Tiket is Rebranding, Emphasize On Product’s Sales and Improvement

Tiket, a leading OTA service in Indonesia, announces application rebranding by changing its display and logo into a (more) modern look, also adding new features transaction convenience. The company wants to focus on two things: improving brand awareness and product improvement.

“I traveled around six cities in Indonesia for FGD, but many are still unaware of Tiket. Our brand is popular only among cities with a high-level of internet penetration such as Jakarta and Surabaya. Therefore, we start the marketing campaign to increase awareness. For product quality, will improve continuously for transaction convenience,” said Gaery Undarsa, Tiket’s Chief Communication, Tue (11/21).

For Undarsa, Tiket’s penetration is slightly limited outside Jakarta and Surabaya due to absence of big-scale marketing.

In early November 2017, Tiket starts aggressive campaign in television. Since then, Undarsa claimed to have new user improvement and significant transaction coming outside those cities. However, Undarsa is unwilling to reveal the details.

For Tiket’s logo changing, first (t) character turns into lowercase. It stands for friendly personality. There is no gap mentioned between Tiket and traveler. The dot (.) color turns into light yellow which represents a happy feeling in traveling.

Along with the effort to increase brand awareness, Tiket attaches several new features. The first one is Smart Refund for easier cancellation refund process. For interface look, there is Smart Roundtrip for consumer to arrange a round trip flight easily.

Lastly, Smart Traveller allows travelers to simply put the ID member instead of repeating form-filling. Data can be saved to favorite order, claimed to be more practical and efficient.

In addition, Tiket will be seriously working on two products, car rental and hotel booking. For car rental, the company has partnered with rental service around 50 cities in Indonesia. Compared to other products, car rental business grows 3000% compared to last year.

Tiket has been downloaded by 4.3 million users, and targeted to have 10 million users by the end of next year. The increasing number is expected to come from user and traffic. Tiket also targets 100% growth from previous year.

“We will invest more on hotel booking due to the domination of foreign OTA. We want to help hotel business to expand with what Tiket has,” Undarsa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tiket Lakukan Rebranding, Tekankan Pemasaran dan Peningkatan Produk

Perusahaan online travel agent (OTA) Tiket mengumumkan rebranding aplikasi dengan mengubah tampilan dan logo jadi lebih fresh dan modern, serta menambah fitur baru untuk kenyamanan transaksi. Perusahaan ingin fokus menyasar pada dua hal yakni meningkatkan brand awareness dan perbaikan produk.

“Saya keliling enam kota di Indonesia untuk FGD rupanya masih banyak yang belum tahu Tiket. Brand kami hanya terkenal di kota-kota dengan tingkat penetrasi internetnya yang sudah baik, seperti Jakarta dan Surabaya. Maka dari itu kami mulai lakukan marketing campaign untuk meningkatkan awareness. Dari sisi produk juga terus kami tingkatkan agar makin nyaman dalam bertransaksi,” terang Chief Communication Tiket Gaery Undarsa, Selasa (21/11).

Menurut Gaery, penetrasi Tiket di luar Jakarta dan Surabaya masih minim lantaran perusahaan belum pernah melakukan aktivitas pemasaran dalam skala besar.

Sejak awal November 2017 Tiket mulai agresif beriklan di televisi. Sejak saat itu, Gaery mengklaim terjadi peningkatan pengguna baru dan transaksi yang cukup signifikan datang dari luar dua kota tersebut. Hanya saja Gaery enggan membeberkan detilnya.

Dari segi perubahan logo Tiket, hurut (t) di awal berubah menjadi huruf kecil. Ini diartikan sebagai kepribadian yang bersahabat. Disebutkan tidak ada jarak antara Tiket dengan pelancong (traveller). Sedangkan (dot) berubah menjadi warna kuning cerah yang mengartikan kesenangan yang dirasakan saat melancong.

Seiring upaya meningkatkan brand awareness, Tiket menyematkan fitur baru. Smart Refund memungkinkan konsumen mendapatkan refund dari pembatalan tiket dengan lebih mudah dan tidak merepotkan. Dari tampilan antarmuka, ada fitur Smart Roundtrip yang memudahkan kosnumen memilih penerbangan pulang pergi dengan lebih mudah.

Terakhir, Smart Traveller memungkinkan pelancong tidak perlu lagi mengulang sejak awal untuk membeli tiket return, cukup masukan ID member. Data dapat disimpan menjadi pesanan favorit, jadi lebih praktis dan tidak memakan waktu.

