Ubisoft Ingin Hadirkan Fitur Cross-Platform Play di Seluruh Game Multiplayer PvP Miliknya

Penghujung 2019 merupakan momen yang kurang menyenangkan untuk Ubisoft. Beberapa hari lalu, CEO Yves Guillemot mengakui kekeliruan arahan yang mereka lakukan dalam mengembangkan ‘live game‘ seperti Ghost Recon Breakpoint. Efeknya, permainan gagal mencapai target penjualan dan perusahaan gaming Perancis itu terpaksa menunda pelepasan Watch Dogs Legion, Rainbow Six Quarantin serta Gods and Monsters.

Namun kegagalan tidak menghentikan Ubisoft untuk terus mengeksekusi agenda mereka. Di awal bulan Oktober ini, perusahaan meluncurkan fitur cross-platform play ke seluruh versi permainan Brawlhalla (dikembangkan oleh Blue Mamoth Games, dipublikasikan Ubisoft). Ke depannya, Ubisoft punya rencana buat menerapkan cross-play ke hampir seluruh permainan yang mereka miliki atau distribusikan.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Yves Guillemot dalam teleconference finansial triwulan kedua baru-baru ini. Sang CEO menyampaikan bahwa perusahaan berkeinginan untuk menerapkan fitur cross-platform play ke seluruh permainan PvP secara berangsur-angsur. PvP, atau dikenal pula sebagai player versus player, mengacu pada jenis game multiplayer kompetitif. Arahan tersebut sangat menarik karena permainan-permainan Ubisoft tak hanya menyuguhkan elemen PvP, tapi juga kooperatif.

Bagi Anda yang kurang familier, cross-platform play memperkenankan pengguna di layanan gaming berbeda buat bermain bersama. Fungsi ini bisa ditemukan di sejumlah judul blockbuster dan free-to-play, dari mulai Fortnite, Rocket League, Paladins, Dauntless serta game shooter bertema militer yang belum lama ini Activision luncurkan – Call of Duty: Modern Warfare 2019. Berbicara soal fitur ini, Sony sempat mencoba menghalangi penetrasi cross-play di layanannya, namun akhirnya mereka luluh.

Untuk sekarang, Brawlhalla merupakan satu dari dua permainan Ubisoft yang menghidangkan cross-platform play secara penuh (maksudnya tanpa restriksi dalam bentuk apapun). Satu judul lagi adalah Just Dance via mode World Dance Floor.

Mari kita analisis pernyataan Guillemot soal ‘cross-play akan hadir di semua permainan PvP yang kami miliki’. Hampir seluruh game Ubisoft mempunyai mode kompetitif (kecuali judul single-player murni seperti Assassin’s Creed Odyssey atau Origins): Rainbow Six Siege, For Honor, bahkan Ghost Recon dan The Division yang sebetulnya mengedepankan co-op juga menyuguhkan opsi player versus player.

Kehadiran cross-play akan memberikan pengalaman baru dalam bermain dan berinteraksi, namun ada banyak aspek yang harus Ubisoft siapkan, terutama dari sisi balancing. Pertanyaanya, seberapa siapkah Ubisoft?

Sebagai komparasi: demi memastikan permainan tetap seimbang, Infinity Ward membubuhkan dukungan keyboard dan mouse secara penuh di Call of Duty: Modern Warfare. Di sana, cross-play sendiri bersifat opsional dan tidak tersedia di mode Ranked Play.

Via GamesIndustry.

 

Ubisoft Luncurkan Rabbids Coding, Game Gratis untuk Belajar Dasar-Dasar Pemrograman

Dewasa ini, ada banyak sekali cara untuk belajar ilmu pemrograman alias coding. Salah satunya adalah melalui video game, seperti yang ditawarkan oleh game terbaru bikinan Ubisoft yang berjudul Rabbids Coding.

Rabbids, bagi yang tidak tahu, merupakan karakter kelinci berwajah konyol yang pertama kali diperkenalkan sebagai antagonis lewat salah satu seri Rayman 12 tahun silam. Di game ini, koloni mamalia menyebalkan itu kembali berulah, kali ini menyerbu International Space Station dan mengacak-acak isinya.

Tugas para pemain adalah mengusir koloni Rabbids tersebut, entah dengan cara mengirimkan instruksi melalui perangkat pengendali pikiran, atau dengan memancing mereka menggunakan sosis. Kurang lebih demikian narasi yang dihadirkan oleh game ini.

Total ada 32 level yang harus diselesaikan, masing-masing dengan menyusun modul coding yang tepat dan sesimpel mungkin. Game ini mengandalkan interface building block yang mudah sekali dipahami. Selesai menyusun instruksi-instruksinya, anak-anak bisa mengujinya selagi mengamati apakah ada langkah yang salah.

Rabbids Coding

Ubisoft bilang bahwa Rabbids Coding dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dasar coding tanpa memerlukan instruksi maupun supervisi dari guru secara konstan. Anak-anak dibebaskan belajar sesuai kapabilitasnya masing-masing. Selama mereka sudah bisa membaca, mereka sudah cukup umur untuk memainkan game ini.

Ubisoft berharap game ini bisa dipakai sebagai salah satu bahan belajar di lingkungan sekolah. Sebagai perusahaan besar yang mempekerjakan kaum developer, Ubisoft punya komitmen untuk membantu menyiapkan generasi mendatang dari game developer, dan itulah yang akhirnya mendorong mereka untuk menciptakan game semacam Rabbids Coding ini.

Kabar terbaiknya, Rabbids Coding saat ini sudah bisa diunduh di PC secara cuma-cuma melalui Uplay. Anda akan diminta masuk menggunakan akun Uplay, jadi bagi yang belum punya, Anda bisa mendaftar terlebih dulu.

Sumber: Ubisoft.

Gandeng Komunitas, ESL Indonesia Selenggarakan R6S Community Cup

Sejak tahun 2018 lalu, esports mobile games boleh saja menjadi primadona di kalangan gamers Indonesia. Tetapi bukan berarti komunitas gamers PC hanya berpangku tangan, dan hanya jadi penonton dari hingar bingar esports mobile games yang sedang besar-besarnya.

Salah satu komunitas yang belakangan giat bergeliat di tingkat akar rumput adalah R6IDN, atau komunitas game Rainbow Six: Siege, besutan dari Ubisoft. Komunitas ini termasuk salah satu yang giat mengadakan aktifitas. Contoh kegiatan komunitas ini adalah R6IDN Community Cup yang diselenggarakan secara mandiri oleh komunitas.

Sumber: R6 IDN Official Media
Sumber: R6 IDN Official Media

Giatnya aktifitas komunitas ini ternyata berhasil memincut hati salah satu penyelenggara event esports terbesar di dunia, ESL. Lewat sub-bagian ESL Indonesia, organizer asal Jerman ini menjawab rasa haus komunitas akan kompetisi, menggelar ESL R6S Community Cup.

Kompetisi ini diselenggarakan pekan depan, tepatnya mulai selasa, 9 Juli 2019. Hal ini segera menjadi perhatian bagi komunitas, terutama komunitas R6IDN. Bobby Rachmadi Putra, selaku founder komunitas R6 IDN memberikan komentarnya tersendiri atas terselenggaranya kompetisi ini.

“ESL R6S Community Cup pertama ini merupakan inisiatif untuk menunjukkan geliat komunitas R6 Indonesia kepada khalayak gamers umum.” jawab Bobby. “Ke depannya, ESL dan komunitas R6IDN sedang mempersiapkan beberapa hal, termasuk event yang dijamin akan membuat penikmat esports Indonesia TERKEJOED! Hahaha.” tambah Bobby sembari sedikit bercanda.

