Cakap Umumkan Pendanaan Seri A+ Senilai 42,6 Miliar Rupiah

Cakap, platform edtech yang memfokuskan pada pembelajaran bahasa, hari ini (22/12) mengumumkan perolehan pendanaan seri A+ senilai $3 juta atau setara 42,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Heritas Venture Fund, diikuti oleh Strategic Year Holdings dan beberapa investor sebelumnya seperti Investidea Ventures dan Prasetia Dwidharma.

Dana segar akan difokuskan untuk penguatan sumber daya manusia, pengembangan teknologi, dan ekspansi domestik. Bagi Cakap, pandemi ini dipandang sebagai momentum baik untuk memperkenalkan model pendidikan online secara lebih mendalam. Di kalangan masyarakat, adanya pembatasan sosial dan kegiatan sekolah dari rumah mendorong adopsi teknologi pembelajaran di berbagai tingkatan pendidikan.

Diukur sejak awal tahun ini, Cakap mengklaim mengalami pertumbuhan hingga 10x lipat. Per hari ini, aplikasi Cakap di Google Play Store sudah diunduh ratusan ribu kali; sementara menurut data Similar Web, kunjungan ke situs Cakap.com terpantau terus mengalami pertumbuhan, dari 550 ribu kunjungan di bulan Juni 2020 menjadi 1,35 juta kunjungan di akhir November 2020 ini.

Kendati demikian tidak dimungkiri bahwa kompetisi layanan edtech untuk pembelajaran bahasa memang sudah terlihat. Selain Cakap, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang tawarkan layanan serupa baik dari dalam maupun luar negeri, seperti Bahaso, LingoAce, Elsa Speak, Duolingo, dll.

Sementara menurut Edtech Report 2020, ekosistem startup di bidang pendidikan sudah mulai terbentuk, mayoritas diisi penyedia layanan pembelajaran dengan beragam cakupan materi.

Statistik lanskap layanan dari startup edtech di Indonesia / DSResearch
Statistik lanskap layanan dari startup edtech di Indonesia / DSResearch

“Kunci kesuksesan selama pandemi ini adalah mengerti lanskap Indonesia untuk menciptakan solusi edukasi yang akurat dan dapat menyelesaikan problem sebenarnya di target market, di mana akses untuk pendidikan berkualitas tinggi tidak hanya diperlukan oleh murid-murid di kota besar, tapi juga di seluruh kepulauan Indonesia, termasuk kota-kota tingkat tiga dan daerah terpencil,” ujar Co-founder & CEO Cakap Tomy Yunus.

Turut disampaikan, bahwa Indonesia adalah salah satu pasar pendidikan yang besar di Indonesia. Sekurangnya ada lebih dari 3 juta guru di 300 ribu sekolah. Jumlah siswanya pun fantastis, secara keseluruhan mencapai lebih dari 60 juta — seiring waktu, mereka juga cenderung lebih melek dengan teknologi dan internet.

“Kami percaya pada potensi jangka panjang dari pasar teknologi pendidikan di Indonesia, dan kami sangat bersemangat untuk mendukung Cakap dalam upaya pemanfaatan dan meningkatkan permintaan akan pendidikan berkualitas tinggi di tengah meningkatnya disposable income masyarakat umum,” kata Chairman Strategic Year Conrad Tsang.

Pertengahan Juli 2020 lalu, Cakap juga telah memperluas cakupan pembelajaran mereka lewat layanan UpSkill. Fokusnya pada konten seperti kewirausahaan, pengembangan karier, dan pengembangan diri. Mereka menerapkan sistem modul base dan topic base, sehingga pengguna bisa memilih isu, topik, dan paket yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Application Information Will Show Up Here

Melihat Bagaimana Pelaku Edtech Mencuri Perhatian di Masa Pandemi

Platform edtech sudah hadir di Indonesia sejak beberapa tahun lalu. Namun, gaungnya mulai meroket secara signifikan di kalangan ekosistem pendidikan di tahun ini. Hal ini terjadi usai pemerintah merumahkan kegiatan belajar mengajar untuk menekan penyebaran Covid-19.