Selain itu, Tiket akan lebih serius menggarap dua produknya, yakni rental mobil dan booking hotel. Untuk produk rental mobil, perusahaan telah bermitra dengan penyedia jasa rental yang tersebar di 50 kota di seluruh Indonesia. Dibandingkan produk lainnya, bisnis rental mobil tumbuh tertinggi hingga 3 ribu persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Saat ini Tiket telah diunduh oleh 4,3 juta pengguna, sampai akhir tahun depan ditargetkan mencapai 10 juta unduhan. Peningkatan tersebut diharapkan berasal dari sisi user dan traffic. Tiket juga menargetkan pertumbuhan sebesar 100% dari tahun sebelumnya.

“Untuk booking hotel, kami akan banyak investasi ke sana sebab saat ini booking hotel masih dikuasai oleh OTA asing. Kami ingin bantu pemain hotel bisa ekspansi dengan apa yang Tiket punya,” pungkas Gaery.

Application Information Will Show Up Here

WORKnPLAY Starts Offering Airline Ticket and Hotel Booking Services

WorkNstay, once known as a service in the property business, is now changing the business model by re-introducing itself as WORKnPLAY. The new name carries some changes. WORKnPLAY becomes a map or location-based mobile app that integrates property, hotel reservations, and airline ticket purchases.

In early 2017, WORKnPLAY was first introduced in Indonesia and Singapore as a marketplace that helps users buy or sell their homes or office space. Together with Tiket.com, WORKnPLAY adds two main features, namely the purchase of airline tickets and hotel reservations which synergized with WORKnPLAY services. Users can also order Uber service within 60 kilometers to facilitate travel between locations on the intended destination.

One thing distinguished WORKnPLAY from other OTA services is a map-based concept. WORKnPLAY real time map feature can help users in reducing hassles while searching for nearby hotels.

“With our map-based system, users only need to select a hotel pin to book a room. It will make it easier for users to book their favorite hotels,” WORKnPlay’s Chief Strategy Officer, Irwan Hartanto, said.

WORKnPLAY is said to be eyeing opportunities and potential growth in Indonesia and Singapore, starting from urban areas. To achieve this goal, WORKnPLAY focuses on delivering quality services to give users a good impression.

“Right now, we’re focused on giving users the best satisfaction rather than monetization. For us, every focus is on finding the right ‘DNA’ and high market match in Indonesia and Singapore,” Hartanto explained.

“We have been getting consistent traction improvements since January 2017.”

WORKnPLAY is said to be eyeing opportunities in expanding to Southeast Asian countries, such as Thailand, Vietnam, Malaysia and the Philippines in 2018.


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cerita Akuisisi Tiket.com oleh Blibli dan Rencana-Rencananya ke Depan

Setelah resmi diakuisisi secara penuh oleh Blibli bulan Juni 2017 lalu, fokus Tiket.com saat ini adalah pengembangan produk, teknologi dan merekrut talenta baru yang bisa memberikan kontribusi kepada Tiket.com. Dalam acara Tech in Asia Jakarta 2017, CEO Tiket.com George Hendrata mengungkapkan nantinya Tiket.com akan bergabung bersama Blibli dalam satu gedung.

“Hal tersebut memudahkan kami melakukan kolaborasi dan integrasi, sehingga menjadi ideal bila Tiket.com bergabung bersama Blibli dalam satu gedung,” kata George.

Proses di balik layar

Dalam kesempatan tersebut George Hendrata mengungkapkan beberapa alasan mengapa pada akhirnya Djarum Group melalui Blibli memutuskan untuk mengakuisisi layanan OTA Tiket.com yang telah berdiri sejak tahun 2011 lalu. Salah satu untuk memperkuat kanal travel dan akomodasi di Blibli.

“Sebelumnya Blibli telah memiliki kanal khusus untuk perjalanan wisata, namun demikian setelah melakukan pertemuan dengan para pendiri Tiket.com kami memutuskan untuk membangun bisnis yang sudah established dibandingkan membuat dari awal,” kata George.

Kebetulan saat itu George menjadi tim pengawas due diligence Djarum Group untuk melihat latar belakang perusahaan dan para pendiri Tiket.com.

“Sebagai bisnis OTA yang sudah mapan, Tiket.com ternyata masih membutuhkan modal untuk memperkuat posisinya sebagai layanan OTA di Indonesia. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, wawancara, kunjungan langsung, dan survei kami pun memutuskan untuk mengakuisisi penuh Tiket.com,” kata George.

Disinggung mengapa akhirnya Blibli melakukan akuisisi penuh dan tidak memilih untuk menjadi investor saja, menurut George hal tersebut dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis Tiket.com.

“Dipilihnya saya pun sebagai CEO baru dari Tiket.com merupakan keputusan bersama dari Djarum Group, Blibli, dan tentunya para pendiri Tiket.com,” kata George.

