Klinik Pintar Tutup Pendanaan Seri A1 Rp78 Miliar Dipimpin Altara Ventures

Startup healthtech Klinik Pintar menutup putaran pendanaan seri A1 senilai $5 juta (sekitar Rp78 miliar) dipimpin oleh Altara Ventures, serta partisipasi dari Golden Gate Ventures, Venturra, Skystar Ventures, dan investor strategis asal Jepang di bidang healthcare IT Infocom.

“Dengan pendanaan ini, kami akan mengembangkan produk baru untuk meningkatkan layanan bagi klinik dan jaringan mitra. Kami memilih Altara Ventures untuk memimpin putaran ini dan bergabung dalam jajaran eksekutif kami karena keahlian mereka pada investasi di sektor kesehatan. Ini melengkapi jajaran investor dan keahlian operasional kami yang sudah ada,” tutur Co-Founder & CEO Klinik Pintar Harya Bimo.

Klinik Pintar mengembangkan solusi untuk membantu pemilik klinik dalam mendigitalkan proses bisnis dan layanan sehingga dapat terintegrasi dan terhubung dengan ekosistem kesehatan lain. Untuk klinik yang dimilikinya, layanan Klinik Pintar mencakup konsultasi dokter, obat-obatan, laboratorium, hingga vaksinasi yang dapat diakses secara offline dan online.

Per November 2023, Klinik Pintar mengoperasikan 22 klinik, dan jaringan 1.500 mitra klinik di seluruh Indonesia yang telah menggunakan solusinya. Klaimnya, teknologi Klinik Pintar telah digunakan 5% dari total klinik yang ada di Indonesia, atau setara peningkatan lebih dari tiga kali lipat sejak awal 2023.

CEO Infocom Yoichiro Hamazaki mengatakan, “Kami bermitra dengan Klinik Pintar untuk berkontribusi lebih lanjut terhadap peningkatan layanan kesehatan Indonesia. Platform mereka memungkinkan fasilitas kesehatan setempat untuk dapat mengelola operasi dan keselamatan pasien lebih baik. Dengan kerja sama ini, kami dapat mengintegrasikan solusi yang dapat mendukung keputusan klinis kami ke platform Klinik Pintar.”

Meningkatkan skala operasi

Dalam keterangan resminya, Klinik Pintar mengungkap sedang menyiapkan klinik spesialis neurologi kedua di Jabodetabek pada tahun ini. “Kami akan memperluas jangkauan jaringan dan penawaran produk, juga memulai masuk ke segmen korporasi dengan membangun lebih dari sepuluh klinik on-site bersama produsen otomotif terkemuka di Indonesia.”

Klinik Pintar mengembangkan Aplikasi Klinik Pintar (AKP) yang terhubung dengan platform Satu Sehat milik Kementerian Kesehatan, BPJS, dan jaringan asuransi swasta. Aplikasi ini disebut membantu para klinik untuk mematuhi aturan terbaru pemerintah terkait kewajiban integrasi dengan Satu Sehat.

AKP menawarkan sistem pengadaan untuk pemesanan obat, bahan habis pakai, dan peralatan medis yang terintegrasi dengan sistem inventaris klinik. Fitur ini dapat membantu klinik mencapai margin operasi yang lebih berkelanjutan.

Maka itu, digitalisasi klinik dipilih sebagai pendekatan utama Klinik Pintar usai pivot pada 2020. Menurut Bimo saat itu, klinik lebih menyentuh segmen akar rumput mengingat jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan rumah sakit (RS) di Indonesia. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, Indonesia memiliki sebanyak 176.110 jumlah dokter. Namun, angka tersebut belum memenuhi standar ideal WHO yang mematok rasio 1 dokter per 1.000 penduduk. Rasio dokter di Indonesia baru 0,63 dokter per 1.000 penduduk. Di Singapura, rasio dokternya berada di level 2,5, dan 1-1,5 dokter untuk rasio dokter di negara-negara berkembang lainnya.

ALAMI Tutup Pendanaan Tahap Lanjut, Perkuat Jajaran Kepemimpinan

Startup fintech syariah ALAMI Group mengumumkan penyelesaian putaran investasi growth-stage yang dipimpin oleh Intudo Ventures. Turut terlibat dalam putaran ini East Ventures (Growth Fund), AC Ventures, Quona Capital, Golden Gate Ventures, dan beberapa lainnya. Dana segar akan dioptimalkan untuk memperluas cakupan produk dan operasional bisnis ALAMI yang saat ini mengoperasikan layanan p2p lending dan bank digital.

Putaran ini berhasil dibukukan di tengah kondisi pasar yang sulit, membuktikan bahwa model bisnis yang diusung perusahaan cukup solid. Pada Q1 2023, lewat untuk fintech lending yang dimiliki perusahaan berhasil menyalurkan $367 juta pendanaan ke 11,4 ribu UMKM. Pada tahun 2021, perusahaan mengakuisisi bank syariah di Jakarta lalu mengubahnya menjadi Hijra Bank, sebuah entitas yang sepenuhnya digital dan memperoleh Klasifikasi Penyedia Jasa Pembayaran (“PJK Kategori 1”) dari Bank Indonesia.

Co-Founder & CEO ALAMI Group Dima Djani mengatakan, “Sejak kami meluncurkan aplikasi Hijra Bank pada Desember 2022, pertumbuhan volume transaksi mencapai 3x lipat dan basis pengguna 2x lipat. Pada tahun 2022, bank ini mencapai peningkatan laba 200% year-on-year, dengan peningkatan dana pihak ketiga sebesar 220% dan pertumbuhan aset hampir 200%. Selain itu, distribusi pembiayaan berkembang sebesar 200% dibandingkan dengan tahun 2021.”