Apa kata salah satu pelaku edtech menanggapi popularitas layanannya di masa pandemi ini? Simak bincang-bincang menarik selengkapnya dari Co-founder & CEO Cakap Tomy Yunus di sesi #SelasaStartup berikut ini:

Perjuangan pelaku edtech terbayar di 2020

Tomy menilai bahwa industri pendidikan dan penunjangnya di Indonesia berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Memang ketika ia memulai untuk terjun ke bisnis edtech, tak sedikit hambatan yang dialami. Salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur internet.

Menurutnya, beberapa tahun lalu internet masih terbilang mahal. Penetrasi 4G masih rendah. Dapat dikatakan pasarnya belum siap bagi pelaku edtech untuk masuk. Namun ia meyakini bahwa kebutuhan pendidikan bakal terus meningkat dan pemerataan internet hanyalah masalah waktu saja.

Di sisi lain, menurut Tomy kualitas pendidikan masyarakat Indonesia masih jauh dibandingkan negara maju, seperti Tiongkok. Akan tetapi, ia melihat tren spending-nya meningkat. Dari sejumlah riset yang ia kutip, pasar pendidikan Indonesia naik 10 persen setiap tahun dan menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.

Faktor-faktor ini yang membuat Cakap dan pelaku edtech lainnya bertahan. Perkembangan penetrasi internet menjadi memungkinkan bagi masyarakat di luar Pulau Jawa untuk mengemban pendidikan tanpa perlu ke kota-kota besar. Artinya, iklimnya sudah jauh lebih positif dibandingkan dulu.

“Selama pandemi, para pelaku edtech diuntungkan. Tetapi, ini adalah buah perjuangan kami selama mengembangkan produk [edtech]. Itu semua terbayar di 2020 karena kami diberi kesempatan untuk berbuat lebih banyak. Pendidikan itu industri paling tricky dan tough karena investasinya jangka panjang, bisa sampai 5 tahun, demikian juga teknologi,” jelas Tomy.

Willingness segmen milenial meningkat

Jika dibandingkan dengan Tiongkok, perbedaan paling mendasar pada kebutuhan pendidikan adalah consumer spending. Diakui Tomy, spending Indonesia terhadap pendidikan masih kalah jauh. Di Tiongkok. orang-orang bisa menyisihkan 20-30 persen untuk meningkatkan skill. 

“Saya tidak setuju kalau orang Indonesia tidak suka belajar. Mungkin lebih kepada aspek affordability-nya yang belum seperti negara maju. Tetapi, kami melihat ada tren peningkatan, terutama di bidang specific skill yang ada kaitannya dengan pendapatan,” ungkap Tomy.

Menurutnya, segmen milenial sudah mulai sadar pentingnya investasi pada skill untuk menunjang kariernya di masa depan. Artinya, spending tidak dihabiskan untuk produk consumer, seperti elektronik.

“Sebetulnya solusi untuk mengatasi affordability itu adalah dari produknya. Layanan kami kini tak cuma one-to-one, ada juga yang one-to-many. Di sini kami memberdayakan teknologi agar produk lebih scalable dan bisa affordable. Selebihnya, kami harap internet akan semakin merata karena bagaimanapun juga spending bukan cuma di paket, tetapi juga kuota internet,” paparnya.

Komitmen pelaku edtech lokal memenangkan pasar

Menurut Tomy, pasar edtech di Indonesia masih terbilang early dan vertikalnya pun cukup berjauhan antara satu sama lain, seperti segmen siswa SD hingga perkuliahan atau khusus karyawan.

Karena pemainnya belum banyak, ungkapnya, pasarnya mulai banyak dilirik oleh pelaku edtech asing. Wajar mengingat Indonesia merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara.