Pekerjaan rumah pasca akuisisi

Usai akuisisi resmi dilakukan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan George dan tim Tiket.com, mulai dari meningkatkan teknologi, menghadirkan fitur yang lebih user friendly hingga mencoba untuk merangkul lebih banyak kalangan millennial sebagai pelanggan.

Tiket.com juga berusaha meningkatkan kegiatan pemasaran sekaligus menambah kinerja tim produk untuk mengembangkan produk yang relevan dan berfungsi dengan baik.

“Meskipun sudah menjadi bagian dari Blibli, namun manajemen memutuskan untuk tidak “hands on” mengatur bisnis dari Tiket.com. Kolaborasi yang akan difokuskan lebih kepada sinergi dari sisi konsumen, saling berbagi informasi di situs dan juga dalam hal operasi,” kata George.

Application Information Will Show Up Here

Memetik Pelajaran Enam Tahun Tiket Berdiri

Pemberitaan beberapa waktu lalu mengenai aksi korporasi yang dilakukan Grup Djarum lewat Blibli dengan mengakuisisi 100% layanan OTA Tiket menjadi suatu pelajaran berharga baik bagi Tiket maupun pengusaha startup lainnya, bahwa pada intinya perusahaan akan selalu membutuhkan kapital yang kuat untuk akselerasi bisnis.

Memilih Blibli, yang notabenenya adalah perusahaan terafiliasi dengan Grup Djarum, menjadi suatu nilai lebih bagi perusahaan. Pasalnya, Tiket hanya baru sekali mendapatkan pendanaan sepanjang enam tahun berdiri, dari angel investor senilai US$1 juta.

Diungkapkan sejak pendanaan tersebut, Tiket mengandalkan kemampuan sendiri untuk memutar uang dari kas perusahaan. Strategi tersebut memang bagus karena sehat bagi keuangan perusahaan. Namun hal ini dinilai jadi kurang relevan karena jarak ketertinggalan perusahaan agak jauh dengan kompetitor. Apalagi, Tiket bermimpi ingin kembali menjadi pemain OTA nomor 1 di Indonesia.

“Valuasi kita sudah triliunan, investasinya jadi susah karena kalibernya sudah sangat beda. Kita maunya [investor] dari lokal karena orang Tiket semuanya dari lokal, yang asing-asing dari Tiongkok itu malah sudah ngobrol-ngobrol. Makanya ini jadi susah. Tapi eventually, ada Grup Djarum yang interest, tapi mereka maunya full akuisisi,” terang Co-Founder dan CTO Tiket Natali Ardianto saat mengisi salah satu sesi di gelaran Ideafest 2017.

Natali melanjutkan, alasan Grup Djarum yang ingin akuisisi penuh Tiket cukup masuk akal. Karena bila dihitung-hitung, jika mereka hanya investasi sekian persen dengan nilai sekian rupiah, artinya Tiket hanya bisa memanfaatkan dana itu saja.

Konsekuensinya bagi founder, mereka akan terus dituntut investor dan harus menggalang pendanaan segar di tahun-tahun berikutnya. Sedangkan bagi perusahaan, ini merugikan karena tidak bisa berlari dengan kencang mengejar ketertinggalannya.

“Ide full akuisisi itu tercetus dan kita 100% setuju. Mereka juga berjanji bahwa semua perusahaan yang ada di bawah Grup Djarum, entah itu masih kecil maupun sudah besar, tidak ada yang dimatikan. Ini membuktikan mereka tidak pernah give up. Kita percaya itu. Lagi pula industri travel itu, menurut saya akan terus berjalan.”

Pelajaran enam tahun Tiket

Menurut Natali, Tiket cukup terlena dengan kondisi saat masih menjadi pemain OTA nomor 1 di Indonesia. Strategi awal yang dilakukan Tiket tidak sehat karena tersandung oleh euforia “Silicon Valley”.

Kondisi yang membuat perusahaan merekrut orang tanpa mempertimbangkan gaji, menyediakan makanan tanpa batas, dan banyak keleluasaan lainnya. Kemudian diperparah oleh keluarnya tiga dari tujuh co-founder Tiket.

“Jujur saja, 1,5 tahun setelah berdiri kami cukup terlena dengan euforia Silicon Valley. Memang produk yang dihasilkan bagus, tapi setelah itu kami kehabisan uang, dan mulai ketar ketir sampai akhirnya memutar dana yang sudah ada untuk operasional.”

Dari sana, Tiket belajar bahwa memberikan saham perusahaan dengan mudah kepada karyawan, itu tidak tepat. Kondisi perusahaan tidak sehat, lantaran pada saat itu harus masih ‘sakit’ di tahun pertama, namun harus tetap memberikan imbal hasil. Dengan kata lain, perusahaan harus membayar sesuatu dengan kondisi produk yang belum mantap.