Ia melanjutkan, “Dengan investasi ini, kami akan terus mempercepat pertumbuhan dan memperluas basis pengguna Hijra Bank, serta adopsi produk baru seperti Pembiayaan Rumah Hijra dan produk lainnya yang akan datang, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan perbankan sehari-hari pelanggan kami.”

Perkuat kepemimpinan

Bersamaan dengan pendanaan ini, ALAMI juga mengumumkan penunjukan Ade Fauzan sebagai Group COO. Ade adalah seorang banker berpengalaman, yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di industri perbankan Islam Indonesia, dengan jabatan terakhirnya sebagai Anggota Dewan dan Kepala Pengembangan Bisnis BTPN Syariah, serta CEO BTPN Syariah Ventura.

Selain itu, Dr. Dian Triansyah Djani juga turut ditunjuk sebagai penasihat. Ia merupakan diplomat berpengalaman, yang telah mewakili Indonesia sebagai Duta Tetap untuk PBB, serta menjabat sebagai G20 Co-Sherpa. Jaringan globalnya akan bermanfaat saat ALAMI menjelajahi ekspansi internasional. Selain itu, Dan Bertoli dan Vincent Yunnaraga bergabung ke tim sebagai anggota dewan dan kepala keuangan.

“Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, konsumen Indonesia ingin solusi keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan sensitivitas keagamaan mereka yang unik. Melalui rangkaian produk dan layanan perbankan dan keuangan syariah yang inovatif, ALAMI menawarkan cara yang andal dan aman bagi umat Islam untuk melindungi dan mengembangkan aset keuangan mereka. Kami sangat senang mendukung ALAMI dalam usaha mereka,” sambut Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sempat lakukan efisiensi

Guna meningkatkan capaian profitabilitas, awal September 2023 lalu ALAMI juga baru melakukan PHK. Manajemen berdalih langkah ini diambil untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang perusahaan. Tidak disebutkan jumlah karyawan yang terdampak dan berlaku untuk divisi mana saja.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan manajemen, ini adalah pertama kalinya mengambil keputusan yang paling menantang tersebut. Selama pandemi di tiga tahun terakhir, perusahaan memastikan untuk mempertahankan karyawannya di saat banyak perusahaan sudah memangkas jumlah karyawan.

Sejauh ini ALAMI telah mengumpulkan beberapa putaran pendanaan, meliputi:

Putaran Pendanaan Nilai Investor
Seed $1,3 juta Golden Gate Ventures, RHL Ventures, Agaeti Ventures, dan Zelda Crown
Lanjutan (Ekuitas dan Debt) $20 juta AC Ventures, Golden Gate Ventures, dan Quona Capital
Pra-Seri B Undisclosed East Ventures, Quona Capital, FEBE Ventures, Capria Ventures
Lanjutan Undisclosed Paragon Beneva Investama
Seri B (sekarang) Undisclosed Intudo Ventures, East Ventures, AC Ventures, Quona Capital, Golden Gate Ventures
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Startup Healthtech Lifepack Rampungkan Pendanaan Seri A yang Dipimpin Golden Gate Ventures

PT Indopasifik Teknologi Medika Indonesia (ITMI) melalui brand Lifepack, berhasil meraih pendanaan Seri A senilai $7 juta atau lebih dari 103 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Golden Gate Ventures dan diikuti beberapa investor terdahulu, seperti Teja Ventures, Jungle Ventures, dan SkyStar Capital.

Natali Ardianto, Co-Founder dan CEO Lifepack, mengungkapkan bahwa dana segar ini akan digunakan untuk memperkuat kehadiran di luar Jakarta. Hingga saat ini apotek Lifepack sudah tersedia di Jakarta dan Surabaya. Perusahaan juga sudah mendapat lisensi untuk membuka cabang di Bandung.

“Targetnya, perusahaan akan menambah 7 apotek baru di masing-masing kota, seperti Bekasi, Tangerang, dan Bogor,” sambung Natali.

Justin Hall, partner di Golden Gate Ventures mengungkapkan, bahwa Lifepack memiliki formula terbaik dengan kombinasi dari para pendiri hebat dengan visi yang kuat dan ide bisnis yang relevan dengan pasar. “Kami siap untuk mendukung pertumbuhan bisnis Lifepack melalui jaringan kami yang luas dan wawasan mendalam kami untuk berbagai kesempatan kolaborasi di wilayah segitiga emas start-up di Indonesia, Vietnam, dan Singapura,” ujarnya.

Sejak awal perusahaan ini berdiri, Golden Gate Ventures telah memberikan dukungan besar pada Lifepack sebagai salah satu start-up yang mengusahakan digitalisasi industri tradisional di Indonesia. Golden Gate Ventures merupakan salah satu pelopor ekosistem start-up di Asia Tenggara yang sudah lama berfokus di industri teknologi kesehatan, yang juga sudah turut mendukung pemain kuat di sektor yang sama seperti Medigo, Alodokter, dan Hanna Life Technologies.

Lifepack mulai beroperasi di masa awal pandemi. Ketika itu, PPKM masih ketat dan rumah sakit masih dipenuhi pasien Covid-19. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi penderita penyakit kronis seperti diabetes, jantung, stroke dan lainnya dalam mendapatkan obat. Hal ini yang kemudian menjadi fokus perusahaan dalam menyediakan layanan terpadu dan cepat.

Dari sisi bisnis, Natali mengaku bahwa hadirnya Covid-19 sempat memberi keuntungan bagi perusahaan. Namun, dampak signifikan dari pandemi ini adalah pembelajaran mengenai kesehatan. Covid-19 menjadi gerbang awal dari literasi kesehatan dan katalisator bagi para konsumen dalam hal kesadaran kesehatan.