Sejauh ini R6IDN memang terbilang masih berjalan secara mandiri dengan satu dan dua dukungan dari Ubisoft sendiri. Selain Community Cup, komunitas R6 IDN juga sudah menggarap beberapa aktifitas kompetisi secara mandiri. Salah satu yang cukup besar adalah gelaran R6S Star League, kompetisi lokal dengan peraturan ala ESL R6S Pro League, dan memiliki format liga dengan pembagian 3 divisi berbeda.

Sumber: ESL Indonesia Official Page
Sumber: ESL Indonesia Official Page

Beberapa hal tersebut juga menjadi alasan pergerakan ESL mendukung kemajuan scene R6 di Indonesia. “Kami ingin membangun komunitas dari semua game. Tidak hanya game populer saja, lebih utama, kami ingin membangkitkan komunitas game triple A.” Stefano Adrian, Project Manager dari ESL Indonesia.

“R6IDN adalah komunitas yang sangat solid dan kita ingin bersama-sama membangun ekosistem esports R6S di Indonesia. Saat ini esports R6S di Indonesia sudah jauh lebih berkembang. Selain dari ESL R6S Community Cup, kami juga ingin raise awarness kepada pemain FPS Indonesia lewat ESL R6 Pro League Asia Pasific.” Stefano menjelaskan lebih lanjut seputar rencana ESL untuk perkembangan esports R6S di Indonesia dan Asia.

Pergerakan ESL yang satu ini, tentu menjadi angin segar bagi penikmat esports game PC di Indonesia. Saya sendiri sudah sejak lama berharap, ada lebih banyak perhatian kepada esports game PC. Terutama untuk komunitas seperti R6IDN yang memang aktif dan punya pemain-pemain hebat yang berprestasi seperti Tim Scrypt.

 

 

Aerowolf Juarai Kualifikasi Raleigh Major SEA, Tim Indonesia Peringkat 3

28 Juni 2019, Aerowolf akhirnya berhasil menjuarai kualifikasi Raleigh Major regional Asia Tenggara setelah mengalahkan Xavier Esports dari Thailand.

Aerowolf sendiri sebenarnya merupakan organisasi esports asal Indonesia namun roster tim R6S (Rainbow Six: Siege) mereka terdiri dari pemain-pemain luar negeri, Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Meski demikian, semua pemain mereka saat ini memang sedang kuliah dan berdomisili di Singapura.

Tim Indonesia yang memang berisikan para pemain Indonesia, Team Scrypt, juga sebenarnya berhasil melangkah sampai Lower Bracket Final. Sayangnya, mereka harus tumbang melawan Xavier. Meski begitu, prestasi dan perjuangan mereka tetap tak bisa dipandang sebelah mata karena mereka bisa finis top 3 di tingkat Asia Tenggara.

Ketiga tim ini, Xavier, Aerowolf, dan Scrypt, juga memang sebenarnya bisa dibilang yang terkuat di peta persilatan R6S Asia Tenggara.

Dengan kemenangan mereka di kualifikasi ini, Aerowolf, tidak bisa langsung masuk ke Raleigh Major. Mereka harus kembali bertanding untuk kualifikasi APAC melawan tim-tim Jepang, Korea Selatan, Australia-Selandia Baru (ANZ).

Berikut ini adalah tim-tim yang akan berlaga di kualifikasi APAC untuk Raleigh Major:

  • Aerowolf (Regional Asia Tenggara)
  • Cloud9 (Regional Korea Selatan)
  • CYCLOPS Athlete Gaming (Regional Jepang)
  • 0RGL3SS/Oddity (Regional ANZ)

Dari 4 tim yang berlaga, hanya ada 1 slot yang diberikan untuk ke ajang utama Raleigh Major. Meski demikian, ada 3 slot tim yang diberikan untuk regional APAC. 2 tim APAC lainnya yang langsung mendapatkan invitation adalah Nora-Rengo (Regional Jepang) dan Fnatic (Regional ANZ).

Menurut Ajie “WildLotus” Zata, pemain dan manajer Team Scrypt, final kualifikasi APAC nanti adalah antara Aerowolf melawan 0RGLESS. Namun Aerowolf yang akan memenangkan pertandingan final tadi. “Aerowolf saat ini memang sedang bagus-bagusnya dan bisa dibilang yang terbaik di Asia Tenggara sekarang. Mereka bahkan sempat mengalahkan telak jagoan Korsel, Cloud9, di Pro League APAC Final.”

Untuk main event Raleigh Major, yang akan digelar di kota Raleigh, Amerika Serikat (tanggal 12-18 Agustus 2019), ada 16 tim yang akan bertanding dengan pembagian sebagai berikut:

  • 1 juara Six Invitational 2019: G2 Esports (EU)
  • 8 finalis Pro League Season IX:
    • Evil Geniuses (NA)
    • DarkZero (NA)
    • Team Empire (EU)
    • LeStream Esport (EU)
    • FaZe Clan (LATAM)
    • Immortals (LATAM)
    • Fnatic (APAC)
    • Nora-Rengo (APAC)
  • 4 tim hasil Open Qualifier:
    • Amerika Utara (TBD)
    • Eropa (TBD)
    • Amerika Latin (TBD)
    • Asia-Pasifik (TBD)
  • 1 juara Allied Esports Vegas Minor (Team Secret)
  • 1 juara DreamHack Valencia (TBD)
  • 1 tim undangan dari negara tuan rumah (TBD)

Raleigh Major sendiri akan menyuguhkan total hadiah sebesar US$500K (sekitar Rp7,2 miliar) dengan pembagian hadiah sebagai berikut:

  • Juara 1: US$200.000
  • Juara 2: US$80.000
  • Juara 3 – 4: US$40.000
  • Juara 5 – 8: US$20.000
  • Juara 9 – 12: US$10.000
  • Juara 13 – 16: US$5.000

Apakah Aerowolf benar-benar bisa juara di kualifikasi APAC dan bertemu dengan 15 tim R6S terbaik dari seluruh penjuru dunia?

Rainbow Six: Siege Raleigh Major
Sumber: Ubisoft

Di E3 2019, Ubisoft Fokus Pada Franchise Game Andalan Sembari Mengekspansi Layanan

Bahkan dengan absennya Sony, E3 2019 tetap terasa seperti ajang di tahun-tahun sebelumnya: meriah, penuh hype, serta diwarnai kejadian tak terlupakan dan tidak bebas dari momen-momen canggung. Saya cukup yakin Anda sudah punya game terfavorit di E3 2019 dan boleh jadi di antaranya ialah Cyberpunk 2077, remake Final Fantasy VII, atau Star Wars Jedi: Fallen Order.

Kecuali bagi fans berat dan pemain setianya, game-game baru Ubisoft memang tidak seheboh permainan-permainan tersebut. Namun kabar gembiranya, publisher asal Perancis ini tetap berhasil memberikan presentasi secara mantap, dengan mencurahkan perhatian pada franchise-franchise andalanya, tapi tentu saja ada beberapa pengumuman permainan baru di panggung mereka.

Di luar itu, Ubisoft fokus memperkaya konten game-game yang sudah ada: For Honor, The Division 2, Rainbow Six Siege, serta menyingkap agenda peluncuran layanan berlangganan baru. Silakan simak rangkuman presentasi Ubisoft di E3 2019.

 

Watch Dogs Legion

Sempat bocor beberapa hari sebelum konferensi pers, Ubisoft akhirnya resmi mengumumkan game ketiga di seri Watch Dogs. Watch Dogs Legion mengambil latar belakang kota London di masa depan, dan seperti biasa, tetap mengedepankan formula open world dan mempersilakan kita untuk berjelajah. Namun ada satu aspek yang membuatnya sangat unik: Legion mempersilakan Anda buat merekrut NPC (non-playable character) dan bermain sebagai mereka.