“Pasarnya belum crowded, tetapi ini dalam artian positif. Saya melihat teman-teman edtech lokal sangat berkomitmen. Makanya, saya meyakini bahwa pelaku edtech lokal yang bakal mengambil benefit paling besar. Kita paling mengerti pasar dan regulasi di Indonesia, bahkan bisa masuk ke segmen retail, corporate, dan governance. Kita lihat apakah [edtech asing] bisa memenangkan pasar Indonesia,” tuturnya.

Pandemi membuka peluang baru

Tak hanya sekolah saja yang terdampak dari pandemi, tetapi juga lembaga kurus/pelatihan dan bimbingan belajar (bimbel). Ketika pemerintah memberlakukan PSBB, sebanyak 80 persen sekolah harus ditutup. Hal ini berdampak pada lembaga bimbel di luar sekolah karena harus tetap beroperasi.

Menurut Tomy, kegiatan seminar dan pelatihan bagi mahasiswa ataupun karyawan yang selama ini digelar secara offline pun juga mau tak mau harus dilakukan secara digital. Namun, ia menilai situasi di atas membuka peluang untuk mengembangkan layanan edtech baru. Terlebih, platform yang ia kembangkan saat ini masih fokus pada pembelajaran bahasa.

“Karena kami melihat ada demand besar, kami memberanikan diri untuk cater market tersebut. Tentu ada sedikit adjusment untuk main ke segmen non- language. Tapi ini peluang baru meski saat ini kami baru fokus di beberapa layanan, seperti marketing dan yang berkaitan dengan ICT,” ucap Tomy.

Momentum emas test case platform edtech

Bagi Tomy, tahun 2020 memberikan kesempatan emas untuk membuktikan bahwa layanan edtech dapat menyelesaikan masalah sesungguhnya yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Menurutnya, pelaku edtech tidak melihat situasi ini sebagai tantangan, melainkan test case dari solusi yang dikembangkan.

Selain membuka peluang untuk masuk ke segmen baru, pandemi juga melahirkan berkolaborasi oleh stakeholder di berbagai ekosistem, tak hanya pendidikan. Pada kasus Cakap, pihaknya bahkan bekerja sama dengan industri pariwisata untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris.

“Kami dikasih battlefield untuk membuktikan produk kami. Di tahun-tahun sebelumnya, mungkin kesempatannya belum ada dan ini sebetulnya yang ditunggu-tunggu oleh pelaku edtech. Tentu ada peningkatan signifikan pada trafik dan pengguna, tapi kami selalu melihat room improvement mengingat pandemi masih akan berlangsung ke depan,” ujarnya.

Application Information Will Show Up Here

Introducing Cakap Upskill, to Extend Self-Development Material

Cakap is well known as an application for language learning is now expanding its wings. By formalizing the UpSkill Proficient, they explore new non-language materials and categories, such as entrepreneurship, career development, and self-development.

Cakap UpSkill is to use a module-based and topic-based system, therefore, users can pick the issues, topics, and packages on demand. Cakap team said that they had 500 professional teachers in total. The internal team has curated every teacher in Cakap Upskill through several stages to guarantee the high-quality material along with the teachers.

“According to a survey, Cakap’s active user has increased up to 5 times. The traffic in Q1 also increased by 3200% compared to the same period in 2019. Users are varied not only from language enthusiasts but also the skill up to date people. Cakap Upskill was started from user’s demand to learn and improve their quality along with their competitiveness in finding jobs or creating jobs in the adapting period of the new normal,” Cakap’s CEO Tomy Yunus told DailySocial.

Cakap has been consistent with language learning services with the concept of two-way interaction or live tutoring is beginning to consider other contributions in the education sector. Cakap UpSkill is also referred to as an end-to-end solution in providing skill sharing.