Sebagai digital pharmacy, Natali mengungkapkan, perusahaan saat ini memiliki dua model bisnis. Pertama, model B2B2C yang melayani peresepan digital atau e-prescription oleh dokter. Lalu, layanan B2C produk OTC (over the counter). Apotek Lifepack memberikan pelayanan kefarmasian dengan menjamin kualitas obat, memberikan harga yang terjangkau, terlengkap, serta lebih hemat dengan program gratis ongkos kirim (ongkir) ke seluruh Indonesia.

Potensi pasar apotek di Indonesia sendiri terbilang masih sangat besar.Di tahun 2025, industri farmasi di Indonesia diprediksi akan tumbuh dua kali lipat dengan estimasi nilai pasar mendekati US$ 20 milyar. Farmasi online sendiri baru mencakup 3.5% dari total pangsa pasar farmasi yang besar ini. Populasi masyarakat Indonesia yang mencapai lebih dari 245 juta jiwa dan tersebar di 34 provinsi menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk pasar apotek.

Selain Lifepack, pemain lain yang juga memiliki model bisnis serupa adalah perusahaan farmasi asal Singapura SwipeRx, yang sebelumnya bernama mClinica Pharmacy Solutions. Perusahaan belum lama ini berhasil mengumpulkan pendanaan seri B dan siap mengakselerasi bisnis di Indonesia.

Pertumbuhan bisnis dan target ke depan

Lifepack bukanlah satu-satunya produk di bawah bendera ITMI yang bergerak dalam industri kesehatan. Sebelumnya ada Jovee, sebuah layanan yang fokus menyediakan kebutuhan suplemen bagi masyarakat. Perusahaan ini mengandalkan “data science” dalam memberikan rekomendasi suplemen sesuai kebutuhan.

Natali mengakui, ketika didirikan pada tahun 2019, perusahaan masih dalam tahap discovery. Lifepack menemukan model bisnisnya di tahun 2021. Setelah dirasa scalable, maka timnya mulai menggalang dana dan akhirnya memasuki growth stage di tahun 2022 ini.

Hingga saat ini, apotek Lifepack menyediakan lebih dari 5.000 produk dari mulai obat-obatan, vitamin, hingga alat kesehatan yang dapat dipastikan orisinal. Lifepack juga menawarkan pengiriman secara instan dengan durasi maksimal 2 jam, sedangkan untuk seluruh pulau Jawa, pengiriman dalam waktu 24 jam. Melalui aplikasi ini, pihaknya mengaku ingin mengimplementasi Good Pharmacy Practice dalam memberikan pelayanan kefarmasian.

Natali juga memaparkan dari sisi pertumbuhan bisnis MoM perusahaan yang mencapai 30%, dengan total 60 ribu pengguna per bulannya. Selain itu, jumlah dokter yang mendaftar di ekosistem Lifepack sudah menginjak lebih dari 1000. Ini membuktikan bahwa Lifepack sudah berada di jalur yang berkelanjutan.

Dalam diskusi bersama DailySocial, Natali turut mengangkat salah satu inisiatif pemerintah untuk Uji Coba Platform Indonesia Health Service yang akan mengintegrasikan data kesehatan dari berbagai pelaku di industri ini. Menurutnya, hal ini penting, mengingat industri kesehatan yang sangat terfragmentasi, padahal layanan kesehatannya sudah sangat baik.

Dari sisi kolaborasi, perusahaan mengaku selalu menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang terlibat di industri. Menurutnya, regulasi pemerintah untuk industri ini juga sudah terbilang baik.

“Kita sangat terbuka untuk kolaborasi. Kita sendiri sudah melakukan kolaborasi dengan banyak pihak terkait seperti asosiasi di bidang farmasi dan kedokteran. Karena kita hadir untuk membangun industri farmasi yang lebih baik.”

Menurut Natali, permasalahan fundamental dari farmasi di Indonesia adalah apoteker yang seringkali dinilai sebatas tukang obat. Padahal, apoteker mempelajari farmakologi (interaksi obat) jauh lebih lama daripada dokter. Tidak banyak orang-orang yang menganggap serius hal ini. Call center Lifepack dilayani langsung oleh apoteker handal dan terbuka untuk konsultasi.

“Saat ini Indonesia sudah berada di awal revolusi layanan kesehatan berbasis teknologi. Kurang dari dua tahun, masyarakat sudah merubah kebiasaannya hingga 180 derajat, di mana semua hal terkait kesehatan dapat diakses melalui ponsel. Lifepack akan memimpin revolusi apotek tersebut dan menciptakan layanan omnichannel – sebagai satu destinasi kesehatan untuk pasien dan tenaga medis profesional agar mendapatkan layanan kesehatan yang prima,” ungkap Natali.

Application Information Will Show Up Here

Finku Financial App Secures Seed Funding Worth 40 Billion Rupiah

The personal financial app Finku announced seed funding of $2.8 million (over 40 billion Rupiah) from B Capital Group. Global Founders Capital and Thrill Capital are involved as co-lead investors. Also participated in this round, Golden Gate Ventures, Goodwater Capital, Alto Partners, and the founders of BukuWarung and Xendit.

On a general note, Global Founders is Finku’s pre-seed investor, along with 500 Startups in August 2021. This latest round’s value is still undisclosed.

The company is to use the fresh money for more diverse product innovations and team expansion to empower more Indonesians. The company is soon to launch a consumer credit product. In the future, Finku is to combine several credit advantages, including low interest rates, cost transparency, with a set of personal finance features to facilitate credit access in a more responsible way.