“Ini jadi tips, jangan gampang kasih saham. Lebih baik bayar dengan gaji yang profesional.”

Berikutnya, mengingat anggaran belanja Tiket yang tidak besar, perusahaan sangat mengedepankan fungsi manajemen keuangan dengan merekrut lebih banyak tim finance daripada tim IT.

Natali mengungkapkan, tim finansial Tiket ada 35 orang, sementara tim IT hanya 30 orang. Akan tetapi, dengan jumlah tersebut mampu mendongkrak kinerja Tiket yang mampu menghasilkan 15 ribu transaksi dalam sehari.

Menurut pandangan Natali, perusahaan startup yang baik itu harus memiliki tim yang kuat di bidang IT, finance, dan marketing. Berbeda dengan pandangan orang pada umumnya yang menganggap startup itu harus memiliki tiga tipe orang yakni hacker, hipster, dan hustler.

Dia beralasan, tim marketing itu adalah sesuatu yang selalu terlewatkan oleh perusahaan teknologi. Padahal, alasan utama yang membuat startup mati adalah kehabisan uang.

“Bila ada co-founder yang tidak perform, ya tinggal pecat ganti yang baru. Kalau sudah tidak ada uang, mau apa pun ya tidak bisa jalan. Makanya kalau di Tiket selalu berbicara tentang revenue, net margin, dan conversion. Bukan dari traffic atau page view.”

Pelajaran terakhir lainnya yang disampaikan Natali adalah memanfaatkan sumber daya yang ada, sesuai dengan budget perusahaan. Pihaknya sadar tidak memiliki banyak biaya untuk mengakuisisi pelanggan baru dengan beriklan di media massa. Maka dari itu, strategi yang dilakukan adalah memanfaatkan basis data yang dimiliki perusahaan dan menjadikannya sebagai spesialisasi.

Tiket fokus pada pelayanan dengan menempatkan tim costumer service secara penuh dari internal. Setiap keluhan yang masuk, tim IT akan mengategorikan masalah untuk diselesaikan.

Terlebih, pelanggan utama Tiket bukanlah generasi anak muda, melainkan kalangan yang sudah berumur, misalnya ibu rumah tangga dan pelancong bisnis. Natali bilang, dari golongan tersebut ada sekitar 75 ribu pelanggan yang melakukan 50 kali transaksi dalam sebulannya. Mereka merupakan pelanggan loyal Tiket.

“Persona orang tua tidak perlu situs yang fancy dan vibrant. Kita memperhatikan hal-hal seperti itu,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Bidik Pertumbuhan Bisnis Hingga 250 Persen, Tiket Fokus Sempurnakan Aplikasi

Pasca Blibli masuk sebagai pemegang saham baru, Tiket mulai kebut mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya dimulai dari merekrut developer berkualitas. Talenta tersebut nantinya akan diarahkan menyempurnakan aplikasi Tiket, sehingga dapat menggenjot transaksi baru dari sana. Tiket menargetkan tahun ini secara bisnis keseluruhan dapat tumbuh 250 persen dibandingkan sebelumnya.

Tingkat unduhan aplikasi Tiket saat ini mencapai 3 juta orang dengan pertumbuhan 200 persen per tahunnya. Diklaim, tahun lalu Tiket mencatat total transaksi sebesar 3,9 juta dengan nilai triliunan Rupiah. Bila dilihat secara harian terdapat lebih dari 15 ribu transaksi.

Dari total transaksi, sekitar 47 persen datang dari aplikasi. Angka tersebut secara perlahan-lahan terus menunjukkan tren peningkatan sejak Tiket pertama kali meluncurkan aplikasi pada tiga tahun lalu sekitar 8 persen. Kemudian naik hampir dua kali lipat menjadi 15% di 2015, hingga menjadi 30 persen di tahun lalu.

“Dari total karyawan kami sekarang sekitar 300 orang, tim developer hanya 35 orang, untuk app hanya lima orang. Ini yang menyebabkan secara variasi produk, kami masih kalah dengan kompetitor. Makanya sekarang kita lagi hiring gila-gilaan untuk push ke aplikasi. Kami mencari developer kualitas A+ agar target tahun ini tercapai,” terang Chief Communication Officer (CCO) Gaery Undarsa, Kamis (24/8).

Gaery melanjutkan, bantuan dari shareholder baru memberi kekuatan sumber daya manusia dan finansial di Tiket jadi tidak terbatas.

“Dengan adanya Djarum, [resource] yang tadinya limited jadi unlimited. Ini jadinya mendukung semua operasional. Ekspektasi minimum setahun [bisa tumbuh] jadi dua kali lipat.”