“In achieving this vision, we required to develop products that are not limited by language products. It’s because we believe that Cakap is not only a language learning application, but as a vehicle to bridging students and quality material resources through two-way interactions,” Tomy continued.

EdTech exists inside people’s mind

For the past two to three years the education technology industry or edtech has slowly but surely found its best form in accordance with the needs of society. The pandemic and the recent rush of pre-employment cards succeeded in raising the awareness and opportunities of this industry.

Cakap is not quite a new player, its language learning has evolved, not only English but also Mandarin, Japanese, and Indonesian. The team also claimed that their users existed across more than 28 provinces in Indonesia. This also includes collaboration with government agencies to hold classes for their employees.

Tomy explained the Cakap UpSkill is targeting to help those new graduates who wanted to find work, open their own business, or those forced to adapt to the current situation.

“We are aware of the current economic conditions forcing the entire community to adapt and encourage them not to surrender. Through Cakap Upskill and our role as a local startup, we intend to help reduce the failure rate and accelerate recovery by increasing the quality of human resources evenly and thoroughly,” Tomy concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cakap UpSkill Diluncurkan, Perluas Cakupan Materi Pengembangan Diri

Cakap yang selama ini dikenal sebagai aplikasi untuk belajar bahasa kini melebarkan sayapnya. Dengan meresmikan Cakap UpSkill, mereka merambah materi dan kategori baru non-bahasa, seperti wirausaha, pengembangan karier, dan pengembangan diri.

Cakap UpSkill ini nantinya menggunakan sistem modul base dan topic base, sehingga pengguna bisa memilih isu, topik, dan paket yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pihak Cakap menyampaikan, secara keseluruhan mereka memiliki 500 guru profesional. Setiap guru di Cakap UpSkill telah melewati beberapa tahapan kurasi dari tim internal sehingga kualitas materi maupun gurunya sudah dijamin.

“Menurut survei yang dilakukan, tahun 2020 pengguna aktif Cakap naik hingga 5 kali lipat. Jumlah traffic pada Q1 di Cakap juga naik 3200% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019. Kenaikan tersebut tidak hanya berasal dari peminat bahasa, tetapi juga peminat skill baru. Cakap Upskill terlahir dari permintaan pengguna Cakap yang ingin belajar dan meningkatkan kualitas diri untuk meningkatkan daya saing mereka dalam mencari pekerjaan ataupun menciptakan lapangan kerja di masa adaptasi kebiasaan baru ini,” terang CEO Cakap Tomy Yunus kepada DailySocial.

Cakap yang selama ini konsisten dengan layanan belajar bahasa dengan konsep interaksi dua arah atau live tutoring mulai menimbang untuk memberikan kontribusi lain di bidang pembelajaran. Cakap UpSkill juga disebut sebagai solusi end-to-end dalam penyediaan skill sharing.

“Untuk mencapai visi tersebut, kami merasa perlu mengembangkan produk yang tidak dibatasi oleh produk bahasa. Karena kami percaya Cakap bukan hanya aplikasi belajar bahasa, namun sebagai wadah penghubung antara pelajar dengan sumber materi berkualitas melalui interaksi dua arah,” lanjut Tomy.

EdTech mulai dapat tempat di hati masyarakat

Selama dua sampai tiga tahun belakangan ini industri teknologi pendidikan atau edtech perlahan tapi pasti menemukan bentuk terbaiknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pandemi dan ramai-ramai kartu prakerja beberapa waktu lalu berhasil mengangkat kehadiran dan juga peluang industri ini ke permukaan.

Cakap tidak bisa dibilang pemain baru, pembelajaran bahasanya sudah berkembang, tidak hanya Bahasa Inggris tetapi juga Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, dan Bahasa Indonesia. Pihak Cakap juga mengklaim pengguna yang mereka miliki menyebar di lebih dari 28 provinsi di Indonesia. Termasuk juga kolaborasi dengan instansi pemerintah untuk menyelenggarakan kelas untuk pegawainya.