In an official statement, the company said to take advantage of the increasing number of e-wallet users to access digital payments in Indonesia. The reason is, to build a more resilient and inclusive society in terms of financial, they must have access, ability, and independence to manage finances regardless of income background.

B Capital Group’s Principal, Ayu Tanoesoedibjo said, “We believe that Finku has produced a high-quality product that digitally transforms the personal finance space with a user-centric, highly intuitive, and easy-to-use mobile application for the general public.

“Finku’s ability to reach hundreds and thousands of users in the following months after its launch is a proof to the vast market potential and the team’s passion, commitment and perseverance to achieve the company’s vision. We are excited to support this effort and can’t wait to see them reach more milestones in the future,” Ayu said, Friday (13/5).

Finku’s growth

Finku was launched last year, founded by Reinaldo Tendean, Shyam Kalairajah, and Shylla Estee. The app offers users greater access to finance and financial management expertise, through apps that automate expense tracking and personal budgeting, as well as providing personalized financial advice according to their spending habits.

This allows users to track their transactions through bank, e-wallet and investment accounts more easily, as Finku has streamlined their daily financial management processes. This application can automatically collect and calculate various financial data to produce a real-time figure.

The Finku app feature also allows users to create financial plans that can be automatically divided into more than 28 categories. The app also illustrates graphs and reports, billing, and subscription management features.

A consumer credit product that will be released in the near future, allows users to access credit facilities for their daily needs. This access to credit serves to increase users’ financial capacity and ability in daily life to a certain extent that will not cause problems in their finances.

To date, Finku has more than 350 thousand application users. It is claimed that last year it grew exponentially, ranking 7th for the financial application category in the Apple Store Indonesia. Finku is also part of the 15 startups selected to participate in the Startup Studio Indonesia accelerator program.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aplikasi Pencatatan Keuangan “Finku” Peroleh Dana Tahap Awal Lebih dari 40 Miliar Rupiah

Finku, startup pengembang aplikasi pencatatan keuangan pribadi, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $2,8 juta (lebih dari 40 miliar Rupiah) dari B Capital Group. Global Founders Capital dan Trihill Capital ikut terlibat sebagai co-lead investor. Adapun jajaran investor lainnya yang turut berpartisipasi adalah Golden Gate Ventures, Goodwater Capital, Alto Partners, serta pendiri startup BukuWarung dan Xendit.

Sebagai catatan, Global Founders merupakan investor awal (pre-seed) di Finku, bersama dengan 500 Startups pada Agustus 2021. Tidak disebutkan nominal yang diterima Finku dalam putaran tersebut.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar untuk inovasi produk yang lebih beragam dan memperluas tim untuk memberdayakan lebih banyak masyarakat Indonesia. Salah satu produk yang segera meluncur adalah kredit konsumer. Nantinya Finku akan menggabungkan sejumlah keunggulan kredit, meliputi suku bunga rendah, transparansi biaya, dengan seperangkat fitur keuangan pribadi yang dapat membantu mereka mengakses kredit secara bertanggung jawab.

Dalam keterangan resmi, disampaikan perusahaan akan memanfaatkan peluang meningkatnya jumlah pengguna e-wallet untuk mengakses pembayaran digital di Indonesia. Pasalnya, untuk membangun masyarakat yang lebih tangguh secara finansial dan inklusif, mereka harus memiliki akses, kemampuan, dan kemandirian untuk mengelola keuangan terlepas dari latar belakang pendapatan.

Principal B Capital Group Ayu Tanoesoedibjo mengatakan, pihaknya menilai Finku telah menghasilkan produk berkualitas tinggi yang secara digital mengubah ruang keuangan pribadi dengan aplikasi seluler yang berpusat pada pengguna, sangat intuitif, dan mudah digunakan masyarakat umum.

“Kemampuan Finku untuk menjangkau ratusan dan ribuan pengguna dalam beberapa bulan setelah peluncurannya adalah bukti adanya potensi pasar yang luas serta semangat, komitmen, dan ketekunan tim untuk mencapai visi perusahaan. Kami sangat antusias untuk mendukung usaha ini dan dan tidak sabar untuk melihat mereka mencapai lebih banyak tonggak sejarah di masa depan,” kata Ayu, Jumat (13/5).

Perkembangan Finku

Finku sendiri baru dirilis pada tahun lalu, dirintis oleh Reinaldo Tendean, Shyam Kalairajah, dan Shylla Estee. Aplikasi tersebut menawarkan akses keuangan dan keahlian manajemen keuangan yang lebih besar kepada pengguna, melalui aplikasi yang mengotomatiskan pelacakan pengeluaran dan perancangan anggaran pribadi, serta penyediaan saran keuangan yang dipersonalisasi sesuai kebiasaan belanja mereka.

Hal ini memungkinkan pengguna untuk melacak transaksi yang mereka lakukan melalui bank, e-wallet, dan akun investasi secara lebih mudah, lantaran Finku telah merampingkan proses manajemen keuangan harian milik mereka. Aplikasi ini juga secara otomatis dapat mengumpulkan dan menghitung berbagai data keuangan untuk menghasilkan gambaran secara real-time.

Fitur aplikasi Finku juga memungkinkan pengguna untuk membuat rencana keuangan yang dapat secara otomatis dibagi ke lebih dari 28 kategori. Aplikasi ini juga mengilustrasikan grafik dan laporan, tagihan, serta fitur manajemen langganan.

Produk kredit konsumer yang akan dirilis dalam waktu dekat, memungkinkan pengguna mengakses fasilitas kredit untuk kebutuhan sehari-hari. Akses kredit ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas serta kemampuan keuangan pengguna dalam kehidupan sehari-hari dalam batas tertentu yang tidak akan menimbulkan permasalahan pada keuangan mereka.

