia negara dengan pertumbuhan tercepat dan terbesar

Pada sektor yang diteliti, pasar paling besar dikuasai oleh bisnis online travel. Namun di tahun 2025, e-commerce akan menjadi yang terbesar. Nilai bisnis online travel tahun 2018 mencapai $30 miliar, e-commerce di angka $23 miliar. Kendati Grab dan Go-Jek menunjukkan putaran investasi besar tahun ini, ukuran pasar mereka masih di angka $8 miliar, bahkan di bawah online media yang nilainya berada di angka $11 miliar.

Ekonomi Digital Asia Tenggara
Ekonomi digital di SEA saat ini dan proyeksinya di tahun mendatang / Google-Temasek

Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan paling cepat dan ukuran pasar paling besar di SEA. Tahun 2018 angkanya mencapai $27 miliar, akan menyumbangkan $100 miliar di tahun 2025 mendatang. Pertumbuhannya ekonomi digital di Indonesia sangat pesat, pasalnya pada tahun 2015 lalu angkanya baru mencapai $8 miliar, artinya tahun ini berhasil tumbuh lebih dari 4x lipat. Untuk tahun ini, Thailand menjadi terbesar kedua di angka $12 miliar.

Ekonomi Digital Asia Tenggara
Indonesia memimpin pangsa pasar dengan putaran nilai bisnis tertinggi / Google-Temasek

Melihat lebih dekat masing-masing sektor

Sektor e-commerce menjadi yang paling dinamis dalam tiga tahun ke belakang. Dinamika tersebut disebabkan karena proses adaptasi yang dilakukan masif di kalangan konsumen. Tahun ini sektor e-commerce berhasil menyumbangkan nilai putaran bisnis mencapai $23 miliar, diprediksikan tahun 2025 mencapai $100 miliar. Para unicorn di SEA seperti Lazada, Shopee, dan Tokopedia dinilai Google dan Temasek akan berperan kritis dalam menumbuhkan bisnis ini.

Di sektor e-commerce, Indonesia tetap menjadi pemimpin pasar dengan nilai bisnis mencapai $12 miliar di tahun 2018. Sementara negara lain seperti Thailand dan Vietnam baru mencapai kurang lebih $3 miliar tahun ini.

Online travel jadi yang terbesar tahun ini. Dalam riset disebutkan bahwa lanskap ini mencakup tiga sub-sektor utama, yakni online vacation rental, online hotel, dan online flight. Bisnis penjualan tiket pesawat masih mendominasi tahun ini dengan perolehan mencapai $18,4 miliar, disusul reservasi hotel $10,7 miliar, dan sewa kendaraan $0,6 miliar. Total nilai yang mencapai hampir $30 miliar tersebut akan mencapai $78 miliar tahun 2015 mendatang, dengan porsi penjualan tiket pesawat mendominasi $40 miliar.

Tidak berbeda dengan e-commerce, di sektor online travel Indonesia juga memegang nilai pangsa pasar terbesar. Tahun ini Indonesia menyumbang $8,6 miliar, akan mencapai $25 miliar pada tahun 2025 mendatang. Indonesia juga memimpin pangsa pasar di sektor ini. Tahun ini angkanya $2,7 miliar, diproyeksikan akan bertumbuh 3x lipat di tahun 2025 mencapai $8 miliar.

Ekonomi Digital Asia Tenggara
Online travel tahun ini memiliki pangsa pasar terbesar, segera disusul e-commerce / Google-Temasek

Selanjutnya ada sektor online media, yang dibagi dalam tiga jenis layanan, mencakup subscription music and video, online gaming, dan online advertising. Tahun ini angkanya mencapai $11,4 miliar didominasi sub-sektor periklanan online $7,2 miliar. Sementara online gaming menyumbang $3,8 miliar tahun ini, dan layanan musik/video on-demand $0,4 miliar. Tahun 2025 diprediksikan sektor ini akan menyumbangkan angka $32 miliar di SEA, dengan persentase sub-sektor yang tidak jauh berbeda dengan kondisi tahun ini.