Selain melakukan rekrutmen besar-besaran, Tiket juga berkomitmen untuk terus mengembangkan produk tiket pesawat yang diklaim sebagai kontributor terbesar transaksi. Pihaknya pun berencana akan terus mengembangkan varian produk tiket pesawat lainnya demi mendorong transaksi baru.

Saat ini dari seluruh rute pesawat yang dihadirkan Tiket, masih didominasi oleh rute domestik dengan porsi 85 persen dibandingkan rute internasional. Tiket telah bekerja sama dengan lebih dari 50 maskapai penerbangan, 180 ribu jaringan hotel di seluruh dunia.

“Hingga akhir tahun ini, Tiket dan Blibli akan fokus konsentrasi mematangkan kolaborasi dan sinkronisasi yang sedang berjalan dan mengembangkan kedua perusahaan e-commerce hingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan travel dan online shopping bagi konsumen di Indonesia,” pungkas Gaery.

Application Information Will Show Up Here

GDP Venture Dikabarkan Terlibat Rencana Akuisisi Tiket.com

Kami memperoleh informasi dari sumber terpercaya bahwa GDP Venture terlibat rencana akuisisi terhadap lebih dari 50% saham startup travel Tiket.com. Jika benar, Tiket.com akan melengkapi portofolio GDP Venture yang selama ini kebanyakan berhubungan dengan media dan e-commerce.

Hal ini adalah langkah investasi strategis kedua GDP Venture dalam sebulan terakhir. Seminggu yang lalu, GDP Venture diberitakan terlibat pendanaan senilai total 7 triliun Rupiah untuk Sea (yang dahulu bernama Garena). Di Indonesia, Sea dikenal sebagai pengelola layanan mobile marketplace Shopee.

Tiket.com adalah startup yang dibangun Wenas Agusetiawan, Gaery Undarsa, Dimas Surya, dan Natali Ardianto. Sejak awal dibangun di tahun 2011, Tiket.com termasuk startup yang tidak pernah mencari pendanaan lanjutan dari investor. Dana awalnya diperoleh dari angel investor tunggal yang kabarnya termasuk keluarga pemilik EMTEK.

Tiket.com dan Traveloka bisa dibilang merupakan dua pemimpin pasar di sektor online travel. Tiket.com saat ini melayani penjualan tiket pesawat, tiket kereta api, tiket event dan atraksi, reservasi kamar hotel, dan penyewaan mobil.

Portofolio lokal GDP Venture yang high profile di antaranya Blibli dan Kaskus.

Pihak GDP Venture dan Tiket.com yang kami minta keterangannya tidak membantah, meskipun tidak pula membenarkan untuk saat ini.


Disclosure: GDP Venture dan DailySocial berada di bawah naungan induk perusahaan yang sama

Kiat CTO Memilih dan Merencanakan Server untuk Layanannya

Teknologi bagi startup digital bisa dianalogikan sebagai fondasi pada sebuah bangunan. Fondasi berperan besar dalam membuat bangunan terebut berdiri kokoh. Demikian pula teknologi (tentu bentuknya beragam) dalam menumbuhkan bisnis startup. Sebut saja bagi startup yang memberikan pelayanan melalui sebuah website atau aplikasi, maka sistem server di baliknya – selain aplikasinya itu sendiri – harus memiliki kekuatan yang mumpuni dalam memberikan dukungan.

Hal ini juga berlaku untuk layanan yang memiliki intensitas penggunaan yang tinggi, seperti Tiket.com sebagai salah satu pemimpin bisnis Online Travel Agency (OTA) di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Co-Founder dan CTO Tiket.com Natali Ardianto memberikan beberapa tips terkait dengan perencanaan sistem server dan tindakan yang perlu dilakukan dalam disaster recovery. Layanan online Tiket.com sangat bergantung dengan keandalan server dalam menyuguhkan performa kepada pelanggan.

Pertimbangan startup dalam memilih server untuk layanannya

Menurut Natali, berdasarkan pengalamannya dalam mengelola teknologi sejenis, prioritas utama dalam memilih layanan hosting atau server adalah besaran pipa bandwidth. Kemudian pertimbangan yang kedua adalah kemudahan dalam scaling server. Dan yang ketiga baru tentang spesifikasi server. Pipa bandwidth menjadi unsur terpenting, karena bandwidth akan berujung pada kecepatan akses oleh pengguna.

Mengapa bukan kemampuan scaling server dulu? Natali mengatakan jika pun sistem dapat melakukan scaling dengan sangat cepat, namun jika pipa bandwidth yang disediakan kecil pengguna tidak dapat melakukan scaling trafik secara cepat. Dan Natali mengatakan bahwa tidak mudah dan murah untuk melakukan scaling network.