Saat ini Finku telah memiliki lebih dari 350 ribu pengguna aplikasi. Diklaim, pada tahun lalu tumbuh eksponensial berada di peringkat ke-7 untuk kategori aplikasi keuangan di Apple Store Indonesia. Finku juga merupakan bagian dari 15 startup yang terpilih untuk berpartisipasi dalam program akselerator Startup Studio Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Secures 58 Billion Rupiah Series A Funding

Healthtech startup Klinik Pintar announced the series A funding of $4.15 million or around 58 billion Rupiah. Golden Gate Ventures led the funding, with the participation of Bundamedik Healthcare System (BMHS), Skystar Ventures, and Sequis Life.

Golden Gate Ventures previously invested in Klinik Pintar in a pre-series A funding round in November 2020, along with two other investors, Venturra Discovery and Kenangan Kapital, an angel fund owned by Kopi Kenangan’s Co-founder, Edward Tirtanata.

In his official statement, Golden Gate Ventures’ representative, Justin Hall expressed optimism about the Indonesian health industry. Hall said, Indonesia has a great potential growth and Klinik Pintar is taking part in this growth by building an integrated health ecosystem. “The previously mentioned convinces us to support Klinik Pintar in advancing the health system through this funding support,” he explained.

Meanwhile, the BMHS’ representative, dr. Ivan Sini said that his participation in Klinik Pintar funding signifies the company’s commitment to developing an integrated health service ecosystem with Smart Clinics in Indonesia. “This synergy can be started from the referral system, laboratory, and supply chain,” he said.

For information, the Smart Clinic under the auspices of PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) offers a solution through a profit sharing system with the clinic owner. This collaboration is in the form of providing technology solutions to digitize business processes and services, standardization, and investment that can help clinic owners develop their businesses and increase value-based care.

In order to realize this integrated health ecosystem, Klinik Pintar continues to develop the Klinik OS (Operating System) digital platform that digitizes operations and empowers clinics through digital. It includes online and offline end-to-end services, comprehensive standardization of SOPs, inventory and managerial management, and digitally connecting between clinics in the network and other supporting partners.

Service development in 2022

DailySocial.id had a chance to interview Medigo’s Co-founder & CEO, Harya Bimo regarding the future business plan using this new funding. On this occasion, the man who is familiarly called Bimo emphasized that from now on, Medigo will use Klinik Pintar as the branding of its services in the future.

In accordance with its mission to become a clinic supply chain provider in Indonesia, this new funding will be used to expand the Klinik Pintar network and services. Currently, Klinik Pintar already has 120 clinics available in 60 cities throughout Indonesia.

“We have proven that the framework [through the clinical supply chain model] is successful. Therefore, in the next two years, we want to strengthen existing services by increasing the value of the Smart network through service interoperability,” he said.

One of which is service synergy with the ecosystem owned by BMHS. To strengthen this synergy, BMHS has invested in series A shares totaling 2339 shares which were issued and issued in Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, with a direct share investment of $1.5 million or equivalent to Rp21 billion on 8 November. BMHS is part of the clinic’s operational partner through the Smart Clinic digital network.

This synergy will be performed by the Bundamedik Healthcare System, which is an integrated health service ecosystem belonging to PT Bundamedik Tbk, and consists of a network of hospitals, clinics, laboratories, to medical evacuation.

His team will implement a digital-based referral system, both to hospitals and laboratories, by utilizing the ecosystem owned by BMHS. According to Bimo, so far the referral system in Indonesia is still paper-based, which is considered inefficient for patients and health workers.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

With digital referrals, doctors and health workers can see the patient’s previous track record. In another example, a patient who is referred for laboratory tests can collect the results at the Klinik Pintar.

“We are trying to empower existing clinics. Considering that not all clinics have laboratories, we take an approach with a network strategy. Now, BMHS has a similar idea to what we are looking for. Our main synergy is to address the needs in areas that so far do not have access to laboratories. We “We will develop this network synergy with BMHS. Our target next year is to build 400 clinics,” he explained.

In another use case, Klinik Pintar will also improve interoperability in the supply chain by connecting clinics and suppliers (principals). Thus, clinics can order various medical equipment and health products, such as pharmaceuticals, vaccines, syringes, and gloves.

“We want to go national now. Currently, we supply gradually in Jabodetabek. Our next target is Java and outside Java. At the very least, our target is to be able to penetrate new cities every quarter. We are also collaborating with big pharmaceutical players because our permits are not distributors,” Bimo said.

In addition, his team will open new access for maternal and child services. Bimo assessed that this segment was still underserved in Indonesia, especially during the Covid-19 pandemic. Klinik Pintar will provide a number of services, including home care and telemedicine through video calls.

Finally, his team is also developing a number of health programs as a preventive measure for serious diseases (diabetes, hypertension, heart) through a health plan. Currently, the program is only marketed to B2B consumers.

“Many internal diseases can’t actually be handled via chat and one meeting. An offline and online approach is required, not only teleconsultation, but also monitoring. This is one of the challenges we see in hospitals and clinics, not in handling severe symptoms,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Memperoleh Pendanaan Seri A Sebesar 58 Miliar Rupiah

Startup healthtech Klinik Pintar mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $4,15 juta atau sekitar 58 miliar Rupiah. Golden Gate Ventures kembali terlibat dan kali ini memimpin pendanaan, ditambah partisipasi PT Bundamedik Tbk (BMHS), Skystar Capital, dan Sequis Life.