Yang mengagumkannya lagi, tokoh-tokoh tersebut punya dialog dan latar belakang cerita sendiri. Anda dipersilakan memilih ahli robot, atlet MMA, hingga seorang nenek mantan pembunuh profesional. Fitur ini memang memberikan keleluasaan bermain, tapi perlu diingat bahwa kematian karakter-karakter ini bersifat permanen. Itu artinya, pemain didorong untuk menjaga mereka sebaik-baiknya.

Watch Dogs Legion akan meluncur pada tanggal 6 Maret 2020, dapat dinikmati di PC, Xbox One, PlayStation 4, dan Stadia. Anda juga sudah dipersilakan buat melakukan pre-order, baik edisi standar maupun kolektor.

 

Rainbow Six Siege

Mulai minggu ini, para gamer Rainbow Six Siege sudah bisa menikmati add-on Operation Phantom Sight. Update tersebut memperkenalkan dua operator baru, yaitu Nøkk dan Warden, serta peta Kafe Dostoyevsky yang telah disempurnakan. Selain itu, Ubisoft Montreal juga menerapkan sejumlah modifikasi pada gameplay: sistem Reverse Friendly Fire memperoleh upgrade, begitu pula bagian shop serta playlist Ranked.

 

Brawlhalla

Permainan fighting free-to-play ini akan kedatangan konten-konten bertema serial kartun Adventure Time. Program crossover antara Ubisoft dan Cartoon Network itu menghadirkan Finn, Jake dan Princess Bubblegum sebagai karakter yang dapat dimainkan, mode game Buddy, map ‘Tree Fort’ yang diadaptasi dari Adventure Time, bonus Gold, dan lain-lain.

 

Ghost Recon Breakpoint

Seperti dugaan kita sebelumnya, Ubisoft mengungkap lebih banyak detail terkait sekuel dari Wildlands ini di E3 2019. Di sesi pembuka, presentasi dibawakan oleh aktor Jon Bernthal. Di dalam game, ia berperan jadi tokoh antagonis Kolonel Cole D. Walker, mantan anggota tim Ghost yang disewa oleh Skell Technology untuk memimpin pasukan The Wolves. Selain prajurit musuh, para Ghost juga harus menghadapi drone tempur (hampir mirip Watch Dogs Legion).

Setelah sempat terdengar kabar bahwa Anda akan bermain sendiri tanpa bantuai AI di Breakpoint demi mengedepankan sensasi isolasi, community manager Laura Cordrey akhirnya mengabarkan kembalinya ‘AI squadmates‘. Itu berarti, di mode single-player Anda akan kembali ditemani rekan-rekan yang dikendalikan komputer.

Ghost Recon Breakpoint akan dilepas pada tanggal 4 Oktober 2019 di PC, Stadia, PS4 dan Xbox One. Sebelum momen itu tiba, Ubisoft akan melangsungkan tes beta pada bulan September.

 

Tom Clancy’s Elite Squad

Ubisoft juga sudah menyiapkan sesuatu bagi mereka yang gemar menikmati permainan di perangkat bergerak. Di E3 2019, mereka mengumumkan Elite Squad, game strategi yang dimeriahkan karakter-karakter dari beragam permainan Tom Clancy dan dihidangkan dalam arahan visual low-polygon. Di sana ada Sam Fisher (Splinter Cell), Megan dari The Division, serta Montane dan Caviera dari Rainbow Six.

 

Just Dance 2020

Seperti pendahulunya, permainan ritme versi 2020 ini menantang kita untuk mengikuti gerakan penari virtual, menggunakan controller motion atau smartphone. Just Dance 2020 rencananya akan tersedia di Switch, PlayStation 4, Xbox One dan Google Stadia pada tanggal 4 November. Itu artinya ia adalah permainan pertama di seri ini yang dirilis di platform cloud gaming.

 

For Honor

Sampai tanggal 27 Juni nanti, Ubisoft akan menggelar event in-game Shadows of the Hitokiri. Di sana ada mode Soul Rush baru yang mengadu dua tim untuk memperebutkan soul. Simak trailer-nya di sini.

 

Tom Clancy’s Rainbow Six Quarantine

Rainbow Six Quarantine mungkin boleh dikatakan sebagai permainan di jagat Tom Clancy pertama yang mengedepankan unsur survival horror. Ketika Rainbow Six Siege dititikberatkan pada pengalaman PvP, Quarantine didesain untuk menyuguhkan gameplay kooperatif. Elemen taktis kabarnya tetap dijaga (pengembangan game tetap berbasis Siege), dan di sana Anda bisa bermain bersama dua kawan lain.

Belum ada informasi kapan Rainbow Six Quarantine akan tersedia.

 

Gods & Monsters

Mencoba bermain-main dengan mitos Yunani lebih jauh, tim di belakang Assassin’s Creed terdorong untuk menggarap Gods & Monster, permainan action role-playing open world bertema fantasi. Game mengusung banyak elemen dari Odyssey, tapi terbebas dari latar belakang Assassin’s Creed dan kabarnya dirancang agar lebih mainstream. Anda juga dipersilakan untuk mengustomisasi penampilan karakter utamanya, seorang pemuda bernama Phoenix.

 

Uplay+

Mengikuti langkah Sony, Microsoft dan Electronic Arts, Ubisoft turut mengumumkan layanan berlangganannya sendiri. Sang publisher menamainya Uplay+, akan tersedia di bulan September 2019. Dengan membayarkan uang sebesar US$ 15 per bulan, Anda diberikan akses ke lebih dari 100 permainan, termasuk judul-judul terbaru semisal The Division 2, Assassin’s Creed Odyssey, Watch Dogs Legion, Ghost Recon Break Point, dan Rainbow Six Quarantine, serta permainan-permainan klasik seperti Beyond Good & Evil dan Heroes of Might and Magic.

Bagaimana Ubisoft Membesarkan Rainbow Six: Siege dari Game Tak Laku Menjadi Esports

Dewasa ini bila kita mendengar nama Rainbow Six, biasanya judul game yang dimaksud adalah Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege. Tapi mereka yang mengikuti perkembangan dunia game sejak lama tahu, bahwa dulu sebenarnya franchise Rainbow Six punya karakteristik yang jauh berbeda dari Rainbow Six: Siege.

Rainbow Six dulu dikenal sebagai franchise yang berasal dari novel karangan Tom Clancy berjudul sama, yang menceritakan tentang unit anti terorisme internasional dengan nama tim “Rainbow”. Karena diangkat dari novel, seri game Rainbow Six pun umumnya punya fokus yang besar di porsi permainan single player, lengkap dengan cerita yang unik di setiap entrinya. Ketika Rainbow Six: Siege diluncurkan tahun 2015, banyak penggemar kaget karena unsur naratif ternyata dihilangkan.

Gameplay inti Rainbow Six: Siege memang mendapat banyak pujian, namun kurangnya konten single player serta model bisnis game as a service (GaaS) membuat Rainbow Six: Siege kurang diminati di pasaran. Tapi Ubisoft tidak menyerah. Mereka terus mendukung game ini, dan perlahan tapi pasti, Rainbow Six: Siege tumbuh menjadi salah satu esports paling populer dunia.

Mengapa Ubisoft tidak putus asa ketika Rainbow Six: Siege kurang laku, dan bagaimana strategi mereka membesarkan Rainbow Six: Siege dari game yang tidak laku menjadi esports besar? Polygon baru-baru ini mengadakan wawancara dengan Che Chou, Senior Director of Esports di Ubisoft, tentang rahasianya.

Rainbow Six Siege - Screenshot 1
Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege | Sumber: Steam

Percaya pada sebuah visi

Untuk mencari akar kesuksesan Rainbow Six: Siege, kita harus menengok cukup jauh ke belakang, yaitu ketika pertama kali Rainbow Six: Siege dikembangkan pada tahun 2013. Game Designer Rainbow Six: Siege, Andrew J. Witts, pernah mengatakan bahwa proyek pengembangan game ini lahir dari sebuah studi mendalam yang diadakan dengan tujuan mencari inti seri Rainbow Six yang paling mendasar, baik dari segi setting maupun gameplay. Pada akhirnya Ubisoft Montreal menyimpulkan bahwa inti seri Rainbow Six adalah tentang merasakan keseruan dan ketegangan menjadi Operator alias agen anti terorisme terbaik di dunia, bekerja sama dengan tim, serta menjalakan misi-misi berbahaya di berbagai negara.