Dijelaskan Tomy, Cakap UpSkill memiliki target untuk bisa membantu mereka lulusan baru yang ingin mencari kerja, membuka bisnis sendiri atau mereka yang terpaksa harus beradaptasi dengan situasi terkini.

“Kami sadar kondisi ekonomi saat ini memaksa seluruh masyarakat untuk beradaptasi, namun jangan sampai masyarakat pasrah akan keadaan. Melalui Cakap Upskill dan peran kami sebagai startup rintisan anak bangsa, kami berharap dapat turut menurunkan tingkat penggaguran dan mempercepat recovery dengan meningkatkan kualitas SDM secara merata dan menyeluruh,” tutup Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Pendekatan Berbeda Dua Startup Belajar Bahasa

Teknologi membuat kegiatan belajar menjadi sederhana, dari segi mendapatkan informasi dan juga proses belajarnya. Teknologi juga mampu membuka kesempatan lebih besar untuk semua orang agar bisa belajar banyak hal. Satu contohnya, kegiatan belajar bahasa. Di Indonesia ada dua startup yang sama-sama menyuguhkan cara belajar bahasa namun memiliki pendekatan yang berbeda.

Cakap by Squline

Cakap by Squline atau selanjutkan disebut Cakap merupakan satu dari banyak startup pendidikan yang solusinya cukup menarik. Menawarkan layanan belajar bahasa Cakap sudah menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga baik dalam maupun luar negeri, seperti Universitas Indonesia, Universitas Atmajaya, Beijing Languange Culture College, dan beberapa lainnya.

Sebagai sebuah layanan pendidikan Cakap menyediakan 4 bahasa yang bisa dipelajari di platformnya. Konsep yang ditawarkan Cakap adalah belajar dua arah dengan tutor atau pengajarnya. Tak hanya materi pembelajaran Cakap juga memberikan sertifikasi bagi para penggunanya.

Cakap memanfaatkan teknologi video call. Pengguna bisa memilih pengajar atau sesuai jadwal yang tersedia untuk belajar bahasa. Komunikasi langsung secara private dengan pengajar diharapkan bisa lebih efektif, sekaligus memberikan pengalaman belajar yang intim dan fokus.

Selain komunikasi video, Cakap juga baru saja memperkenalkan Cakap Chat. Sebuah fitur yang memungkinkan penggunanya untuk belajar bahasa melalui fitur percakapan dengan tutor.

“Semua Classroom yang ada di Cakap dari Private, Chat, Club, dan Group mengadopsi metode belajar 2-way learning interaction, karena kami percaya bahwa proses transfer skill harus dilakukan secara direct Person to Person, selain itu metode belajar secara live juga akan meningkatkan self-motivation dari murid untuk terus mengikuti kelas. Cakap juga ingin meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan penghasilan tambahan lewat solusi Cakap, bukan menggantikan guru dengan konten video, game, ataupun metode belajar 1 arah lainnya,” terang CEO Cakap Tomy Yunus.

Informasi dari pihak Cakap, pengguna mereka memiliki rentang umur dari 16-35 tahun, didominasi oleh mahasiswa, karyawan, dan juga pebisnis. Sebagai sebuah startup Cakap cukup optimis bisa terus memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia. Tak tanggung-tanggung mereka saat ini tengah menuju konsep Super App untuk skill sharing dan career enhancement.

“Kami sedang menuju konsep menjadi Super Apps for Skill Sharing & Career Enhancement, sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM Indonesia lebih signifikan lagi dan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan memberikan akses pendidikan yang mudah dan membantu pemerataan pendidikan di Indonesia,” imbuh Tomy.

Bahaso

Berada di bawah naungan PT Bahaso Intermedia Cakrawala Bahaso mengusung pendekatan yang sedikit berbeda dengan Cakap. Secara keseluruhan Bahaso memiliki 3 bentuk pembelajaran, yang bertama berbentuk course dengan materi yang dibagi ke dalam beberapa level, quiz yang dikemas dalam bentuk permainan interaktif, dan yang paling baru, Bahaso Talk, pembelajaran berbasis percakapan dengan tutor yang ada.