Golden Gate Ventures sebelumnya berinvestasi di Klinik Pintar pada putaran pendanaan pra-seri A yang diumumkan November 2020, bersama dua investor lainnya, yaitu Venturra Discovery dan Kenangan Kapital yang merupakan angel fund milik Co-founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata.

Dalam keterangan resminya, perwakilan Golden Gate Ventures Justin Hall mengungkap optimistis terhadap industri kesehatan Indonesia. Menurut Hall, potensi pertumbuhan di Indonesia sangat besar dan Klinik Pintar mengambil peran dalam pertumbuhan tersebut dengan membangun ekosistem kesehatan terintegrasi. “Hal di atas meyakinkan kami mendukung Klinik Pintar dalam memajukan sistem kesehatan melalui sokongan pendanaan ini,” paparnya.

Sementara itu, perwakilan BMHS dr. Ivan Sini menambahkan bahwa partisipasinya di pendanaan Klinik Pintar menandakan komitmen perusahaan untuk mengembangkan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi bersama Klinik Pintar di Indonesia. “Sinergi ini dapat dimulai dari sistem rujukan, laboratorium, dan supply chain,” katanya.

Sebagai informasi, Klinik Pintar di bawah naungan PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) menawarkan solusi melalui sistem bagi hasil dengan pemilik klinik. Kerja sama ini berupa pemberian solusi teknologi untuk mendigitalkan proses bisnis dan layanan, standardisasi, dan investasi yang dapat membantu pemilik klinik mengembangkan usaha dan meningkatkan value based-care.

Demi mewujudkan ekosistem kesehatan terintegrasi ini, Klinik Pintar terus mengembangkan platform digital Klinik OS (Operating System) yang mendigitalkan operasional dan memberdayakan klinik melalui digital. Digitalisasi ini meliputi layanan end-to-end secara online dan offline, standardisasi SOP menyeluruh, pengelolaan inventaris dan manajerial, dan menghubungkan antar-klinik di jaringan dan mitra pendukung lainnya secara digital.

Rencana pengembangan layanan di 2022

DailySocial.id berkesempatan mewawancarai Co-founder & CEO Medigo Harya Bimo terkait rencana bisnis ke depan dengan pendanaan baru ini. Pada kesempatan ini, pria yang karib disapa Bimo ini menegaskan bahwa kini Medigo akan memakai nama Klinik Pintar sebagai branding layanannya ke depan.

Sesuai misinya untuk menjadi penyedia supply chain klinik di Indonesia, pendanaan baru ini akan digunakan untuk mengekspansi jaringan dan layanan Klinik Pintar. Saat ini, Klinik Pintar sudah memiliki 120 klinik yang tersedia di 60 kota di seluruh Indonesia.

“Kami sudah membuktikan bahwa framework [melalui model supply chain klinik] ini berhasil. Maka itu, dalam dua tahun ke depan, kami ingin memperkuat layanan yang sudah ada dengan meningkatkan value jaringan Pintar lewat interoperabilitas layanan,” ungkapnya.

Salah satunya adalah sinergi layanan dengan ekosistem yang dimiliki BMHS. Untuk memperkuat sinergi ini, BMHS melakukan penyertaan saham seri A sejumlah 2339 lembar saham yang ditempatkan dan dikeluarkan dalam Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, dengan penyertaan saham langsung $1,5 juta atau setara Rp21 miliar pada 8 November lalu. BMHS menjadi bagian dari mitra operasional klinik melalui jaringan digital Klinik Pintar.

Sinergi ini akan dilakukan Bundamedik Healthcare System yang merupakan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi milik PT Bundamedik Tbk, dan terdiri dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, hingga evakuasi medis.

Pihaknya akan mengimplementasi sistem rujukan berbasis digital, baik ke rumah sakit maupun laboratorium, dengan memanfaatkan ekosistem yang dimiliki BMHS. Menurut Bimo, selama ini sistem rujukan di Indonesia masih berbasis kertas yang dinilai kurang efisien bagi pasien dan petugas kesehatan.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

Dengan rujukan digital, dokter dan petugas kesehatan dapat melihat rekam jejak pasien sebelumnya. Pada contoh lain, pasien yang dirujuk untuk melakukan tes laboratorium, dapat mengambil hasilnya di Klinik Pintar.

“Kami berupaya empower klinik existing. Mengingat tidak semua klinik punya laboratorium, kami mengambil approach dengan strategi jaringan. Nah, BMHS punya pemikiran serupa dengan yang kami cari. Sinergi utama kami untuk address kebutuhan di daerah yang selama ini tidak punya akses ke laboratorium. Kami akan mengembangkan sinergi jaringan ini bersama BMHS. Target kami tahun depan membangun 400 klinik,” jelasnya.

Pada use case lain, Klinik Pintar juga akan meningkatkan interoperabilitas di supply chain dengan menghubungkan klinik dan supplier (principal). Dengan demikian, klinik dapat memesan berbagai peralatan medis dan produk kesehatan, seperti farmasi, vaksin, jarum suntik, dan sarung tangan.

“Kami ingin go national sekarang. Saat ini, supply kami lakukan bertahap di Jabodetabek. Target kami selanjutnya adalah Jawa dan luar Jawa. Paling tidak, kami target bisa tembus kota baru setiap kuartal. Kami juga kerja sama dengan pemain farmasi besar karena izin kami bukan distributor,” ujar Bimo.

Selain itu, pihaknya akan membuka akses baru bagi layanan ibu dan anak. Bimo menilai, segmen ini masih underserved di Indonesia, terutama selama pandemi Covid-19 terjadi. Klinik Pintar akan menyediakan sejumlah layanan, termasuk home care dan telemedicine melalui video call.