Scaling server sangat tergantung pada kemampuan hosting dalam mengelola skalabilitas sistemnya, entah itu virtualisasi atau SOP (Standard Operating Procedure) yang sangat bagus ketika ada demand server yang tiba-tiba banyak. Sedangkan spesifikasi server sangat mudah diputuskan, karena spesifikasi saat ini cukup homogen, tidak terlalu banyak variannya. Prosesor Intel, memory DDR4, harddisk drive SSD. Simple.”

Lalu ketika berbicara tentang startup umumnya dimulai dari kapabilitas sistem yang kecil, namun di tengah proses kadang lonjakan terjadi begitu saja dengan sangat tinggi. Kadang sistem tidak siap untuk menghadapi, akibatnya sistem mengalami down. Kemungkinan paling buruk justru membuat pengguna kecewa, sehingga traksi justru tidak meningkat tajam.

Sebagai langkah antisipasi, menurut Natali, sebuah startup teknologi memang perlu melakukan perencanaan sejak awal, tidak bisa hanya menganggap penggunaan teknologi cloud akan otomatis scaling dengan sendirinya. Ia menceritakan ketika Tiket.com masih di usia yang sangat dini beroperasi.

“Ketika usia Tiket.com baru live selama 6 bulan, kami sempat mengalami spike yang tinggi ketika ada penjualan konser Big Bang, di mana 6.000 tiket konser terjual dalam 10 menit. Ketika itu webserver yang aktif hanya tiga, namun dikarenakan sudah direncanakan sejak awal, dalam waktu kurang dari 5 menit, saya bisa menambah 10 webserver secara instan hanya dengan menggunakan iPad.”

Nyatanya perencanaan ini juga akan menjadi salah satu faktor penentu dalam pemilihan stack teknologi yang akan digunakan dari layanan tertentu. Contohnya pengalaman tersebut kini membawa Tiket.com mampu melakukan skalabilitas sistem dengan baik. Bahkan dikatakan Natali ketika ada 40.000 concurrent user yang mengunjungi situs, seperti ketika penjualan tiket kereta lebaran, tidak terjadi isu dalam sistem karena sudah memanfaatkan teknologi auto-scaling dari provider yang saat ini digunakan Tiket.com.

Perdebatan “klise” yang masih sering terjadi, antara memilih layanan lokal atau internasional

“Jujur untuk saat ini saya memilih provider internasional. Di awal pengembangan Tiket.com, saya pernah meletakkan server di Jakarta. Ketika terjadi DDoS Attack yang massive sebesar 1,1 Gbps selama satu bulan, hosting provider lokal kesulitan untuk mengantisipasi load bandwidth yang besar ini, bahkan akses internasional mereka menjadi mampet karena serangan tersebut. Alhasil ujung-ujungnya situs Tiket.com yang diblokir, agar attacker berhenti.”

Setelah dipindahkan ke provider internasional, permasalahan bandwidth tersebut terselesaikan. Bahkan sempat terjadi serangan DDoS sebesar 3,3 Gbps di tahun 2015, namun dapat ditangani tanpa service disruption di layanan Tiket.com.

“Sebagai gambaran, saat ini saya memiliki server di Jakarta, dengan bandwidth dedicated rasio 1:1 2 Mbps, biayanya Rp 4 juta tiap bulannya. Di Singapura, server saya diberi bandwidth 100 Mbps gratis. Jika di-upgrade menjadi 1 Gbps, cukup menambah biaya kurang lebih Rp 260 ribu tiap bulannya. Bedanya jauh sekali bukan.”

Dan yang lebih ironis bagi Natali, hop count dari Jakarta-Singapura bisa lebih sedikit ketimbang Jakarta-Jakarta. Terjadi mismanage yang cukup kritis di routing network Indonesia saat ini.

Konsep high availability dan scalability sebagai strategi meningkatkan keandalan sistem

Hal ini terkait dengan strategi sebuah sistem online yang sudah mapan dan memiliki traksi pengguna yang tinggi untuk meminimalkan terjadinya down-time atau kegagalan sistem lainya. Perencanaan yang dilakukan oleh CTO Tiket.com ialah menggunakan konsep high availability dan scalability. High availability berarti selalu tersedia setiap saat. Caranya dengan memiliki jumlah lebih dari sepasang untuk masing-masing sistem. Load balancer sepasang, web server sepasang, database sepasang, cache system sepasang dan seterusnya.