Dari awal berdiri Bahaso mengkonsep pembelajaran efektif dan fleksibel. Bahaso mengusung konsep koin yang bisa dipergunakan untuk ditukarkan konten premium/paket berlangganan. koin dapat diisi ulang atau dibeli dengan berbagai cara, pembayaran melalui transfer bank, Indomaret, hingga pembelian voucher melalui Tokopedia.

Selain Bahasa Inggris, Bahaso juga menyediakan course untuk Bahasa Mandarin dan tengah menyiapkan paket belajar Bahasa Korea, Bahasa Portugal, Bahasa Perancis, dan Bahasa Jepang. Untuk memperkaya konten dalam aplikasinya Bahaso juga menjalin kerja sama dengan beberapa pihak, salah satunya adalah FIB Universitas Indonesia. Per awal tahun ini pihak Bahaso mengklaim sudah berhasil mendapat 500.000 pengguna.

Tahun ini Bahaso berencana menjajaki konten edukasi di luar bahasa. Di wawancaranya awal tahun lalu, CEO Bahaso Allana Abdullah menceritakan bahwa pihaknya akan memberikan  standardized education to rural areas.

“Di 2019 Bahaso akan menjajaki edukasi online di luar bahasa. Target Bahaso satu tahun ke depan adalah memberikan standardized education to rural areas dan meningkatkan kualitas sumber daya melalui online learning and certification,” jelas Allana dalam wawancara Januari silam.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Perkuat Ekosistem Edtech, Cakap Siapkan Tiga Layanan Baru

Pasca berganti nama dari Squline, Cakap kini tengah mempersiapkan tiga layanan baru, yaitu Cakap Chat, Cakap Live, dan Cakap Lifestyle. Di antara platform tersebut, Cakap Chat yang sudah mendapatkan tanggal peluncuran pasti di kuartal ketiga 2019.

CEO Cakap Tomy Yunus menyebutkan, ekspansi layanan ini untuk mengakomodasi fokus Cakap menjadi penyedia platform kursus bahasa asing yang lebih terjangkau dan membuka akses terhadap guru profesional serta pendidikan berkualitas tinggi di Indonesia.

“Lewat layanan baru ini, kami ingin memperkuat ekosistem dengan menambah mitra pengajar dan konten pembelajaran yang lebih beragam,” kata Tomy kepada DailySocial.

Tomy menjelaskan, Cakap Chat adalah aplikasi yang dapat digunakan untuk belajar, berkonsultasi, maupun mengobrol one-on-one dengan guru/tutor. Pengguna bisa mengirimkan chat (teks) atau voice note (suara). Model bisnisnya berbasis langganan dalam jangka waktu tertentu.

Sementara itu, Cakap Live merupakan aplikasi live streaming untuk kegiatan belajar dengan guru profesional dengan maksimal partisipan mencapai 100 orang dalam satu sesi. Konten dan pengisi akan dikurasi. Aplikasi ini belum resmi meluncur, tetapi sudah bisa diakses pengguna.

Tentang Cakap Lifestyle, Tomy belum dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai layanan ini. Yang pasti Cakap Lifestyle akan menghadirkan beragam konten mengenai skill dan lifestyle. 

“Kami harap ada peningkatan pengguna yang cukup signifikan agar aplikasi Cakap dapat semakin meningkatkan lebih banyak kualitas kehidupan pengguna,” ujarnya.

Dalam jangka panjang, ungkap Yunus, Cakap berambisi untuk menjadi super app di bidang education technology atau edtech di Indonesia. Terlebih dengan ekspansi layanan yang tengah dilakukan untuk memperkuat ekosistemnya.