Sektor terakhir yang diteliti oleh Google dan Temasek adalah ride hailing. Terdiri dari dua sub-sektor, yakni online food delivery dan online transport. Tahun 2018 angkanya mencapai $7,7 miliar, dengan pembagian $5,7 miliar didapat dari online transportation dan $2,0 miliar dari online food delivery. Tahun 2025 mendatang angkanya diprediksikan menjadi $28 miliar, dengan kepeimpinan sub-sektor online travel mencapai $20 miliar.

Indonesia tetap menjadi pangsa pasar terbesar dengan nilai tahun ini mencapai $3,7 miliar. Diproyeksikan tahun 2025 mendatang akan menyentuh angka $14 miliar. Turut disoroti juga pemain kunci di SEA untuk sektor ini, yakni Grab dan Go-Jek. Selain transportasi dan jasa antar makanan, keduanya terus mengembangkan solusi pembayaran digital dalam pengembangan bisnisnya.

Google, Temasek, Meituan-Dianping are Reported to be Go-Jek’s Latest Investors

Reuters reports that Google, Temasek (Singapore’s state-owned investment company), and Meituan-Dianping (Chinese’s group buying platform) are Go-Jek’s latest investor. It’s said that previous investors, including KKR & Co and Warburg Pincus, are also participating for this funding round.

The funding round was opened last year and is expected to raise $1.2 billion fresh funding (more than 15 trillion Rupiah) when it’s closed in the next few weeks. It’s unclear how much is pumped by each investor individually.

Previously Tencent and JD.com were also participated in this found. Go-Jek is said to have more than $3 billion (more than 40 trillion Rupiah) valuation.

This fund will be Go-Jek’s new ammunition to preserve and expand its market in Indonesia, while altogether prepare to expand to Southeast Asia region. In Indonesia, Go-Jek is tightly competing with Grab and Uber. By the end of last year, Go-Jek claims to have 900,000 driver-partners.

Go-Jek confirms to expand to neighboring countries starting this year, with the Philippines to be the first stop. Go-Jek also has acquired three fintech-related companies, pending approval, to extend financial inclusion in Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Google, Temasek, Meituan-Dianping Disebut Jadi Investor Go-Jek

Reuters melaporkan bahwa raksasa teknologi Google, perusahaan investasi milik negara Singapura Temasek, dan perusahaan group buying terbesar Tiongkok Meituan-Dianping termasuk dalam jajaran investor terbaru startup on-demand Go-Jek. Disebutkan investor terdahulu, seperti KKR & Co dan Warburg Pincus, juga turut berpartisipasi untuk pendanaan kali ini.

Sejumlah investor baru ini terlibat dalam putaran pendanaan yang dibuka tahun lalu dan diharapkan bisa meraih total dana segar senilai $1,2 miliar (lebih dari 15 triliun Rupiah). Diprediksi putaran pendanaan kali ini akan ditutup dalam beberapa minggu ke depan. Tidak disebutkan berapa nilai yang dikucurkan masing-masing pihak.

Sebelumnya Tencent dan JD.com juga sudah mengucurkan dananya untuk startup unicorn yang disebut-sebut memiliki valuasi lebih dari $3 miliar (lebih dari 40 triliun Rupiah) ini.

Dana segar tersebut dibutuhkan Go-Jek untuk mempertahankan dan memperluas pasarnya di Indonesia, sekaligus menyiapkan ekspansinya ke kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia Go-Jek bersaing ketat dengan Grab dan Uber, dengan total jumlah pengemudi diklaim mencapai 900 ribu orang.

Akhir tahun lalu Go-Jek mengonfirmasi rencana operasional di negara-negara tetangga, dengan Filipina menjadi persinggahan pertama. Selain itu Go-Jek telah mengakuisisi 3 layanan terkait fintech, meskipun masih menunggu restu Bank Indonesia, untuk memperluas inklusi finansial ke seluruh lapisan masyarakat.