Ketika salah satu server mati, masih ada server lainnya yang mengambil alih load server. Bahkan jika perlu, lokasi data center pun dipisah, sehingga jika terjadi disaster, entah itu power outtage, hardware malfunction atau bahkan bom nuklir, masih ada sistem lain di lokasi berbeda.

“Saya bahkan pernah diceritakan oleh teman provider hosting internasional, bahwa jarak antar dua data center dia sekian kilometer. Alasannya? Agar jika ada pesawat menghantam data center yang pertama, maka ledakannya tidak akan mengganggu data center yang kedua.”

Scalability sendiri harus dilakukan oleh kita sendiri sebagai pengguna. Ketika mendesain sebuah sistem, harus bisa distributed, dikarenakan dari server bisa berbeda-beda. Namun walau pun berbeda-beda lokasi, namun datanya sama persis satu dengan yang lainnya. Scalability ini yang paling rumit dan kompleks, umumnya kita belajar berdasarkan pengalaman.

Untuk melakukan duplikasi sistem tersebut kadang terkendala dengan perhitungan investasi dalam bisnis. Seringkali mendengar cerita, bahwa tim teknologi kadang kesulitan meyakinkan kepada CEO (terutama yang memiliki latar belakang non-teknis) untuk mau membayar lebih pada kebutuhan tersebut. Nyatanya ketika tidak terjadi kegagalan sistem, penambahan jumlah server atau pengutusan staf khusus untuk mengelola backup terlihat seperti buang-buang energi dan sumber daya. Tidak terjadi di semua bisnis, namun tak sedikit yang menghadapi.

“Jujur saja, saya juga dulu pernah melaluinya juga, selama dua tahun servernya hanya satu. Waktu itu jumlah server baru ditambahkan ketika saya laporkan ke investor tentang kondisi saya.”

Solusi yang bisa dilakukan berdasarkan pengalaman Natali menghadapi situasi yang sama adalah dengan meminta rekan yang lebih dipandang dan dikenal pula oleh CEO untuk membantu mengingatkan risiko yang sedang dihadapi. Mungkin juga diberikan artikel-artikel terkait mengenai sistem yang down karena tidak scaling.

Cita-cita memiliki data center sendiri untuk startup

CTO Tiket.com mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak berencana membangun data center sendiri. Ia cukup puas memanfaatkan teknologi cloud computing. Harga lebih murah, pengelolaan mudah, karena hanya mengurus software di masing-masing server, tidak perlu terlalu pusing dengan urusan networking, redundancy network dan lain sebagainya. Dengan pertumbuhan teknologi yang sangat pesat, sistem menjadi semakin kompleks. Jangan sampai kita turut disibukkan dengan hardware yang failing, memory yang corrupt, harddisk yang rusak.

Bayangkan jika kita memiliki server sendiri, dan storage disk-nya rusak, kita harus sudah punya stock untuk mengganti hardware yang lama. Belum lagi kalau kita hendak meng-upgrade server.

“Saya dulu pernah memiliki server fisik sendiri, dan ketika saya hendak meng-upgrade jumlah prosesor saya, ternyata heat sink server tersebut bentuknya khusus dan hanya tersedia di Singapura. Alhasil saya memesan heat sink tersebut ke Singapura, bermasalah di bea cukai karena dianggap barang mewah, dan baru sampai di tangan saya dua bulan kemudian. Bayangkan, hanya untuk upgrade prosesor butuh dua bulan.”

Natali pun turut menegaskan bahwa teknologi cloud itu bukan hanya virtualisasi saja.

“Saya sendiri memanfaatkan teknologi baremetal cloud. Artinya, server saya fisik, tanpa virtualisasi. Namun yang cloud adalah network-nya, dan juga pricing-nya yang diukur per jam maupun per bulan. Bahkan ketika saya matikan server tahun lalu, dan saya memesan server baru, dengan spesifikasi yang lebih tinggi, saya bisa mendapatkan harga yang sama. Kenapa bisa demikian? Karena adanya Moore’s Law. Kemampuan prosesor naik 2 kali lipat tiap 2 tahun.”

Application Information Will Show Up Here

Tiket Jalin Kemitraan dengan Anak Usaha Visa CyberSource

CyberSource, perusahaan manajemen pembayaran anak usaha dari Visa Inc., menjalin kerja sama dengan salah satu agen perjalanan online Indonesia (OTA) Tiket. Langkah strategis ini sebelumnya telah dilakukan oleh OTA lainnya yakni Traveloka pada akhir tahun lalu.

Perlu diketahui, CyberSource adalah perusahaan manajemen pembayaran yang menyediakan jasa lengkap untuk menyederhanakan dan mengotomatisasi operasi sistem pembayaran. Di sisi lain, Tiket termasuk salah satu OTA terbesar di Indonesia. Perusahaan ini menyediakan dan memfasilitasi pemesanan tiket online dengan berbagai sistem pembayaran.