Terakhir, pihaknya juga tengah mengembangkan sejumlah program kesehatan sebagai tindakan preventif penyakit berat (diabetes, hipertensi, jantung) melalui health plan. Saat ini, program tersebut baru dipasarkan ke konsumen B2B.

“Banyak penyakit dalam yang sebetulnya tidak dapat ditangani via chat dan sekali pertemuan saja. Perlu approach offline dan online, tidak hanya telekonsultasi, tetapi juga monitoring. Ini salah satu tantangan yang kami lihat di rumah sakit dan klinik, bukan di penanganan gejala berat,” katanya.

Application Information Will Show Up Here

Paper.id to Complete Series B Funding Round, Launching a B2B Paylater Service

The B2B invoicing and payment platform “Paper.id” is currently fundraising for series B round and to be announced in early 2022. Paper.id’s Co-Founder & CEO, Jeremy Limman said to DailySocial that the company is currently in the process of finalizing and plan to use the fresh funds to support product developments that have proven to be growing rapidly during this pandemic.

Paper.id’s latest funding was in 2019 for the series A round from Modalku fintech and Golden Gate Ventures. In early 2018, they also received seed funding from Golden Gate Ventures.

Pandemic elevating business

The number of Paper.id users has grown almost 3 times since the beginning of the pandemic last year. The invoices that have been processed has reached the highest level over Rp9 trillion, this number is claimed to have increased by 2 times from the same period last year. ​Currently, Paper.id has 300 thousand users and is spread across more than 300 cities and regencies in Indonesia.

“In general, the pandemic has negatively impacted the MSMEs, especially the tourism and retail sectors. However, Paper.id users belong to the sector-agnostic segment, therefore, several industries can still survive and continue to grow, such as logistics, FMCG and online sellers,” Jeremy said.

In order to increase financing options for users, Paper.id collaborates with a strategic investor, Buana Sejahtera Group, a group of companies engaged in finance, logistics, and hospitality to expand Paper.id’s capabilities in business funding and penetration into the conventional supply chain.

“Later on, we will ask our strategic investors about what business sector they want. Then Paper.id will recommend businesses that are eligible to get financing from the multifinance,” Jeremy said.

Launching a B2B Paylater

Aiming to help SMEs make their business easier, Paper.id launched its latest product, the B2B Paylater or Buy Now, Pay Later (BNPL). For buyers, they can get benefits in the form of an extension of time. Suppliers can also experience other benefits from this product through a new feature called “Get Paid Faster”.

Prioritizing the aggregator concept, Paper.id will later recommend business owners who want to use BNPL for fintech lending services to banks that have become strategic partners. Currently, there are 10 fintech service and banking partners, including Modalku, Bank Jago, and Pinjam Modal.

“In terms of financing, we cannot provide services for all. Thus, we have good partnerships with P2P, multi-finance and banking services. Everything will be tailored to the needs of the business,” Jeremy added.

In ensuring the business to run good track record, Paper.id conducts a curation process for businesses with intention to use BNPL through data invoicing on Paper.id. Therefore, banking partners and fintech services are guaranteed to get business recommendations with the best quality. Since the launching, Paper.id has validated more than 3000 invoices for BNPL products.

“With our experience that has channeled productive funding of more than Rp. 175 billion for MSMEs, BNPL is a feature that is much requested by our users and is expected to drive the MSME business development and help them manage cash flow better,” Jeremy said.

B2B Paylater in Indonesia

In a report titled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021” published by DSInnovate, the paylater services that focus on business consumers is said to start mushrooming. The scheme is in the form of collaboration, between fintech lending and business service providers.

Indonesia’s B2B Paylater players

In contrast to productive loan products in the style of P2P Lending, B2B paylaters do not provide cash to improve business operations. They finance the expenditure of goods or services that are channeled directly to the provider.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Segera Rampungkan Penggalangan Dana Seri B, Paper.id Luncurkan Layanan Paylater B2B

Platform invoicing dan payment B2B “Paper.id” tengah melakukan penggalangan dana tahapan seri B yang rencananya akan diumumkan awal tahun 2022 mendatang. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Paper.id Jeremy Limman menyebutkan, saat ini perusahaan dalam proses finalisasi dan rencananya dana segar tersebut digunakan untuk mendukung perkembangan produk yang sudah terbukti berkembang pesat selama pandemi ini.

Pendanaan terakhir yang diterima oleh Paper.id adalah tahun 2019 lalu untuk tahapan seri A dari perusahaan fintech Modalku dan Golden Gate Ventures. Awal tahun 2018 mereka juga telah mengantongi pendanaan awal dari Golden Gate Ventures.

Pandemi mendongkrak bisnis

Tercatat sejak awal pandemi tahun lalu jumlah pengguna Paper.id telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2 kali lipat dari periode yang sama di tahun lalu. ​Saat ini Paper.id memiliki 300 ribu pengguna dan tersebar di lebih dari 300 kota dan kabupaten di Indonesia.

“Secara umum, pandemi memberikan dampak buruk yang hebat kepada UMKM, terutama sektor pariwisata dan ritel. Namun, pengguna Paper.id termasuk segmen sector-agnostic, sehingga tetap ada beberapa industri yang bertahan dan tetap bertumbuh seperti logistik, FMCG dan online seller,” kata Jeremy.

Untuk menambah pilihan pembiayaan kepada pengguna, Paper.id menggandeng investor strategis, Buana Sejahtera Group sebuah grup perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, logistik, dan perhotelan guna memperluas kapabilitas Paper.id dalam pendanaan bisnis dan penetrasi ke dalam
supply chain konvensional.