Application Information Will Show Up Here

Wavemaker Partners Umumkan Dana Investasi Kedua Khusus Asia Tenggara Senilai Hampir 900 Miliar Rupiah

Perusahaan modal ventura berbasis di Singapura Wavemaker Partners mengumumkan perolehan dana investasi kedua yang khusus diarahkan untuk perusahaan teknologi di Asia Tenggara sebesar US$66 juta (atau sekitar Rp891 miliar). Dana yang diperoleh Wavemakers melebihi ekspetasi awal dari target semula sebesar US$50 juta.

Salah satu perusahaan yang turut berpartisipasi dalam pengumpulan dana ini adalah anggota World Bank, International Financial Corporation (IFC) yang menaruh dananya sebesar US$10 juta.

Pihak IFC menuturkan partisipasinya ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam mendukung penetrasi startup pada tahap awal. Sekaligus membentuk ekosistem untuk terus berinovasi dan mendorong pertumbuhan di pasar negara berkembang di Asia.

“Fokus kami di IFC adalah mendukung inovasi, transformasi digital, dan kewirausahaan di negara berkembang di Asia Tenggara. Hal tersebut mendorong kami untuk bermitra dengan perusahaan modal ventura yang fokus untuk pendanaan tahap awal skala regional,” terang Head of Investment Asia IFC Pravan Malhotra, dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

Selain IFC, turut serta perusahaan modal ventura lainnya dari Thailand yaitu AddVentures. Perusahaan ini adalah bagian dari konglomerat Siam Cement Group (SCG). Partisipasi AddVentures menandakan langkah perdananya berinvestasi di Wavemaker. Perusahaan lainnya yang turut disebut adalah Temasek, perusahaan investasi milik negara berbasis di Singapura.

Managing Partner Wavemaker Partner Paul Santos mengatakan perusahaan menggunakan pendekatan yang berbeda ketika berinvestasi di Asia Tenggara. Hampir 80% investasi yang dilakukan perusahaan tergolong pendanaan tahap awal. Perusahaan juga menekankan portofolio yang dipilih harus dipimpin oleh founder yang cakap dibidangnya.

“Kami telah menempuh perjalanan jauh sejak kami pertama kali memulai di Singapura pada lima tahun lalu. Dalam banyak hal, kami mengalami banyak pengalaman pahit yang sama dialami startup. Kami pun terdorong oleh hasil yang telah dicapai dan respons dari para investor,” kata Paul.

Dengan dana segar yang baru diperoleh ini, Wavemaker telah melakukan investasi lanjutan dengan nominal yang signifikan untuk beberapa perusahaan. Termasuk diantaranya, Coins.ph, sebuah platform layanan keuangan berbasis blockchain; Wavecell, platform komunikasi dengan komputasi awan; dan Zilingo, marketplace fesyen dari Thailand yang kini sudah ekspansi ke Indonesia.

Selanjutnya, Paul memperkirakan setidaknya ada tambahan tiga investasi baru untuk putaran seri B sebelum akhir tahun ini. Dia juga mengatakan beberapa portofolio startup telah mencetak lebih dari US$3 juta untuk pendapatan tahunannya.

Diantaranya, Smove, platform berbagi mobil di Singapura; Ematic, penyedia solusi pemasaran; dan Lynk, platform berbagi pengetahuan dengan para pakar.

Wavemaker juga mengumumkan penambahan portofolio baru, misalnya Structo, solusi pencetakan 3D untuk gigi; dan Silent8, kecerdasarn buatan untuk memberantar praktik pencucian uang.

RedDoorz Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 13,3 Miliar Rupiah

Hari ini platform penyedia reservasi budget hotel RedDoorz mengumumkan keberhasilannya dalam meraih pendanaan sebesar $1 juta (atau senilai Rp13,3 miliar) dari InnoVen Capital yang merupakan joint venture dari Temasek Holding Singapura dan Bank UOB. Ini menjadi pendanaan lanjutan setelah sebelumnya RedDoorz membukukan pendanaan seri A tahun 2016 yang dipimpin oleh Asia Investment Fund, World Bank Group dan Jungle Ventures.