Dengan adanya kemitraan ini, seluruh transaksi online yang dilakukan dalam situs maupun aplikasi Tiket diharapkan lebih terjamin keamanannya dari serangan dunia maya. Industri perjalanan online menjadi salah satu industri yang cukup rentan terkena serangan tersebut.

Sejauh ini, dengan berbagai jenis pembayaran yang disediakan, Tiket mengklaim angka penjualan yang bisa diperoleh perusahan meningkat dua kali lipat dibanding tahun lalu.

Chew Ann Wee, Senior Regional Manager CyberSource, mengatakan pada 2019 diperkirakan pasar e-commerce di Indonesia mencapai $16,4 miliar yang dipicu oleh kehadiran OTA. Selain itu, pemesanan kamar hotel lewat jalur OTA diperkirakan meningkat antara 200%-300% menjadi $149 juta di tahun yang sama.

Kemitraan ini diharapkan bisa membantu Tiket untuk memanfaatkan semua peluang yang muncul sekaligus memperluas cakupan wilayah operasionalnya. “Perusahaan juga harus mendapatkan benefit dari kepuasan pelanggan dengan membuktikan proses transaksi yang lancar,” ujar Wee, Selasa (23/8).

Application Information Will Show Up Here

Tiket Optimasi Aplikasi Mobile dan Mobile Web

Startup Indonesia penyedia jasa online travel yang berada di bawah payung PT Global Tiket Network, Tiket, hari ini (21/3) mengumumkan pembaruan untuk layanan mobile platform mereka, baik itu aplikasi mobile maupun situs mobile. Pembaruan yang dilakukan Tiket berupa penyegaran tampilan antarmuka layanan dan penambahan fitur Last Minute Hotel Deal.

Langkah Tiket untuk mengoptimalkan mobile platform mereka adalah langkah yang masuk akal, mengingat kini tren akses internet yang berkembang di Indonesia sudah mulai beralih ke mobile. Berdasarkan laporan IPSOS Asiabus, 85 persen dari 88, 1 juta pengguna internet di Indonesia mengakses internet melalui perangkat mobile dengan smartphone sebagai perangkat paling umum.

[Baca juga: Survei JakPat Ungkap Masyarakat Sudah Terbiasa Membeli Tiket Secara Online]

Sementara itu riset yang dilakukan oleh Google menyebutkan bahwa akses internet saat ini yang terbesar adalah melalui perangkat mobile. Data menunjukan penggunaan Google untuk travel query melalui smartphone sebesar 61 persen, melebihi penggunaan tablet dan desktop yang berada di angka 39 persen. Peluang inilah yang coba dioptimalkan oleh Tiket sebagai pelaku e-commerce sektor perjalanan melalui pembaruan mobile platform, baik itu aplikasi mobile maupun mobile web.

Tampilan terbaru mobile web Tiket / DailySocial

Co-Founder dan CTO Tiket Natali Ardianto melalui keterangannya mengatakan, “Kami melakukan perbaikan tampilan pada mobile platform kami yaitu mobile apps dan mobile web agar lebih mudah dipahami dan digunakan. Kami juga menyeragamkan tampilan mobile web maupun mobile apps untuk menciptakan kebiasaan dan kemudahan dalam menggunakan produk kami.”

[Baca juga: DStour #5: Mengunjungi Kantor Tiket.com]

Pembaruan lainnya adalah penambahan fitur Last Minute Hotel Deal yang saat ini baru bisa dinikmati aplikasi Android. Fitur ini menawarkan diskon istimewa, dari 40% hingga 70%. Tiket berjanji fitur ini akan segera hadir dalam aplikasi untuk perangkat iOS beberapa minggu ke depan.

Target yang diharapkan lewat optimasi mobile platform Tiket

Tahun 2015 silam, Tiket mengklaim telah berhasil merangkul hingga tiga juta pengguna dan tumbuh hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Melalui pembaruan mobile platform ini, Tiket memasang target kenaikan performa bisnis hingga 200 persen pada pertengahan tahun 2016. Tiket sendiri memang berniat untuk lebih agresif melebarkan sayap bisnis di tahun 2016 ini.

“Antusiasme tinggi dari masyarakat dan potensi industri yang menjadi tolak ukur kami ke depannya.[…] Hal ini pun kami buktikan dengan upaya kami yang saat ini sedang merancang aplikasi mobile Tiket berikutnya, yakni versi 2.0 yang segera dapat dinikmati,” tutup Co-Founder dan Chief Communication Officer Tiket Gaery Undarsa.

Application Information Will Show Up Here