Konsep tersebut kemudian menjadi visi utama dalam pengembangan Rainbow Six: Siege. Ubisoft Montreal sendiri mengakui bahwa mereka cukup was-was ketika mengumumkan game ini, karena perubahannya cukup drastis dibanding seri sebelumnya. Apalagi Rainbow Six: Siege sebetulnya merupakan “sisa” dari pengembangan game lain berjudul Tom Clancy’s Rainbow Six: Patriots yang dibatalkan. Franchise Rainbow Six sendiri pun merupakan salah satu seri paling terkenal yang dimiliki Ubisoft, jadi proyek ini adalah sebuah pertaruhan besar.

Meski ada rasa was-was, Ubisoft Montreal tetap teguh pada pendirian. Mereka kemudian menciptakan suatu “core loop experience” yang pada dasarnya menyerupai sebuah kompetisi atau olahraga. Memang kesuksesannya tidak datang secara instan. Namun berkat komunitas yang loyal, serta perilisan konten dan Operator baru secara rutin, pelan-pelan Rainbow Six: Siege mulai diakui sebagai sebuah olahraga sungguhan.

Karena dari awal Rainbow Six: Siege dirancang sebagai sebuah esports, mereka harus bisa menciptakan gameplay yang seimbang. Che Chou berkata, filosofi yang dipegang oleh tim developer Rainbow Six: Siege adalah bahwa game yang dimainkan di level kasual serta level profesional haruslah merupakan game yang sama. “Pada akhirnya tujuan akhir kami bukan untuk komunitas esports dan komunitas Rainbow Six kasual. Kami ingin semua pemain Rainbow Six untuk bermain bersama dan mengenal satu sama lain,” ujarnya.

Masukan dari para pro player memang menjadi salah satu pertimbangan, namun Ubisoft tidak hanya memfasilitasi kebutuhan pro player saja. Mereka ingin supaya setiap permainan terasa nyaman. Ketika seseorang memainkan Rainbow Six: Siege, ia akan bermain di level yang sesuai dengan kemampuan dia, merasakan bahwa ini benar-benar sebuah game PvP, dan merasa dirinya mengalami peningkatan skill perlahan-lahan.

Rainbow Six Siege - Screenshot 2
Rainbow Six: Siege adalah shooter yang mengutamakan elemen taktis | Sumber: Steam

Anda yang main Rainbow Six: Siege tentu tahu bahwa game ini punya sistem Matchmaking yang unik. Contohnya larangan bermain Ranked Match sebelum pemain mencapai level yang cukup tinggi, sistem “playlist” yang membuat pemain hanya bisa mengakses map tertentu tergantung mode yang dipilih, dan sebagainya. Bahkan konten single player yang ada di dalamnya pun sebenarnya merupakan tutorial terselubung yang dirancang untuk mengajari pemain memahami gameplay Rainbow Six: Siege secara menyeluruh.

Setiap cabang esports punya karakter berbeda

Rainbow Six: Siege bukanlah cabang esports terbesar di dunia. Malah tergolong kecil jika dibandingkan dengan judul-judul lain seperti Overwatch atau League of Legends. Tapi bagi Ubisoft ini bukan masalah. Justru bagi mereka memang esports Rainbow Six: Siege lebih cocok dengan gaya seperti ini, setidaknya untuk sekarang.

“Salah satu hal yang Anda pelajari seiring Anda menggeluti industri ini seperti saya adalah bahwa sebenarnya tidak ada formula yang cocok untuk semua cabang esports. Semua sangat bergantung pada game itu sendiri, komunitasnya, dan apa yang bisa mereka lakukan. Untuk kami, cara kami menangani Rainbow Six adalah dengan mengembangkan akar rumput. Jantung dari dukungan yang kami dapat datang dari komunitas; justru esports adalah komunitas itu sendiri. Jadi kami ingin memastikan kami punya fondasi yang kuat untuk para pemain di komunitas-komunitas kompetitif, dan kami mendukung mereka dalam semua ini,” papar Chou.

Rainbow Six Siege - Team Empire
Team Empire saat bertanding di Rainbow Six Pro League Season IX | Sumber: Rainbow Six Esports

Kepedulian yang kuat pada komunitas itu bisa dilihat dari struktur liga dan turnamen Rainbow Six: Siege yang diterapkan Ubisoft. Mereka memang memiliki kompetisi terbuka di mana semua orang bisa berpartisipasi, tapi mereka juga melakukan pendekatan untuk memunculkan suatu “cerita” atau hiburan tersendiri bagi komunitas Rainbow Six. Karena itulah mereka menciptakan sistem Pro League yang menyerupai liga olahraga tradisional.

Dalam sistem Pro League, tim-tim profesional bisa dipastikan akan tetap ada dalam kompetisi, namun mereka memberi ruang bagi tim-tim penantang baru untuk berjuang dan masuk ke dalam sistem. Chou berkata, “Siklus pemain baru sangat vital di dalamnya. Siklus itu vital untuk terus mendorong pergerakan akar rumput dan mendorong pemain untuk mengincar level yang lebih tinggi.” Berbeda dengan cabang-cabang esports yang mementingkan pertumbuhan cepat, Rainbow Six sejak awal sudah mengutamakan masalah regenerasi dan sustainability—dua hal yang belakangan malah baru disentuh oleh banyak cabang esports lainnya.

Ini bukan berarti Rainbow Six: Siege akan terus menggunakan pendekatan yang sama. Tergantung dari besarnya peminat dan viewership, bisa saja Ubisoft nanti menerapkan strategi berbeda. Tapi dengan ukuran esports Rainbow Six: Siege sekarang, menurut mereka taktik seperti ini adalah taktik paling cocok. Ubisoft mengerti bahwa tidak semua game harus menjadi raksasa. Di tengah demografis penggemar shooter yang begitu besar, ada ruang untuk shooter kasual seperti Fortnite maupun shooter hardcore seperti Rainbow Six: Siege.

Dari setting militer berevolusi ke fantasi

Faktor komunitas selalu menjadi perhatian besar bagi Ubisoft. Ini bukan hanya soal memanfaatkan komunitas untuk melariskan produk, tapi juga soal membuat mereka nyaman sehingga mereka menjadi basis penggemar yang loyal. Ubisoft terus bekerja untuk mengatasi masalah-masalah dalam komunitas, seperti burnout, perilaku toxic, sportivitas, hingga kesejahteraan para pemain profesional.

Rainbow Six Siege - Hibana Elite Set
Desain Rainbow Six: Siege telah berevolusi, dari militer serius ke arah fantasi | Sumber: Reddit

Chou tidak menjelaskan strateginya secara mendetail, namun yang pasti adalah bahwa Ubisoft selalu bekerja sama secara erat dengan organisasi-organisasi esports partner mereka. Ubisoft terus memastikan bahwa organisasi-organisasi tersebut paham tentang standar sportivitas serta perilaku yang mereka inginkan. Oleh karena itu, di ekosistem Rainbow Six: Siege, sikap positif pemain profesional adalah salah satu unsur penting untuk menjadikan mereka brand ambassador.

Di sisi kesejahteraan, sudah bukan rahasia bila Ubisoft sangat getol mengadakan program revenue sharing dengan tim-tim profesional. Penjualan item kosmetik, pembagian keuntungan, hingga program sponsorship kolektif adalah sebagian cara Ubisoft untuk memastikan bahwa atlet-atlet Rainbow Six: Siege punya taraf hidup yang layak. Ubisoft juga terbuka akan kemungkinan adanya atlet-atlet yang mendirikan perserikatan, namun belum merancang wujud kerja sama pasti bila itu terjadi.