Di masa awal pendiriannya, pada tahun 2015, RedDoorz juga sempat mendapatkan pra-seri A dari 500 Startup. Misi perusahaan untuk menghadirkan rangkaian akomodasi budget dengan kualitas terjaga membawa pada kepercayaan investor tersebut. Saat ini RedDoorz mengklaim telah memiliki 500 kanal budget hotel yang tersebar di wilayah Jakarta, Bali, Bandung, dan Surabaya.

“Kami bangga bekerja sama dengan InnoVen yang percaya dengan model bisnis kami karena perusahaan peminjaman modal hanya mencari perusahaan yang memiliki arus kas yang sehat dan kemampuan untuk membayar kredit. Anggaran untuk berwisata juga ikut meningkat seiring dengan pertumbuhan pendapatan per kapita dan kemampuan belanja masyarakat lokal, dan kami menjawab kebutuhan mereka dengan menyediakan akomodasi berkualitas,” tutur Founder & CEO RedDoorz Amit Saberwal.

Pendanaan tersebut akan difokuskan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya dan mematangkan brand RedDoorz di pangsa pasar Asia Tenggara. Meningkatnya peminat layanan tren online travel agency (OTA) khususnya pada segmentasi budget hotel diklaim telah membawakan RedDoorz peningkatan pendapatan hingga 12 kali lipat hingga saat ini.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Google, pasar pemesanan kamar hotel online di Asia Tenggara akan meningkat dari $6,6 miliar di 2015 ke $36,4 miliar di 2025 dengan peningkatan 19 persen setiap tahunnya.

Sebelumnya dengan nilai lebih besar, pesing langsung RedDoorz yakni NIDA Rooms juga baru saja mendapatkan pendanaan seri A sejumlah $5,6 juta ari Shanda Group dan beberapa investor Asia Tenggara lainnya. Dengan tujuan sama, pendanaan tersebut juga difokuskan untuk mematangkan kehadiran NIDA Rooms sebagai spesialis buget hotel di Indonesia dan Asia Tenggara.

Sementara para pemain lain seperti Airy Rooms, ZUzu Hotels dan Zeen Rooms juga terus mencoba mengembangkan bisnis di Indonesia. Salah satu strategi yang digalakkan ialah dengan menggandeng OTA lokal, seperti yang dilakukan oleh AiriRooms dan Traveloka. Sedangkan Zen Rooms memiliki strategi yang sedikit berbeda, yakni mencoba memfokuskan pada konsumen korporasi dan konsumen jangka panjang. Beberapa kemitraan dengan online marketplace juga sempat dijalankan oleh beberapa pemain budget hotel online di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Keterbatasan Talenta Masih Dianggap Tantangan Terbesar Ekosistem Teknologi Indonesia Hingga 2025

Dari hasil paparan riset yang dilakukan oleh Google dan Temasek bertajuk ‘E-conomy SEA: Unlocking the $200 billion opportunity in Southeast Asia,” disebutkan pada 2025 Indonesia bakal menjadi market leader untuk pasar online yang mencapai $81 miliar pada 2025. Dari angka tersebut, e-commerce menyumbang $46 miliar atau 56% dari total pasar online, dengan asumsi pertumbuhan 39% per tahunnya dari posisi tahun lalu sebesar $1,7 miliar.

Meskipun demikian, potensi tersebut masih memiliki lima tantangan yang harus secepatnya bisa diselesaikan oleh seluruh stakeholder, yaitu talent, mekanisme pembayaran, infrastruktur internet, infrastruktur logistik, dan kepercayaan konsumen.

[Baca juga: Menyikapi Jurang antara Kebutuhan dan Penyediaan Sumberdaya Manusia di Bidang Teknologi]

Google dan Temasek menghadirkan tiga narasumber untuk memberikan masukan dan pendapatnya mengenai hasil riset tersebut. Ada tiga orang yang dihadirkan, Nadiem Makarim (CEO dan Founder Go-Jek Indonesia), Dannis Muhammad (CMO Traveloka), dan Hadi Wenas (CEO MatahariMall).