“Kami optimistis Cakap bisa menjadi super app dalam lima tahun ke depan. Apalagi program di pemerintahan Presiden Jokowi akan fokus pada pengembangan SDM daripada belanja infrastruktur. Ini menjadi angin segar bagi pelaku di industri pendidikan, termasuk edtech,” paparnya.

Bidang edtech saat ini cukup banyak dilirik pelaku startup di tanah air. Hadirnya teknologi menjadi salah satu tool untuk mengatasi sejumlah masalah di sektor pendidikan Indonesia, mulai dari keterbatasan akses jalan, internet, dan jumlah pengajar. Di sisi lain, masih sulit untuk mengubah mindset orang Indonesia untuk belajar lewat platform.

Kemendikbud menyebutkan total keseluruhan guru di Indonesia per 2018 hanya sebanyak 3,2 juta orang. Jumlah tersebut sangat jauh dengan populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 260 juta jiwa.

 

Pasca Pergantian Nama, Startup Edutech “Cakap” Akan Adakan Acara Peluncuran

Sejak diluncurkan pada tahun 2014, Squline mencoba menjadi layanan edtech yang mempertemukan pengajar profesional dengan peserta didik secara real time dengan mekanisme live tutoring. Harapannya proses belajar-mengajar tidak melulu bergantung pada waktu dan tempat.

Masih menggenggam semangat yang sama, untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan dampak sosial bagi masyarakat Indonesia, Squline memutuskan untuk melakukan rebranding dengan nama baru “Cakap”.

Untuk memperkenalkan brand Cakap kepada publik pada hari Sabtu, 6 April 2019 mendatang startup karya anak bangsa tersebut akan mengadakan acara “Grand Launching Cakap” di Summarecon Mall Serpong. Acara akan dimulai pada pukul 11.00 WIB. Selain peluncuran brand baru, acara ini akan dimeriahkan dengan pameran, talkshow dan panggung musik oleh Rendy Pandugo.

Tema besar yang diusung dalam rangkaian acara ini adalah “Cakap Bahasa, Cerdaskan Bangsa”. Beberapa narasumber yang akan dihadirkan untuk memberikan pengetahuan dalam talkshow meliputi Tomy Yunus (Founder & CEO Cakap), Ivan Lanin (Pakar Bahasa Indonesia dan Wikipediawan), Tjhen Wandra (YouTuber dan Pengajar Bahasa Mandarin), Hiroki Kato (Presenter dan Musisi).

Acara ini sekaligus akan menjadi ajang penyerahan rekor muri untuk Cakap sebagai aplikasi online pertama belajar bahasa dengan interaksi dua arah secara langsung di Indonesia. Selain itu peserta bekesempatan memenangkan beasiswa belajar Bahasa Mandarin senilai 38 juta Rupiah dan berbagai promo paket belajar menarik lainnya.

Saat ini aplikasi Cakap menyediakan layanan kursus bahasa asing online, meliputi Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia. Adapun pengguna Cakap sudah meliputi beberapa negara, baik dari Indonesia, Brunei Darussalam, Korea, Filipina, Jepang, Australia dan Amerika Serikat.

Grand Launching Cakap

Disclosure: DailySocial merupakan media partner acara Grand Lunching Cakap

Squline Changes Product Name Into “Cakap by Squline”

Squline officially changing its name and logo into “Cakap by Squline”. It applies to the language online service. Cakap was chosen because in Bahasa it means “competency” or “having ability”.

In the official release, besides logo and product name, Squline also plans to improve the quality of its solutions and seek places in many platforms, such as website, Android and iOS apps, and available on instant messaging, for example, Line as an effort to get closer to public.

Squline, as a company, brings out an important vision to provide access to knowledge providing high-quality online learning solution.

In 2019, Squline has reached its 6th year as a business. Closing 2018 with series A funding worth “seven digit US dollar”, Squline works hard to acquire users this year.