Ada satu hal unik yang membedakan Rainbow Six: Siege dari game bergenre military shooter lainnya, terutama dalam dua tahun terakhir. Sebetulnya, mungkin tanpa disadari oleh para penggemar, Ubisoft telah mengganti arahan nuansa Rainbow Six: Siege dari sebuah game yang serius menjadi game yang mendekati fantasi. Ini dapat dilihat dari desain para Operator yang semakin bergaya, semakin punya karakter unik, dan semakin fiktif. “Saya mengibaratkannya seperti G.I. Joe, yaitu sebuah koalisi ‘pelangi’ berisi para prajurit yang menarik dan beraneka warna, yang berlatih bersama-sama,” cerita Chou berkelakar.

Evolusi ke arah fantasi berhasil menjadikan Rainbow Six: Siege game yang lebih aksesibel. Desain estetika di dalamnya menjadi lebih beragam, sehingga dapat menarik pemain dari lebih banyak kalangan. Ini tercermin dalam komunitas penggemar Rainbow Six: Siege secara langsung. Misalnya bila kita pergi ke acara Rainbow Six, kita akan melihat adanya komunitas-komunitas penggemar yang terdiri dari para cosplayer perempuan. Banyak pemain Rainbow Six: Siege perempuan yang sangat passionate terhadap game ini, dan hal itu bukan hal yang lazim kita temui dalam sebuah komunitas penggemar first person shooter yang taktis dan serius.

Rainbow Six: Siege saat ini telah menginjak tahun keempat. Sebagai sebuah produk, Rainbow Six: Siege telah tumbuh menjadi game yang sangat kompleks, dengan 46 Operator serta lebih dari 20 map berbeda. Sebagai cabang esports, game ini juga masih terus tumbuh, dengan turnamen yang kian besar serta jumlah penggemar yang kian banyak.

Dalam perjalanannya Ubisoft pasti akan menemukan berbagai tantangan baru, dan mungkin mereka butuh gebrakan besar untuk menghadapinya. Kita tidak tahu akan seperti apa ekosistem esports Rainbow Six: Siege dalam satu atau dua tahun ke depan. Akan tetapi selama Ubisoft terus berpegang teguh pada visi mereka, dan terus menaruh perhatian besar pada kebutuhan komunitas baik kasual maupun profesional, saya rasa kita bisa optimis bahwa Ubisoft pasti bisa menanganinya dengan baik. Semoga saja Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang memiliki iklim esports Rainbow Six: Siege yang sehat, dan menghasilkan tim-tim berprestasi baik di tingkat lokal ataupun internasional.

Sumber: Polygon

Tom Clancy’s Ghost Recon Breakpoint Diumumkan, Simak Rangkuman Infonya di Sini

Ada masa ketika gamer menganggap Ubisoft sebagai salah satu perusahaan game terburuk, namun era itu sudah berlalu berkat kerja keras sang publisher mengubah kesan publik lewat permainan-permainan bermutu dan konten yang kaya. Kini, sejumlah franchise difokuskan pada pengalaman bermain berbeda: Assassin’s Creed untuk single-player, The Division buat co-op, dan Rainbox Six hampir selalu mengedepankan elemen kompetitif.

Dan meskipun mungkin bukan game terbaik di seri Ghost Recon, Wildlands berhasil mengumpulkan pemain setianya sendiri karena konsistensi Ubisoft dalam memberikan update dan patch. Pembaruan terakhir dilepas di awal bulan ini, menghadirkan konten bertajuk Operation Oracle berisi dua buah misi anyar dan mempertemukan Anda dengan Ghost Team Leader Cole D. Walker yang diperankan oleh aktor Jon Bernthal.

Dan lewat event live stream kemarin, sang publisher asal Perancis ini resmi mengumumkan sekuel langsung dari Wildlands, berjudul Tom Clancy’s Ghost Recon Breakpoint. Merupakan permainan ke-11 di seri ini, Breakpoint digarap sebagai penerus kisah petualangan tim Ghost pasca konflik di Bolivia. Game mengambil latar belakang lokasi baru, di sebuah pulau di daerah Pasifik Selatan bernama Auroa. Meski tetap mengedepankan elemen taktis third-person shooter serupa pendahulunya, tim Ubisoft Paris juga mencoba membenamkan tema survival – seperti yang bisa Anda lihat di trailer-nya:

Di Breakpoint, Anda akan kembali bermain sebagai Nomad dan memimpin tim ‘hantu’. Kali ini para Ghost ditugaskan untuk melakukan misi di pulau Auroa tempat perusahan bernama Skell Technology melangsungkan riset dan pengembangan teknologi militer dan komersial. Kenyataannya, Skell malah menghimpun kekuatan ekonomi dan politik yang lebih besar dari negara maju. Sayangnya, Nomad gagal menyelesaikan misi tersebut, menyebabkannya diburu musuh dan harus bertahan hidup.

Breakpoint 1

Seperti di game sebelumnya, Anda dipersilakan untuk menciptakan dan mengustomisasi karakter Nomad – termasuk membuat wajahnya menyerupai Anda. Breakpoint juga tampaknya mengadopsi sistem loot dan role-playing mirip The Division 2, tetapi developer enggan mengomparasi kedua permainan itu. Item-item bisa Anda dapatkan dengan menaklukkan boss atau mini-boss, dan perlengkapan ini terbagi dalam lima tingkat kelangkaan. Uniknya lagi, bagian cutscene turut menyuguhkan pilihan dialog, walaupun hal tersebut tidak berpengaruh pada narasi.

Saat meluncur nanti, Breakpoint mempersilakan kita memilih empat kelas karakter, yaitu assault, penembak jitu, stealth (disebut panther), dan spesialis persenjataan berat. Tokoh kreasi Anda akan menjadi avatar baik di mode single-player, kooperatif serta player versus player. Pulau Auroa sendiri mempunyai eksositem yang beragam. Anda dibebaskan menjelajahi rawa-rawa, pegunungan, wilayah bersalju hingga gunung volkano.

Breakpoint 2

Tom Clancy’s Ghost Recon Breakpoint dijadwalkan untuk meluncur pada tanggal 4 Oktober 2019 di Windows PC, PlayStation 4 dan Xbox One. Gerbang pre-order sudah dibuka, dan Ubisoft menawarkan permainan dalam empat edisi: standar, Gold, Ultimate dan Collector’s Edition. Mereka yang melakukan pre-order juga mendapatkan akses ke sesi uji coba beta.

Menilik Geliat dan Perkembangan Esports R6S di Indonesia

Buat yang memang peduli dengan ekosistem esports Indonesia, sebenarnya masih banyak komunitas game tertentu yang termarginalkan seperti Fighting Game Community, komunitas PES, Hearthstone, FIFA, CS:GO, Sim Racing, dan yang lain-lainnya. Kali ini, kita akan membahas satu lagi yaitu komunitas esports R6S (Rainbow Six: Siege) di Indonesia.

Saya pribadi dan Hybrid sendiri memang menolak untuk hanya membahas apa yang sedang ramai di Indonesia. Kenapa? Karena saya tahu betul bagaimana rasanya dipinggirkan… Plus, sudah banyak juga media-media lain yang membahas game dan esports yang sedang jadi tren saat ini.

Jadi, tanpa basa basi lagi, mari kita berkenalan lebih dekat dengan salah satu komunitas esports yang mungkin kecil dari sisi jumlah namun dewasa dan ambisius, R6 IDN.

Kali ini, saya ditemani oleh Bobby Rachmadi Putra yang merupakan Community Leader untuk R6S di Indonesia untuk menjadi narasumber kita.