Ketiga narasumber menyetujui bahwa Indonesia membutuhkan talent yang lebih banyak lagi untuk siap terjun ke dunia startup. Nadiem mengungkapkan tenaga engineer di Indonesia masih sangat minim. Dia mengklaim meski tenaga engineer yang bekerja di Go-Jek mencapai 70% dari total pekerja, namun secara umum Indonesia supply tenaga engineer masih sangat minim.

Penyebabnya bisa karena kurang sesuainya kurikulum yang diajarkan saat di bangku kuliah. Solusi tercepat, sambungnya, adalah dengan mengirimkan bibit-bibit baru tersebut ke sekolah luar negeri. Untuk itu, perlu ada andil dari pemerintah dengan memberikan insentif-insentif berupa kemudahan beasiswa bagi pelajar yang berpotensi untuk menuntut ilmu di luar negeri.

“Masih banyak persepsi negatif dari orang tua Indonesia mengenai engineering, mereka mengira belajar coding itu seperti main internet. Perlu langkah cepat dari pemerintah dengan memberikan insentif berupa beasiswa,” ujarnya, Kamis (25/8).

Hadi Wenas menambahkan, menurutnya untuk sektor e-commerce perlu talent marketing yang cara bekerjanya sesuai dengan dunia startup. Kebanyakan saat ini pola pikir tenaga pemasaran di Indonesia masih konvensional, di mana ada dana yang masuk dari perusahaan kemudian dibelanjakan ke berbagai lini iklan.

Padahal, sebenarnya di startup teknik pemasaran seperti itu tidak cocok untuk diaplikasikan. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik yang ia lakukan adalah dengan mempekerjakan mahasiswa fresh graduate karena dinilai lebih mudah untuk diajarkan.

Sedangkan Traveloka menyiasati talent dengan mempekerjakan tenaga-tenaga lulusan 10 universitas di Asia Tenggara. “Kami menyiasati hal tersebut dengan mempekerjakan talent terbaik dari 10 universitas top di kawasan Asia Tenggara,” ujar Dannis.

Nadiem menambahkan, masalah empat masalah lainnya menurutnya bisa diselesaikan oleh Indonesia. Mengingat, kini sudah banyak startup baru yang fokus ke usaha logistik dan pembayaran bertebaran di Tanah Air. Sehingga, dalam ke depannya seluruh ekosistem startup digital akan lebih baik lagi, hal ini juga dapat mendukung tingkat kepercayaan konsumen lebih tinggi lagi.

Hasil riset Google dan Temasek

Lebih dalam lagi, dalam riset Google dan Temasek menyebutkan tiga sektor yang berpeluang terbesar dalam ekonomi digital Indonesia adalah e-commerce, online travel, dan online rides. Indonesia diprediksi akan memimpin region Asia Tenggara dalam jumlah pelaku e-commerce menjadi 52% pada 2025 dari sebelumnya 31%.

Secara nilai ekonomi, nilai sektor e-commerce di Indonesia bakal mencapai $46 miliar di 2025 dengan asumsi pertumbuhan 39% per tahunnya, dibandingkan perolehan di 2015 sebesar $1,7 miliar. Untuk online travel diprediksi akan menjadi $24,5 miliar dengan asumsi pertumbuhan bisnis 22% per tahunnya, dibandingkan perolehan sebelumnya $5 miliar.

Ini akan menempatkan Indonesia di urutan pertama di sektor online travel Asia Tenggara dengan porsi 32% dari sebelumnya 26% di 2015.

Hal yang sama juga untuk online rides. Diperkirakan nilainya akan mencapai $5,6 miliar dengan asumsi pertumbuhan 22% per tahun, dibandingkan perolehan sebelumnya sebesar $800 juta. Nilai tersebut juga menempatkan Indonesia sebagai market leader di Asia Tenggara dengan porsi 43% dibandingkan startup online rides lainnya.

Hal riset lainnya, Indonesia dinilai bakal menjadi negara paling aktif kedua setelah Singapura untuk kegiatan venture capital dalam hal jumlah transaksi. Sekitar 28% dari semua transaksi yang menerima funding Seri A+, serupa dengan di Singapura yang sebesar 29%.