In the previous release, Squline focus after getting funded is technology development and talent acquisition. Tomy Yunus, Squline’s CEO said in the previous interview that they’re trying to enter a bigger market or segment by offering the current solution for simple and affordable online language learning.

“We’ll develop more affordable but effective solution to learn language online. It’ll also boost market expansion to level B and C user in Indonesia and escalate their competitive level. Due to our main objective, to create learning ecosystem without limit,” Yunus said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Layanan Squline Ganti Nama Produk Jadi “Cakap by Squline”

Produk Squline resmi mengganti nama dan logo mereka menjadi “Cakap by Squline”. Perubahan nama ini berlaku pada layanan pembayaran bahasa Squline secara online. Nama Cakap sendiri dipilih karena dalam Bahasa Indonesia merupakan kata yang memiliki arti “kompeten” atau “memiliki kemampuan”.

Dalam keterangan resmi yang kami terima, selain perubahan logo dan nama produk, pihak Squline mengklaim berencana meningatkan kualitas solusi yang mereka tawarkan sekaligus mencoba hadir di banyak platform, seperti web, aplikasi Android dan iOS, dan hadir di aplikasi pesan instan, seperti Line, sebagai bagian dari upaya lebih dekat dengan masyarakat.

Squline, sebagai perusahaan, masih membawa visi penting untuk membantu memudahkan akses ke pembelajaran dengan menghadirkan solusi pembelajaran online berkualitas.

Tahun 2019 ini merupakan tahun keenam Squline hadir sebagai sebuah bisnis. Menutup tahun 2018 dengan pendanaan Seri A dengan kisaran nilai “tujuh digit dolar AS” Squline berusaha menggenjot pertumbuhan pengguna tahun ini.

Dalam pemberitaan sebelumnya disebutkan fokus Squline setelah mendapatkan pendanaan adalah pengembangan teknologi dan akuisisi talenta. CEO Squline Tomy Yunus dalam wawancara terdahulu menyebutkan mereka tengah berusaha masuk ke pasar atau segmen yang lebih luas dengan tetap menawarkan solusi belajar bahasa secara online yang mudah dan terjangkau.

“Kami akan mengembangkan solusi yang lebih terjangkau namun tetap mengedepankan cara efektif untuk belajar bahasa secara online. Ini juga akan mendorong ekspansi pasar ke level B dan C pengguna di Indonesia dan meningkatkan tingkat daya saing mereka. Karena misi utama kami adalah menciptakan lingkungan belajar tanpa batas,” ujar Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Squline Secures Series A Funding, Focused on Technology Development and New Talent Acquisition

An online-course platform Squline officially announces it has received Series A funding from Investidea Ventures, participated by some other investors, with no further detail. In its official release, the fundraising has reached “seven-digit US Dollar”.

Squiline will use the fresh funding to support technology development, new talent acquisitions, and product expansion in 2019. The latest round allows Squline to tighten its position as a digital platform for language live course in Indonesia.

Founded in 2014, Squline has offered new innovations in the traditional language learning industry. Starting with Mandarin course in 2014, English in 2015, and Japanese in 2016 for Indonesian users. In addition, they also launch the Indonesian language course this year, targeting expatriates in Indonesia and the international market.

Squline considered live video call and text conversation education concept to make the learning process more effective and to connect students and teachers from all around the Asia Pacific.

“We’ll develop more affordable solutions while promoting effective ways to learn the language online. It’ll also encourage market expansion to market level B and C of Indonesian users and improve the competitive skill. It is our main mission to create a learning environment without limits,” Tomy Yunus, Squline’s Co-Founder and CEO, said.

Squline has collaborated with local and international education institutions, including Beijing Language Culture College, Atmajaya University and Universitas Indonesia. To date, Squline has more than 5000 users all over Indonesia.

An alum of Telkomsel TheNextDev 2017 program, it has also launched business in Australia. It’s said to be big market to learn the Indonesian language.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here