Awal Mula dan Cerita Komunitas R6S di Indonesia

Sumber: Komunitas R6S Indonesia
Sumber: Komunitas R6S Indonesia

Sebelum komunitas ini bermukim di Facebook Group, menurut cerita Bobby, sudah ada komunitas R6S di KASKUS sejak trailer pertama R6S dirilis untuk E3 2013. Namun demikian, saat game ini dirilis di Desember 2015, thread starter di forum digital terbesar tadi justru tidak membeli game-nya. Karena itulah, Bobby bersama 3 orang lainnya (Izzan, DarkTangoCat, dan Harris) membuat komunitas Discord untuk R6S.

Di saat yang sama, ternyata Bobby pun menemukan sudah ada yang membuat grup di Facebook untuk R6S. 2 komunitas dari platform yang berbeda ini pun bergabung.

Kegiatan komunitas R6S di grup Facebook ini pun sudah beragam mulai dari diskusi alias tanya jawab seputar tips dan trik R6S, membantu pihak Ubisoft menyelesaikan masalah bug in-game, nonton bareng turnamen internasional, gathering di event offline (kala itu ESL Clash of Nation), ataupun Art Competition (cosplay dan fan art). Satu hal yang menarik, Ubisoft sendiri yang menyediakan hadiah (total Rp3,5 juta) untuk Art Competition komunitas ini.

Satu hal yang saya sendiri kagumi dengan komunitas R6S ini adalah anggotanya yang boleh dibilang cukup dewasa soal perilakunya. Kebetulan saja, saya sendiri juga moderator untuk 2 game esports populer di Indonesia saat ini; jadi saya tahu betul bagaimana perbandingannya. Saya tak perlu sebutkan nama game-nya ya berhubung saya takut dihujat warganya; yang jelas 2 game esports (mobile) tersebut adalah 2 dari 3 game esports paling ramai saat ini.

Sayangnya, kebanyakan pelaku industri esports Indonesia saat ini masih hanya memperhatikan jumlahnya semata, tanpa memperhatikan kedewasaan perilaku para pemainnya. Sayangnya, memang kebanyakan pelaku industri esports Indonesia masih terjebak pada soal volume sebagai satu-satunya tolak ukur. Mungkin lain kali, kita akan bahas lebih jauh soal ini.

Tentang Ajang Kompetitif R6S di Indonesia

R6 IDN Star League S1 - Poster
Sumber: R6 IDN

Meski bisa dibilang kecil dari sisi jumlah, komunitas R6 IDN cukup rajin dalam memberikan ruang kompetitif.

Sebelum kita membahas turnamen-turnamennya yang ada saat ini, mari kita melihat ke belakang sejenak untuk melihat perkembangan ekosistem esports R6S dari waktu ke waktu.

Bobby bercerita bahwa turnamen R6S pertama yang mereka buat adalah kompetisi 17an di tahun 2016. Kala itu, hadiah turnamennya masih berupa kaos custom. Di tahun ini, masih belum ada turnamen lainnya meski memang komunitas ini kerap bermain bersama (random fun match).

Tahun 2017, komunitas ini kembali menggelar kompetisi 17an namun dengan peserta yang lebih banyak. Di tahun ini, R6 IDN juga menggelar turnamen rutin mereka yang diberi nama Indonesian Series League (kala ini masih disebut Indonesian Tournament Series).

Untuk turnamen pertama mereka ini, total hadiahnya sebesar Rp3 juta yang didapat dari biaya pendaftaran dan iuran para pengurus komunitas. Turnamen ini dimulai saat itu karena mereka melihat komunitasnya sudah mulai ramai. Selain itu, tujuan turnamen ini adalah untuk menggaet lebih banyak pemain R6S untuk bergabung bersama komunitasnya.

Di tahun 2018, R6 IDN pun membuat turnamen baru yang jenjangnya lebih rendah, yang diberi nama Community Cup.

Sumber: R6IDN Official Media
Sumber: R6IDN

Indonesian Series League (ISL) pun berlanjut di awal tahun (sekitar bulan April) 2018. Namun, ISL kedua ini masuk dalam rangkaian turnamen Run N Gun 4 Nations. Kala itu, ISL 2 berfungsi sebagai kualifikasi untuk menentukan siapa wakil Indonesia yang bisa berlaga di turnamen yang melibatkan peserta dari 4 negara, Indonesia, Thailand, Singapura, dan Filipina.

Di bulan April 2018 ini juga, Bobby pun mengaku sudah cukup intens berkomunikasi dengan pihak Ubisoft. Kita akan membahas lebih jauh tentang dukungan Ubisoft ke R6 IDN di bagian selanjutnya.

ISL 3 adalah turnamen pertama R6 IDN yang mendapatkan dukungan langsung dari Ubisoft. Total hadiah yang ditawarkan oleh turnamen ini pun mencapai Rp10 juta. Kala itu, ISL 3 juga sudah diikuti oleh 32 tim (satu tim berisikan 5 orang pemain). Bulan Desember 2018, ISL 4 pun digelar.

Di 2019 ini, R6 IDN sudah merencanakan jenjang kompetitif yang lebih rapih dari sebelumnya. ComCup masih ada (sampai artikel ini ditulis, sudah sampai ComCup ke 12) dan menjadi turnamen dengan jenjang terendah. R6 IDN juga menyesuaikan beberapa peraturan untuk ComCup di awal tahun ini agar lebih sesuai dengan jenjangnya.

Di atas ComCup, ISL juga masih dipertahankan untuk menjadi turnamen dengan jenjang yang lebih tinggi. Selain ComCup dan ISL yang sudah ada di tahun sebelumnya, R6 IDN juga memperkenalkan 2 turnamen baru yang ditujukan untuk jenjang yang lebih tinggi lagi: Star League dan Major Event.

Star League sendiri sudah berjalan dari awal tahun (Januari) 2019. Turnamen ini diposisikan di atas ISL karena memang ada kualifikasinya dan dibagi jadi 2 kelas. Untuk Major Event, Bobby masih belum bisa banyak bercerita tentang ini. Namun yang pasti, Major Event ini akan menjadi kulminasi dari semua ajang kompetitif R6S di Indonesia.

Dari penjelasan tadilah, saya kira memang komunitas ini bisa disebut ambisius. Pasalnya, setidaknya dari yang saya tahu, tidak banyak scene esports game lainnya yang punya jenjang kompetitif yang rapih seperti yang yang coba ditawarkan oleh R6 IDN. R6 IDN ini punya jenjang kompetitif dari tingkat rookie (ComCup), semi-pro (ISL), dan profesional (Star League); hingga kulminasi dari semua jenjang kompetitif tadi (Major Event).

Padahal, R6 IDN memang hanya komunitas biasa (bukan perusahaan EO ataupun publisher) meski memang mereka dapat dukungan langsung dari Ubisoft; yang bisa dibilang sebagai salah satu publisher game terbesar di dunia saat ini.

Bentuk Dukungan Ubisoft ke R6 IDN dan Rencana Mereka

Seperti cerita Bobby tadi, Ubisoft sendiri sebagai publisher R6S sudah memberikan dukungan langsung ke komunitas dan esports scene R6S di Indonesia. Namun seperti apa sebenarnya dukungan mereka?

Menurut cerita Bobby, semua kegiatan dari komunitas R6 IDN mendapatkan dukungan dari Ubisoft. Bentuk dukungan tersebut meliputi prize pool (uang tunai untuk hadiah kompetisi, termasuk art competition-nya), in-game currency (R6S Credits), ataupun merchandise (seperti kaos, gantungan kunci, dan kawan-kawannya).

Saat awal dukungan, Ubisoft juga mengirimkan dana yang dapat digunakan untuk komunitas ini membeli perlengkapan streaming.