“Peluang Indonesia sangat besar, $81 miliar, dan saya yakin bahwa tantangan yang ada akan dapat diatasi, seperti yang dapat dilihat saat ini dengan adanya sejumlah perusahaan lokal yang berhasil melebarkan usahanya di wilayah ini. Google bertekad untuk membantu bisnis Indonesia, mulai dari pemain startup besar hingga kecil demi mencapai pelanggan baru dan mendunia,” pungkas Tony Keusgen, Managing Director Google Indonesia.

Bisnis Travel Online Diprediksi Terus Bertumbuh di Asia Tenggara, Indonesia Memimpin Pangsa Pasar

Bisnis online travel di Asia Tenggara diprediksi akan terus meningkat, angka yang didapatkan oleh hasil riset Google dan Temasek akan mencapai $76 miliar pada tahun 2025. Besarnya nilai tersebut turut disampaikan sebagai sebuah kesempatan emas bagi para pemain di sektor tersebut untuk masuk ke wilayah Asia Tenggara.

Di Indonesia sendiri pemain di sektor travel online sudah mulai banyak, kendati masih tampak didominasi oleh Traveloka (yang digadang-gadang sebagai pesaing Go-Jek dalam nilai valuasi startup unicorn) dan juga Tiket.com. Google turut memprediksikan konsumen pengguna layanan online secara umum akan mencapai $200 miliar, yang artinya online travel telah memangkas 38 persen sendiri.

Jika dibandingkan dengan layanan online populer lain, yakni online media (ads, gaming, produk digital lainnya) dan e-commerce, pertumbuhan pangsa pasarnya cukup signifikan jika dibandingkan antara tahun 2015 dan prediksi 2025 mendatang. Grafik berikut ini menggambarkan persentase pertumbuhan tersebut.

Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google and Temasek
Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google dan Temasek

Menariknya bisnis penerbangan dan hotel menjadi yang paling signifikan diprediksi bertumbuh untuk kategori online travel. Pada tahun 2025, seiring makin akrabnya pengguna dengan layanan booking online, dan makin ramahnya penawaran hotel dan layanan maskapai penerbangan, membuat penetrasi pasarnya turut meningkat besar. Untuk layanan perjalanan sendiri juga turut terdongkrak, hanya saja persentasenya masih jauh. Dari riset yang sama diprediksikan bisnis penerbangan tahun 2025 akan mencapai nilai $40,1 miliar, bisnis perhotelan $36,4 miliar dan layanan perjalanan $13,1 miliar.

Hasil riset yang paling menarik, Indonesia memiliki persentase kenaikan yang paling tinggi di antara negara-negara lainnya.

Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Uniknya walaupun potensi tersebut sudah nyata terlihat, jika berbicara tentang aliran dana investasi, oleh venture capital ke startup, ternyata nilainya belum berbanding lurus, jika dibanding dengan aliran dana ke wilayah India atau Tiongkok misalnya. Bahkan saat berbicara tentang persentase secara keseluruhan, termasuk di dalamnya on-demand dan e-commerce yang sedang menjadi tren. Memang, belum banyak startup di sini yang memiliki valuasi di atas $10 juta, gelar Unicorn pun masih mudah dihitung dengan jari.

Selama 10 tahun ke depan, penelitian yang sama turut memprediksikan bahwa investasi di startup Asia Tenggara akan mencapai total nilai $40-50 miliar. Angka tersebut akan mendongkrak transaksi ekonomi online di wilayah Asia Tenggara meningkat hingga $200 miliar pada 2025. Indonesia, Singapura dan Vietnam dinilai sebagai negara-negara yang akan mendominasi angka tersebut.

Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Golden Gate Ventures Prepares $50 Million for Southeast Asian Startups

Golden Gate Ventures just announced its second round of investment in Southeast Asia worth no less than $50 million. During the first round , Golden Gate successfully planted 25 investment worth around $35 million, which was coming from a number of investors including Temasek, Eduardo Saverin (Facebook’s Co-Founder), and Monitor Capital Partners. Golden Gate Ventures’ vision is to bridge Silicon Valley and Asia, in terms of startup development. Continue reading Golden Gate Ventures Prepares $50 Million for Southeast Asian Startups