“Nantinya kita akan bertanya kepada investor strategis kita kira-kira sektor usaha apa yang mereka inginkan. Kemudian Paper.id akan merekomendasikan usaha yang layak mendapatkan pembiayaan dari multifinance tersebut,” kata Jeremy.

Luncurkan paylater B2B

Bertujuan untuk membantu UKM  mempermudah usaha, Paper.id meluncurkan produk terbaru paylater atau Buy Now, Pay Later (BNPL) B2B. Bagi buyer, mereka bisa mendapatkan manfaat berupa perpanjangan tempo. Supplier juga bisa merasakan manfaat lainnya dari produk ini melalui fitur baru bernama “Get Paid Faster”.

Mengedepankan konsep agregator, nantinya Paper.id akan merekomendasikan pemilik usaha yang ingin memanfaatkan BNPL kepada layanan fintech lending hingga perbankan yang telah menjadi mitra strategis. Saat ini tercatat sudah ada 10 mitra layanan fintech hingga perbankan, di antaranya adalah Modalku, Bank Jago, dan Pinjam Modal.

“Di financing kita tidak bisa memberikan layanan untuk semua. Dengan demikian kemitraan kami jalin baik dengan layanan P2P, multifinance, hingga perbankan. Semua disesuaikan dengan kebutuhan dari usaha tersebut,” kata Jeremy.

Untuk memastikan usaha tersebut memiliki track record yang baik, Paper.id melakukan proses kurasi bagi usaha yang ingin memanfaatkan BNPL melalui data invoicing melalui Paper.id. Dengan demikian mitra perbankan dan layanan fintech telah dijamin mendapatkan rekomendasi usaha yang memiliki kualitas terbaik. Sejak diluncurkan, Paper.id telah memvalidasi lebih dari 3000 invoice untuk produk BNPL.

“Dengan pengalaman kami yang sudah menyalurkan pendanaan produktif lebih dari Rp 175 miliar bagi UMKM, BNPL ini adalah fitur yang banyak diminta oleh pengguna kami dan diharapkan dapat mendorong roda perkembangan bisnis UMKM serta membantu mereka dalam mengelola arus kas lebih baik,” kata Jeremy.

Paylater B2B di Indonesia

Dalam laporan bertajuk “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021” yang diterbitkan DSInnovate terungkap, layanan paylater yang fokus kepada konsumen bisnis mulai berkembang. Skemanya berbentuk kolaborasi, antara fintech lending dengan penyedia layanan bisnis.

Pemain paylater B2B di Indonesia

Berbeda dengan produk pinjaman produktif ala P2P Lending, paylater B2B tidak memberikan dana tunai untuk meningkatkan operasional bisnis. Mereka membiayai belanja barang atau layanan yang disalurkan langung kepada penyedia.

Application Information Will Show Up Here

Fuse Insurtech Announces the Closing of Series B Funding

Fuse insurtech today (09/8) announced the closing of its series B funding with an undisclosed amount. The round was led by GGV Capital with the participation of previous investors, including East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, Emtek, and some undisclosed investors.

The fresh funds will be focused on developing its digital platform and continuing the expansion to other countries in Southeast Asia, outside of Indonesia and Vietnam. Previously, Fuse has secured series A funding in late 2019, led by EV Growth.

This insurtech platform was founded in 2017 by Andy Yeung and Ivan Sunandar. The company claimed to be a pioneer application that focuses on the agent-base model. This is considered relevant to Indonesia, as 97% of the population is still underinsured due to lack of confidence in the current insurance system.

Using the approach, the company is said to record Gross Written Premium (GWP) exceeding $50 million or equivalent to Rp720 billion in 2020 and is confident enough to claim as the largest insurtech platform in Indonesia [by transaction].

Fuse has partnered with 30 insurance companies, offering more than 300 products, including through employee benefit programs and integrated e-commerce sites.

“We always focused on product innovation and will continue to invest in developing platforms that make insurance accessible and affordable to everyone in Southeast Asia. A total of 7 insurance companies have chosen Fuse to be their strategic insurtech partner in Indonesia,” the CEO, Andy Yeung said.

Market competition

Discovering the current insurtech landscape in Indonesia, Fuse’s two closest competitors, in terms of business size, are PasarPolis and Qoala. With different metrics, PasarPolis confirmed, as of August 2020 they had issued 70 million new policies every month. The total successful policies released in 2019 reached 650 million in its operational countries, Indonesia, Thailand and Vietnam.

Earlier this year, PasarPolis secured IDR 70 billion funding from IFC, following the IDR 796 billion Series B round which was announced in September 2020. The startup is backed by several investors, including LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, etc.

Another insurtech startup is Qoala. Last April 2020 the firm announced 209 billion Rupiah series A funding led by MDI Ventures through the Centauri Fund. Also participated several investors including Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, Mirae Asset Sekuritas, Central Capital Ventura, SeedPlus, etc.

Since March 2020, the company claims to have proceed more than 2 million policies per month, the number increased from the previous one 7,000 policies per month in March 2019.

Market potential

According to DSInnovate data in the “Insurtech Report 2021“, the GWP recorded by the insurance industry in Indonesia has reached $20.8 billion in 2020. The number is dominated by Life insurance with 73.8%.

Although the pandemic has affected its emerging penetration in Indonesia, this sector was relatively able to recover quickly as viewed from the Gross Premium Income.

The insurtech potential to democratize the insurance business in Indonesia is wider than ever, including in the context of capturing new users and educating the market. Further from the report, there are several important factors to encourage insurance adoption in Indonesia in relation to digital services.

First, in terms of the claim process, convenience is the key (48% of respondents). Moreover, the service provider brand must be convincing (39%). Furthermore, proceed with costs (37%) and benefits provided (11%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here