Lalu apa sebenarnya tujuan Ubisoft memberikan dukungan langsung ke komunitas ini? Bobby pun bercerita bahwa tujuan Ubisoft adalah untuk mendukung semua kegiatan komunitas R6S, sekaligus meningkatkan popularitas game ini di Indonesia. Rencana Ubisoft ini sebenarnya tak hanya untuk Indonesia tapi juga untuk Asia Tenggara dan Asia secara keseluruhan.

Rencana konkret Ubisoft sendiri sebenarnya sudah cukup banyak untuk Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia. Namun hal tersebut masih tak dapat dibuka untuk publik. Semoga saja, Ubisoft dan sejumlah rekanannya dapat turut meramaikan kembali esports PC di Indonesia ya!

Scene Esports & Notable Teams R6S di Indonesia

Jika tadi saya sudah menjelaskan kompetisi-kompetisi R6S di Indonesia dan jenjangnya, sekarang mari kita lihat kondisi scene esports R6S di Indonesia.

Saat ini, menurut data dari ComCup terakhir, ada 30 tim yang ikut serta turnamen tersebut. Ada belasan tim lain juga yang sudah sering terdengar di berbagai kompetisi garapan R6 IDN. Sayangnya, berhubung akan jadi terlalu panjang, saya tak bisa menyebutkan semuanya.

Meski demikian, ada beberapa notable tim R6S yang yang patut diceritakan. Pertama, ada tim yang bernama iNation. iNation merupakan salah satu tim R6S tertua di Indonesia. Selain itu, saat artikel ini ditulis, pemilik tim iNation (yang juga punya bisnis warnet) juga punya 3 tim lagi selain iNation.

Selain iNation, ada tim Ferox. Tim Ferox juga salah satu tim tertua di sejarah kompetisi R6S di Indonesia. Istimewanya, tim ini memiliki para pemain yang punya skill individu dan gameplay yang unik. Permainan mereka bisa saja berubah tergantung dari siapa lawan yang dihadapi.

Setelah itu, ada yang namanya tim Scrypt. Scrypt bisa dibilang sebagai tim R6S Indonesia yang paling baik catatan prestasinya. Pasalnya, tim ini pernah mewakili Indonesia bertanding di ajang ESL Pro League APAC Finals tahun 2018. Kala itu, tim ini juga diakuisisi oleh Aerowolf, organisasi esports Indonesia yang bisa dibilang paling fokus mengejar esports PUBG.

Sudah berpisah dengan Scrypt, Aerowolf sekarang juga masih punya tim R6S sebenarnya. Namun tim R6S Aerowolf saat ini terdiri dari para pemain asal Singapura. Aerowolf, Scrypt, dan Ferox, ketiganya masuk ke dalam ESL Pro League kawasan APAC untuk musim ini.

Klasemen sementara R6 Pro League Wilayah APAC-SEA. Sumber: Pro League
Klasemen sementara R6 Pro League Wilayah APAC-SEA. Sumber: Pro League

Jika berbicara soal jumlah pemain atau penonton, R6S sendiri mungkin memang masih kalah dibanding Dota 2; apalagi dibanding esports game mobile. Namun demikian, satu hal yang perlu dicatat, pemain ataupun penggemar R6S tadi mungkin memang tak akan mungkin mengalahkan jumlah esports mobile.

Kenapa? Karena R6S sendiri memang game berkelas, jika tak mau dibilang mahal. Saat artikel ini ditulis, R6S masih dibanderol dengan harga Rp229 ribu di Steam. Itu pun versi paling murahnya. Ada versi Deluxe-nya yang di harga Rp345 ribu dan versi paling lengkapnya (Ultimate Edition) yang mencapai nominal Rp1,149 juta.

Itu tadi masih harga game-nya, belum harga komponen (PC) yang dibutuhkan untuk bermain R6S dengan nyaman. Rekomendasi sistem minimal yang dicantumkan di Steam ataupun website resmi mereka memang cukup terjangkau namun spesifikasi tersebut belum ideal untuk kelas esports-nya.

Bobby dan saya setuju bahwa kartu grafis minimal yang dibutuhkan untuk bermain R6S dengan nyaman adalah GeForce GTX 1060 atau yang setara. Belum lagi, saya tahu betul gamer FPS di PC itu adalah yang paling rewel soal monitor yang refresh rate-nya di atas 60Hz. Saya pun mencoba membuat simulasi spek PC yang dibutuhkan agar nyaman bermain R6S. Hasilnya? Saya butuh lebih dari Rp20 juta untuk mendapatkan sebuah desktop gaming untuk R6S. Disclaimer, standar spek PC saya mungkin sedikit lebih tinggi dari kebanyakan gamer; jadi mungkin spek desktop di harga belasan juta bisa dikompromikan untuk yang sedikit lebih terbatas.

Karena itulah, pasar esports R6S, termasuk di Indonesia, memang mungkin tidak akan bisa masif layaknya game ponsel namun para gamer R6S sebenarnya bisa dikategorikan ke dalam pasar menengah atas. Pasar ini bisa jadi cocok untuk target pemasaran produk-produk mahal (jika menghitung perkiraan daya beli gamer R6S). Namun sayangnya, sepertinya masih belum banyak para pelaku industri esports Indonesia yang memperhitungkan daya beli pasarnya. Lain kali, mungkin saya akan mencoba membahas soal ini lebih detail.

Scene Esports R6S Internasional

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Lalu bagaimana dengan scene esports R6S di dunia internasional? Barangkali ada juga tim-tim lain seperti BOOM ID yang lebih tertarik untuk mengejar prestasi internasional, ijinkan saya sedikit bercerita sedikit tentang ini.

Di dunia internasional, R6S sendiri mungkin memang masih di bawah Dota 2 ataupun LoL dari sisi popularitas ataupun prize pool turnamen. Namun demikian, R6S di sana, menurut saya, sudah sangat mendekati CS:GO (berhubung CS:GO memang tak punya jenjang rapih seperti The International ataupun World Championship).

Di tingkat internasional, R6S punya 2 turnamen utama, yaitu ESL Pro League dan R6 Invitational. Sistem kompetisinya mungkin lebih mirip dengan LoL ketimbang Dota 2. ESL Pro League dapat diibaratkan seperti LCS, LCK, LPL, ataupun liga-liga LoL tiap-tiap kawasan. Pasalnya, Pro League R6S juga dibagi jadi 4 kawasan (Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, dan Asia Pasifik), setidaknya sampai artikel ini ditulis.

Sedangkan R6 Invitational adalah gelaran puncak dari esports R6S di dunia. Turnamen ini bisa diibaratkan seperti World Championship-nya LoL. Selain 2 kompetisi utama tadi, R6S juga punya sejumlah turnamen kelas Minor seperti yang ada di DreamHack 2017 dan 2018. Terakhir kali, G2 yang menjadi juara untuk turnamen paling bergengsi di R6S dan membawa pulang hadiah sebesar US$800K.

Penutup

R6S. Courtesy of Ubisoft.
R6S. Courtesy of Ubisoft.

Akhirnya, Bobby dan kawan-kawan komunitas R6S Indonesia memang punya harapan kepada kawan-kawan media, tim esportsevent organizer, ataupun sponsor untuk turut memeriahkan esports R6S di Indonesia.

Saya pribadi sebenarnya juga tertarik melihat masa depan esports R6S di Indonesia. Pasalnya, bisa dibilang R6S adalah salah satu game esports termahal yang ada di Indonesia (yang bisa mengalahkannya, dari sisi harga perangkat, mungkin hanya dari Sim Racing). Jika R6S bisa populer di Indonesia, hal ini akan mematahkan anggapan banyak orang, lokal ataupun internasional, yang mengatakan bahwa Indonesia hanya cocok untuk pasar low-end.

Plus, di sisi industri esports-nya sendiri, bagi saya pribadi; lebih sehat saja jika industrinya punya target pasar yang berbeda-beda kelas ekonominya. Ponsel saja punya klasifikasi target pasar dari yang kelas bawah sampai kelas sultan. Demikian juga dengan industri-industri subur lainnya, seperti pendidikan, properti, F&B, dkk, semuanya punya klasifikasi pasar yang berbeda-beda.

Sedangkan di esports Indonesia, sepertinya belum banyak yang menyadari hal ini karena kebanyakan pelakunya masih mengejar volume masif yang biasanya memang hanya bisa ditawarkan kelas low-end

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Rainbow Six: Siege Indonesia Community (R6 IDN)

Ubisoft Terindikasi Merencanakan Program Franchise di Esports Rainbow Six: Siege

Ubisoft selama ini dikenal getol menciptakan program untuk membuat ekosistem esports Rainbow Six: Siege yang sustainable, dan tampaknya karakteristik itu masih tetap dipertahankan. Buktinya, baru-baru ini Ubisoft membuka lowongan kerja untuk posisi Senior Esports Manager untuk ditempatkan di kantor Ubisoft Montreal, Kanada. Ubisoft Montreal adalah cabang Ubisoft yang merupakan kreator di balik Rainbow Six: Siege. Jadi bisa ditebak apa proyek yang akan ia tangani nantinya.

Dilansir dari Dexerto dan Hitmarker, job description posisi Senior Esports Manager tersebut salah satunya mencakup “pengembangan rencana strategi bisnis untuk program franchise esports”. Ini adalah poin yang sangat menarik karena selama ini Ubisoft belum pernah melakukannya. Bila proyek franchise terwujud, maka dunia esports Rainbow Six: Siege berpotensi tumbuh sangat pesat.

Mungkin Anda bertanya-tanya, seperti apakah cara kerja program franchise yang dimaksud? Saat ini memang belum ada pengumuman pasti dari Ubisoft, tapi kita bisa melihat cara kerja model bisnis ini dari game lain, misalnya League of Legends dan Overwatch.

Overwatch League - Shanghai Dragons
Shanghai Dragons, tim OWL di bawah kepemilikan NetEase | Sumber: Shanghai Dragons

Sejak tahun 2018, Riot Games menggunakan sistem franchise dalam North America League of Legends Championship Series (NA LCS). Artinya tim-tim yang berpartisipasi dalam NA LCS menjalin komitmen sebagai partner permanen liga tersebut. Mereka diwajibkan membayar sejumlah uang (US$10.000.000) sebagai biaya pendaftaran/pembelian franchise, tapi kemudian mereka berhak menerima bagi hasil dari pemasukan NA LCS sebesar 32,5%. Riot juga mendanai pendirian asosiasi pemain yang berdiri independen untuk menjadi perwakilan dalam negosiasi antara Riot, pemilik organisasi esports, dan para atlet.

Sementara itu, di Overwatch, program franchise ini erat kaitannya dengan sistem kompetisi regional yang diterapkan dalam Overwatch League (OWL). OWL menggunakan struktur di mana setiap tim pesertanya merupakan perwakilan dari suatu kota. Jadi Anda akan menemukan tim-tim OWL memiliki nama seperti London Spitfire, Philadelphia Fusion, atau Shanghai Dragons di dalamnya.

Blizzard membuka slot sponsorship/ownership untuk masuk ke OWL, baik itu brand non-endemic, teknologi, hingga olahraga. Biaya pembelian ownership ini cukup mahal, bisa mencapai US$20 – 60 juta tergantung dari populasi wilayah, banyaknya penawar, hingga jumlah pemain Overwatch di wilayah tersebut. Kemudian, sang pemilik slot akan mendapatkan hak eksklusif akan seluruh operasi OWL di wilayah yang bersangkutan.

Rainbow Six Siege - Year 4 Pro League Sets
Rainbow Six: Siege sudah memiliki program revenue sharing dengan tim-tim Pro League | Sumber: Ubisoft

Sistem franchise ini pada dasarnya mirip dengan olahraga konvensional. Pemilik franchise akan dapat menjual tiket pertandingan, merchandise, hingga konsesi yang berkaitan dengan franchise miliknya. Di tengah iklim esports yang masih terus berkembang, kesempatan bisnis seperti ini pasti sangat menarik bagi para pemilik brand.

Rainbow Six: Siege sendiri saat ini sudah memiliki program revenue sharing yang disebut Pilot Program, dan kabarnya tahun ini mereka ingin agar program itu bisa menjangkau lebih banyak tim. Program franchise sepertinya dapat menjadi pengembangan lebih lanjut dari Pilot Program. Bila Ubisoft benar mewujudkannya, program franchise berpotensi mendatangkan keuntungan besar, baik bagi brand, organisasi esports, ataupun para atletnya.

Sumber: Dexerto, Hitmarker, ESL

Segala Konten yang Bisa Anda Cicipi di Open Beta The Division 2

Bermigrasinya sejumlah game dari Steam ke Epic Games Store, termasuk judul-judul besar seperti Metro Exodus dan The Division 2, masih menyisakan rasa pahit. Namun para publisher tampaknya telah bulat dengan keputusan mereka dan mengeksekusi agenda tanpa ragu. Khusus untuk The Division 2, Ubisoft sudah melangsungkan beberapa kali uji coba tertutup dan akan membukanya buat umum akhir minggu nanti.

Sesi open beta Tom Clancy’s The Division 2 akan dilangsungkan pada tanggal 1 sampai 4 Maret 2019, tersedia untuk PC, PS4 serta Xbox One. Dan melalui blog resmi, Massive Entertainment dan Ubisoft mengungkap segala hal yang bisa kita cicipi di sana. Berbeda dari fase private beta, open beta bisa diakses oleh semua orang. Konten yang disediakan pun lebih banyak, sehingga lebih mudah bagi kita buat mempertimbangkan apakah The Division 2 layak dibeli atau tidak.

Ketika permainan terdahulu mempersilakan Anda menjelajahi kota New York di musim dingin pasca menyebarnya virus cacar hasil rekayasa genetika, The Division 2 akan membawa Anda ke kota Washington DC, di-setting tujuh bulan setelah cerita sebelumnya berakhir. Dalam meraciknya, developer mencoba memberi solusi terhadap keluhan pemain, terutama soal konten di momen peluncurannya serta bagian endgame.

The Division 2 2

Di open beta nanti, Anda dapat menikmati tiga misi utama, lima misi sekunder, lalu dipersilakan pula mengakses Dark Zone East (arena PvP), mode multiplayer kompetitif skirmish 4 versus 4, satu misi ‘invaded‘, serta memilih tiga spesialisasi tokoh utama. Buat sekarang, hanya tersedia satu slot karakter, namun Anda tetap bisa mengustomisasi penampilan sang agen atau menghapusnya jika merasa kurang puas.

Tiga misi utama menyuguhkan petualangan di Grand Washington Hotel, Jefferson Trade Center, serta Viewpoint Museum. Anda bisa memainkannya di tingkat kesulitan normal maupun hard. Tester juga diperkenankan mengeksplorasi lokasi-lokasi lain seperti Gedung Putih, Downtown East, The Federal Triangle dan Smithsonian; serta dapat mengerjakan lima side quest. Dark Zone sendiri dapat diakses setelah Anda menyelesaikan misi Jefferson Trade Center.

Di versi open beta, Anda hanya bisa bermain sampai level delapan. Tapi begitu berhasil melewati Jefferson Trade Center, Anda diberikan pilihan tiga karakter level 30 untuk menikmati satu misi endgame.

The Division 2 1

Berdasarkan informasi dari Ubisoft, gamer di wilayah Asia dan Oseania sudah bisa melakukan pre-load sejak tanggal 28 Februari. Selanjutnya, open beta The Division 2 dapat dimainkan mulai pukul 20:00 malam AET (Australia Eastern Time) tanggal 1 Maret dan berakhir pada jam 20:00 AET tanggal 5 Maret. WIB lebih lambat tiga jam dari AET.